STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medik : 843***
Nama : Tn.A
Usia : 46 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
b. Keluhan tambahan
0
sebanyak kurangdari5 kali. Keluhan disertai sariawan di lidah dan bibir sejak 5 bulan
terakhir dan dirasakan semakin banyak.
DM disangkal
Hipertensi disangkal
Alergi tidak tahu
Riwayat HIV dan TB pada istri disangkal. Riwayat HIV dan TB pada anak
disangkal.
1
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik di ruangan tanggal 7 November 2016.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,9 °c
Kepala : Normosephal.
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor +/+, diameter 3mm, refleks cahaya
langsung +/+, refleks cahaya tak langsung +/+
Mulut : Mukosa basah, sianosis (-), lidah kotor, Stomatitis (+)
Perdarahan gusi (-)
Leher : Deviasi trakea (-), tidak teraba pembesaran tiroid, KGB
tidak teraba membesar.
Paru
Inspeksi :
Bentuk dada normal, pergerakan dada simetris, pelebaran sela iga(-),
penggunaan otot bantu pernapasan (-) Barrel chest (-)
Palpasi :
Tidak terdapat massa, Tidak terdapat nyeri tekan, krepitasi (-)
Perkusi :
Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi :
Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi :
Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
2
Palpasi :
Pulsasi ictus cordis teraba
Perkusi :
batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
batas kiri : ICS V linea mid-klavikula sinistra
Auskultasi :
BJ I & II reg, Gallop (-/-), Murmur (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Datar simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), tidak terdapat pembesaran organ.
Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, edema (-), CTR < 2 detik
A. Laboratorium
5 November 2016
GDS 97 <200
Elektrolit
*Natrium 137 Mmol/l 135 - 145
*Kalium 3,0 Mmol/l 3,5 – 5,0
*Chlorida 108 Mmol/l 98 – 108
3
6 November 2016
4
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
7
Hemoglobin 5,4 g/dl 13-16
Hematokrit 19 % 40 – 48
Leukosit 4.300 u/l 5.000 – 10.000
Trombosit 397.000 /ul 150.000 – 400.000
Hitung Jenis Leukosit
*Basofil - % 0–1
*Eosinofil 6 % 1–3
*Batang - % 2–6
*Segmen 66 % 50 – 70
*Limfosit 18 % 20 – 40
*Monosit 10 % 2–8
Laju Endap Darah 120 mm/jam < 15
Eritrosit 2,90 juta/ul 4,5 – 5,5
November 2016
8 November 2016
5
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Elektrolit
*Natrium 136 Mmol/l 135 - 145
*Kalium 3,6 Mmol/l 3,5 – 5,0
*Chlorida 103 Mmol/l 98 – 108
9 November 2016
V. FOLLOW UP
7 November – 9 Novomber 2016.
7 November 2016
S Lemas (+), BAB cair (+), Sariawan (+), Batuk (-) , Sesak (-),Demam (+)
O Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan Darah: 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/min, regular
Pernafasan : 20x/min
o
Suhu : 36,9 C
Kepala : Normosefal
Mata : Konjungtiva anemis +/+ ; sklera ikterik -/- ; pupil isokor, Ø
3mm / 3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+
Mulut : Mukosa basah, sianosis (-), lidah kotor, Stomatitis (+)
Perdarahan gusi (-)
Leher : Trakea di tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-)
6
Thorax
Paru
(I) : pergerakan dada statis dan dinamis simetris
(P) : Fremitus taktil dan vokal +/+, kiri dan kanan simetris
(P) : sonor di seluruh lapang paru
(A) : bunyi nafas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
(I) : iktus kordis tidak terlihat
(P) : pulsasi iktus kordis teraba
(P) : batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
batas kiri : ICS V linea mid-klavikula sinistra
(A) : bunyi jantung S1 dan S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
(I) : tampak datar
(P) : nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar & lien tidak teraba,
massa (-)
(P) : timpani pada seluruh kuadran, shifting dullness (-)
(A) : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema -/-
A HIV
GEA Kronis
Anemia
P - IVFD RL 14 tpm
- Inj. Ceftriaxon 1x2 gr
- Inj. OMZ 1x1 gr
- Newdiatab 3x1 tab
- Candistatin drop
- Zinc 3x1 tab
- Transfusi PRC
8 November 2016
S Lemas (+),Sariawan (+), BAB cair berkurang, Batuk (-) , Sesak (-),Demam (+)
O Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/min, regular
Pernafasan : 19x/min
Suhu : 36,8oC
7
Kepala : Normosefal
Mata : Konjungtiva anemis +/+ ; sklera ikterik -/- ; pupil isokor, Ø
3mm / 3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+
Mulut : Mukosa basah, sianosis (-), lidah kotor, Stomatitis (+)
Perdarahan gusi (-)
Leher : Trakea di tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Paru
(I) : pergerakan dada statis dan dinamis simetris
(P) : Fremitus taktil dan vokal +/+, kiri dan kanan simetris
(P) : sonor di seluruh lapang paru
(A) : bunyi nafas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
(I) : iktus kordis tidak terlihat
(P) : pulsasi iktus kordis teraba
(P) : batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
batas kiri : ICS V linea mid-klavikula sinistra
(A) : bunyi jantung S1 dan S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
(I) : tampak datar
(P) : nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar & lien tidak teraba,
massa (-)
(P) : timpani pada seluruh kuadran, shifting dullness (-)
(A) : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema -/-
A HIV
GEA Kronis
Anemia
P - IVFD RL 14 tpm
- Inj. Ceftriaxon 1x2 gr
- Inj. OMZ 1x1 gr
- Newdiatab 3x1 tab
- Candistatin drop
- Zinc 3x1 tab
- Kortimoxazole 2x2 tab
- Inj. Metronidazole 3x500 gr
- Inj. Dexametason 3x1
8
9 November 2016
S Lemas (+),Sariawan (+), BAB cair (-), Batuk (-) , Sesak (-),Demam (+)
O Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan Darah: 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/min, regular
Pernafasan : 20x/min
Suhu : 36,8oC
Kepala : Normosefal
Mata : Konjungtiva anemis +/+ ; sklera ikterik -/- ; pupil isokor, Ø
3mm / 3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+
Mulut : Mukosa basah, sianosis (-), lidah kotor, Stomatitis (+)
Perdarahan gusi (-)
Leher : Trakea di tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Paru
(I) : pergerakan dada statis dan dinamis simetris
(P) : Fremitus taktil dan vokal +/+, kiri dan kanan simetris
(P) : sonor di seluruh lapang paru
(A) : bunyi nafas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
(I) : iktus kordis tidak terlihat
(P) : pulsasi iktus kordis teraba
(P) : batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
batas kiri : ICS V linea mid-klavikula sinistra
(A) : bunyi jantung S1 dan S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
(I) : tampak datar
(P) : nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar & lien tidak teraba,
massa (-)
(P) : timpani pada seluruh kuadran, shifting dullness (-)
(A) : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema -/-
A HIV
GEA Kronis Perbaikan
Anemia
P - IVFD RL 14 tpm
9
- Inj. Ceftriaxon 1x2 gr
- Inj. OMZ 1x1 gr
- Newdiatab 3x1 tab
- Candistatin drop
- Zinc 3x1 tab
- Kortimoxazole 2x2 tab
- Inj. Metronidazole 3x500 gr
- Inj. Dexametason 3x1
VI. RESUME
Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Tk.I Raden Said Sukanto dengan
keluhan BAB cair sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan
Frekuensi BAB 4 – 5 kali/ hari dan pernah disertai darah satu bulan yang lalu
sebanyak kurangdari5 kali. Keluhan disertai sariawan di lidah dan bibir sejak 5 bulan
terakhir dan dirasakan semakin banyak.
