Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


ISOLASI SOSIAL

DISUSUN OLEH:
WINA SRIANDINI
190614901278

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. DEFINISI

Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak
sanggup membagi pengamatan dengan orang lain. (Balitbang, dalam Fitria, 2010,
hlm. 29)

Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
(Keliat dan Akemat, 2009, hlm. 93)

Selain itu isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan


orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan
dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan
dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman.
(Yosep, 2009, hlm. 229)

B. FAKTOR PREDISPOSISI

Menurut Fitria (2009, hlm. 33-35) ada empat faktor predisposisi yang
menyebabkan Isolasi Sosial, diantaranya:

1. Faktor Tumbuhan Kembang


Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila
tugas perkembangan tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah sosial.

Dibawah ini akan dijelaskan tahap perkembangan serta tugas


perkembangan, lihat tabel 2.1 dibawah ini:
Tahap Tugas
Perkembangan

Masa Bayi Menetapkan rasa percaya.


Masa Bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
Mandiri
Masa Prasekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab,
dan hati nurani
Masa Sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan
berkompromi
Masa Praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama
jenis kelamin
Masa Dewasa Menjadi saling bergantung antara orang tua dan
Muda teman, mencari pasangan, menikah, dan mempunyai
Anak
Masa Tengah Belajar menerima hasilkehidupan yang sudah
Baya Dilalui
Masa Dewasa Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
Tua perasaan keterkaitan dengan budaya

Tabel 2.1 Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan


interpersonal (Erik Erikson dalam Stuart, 2007, hlm. 346)

2. Faktor Sosial Budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga di mana setiap
anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia, penyakit kronis, dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.

3. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien
skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur
yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk
sel sel dalam limbik dan daerah kortikal.
4. Faktor Komunikasi dan Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
dalam masalah berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu
keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersama atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar
keluarga.

C. FAKTOR PRESIPITASI

Menurut Stuart (2007, hlm. 280) faktor presipitasi atau stresor pencetus pada
umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres seperti
kehilangan, yang memenuhi kemampuan individu berhubungan dengan orang lain
dan menyebabkan ansietas. Faktor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua
kategori yaitu sebagai berikut:
1. Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit
keluarga dan berpisah dari orang yang berarti.
2. Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.

D. POHON MASALAH
E. FAKTOR LAIN YANG DAPAT MENYEBABKAN ISOLASI SOSIAL 1. Penilaian
Terhadap Stresor
Rasa sedih karena suatu kehilangan atau beberapa kehilangan dapat
sangat besar sehingga individu tidak tidak mau menghadapi kehilangan dimasa
depan, bukan mengambil resiko mengalami lebih banyak kesedihan. Respon ini
lebih mungkin terjadi jika individu mengalami kesulitan dalam tugas
perkembangan yang berkaitan dengan hubungan. (Stuart, 2007, hlm. 280).

2. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) individu yang mengalami respon sosial
maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi
ansietas.
Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang
spesifik yaitu sebagai berikut:
a. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
 Proyeksi merupakan keinginan yang tidak dapat ditoleransi,
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
(Rasmun, 2004, hlm. 35)
 Spliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk. (Rasmun, 2004,
hlm. 36)

b. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang


 Splitting
 Formasi reaksi
 Proyeksi
 Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari
lingkungan dan orang lain. (Rasmun, 2004, hlm. 32)
 Idealisasi orang lain
 Merendahkan orang lain
 Identifikasi proyeksi
3. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan
respon sosial maladaptif adalah sebagai berikut :
a. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
b. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian
pada hewan peliharaan.
c. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal
(misalnya: kesenian, musik, atau tulisan)
Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432) terkadang ada beberapa orang
yang ketika ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman
yang membantunya dalam mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang
yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri dan tidak mau
menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan temannya.