VI. DIAGNOSIS
HIV
10
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN :
Cek ulang H2TL dan elektrolit
SGOT, SGPT, Bilirubin Total
EKG
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan
enzim yang disebut reverse transcriptase, setelah masuk ke tubuh hospes. Virus ini
menyerang dan merusak sel- sel limfosit T-helper (CD4+) sehingga sistem imun
disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang ditandai dengan
gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS dapat dikatakan suatu kumpulan
tanda/gejala atau sindrom yang terjadi akibat adanya penurunan daya kekebalan tubuh
yang didapat atau tertular/terinfeksi, bukan dibawa sejak lahir. Penderita AIDS mudah
diserang infeksi oportunistik (infeksi yang disebabkan oleh kuman yang pada keadaan
system kekebalan tubuh normal tidak terjadi) dan kanker dan biasanya berakhir
dengan kematian.
kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immmunodeficiency Virus) yang termasuk
famili retroviridae, AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Djoerban, 2007).
HIV adalah retrovirus, anggota genus Lentivirus, dan menunjukkan banyak gambaran
12
fisikomia yang merupakan ciri khas famili. Genom RNA lentivirus lebih kompleks
daripada genom RNA Retrovirus yang bertransformasi. Virus mengandung tiga gen
Virion HIV-1 berbentuk icosahedral dan memiliki ujun tajam eksternal sebanyak 72.
Lebih kompleks dibandingkan HTLV-1 dan HTLV-2. Produk gen dapat dibagi menjadi tiga
kelompok
dalam sel host. Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia diawali dari interaksi
gp120 pada selubung HIV berikatan dengan reseptor spesifik CD4 yang terdapat pada
permukaan membran sel target (kebanyakan limfosit T-CD4+). Sel target utama
adalah sel yang mempu mengekspresikan reseptor CD4 (astrosit, mikroglia, monosit-
13
Gambar 2. Siklus Hidup HIV
2.3 Epidemiologi
virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual,
jarum suntik pada penggunaan narkotika, transfuse komponen darah dan dari ibu yang
terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkanya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi
terhadap HIV / AIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan
Berbagai aspek budaya, sosial, dan perilaku yang berbeda menentukan karakteristik
penyakit HIV di setiap daerah. Angka seroprevalensi di antara pengguna obat suntik sangat
bervariasi di seluruh dunia, namun epidemi terkini terjadi di Eropa bagian timur, Rusia, dan
14
Sejak ditemukannya kasus AIDS pertama di Indonesia pada tahun 1987,
tahun secara kumulatif cenderung meningkat. Pada tahun 2006 Ditjen PP & PL
Depkes RI mengadakan kegiatan estimasi populasi rawan tertular HIV dengan hasil
sebagai berikut:
2.4 Patogenesis
15
Peran penting sel T dalam “menyalakan” semua kekuatan limfosit dan
makrofag, sel T penolong dapat dianggap sebagai “tombol utama” sistem imun. Virus
sel-sel yang biasanya megatur sebagian besar respon imun. Virus ini juga menyerang
makrofag, yang semakin melumpuhkan sistem imun, dan kadang-kadang juga masuk
ke sel-sel otak, sehingga timbul demensia (gangguan kapasitas intelektual yang parah)
helper/inducer yang mengandung marker CD4 (sel T4) .Limfosit merupakan pusat
dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
16
menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Kelainan selektif pada satu ,jenis sel
menyebabkan kelainan selektif pada satu jenis sel. Human Immunodeficiency Virus
mempunyai tropisme selektif terhadap sel T4, karena molekul CD4 yang terdapat
pada dindingnya adalah reseptor dengan affinitas yang tinggi untuk virus ini. Setelah
HIV mengikat diri pada molekul CD4, virus masuk kedalam target dan ia melepas
RNAnya menjadi DNA agar dapat bergabung menyatakan diri dengan DNA sel
target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus.
Infeksi oleh HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur
hidup. Berbeda dengan virus lain, virus HIV menyerang sel target dalam jangka lama.
Jarak dari masuknya virus ketubuh sampai terjadinya AIDS sangat lama yakni 5 tahun
atau lebih. Infeksi oleh vius HIV menyebabkan fungsi sistem kekebalan tubuh rusak
yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah
terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
protozoa dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi.
HIV mungkin juga secara lansung menginfeksi sel-sel syaraf menyebabkan kerusakan
Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu
kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang
terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50%
berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang
yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Gejala yang terjadi
adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk.
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala
17
Gambar 3. Gambaran waktu CD4 T-cell dan perubahan perkembangan virus
berkesinambungan pada infeksi HIV yang tidak diterapi. (Bennet, 2011)
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak
menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel
setiap hari. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang
2.5 Penularan
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan,
tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port’d entrée). Virus HIV sampai
saat ini terbukti hanya menyerang sel Lmfosit T dan sel otak sebagai organ
sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai
vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan kepada
orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkan
diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah penderita (Widoyono, 2008).
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga
18
1. Transmisi Seksual
merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini
berhubungan dengan semen dan cairan vagina. Infeksi dapat ditularkan dari setiap
pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung
pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada
penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV
cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap.
kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV (Siregar, 2004).
Homoseksual
menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan krusial. Cara
hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi
penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen
dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang
sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara
anogenital.
Heteroseksual
seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan
berganti-ganti.
Transmisi Parenteral
19
Jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi,
misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik
yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum
suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko
tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%. Darah/Produk Darah Transmisi
melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun
1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang,
Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko
sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu
menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.
(Siregar, 2004)
Faktor risiko dari infeksi HIV ini antara lain (Mayo Clinic, 2010):
tanpa menggunakan kondom yang terbuat dari latex atau polyurethane setiap
saat. Anal seks lebih berisiko daripada vaginal seks. Risiko akan meningkat bila
20
Orang yang menggunakan obat-obatan intravena sering berbagi jarum
2.6 Diagnosis
virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual,
jarum suntik pada penggunaan narkotika, transfuse komponen darah dan dari ibu yang
terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkanya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi
terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan
untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh maka penderita dinyatakan terinfeksi
HIV.
infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel / mm3.
dianggap menderita AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif dengan strategi
pemeriksaan yang sesuai dan sekurang – kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1
gejala minor dan gejala – gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan – keadaan lain
21
1. Gejala Mayor : Berat badan menurun > 10 % dalam 1 bulan, diare kronis yang
berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, penurunan
2. Gejala Minor : Batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalisata yang gatal,
adanya herpes zoster multisegmental dan atau berulang, kandidiasis oro – faringeal,
terinfeksi HIV sangatlah penting, karena pada infeksi HIV gejala klinisnya dapat baru
laboratorium untuk memastikan diagnosis infeksi HIV. Secara garis besar dapat
dibagi menjadi :
Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan
biakan virus, deteksi antigen, dan deteksi materi genetic dalam darah pasien
(UNAIDS,1997).
(UNAIDS,1997)
22
Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus
mendapatkan konseling pra tes. Hal ini harus dilakukan agar ia mendapatkan
informasi yang sejelas – jelasnya mengenai infeksi HIV / AIDS sehingga dapat
mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun
hasil tesnya nanti. Untuk keperluan survey tidak diperlukan konseling pra tes karena
Untuk memberitahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil
tes positif maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai
penularan. Jika hasilnya negatif, konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan
anak dimana stadium klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4 stadium. Jika
dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah sebagai
1. Stadium 1
Asimptomatis
2. Stadium 2
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan (dibawah 10% dari berat
pharyngitis)
23
Herpes zoster
Angular cheilitis
Dermatitis seboroik
3. Stadium 3
Penurunan berat badan yang parah tanpa penyebab yang jelas (lebih dari 10%
Diare kronis tanpa penyebab yang jelas selama lebih dari satu bulan
Demam yang menetap tanpa sebab yang jelas (intermittent atau menetap
TBC Paru
Anemia tanpa sebab yang jelas (dibawah 8 g/dl ), neutropenia (dibawah 0.5 x
Terapi Antiretroviral untuk infeksi HIV pada dewasa dan dewasa muda
4. Stadium 4
24
HIV wasting syndrome
Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, genital atau anorectal selama lebih
Kaposi sarcoma
Penyakit Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi pada organ lain kecuali hepar,
HIV encephalopathy
Cryptosporidiosis kronis
Isosporiasis Kronis
Cardiomyopathy.
25
2.9 Terapi
1. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV)
2. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai
4. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik
agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan
pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup
Terapi Antiretroviral
26
1. ARV dimulai pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk
dalam kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat, tanpa
2. ARV dimulai pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari 350
sel / mm3.
3. ARV dimuali pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200 – 350 sel /
mm3.
4. ARV dapat dimulai atau ditunda pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+
lebih dari 350 sel / mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml.
5. ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350
Tabel 4. Keadaan klinik dalam penentuan pemberian terapi ARV (WHO, 2010)
Lamivudin + stavudin
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + didanosin
Lamivudin + zidovudin Nelvinafir
27
Lamivudin + stavudin
Lamivudin + didanosin
* Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang berpotensi
tinggi untuk hamil.
Catatan : kombinasi yang sama sekali tidak boleh adalah : zidovudin + stavudin.
Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi
Patogen Penyebab
28
Pada infeksi oleh human immunodeficiency virus (HIV) , tubuh secara gradual
akan mengalami penurunan imunitas akibat penurunan jumlah dan fungsi limfosit
CD4. Pada keadaan di mana jumlah dan fungsi limfosit CD4. Pada keadaan di mana
jumlah limfosit CD4 <200/ml atau kurang, sering terjadi gejala penyakit indikator
AIDS. Spektrum infeksi yang terjadi pada keadaan imunitas tubuh menurun pada
oleh mekanisme regulasi imun pada tubuh pengidap HIV tersebut. Regulasi imun
ternyata dikendalikan oleh faktor genetik, imunogenetika, salah satunya adalah sistem
HLA yang pada setiap individu akan menunjukkan ekspresi yang karakteristik. Pada
awal masuknya HIV ke dalam tubuh manusia, mekanisme respon imun yang terjadi
adalah up regulation, tetapi lambat laun akan terjadi down regulation karena
kegagalan dalam mekanisme adaptasi dan terjadi exhausted dari sistem imun.
Keadaan ini menyebabkan tubuh pengidap HIV menjadi rentan terhadap infeksi
maupun organisme patogen yang terdapat secara laten dalam tubuh yang kemudian
mengalami reaktivasi. Spektrum IO pada defisiensi imun akibat HIV secara umum
mempunyai pola tertentu dibandingkan IO pada defisiensi imun lainnya. Namun ada
gambaran IO yang spesifik untuk beberapa daerah tertentu. Semakin menurun jumlah
limfosit CD4 semakin berat manifestasi IO dan semakin sulit mengobati, bahkan
menekan replikasi HIV, sehingga jumlah limfosit CD4 relatif stabil dalam jangka
waktu panjang, dan keadaan ini mencegah timbulnya infeksi oportunistik. Organisme
yang sering menyebabkan IO terdapat di lingkungan hidup kita yang terdekat, seperti
29
air, tanah, atau organisme tersebut memang berada dalam tubuh kita pada keadaan
Penyakit Gastrointestinal
30
Penyakit terkait HIV seringkali melibatkan saluran gastrointestinal (GI). Penurunan
berat badan dan selera makan merupakan gejala umum apapun patologinya (Mandal, 2008).
a. Penyakit esofagus biasanya timbul dengan keluhan nyeri saat menelan dan disfagia.
Kandidiasis merupakan penyebab 80% kasus (terjadi pada 30% pasien dengan OCP).
Plak pseudomembranosa tampak saat pemeriksaan barium meal sebagai defek
pengisian (filling defects) dan saat endoskopi.
b. Penyakit usus halus sering berhubungan dengan diare cair bervolume banyak, nyeri
perut dan malabsorpsi. Bila terdapat imunidefisiensi sedang (100-200 CD4 sel/mm3),
Cryptosporidium, mikrosporidium, dan Giardia merupakan penyebab yang mungkin.
Bila kadar CD4 <50 sel/mm3, Mycobacterium avium intercelluler (MAI) dan CMV
merupakan diagnosis alternatif.
c. Penyakit usus besar timbul sebagai diare (sering berdarah) bervolume sedikit yang
disertai dengan nyeri perut. Suatu patogen enterik bakterial standar mungkin berperan
seperti Clostridium difficile. Kolitis CMV merupakan diagnosis penting pada pasien
dengan hitung CD4 rendah yang terjadi pada hingga 5% pasien. Penegakan diagnosis
diakukakn melalui endoskopi yang sering memperlihatkan ulkus dalam atau dangkal
yang konfluen atau segmental, serta dengan biopsi. Megakolon toksik, perdarahan, dan
perforasi dapat menyebabkan komplikasi pada infeksi.
Penyakit hepatobilier
a. Penyakit bilier dapat menyebabkan komplikasi pada infeksi CMV, Crytosporidium,
atau mikrosporidium dalam bentuk kolangitis sklerosans atau kolesistitis akalkulia.
Manifestasinya adalah nyeri kuadran kanan atas, muntah, dan demam; ikterus jarang
terjadi. Pada kolangitis sklerosans, peningkatan fosfatase alkali dan γ-glutamil
transferase serum biasanya mendahului timbulnya ikterus. Pencitraan ultra sonografi
memperlihatkan pelebaran saluran empedu. Akan tetapi, endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) penting untuk memperlihatkan gambaran
menyerupai kabut intrahepatik dan ekstrahepatik yang khas untuk kolangitis sklerosans
(Mandal, 2008).
b. Penyakit hati dapat disebabkan oleh koinfeksi dengan HBV atau HCV. Koinfeksi
hepatitis B atau C menjadi masalah yang meningkat pada HIV. Pada kedua hepatitis
tersebut, viremia lebih tinggi dan penyakit lebih agresif. Pada koinfeksi HBV,
imunosupresi yang terlihat pada penyakit tahap lanjut dapat memberikan suatu
perlindungan, karena kerusakan hepar diperantarai oleh sistem imun. Stimulan imun
(interferon) dan antivirus (3TC, tenofovir) memiliki peran dalam pengobatan. Pada
hepatitis C, respons terhadap inerferon dan ribavirin tidak sebaik pada orang yang HIV-
negatif (Mandal, 2008).
31
Penyakit Paru
Lebih dari setengah pasien-pasien dengan HIV akan mengalami penyakit paru
pada suatu waktu tertentu. Beberapa faktor mempengaruhi kemungkinan
penyebabnya termasuk hitung CD4, etnis, dan usia, kelompok risiko, serta riwayat
profilaksis PCP.
32
Merupakan mikobakterium lingkungan yang umumnya terdapat dalam air dan
makanan. Infeksi terjadi setelah kolonisasi slauran pernapasan dan gastrointestinal dalam
sebagian besar kasus. Penyakit diseminata:
c. Timbul sebagai demam, berkeringat, penurunan berat badan, diare kronik, muntah dan
nyeri perut; hepatosplenomegali dan limfadenopati biasa didapatkan pada pemeriksaan fisik.
CT scan biasanya menunjukkan limfadenopati intraabdomen dan mediastinum.
33
DAFTAR PUSTAKA
2003.
Lydia A. Hitung limfosit total sebagai prediktor hitung limfosit CD4+ pada
WHO. WHO case definitions of HIV for surveilance and revised clinical stagging
Geneva; 2007.
Z. Djoerban, S. Djauri. Infeksi tropical. Hiv aids. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam
34