4. Rentan Respon
Bagan rentang respon pada pasien dengan isolasi sosial dapat dilihat pada
skema 2.2 dibawah ini:
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Menurut Fitria
(2009, hlm. 32) yang termasuk respon adaptif adalah sebagai berikut:
 Menyendiri, merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.
 Otonomi, merupakan kemampuan individu untuk menentukan dab
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial
 Bekerja sama, merupakan kemampuan individu yang saling
membutuhkan orang lain.
 Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.

a. Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu menyimpang dari norma sosial. Yang
termasuk kedalam rentang respon maladaptif adalah sebagai berikut:
 Menarik Diri :Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
 Ketergantungan : Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung dengan orang lain.
 Manipulasi: Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu
sehingga tidak dapat menerima hubungan sosial secara mendalam.
 Curiga: Seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain.

F. TANDA DAN GEJALA


Menurut Townsend, M.C, 1998 (dalam Muhith, A.2015),tanda dan gejala isolasi
soaial meliputi:
1. Kurang spontan
2. Apatis
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Afek tumpul
5. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
6. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
7. Aktivitas menuru
8. Menolak berhubungan dengan lingkungan sekitarnya

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Metode Biologik
Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial adalah
sebagai berikut:

a. Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan fungsi
neurotransmitter sehingga gejala-gejala klinis dapat dihilangkan atau dengan
kata lain skizofrenia dapat diobati (Hawari,2006, hlm. 96). Obat antipsikotik
terpilih untuk skizofrenia terbagi dalam dua golongan (Hawari, 2006, hlm. 97-99)
yaitu antipsikotik tipikal (Klorpromazim, Trifluferazin, Haloperidol) dan antipsikotik
atipikal (Klozapin, Risperidon). Antipsikotik golongan tipikal tersebut bekerja
dengan memblokir reseptor dopamin terpilih, baik diarea striatal maupun limbik di
otak dan antipsikoti atipikal menghasilkan reseptor dopamin dan serotonin
selektif yang menghambat sistem limbik. Memberikan efek antipsikotik (gejala
positif) dan mengurangi gejala negatif.
Menurut Doenges (2007, hlm.253) prosedur diagnostik yang digunakan
untuk mendeteksi fungsi otak pada penderita gangguan jiwa adalah sebagai
berikut:
 Coputerized Tomografi (CT Scan): Induvidu dengan gejala negatif seringkali
menunjukkan abnormalitas struktur otak dalam sebuah hasil CT scan.
(Townsend, 2003, hlm. 318)
 Magnetik Resonance Imaging (MRI): Mengukur anatomi dan status biokimia dari
berbagai segmen otak.
 Positron Emission Tomography: Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti
metabolisme glukosa, aliran darah terutama yang terkait dengan psikiatri.
 Elektroconvulsif Therapy (ECT): Digunakan untuk pasien yang mengalami
depresi. Pengobatan dengan ECT dilakukan 2 sampai 3 kali per minggu dengan
total 6 sampai 12 kali pengobatan. (Townsend, 2003, hlm.316)

b. Metode Psikososial
Menurut Hawari (2006, hlm. 105-111) ada beberapa terapi untuk pasien
skizofrenia, diantaranya adalah sebagai berikut:

 Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila
penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah
baik. (Hawari, 2006, hlm. 105)

 Terapi Psikososial

 Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali


beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak bergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi
beban bagi keluarga dan masyarakat. (Hawari, 2006, hlm. 108-109)

c. Terapi Psikoreligius

Terapi keagamaan terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai


manfaat. Diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan jiwa lebih cepat hilang,
lamanya perawatan lebih pendek, hendaya lebih cepat teratasi, dan lebih cepat
dalam beradaptasi dengan lingkungan. Terapi keagamaan yang dimaksud
adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, shalat,
ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagainya. (Hawari, 2006, hlm.
110-111)

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari dasar utama dari proses
keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual. (Nurjannah, 2004, hlm. 30)
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa
faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien. (Stuart dan Sundeen dalam Nurjannah,
2004, hlm. 30)
Menurut Keliat (2010, hlm.93) untuk melakukan pengkajian pada pasien
dengan isolasi sosial dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi.
a. Pengkajian yang ditemukan pada teknik wawancara adalah sebagai berikut:
 Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
 Pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta
untuk sendirian.
 Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
 Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
 Pasien merasa tidak aman dengan orang lain.
 Pasien mengatakan tidak bisa melangsungkan hidup.
 Pasien mengatakan merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.

b. Pengkajian yang ditemukan dari hasil observasi adalah sebagai berikut:


 Ekspresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
 Mengisolasi diri
 Tidak ada/kurang kontak mata
 Aktivitas menurun
 Asupan makanan dan minuman terganggu
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan.
 Tampak sedih, afek tumpul

2. Diaknosa keperawatan
a. Diagnosa utama : Isolasi sosial

3. Tujuan Keperawatan
Tujuan

Pasien mampu :

1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya


2. Pasien dapat menyadari penyebab interaksi sosial
3. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
4. Pasien menunjukkan keterlibatan sosial
Keluarga mampu :
Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk
pasien

d. Rencana keperawatan
Kriteria Evaluasi Intervensi

Setelah ….x pertemuan, SP I

pasien dapat menyebutkan 1. Identifikasi penyebab isolasi sosial pada

: pasien.

1. BHSP 2. Diskusikan keuntungan berhubungan

2. Pasien mampu dengan orang lain

menjelaskan manfaat 3. Diskusikan kerugian tidak berhubungan

dan kerugian dengan orang lain.

berhubungan dengan 4. Ajarkan pasien cara berkenalan dengan

orang lain orang lain.

3. Pasien mampu 5. Anjurkan pasien untuk memasukkan

berkenalan dengan kegiatan tersebut kedalam jadwal harian

orang lain

Setelah ….x pertemuan, SP 2


pasien mampu : 1. Evalusi aktivitas bpasien

1. Menyebutkan kegiatan 2. Evaluasi sp I

yang sudah dilakukan 3. Berikan kesempatan pasien mempraktekan

2. Berkenalan dengan cara berkenalan dengan orang lain.

orang lain 4. Motivasi klien untuk berbincang-bincang

3. Memperagakan cara dengan orang lain

bercakap-cakap dengan 5. Anjurkan pasien untuk memasukkan

orang lain kegiatan berbincang-bincang dengan orang

4. Klien lain kedalam jadwal harian

memasukkankegian

bercakap-cakap

kedalam jadwal harian

Setelah ….x pertemuan SP 3

pasien mampu : 1. Evaluasi jadwal kegiatan pasien

1. Pasien mampu 2. Berikan kesempatan pasien untuk berkenalan

berkenalan dengan didepan kelompok

orang lain 3. Observasi jadwal kegiatan pasien

2. Pasien mau 4. Observasi aktivitas harian pasien

berbincang-bincang

dengan orang lain

3. Pasien rutin bercakap-

cakap dengan orang

lain sesuai jadwal

Setelah ….x pertemuan SP 1

keluarga mampu 1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat

menjelaskan tentang isos pasien

dan cara merawat pasien 2. Jelaskan tentang isos :

isos  Pengertian isos

 Tanda dan gejala isos

 Cara merawat pasien isos (cara


berkomunikasi, pemberian obat &

pemberian aktivitas kepada pasien

3. Sumber-sumber pelayanan kesehatan

yang bisa dijangkau

4. Bermain peran cara merawat pasien

5. Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal

keluarga untuk merawat pasien

Setelah ….x pertemuan SP 2

keluarga mampu : Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)

Menyelesaikan Latih keluarga merawat pasien

kegiatan yang sudah RTL keluarga / jadwal keluarga untuk

dilakukan merawat pasien

Memperagakan cara

merawat pasien

Setelah ….x pertemuan SP 3

keluarga mampu : Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2)

Menyebutkan kegiatan Latih keluarga merawat pasien

yang sudah dilakukan RTL keluarga / jadwal keluarga untuk

Memperagakan cara merawat pasien

merawat pasien serta

mampu membuat RTL

Setelah ….x pertemuan SP 4

keluarga mampu : Evaluasi kemampuan keluarga

Menyebutkan kegiatan Evaluasi kemampuan pasien

yang sudah dilakukan RTL Keluarga :

Melaksanakan Follow Follow Up

Up rujukan Rujukan
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa. Jakarta: EGC
Medikal Record. 2011. Distribusi Kunjungan Pasien Rawat Inap Menurut Jenis
Penyakit. Pontianak: Rumah Sakit Khusus Provinsi Kalimantan Barat.
NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi (alih bahasa,
Sumarwati et. al., 2011). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai