Anda di halaman 1dari 12

PORTOFOLIO KASUS

Nama Peserta :
Nama Wahana: RSUD Selasih
Topik: Appendicitis Akut
Tanggal (kasus) : 06 Desember 2019
Tanggal Presentasi : 13 Januari 2020 Pendamping :
Tempat Persentasi :
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Laki-laki, 26 tahun, Mengeluh nyeri pada perut kanan bawah diserai demam dan
muntah
Tujuan: Menegakkan diagnosis Appendicitis Akut dan melakukan terapi yang tepat
Bahan Bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi E-mail Pos
dan diskusi
Data Pasien: Nama: Tn. P No.Registrasi: 0667**
Nama klinik
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Gambaran Klinis
Pasien rujukan PKM Lubuk Dalam datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan
bawah. Nyeri dirasakan sejak 3 hari smrs. Nyeri awalnya dirasakan dari pusar lalu
menjalar ke perut kanan bawah, nyeri dirasakan semakin berat saat pasien berjalan.
Demam (+), sejak 1 hari smrs, muntah 1 x sebelum datang ke IGD Selasih, mual (+).
BAB dan BAK dalam batas normal.
2. Riwayat pengobatan: Pasien belum pernah berobat sebelumnya
3. Riwayat kesehatan/penyakit: Pasien tidak pernah nyeri seperti ini sebelumnya
4. Riwayat keluarga: Tidak ada keluarga yang menderita penyakit sama dengan pasien
5. Riwayat pekerjaan:
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik: Interaksi dengan lingkungan sekitar baik.
PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 88 x/menit Suhu : 37,70C
Tekanan darah : 110/70 mmhg Respirasi : 20x/menit
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

1
STATUS GENERALIS
Kepala : Nyeri tekan kepala (-), rambut tidak mudah dicabut, alopecia -.
Wajah : Nyeri tekan sinus -.
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+, diameter
pupil 3mm/3mm.
Telinga : Nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-, serumen +/+, sekret -/-,
Membran timpani intak/intak.
Hidung : Sekret -/-, deviasi septum (-), mukosa hiperemis -.
Mulut : Higiene baik, karies dentis (-), tonsil Tl/Tl, mukosa hiperemis (-), uvula di
tengah, arkus faring simetris.
Leher
KGB : Tidak teraba
Tiroid : Tidak terdapat pembesaran.

Dada
- Paru :
I: Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (-), tertinggal (-), pectus excavatum (-),
pectus carinatum(-), spider nevi (-), sikatriks (-).
P: Krepitasi (-), massa (-), Vokal fremitus lapang paru kiri=kanan.
P: Sonor pada seluruh lapang paru.
A: Sp vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba di SIC 5 2jari medial linea midklavikula kiri
P: Batas jantung kiri di SIC 5 2jari medial linea midklavikula kiri, batas jantung
kanan di ICS 5 linea sternalis kanan.
A: S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-).

Abdomen:
I : Abdomen datar, caput medusa (-), sikatriks (-), venektasi -.
A : Bising usus +, 6 kali per menit.

2
P : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
P : Dinding abdomen supel, nyeri tekan regio epigastrium (-), nyeri tekan suprapubik (-), hepar
dan lien tidak teraba, ballotement -/-, nyeri ketok CVA -/-, H/L: tidak teraba besar
Alfarado score : Mc burney sign (+), Rovsing sign (+), Psoas sign (+), reboun tenderness (+),
dumpy sign (+)

Ekstremitas: CRT <2", Tidak ada edema, akral hangat

PEMERIKSAAN LAB :
1. Darah Lengkap :
- Hb : 11,4 gr/dl
- Ht : 39,2
- Leukosit : 12.800
- Trombosit : 252.000
- Ct : 3 detik
- Bt : 9 detik
- GDR : 84 mg/Dl
- Hiv : Non reaktive
- HbsAg : Non reaktive
Daftar Pustaka:
1. Apendisitis. 2011. Available from: https://Repository.usu.ac.id
2. Apendisitis. Available from: https://digilib.unimus.ac.id
3. Sibuea, Siti. 2011. Anatomi apendiks vermiformis. Available from:
https://eprints.undip.ac.id
4. Wiyono, Mellisa Handoko. 2011. Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan
Apendisitis. Available from: htpps://download.portalgaruda.org
5. Eylin. 2009. Apendisitis. Available from: htpps://lib.ui.ac.id
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Appendicitis Akut
2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang pada Appendicitis Akut
3. Tatalaksana Appendicitis Akut

3
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO:

SUBJEKTIF:
Pasien laki-laki, usia 23 tahun datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah. Nyeri
dirasakan sejak 3 hari smrs. Nyeri awalnya dirasakan dari pusar lalu menjalar ke perut kanan
bawah, nyeri dirasakan semakin berat saat pasien berjalan. Demam (+), sejak 1 hari smrs,
muntah 1 x sebelum datang ke IGD Selasih, mual (+). BAB dan BAK dalam batas normal.
OBYEKTIF:
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan compos mentis. Tanda-tanda
vital dalam batas normal.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:

- Gejala – gejala klinis : Nyeri pada perut kanan bawah, demam(+), muntah (+), mual
(+), Alfarado score : Mc burney sign (+), Rovsing sign (+), Psoas sign (+), reboun
tenderness (+), dumpy sign (+)
- Pemeriksaan laboratorium : Hb : 11,4 gr/dl, Ht : 39,2, Leukosit : 12.800,
Trombosit : 252.000
ASSESMENT:
Definisi

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah penyebab
paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat.

Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh
peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
Epidemiologi

Di Amerika Serikat setiap tahunnya terdapat 250.000 kasus apendisitis. Insiden apendisitis
paling tinggi pada usia 10-30 tahun, dan jarang ditemukan pada anak usia kurang dari 2 tahun.
Setelah usia 30 tahun insiden apendisitis menurun, tapi apendisitis bisa terjadi pada setiap umur
individu. Pada remaja dan dewasa muda rasio perbandingan antara laki-laki dan perempuan
sekitar 3 : 2. Setelah usia 25 tahun, rasionya menurun sampai pada usia pertengahan 30 tahun

4
menjadi seimbang antara laki-laki dan perempuan.

Sekitar 20-30% kasus apendisitis perforasi terjadi di Afrika, sedangkan di Amerika sebanyak
38,7% insidensi apendisitis perforasi terjadi pada laki-laki dan 23,5% pada wanita.
Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya.
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E. histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis
akut.

Patogenesis

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh feses yang
terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis
berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah.

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium.

5
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak,
kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.

Apendiks vermiformis yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk
jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan
keluhan berulang di perut kanan bawah. Sehingga suatu saat, organ ini dapat mengalami
peradangan akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

Manifestasi Klinis
Nyeri perut adalah gejala utama dari apendisitis. Perlu diingat bahwa nyeri perut bisa terjadi
akibat penyakit – penyakit dari hampir semua organ tubuh. Tidak ada yang sederhana maupun
begitu sulit untuk mendiagnosis apendistis.

Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di
daerah epigastrium sekitar umbilikus. Nyeri perut ini sering disertai mual serta satu atau lebih
episode muntah dengan rasa sakit, dan setelah beberapa jam, nyeri akan beralih ke perut kanan
bawah pada titik McBurney. Umumnya nafsu makan akan menurun. Rasa sakit menjadi terus
menerus dan lebih tajam serta lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat,

6
akibatnya pasien menemukan gerakan tidak nyaman dan ingin berbaring diam, dan sering
dengan kaki tertekuk. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar. Hal ini sangat berbahaya karena dapat
mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat rangsangan peritoneum, biasanya penderita
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik ditentukan terutama oleh posisi anatomis apendiks vermiformis yang mengalami
inflamasi, serta organ yang telah mengalami ruptur ketika pasien pertama kali diperiksa. Tanda
vital seperti peningkatan suhu jarang >1oC (1.8oF) dan denyut nadi normal atau sedikit
meningkat. Apabila terjadi perubahan yang signifikan dari biasanya menunjukkan bahwa
komplikasi atau perforasi telah terjadi atau diagnosis lain harus dipertimbangkan. Perforasi
apendiks vermikularis akan menyebabkan peritonitis purulenta yang di tandai dengan demam
tinggi, nyeri makin hebat berupa nyeri tekan dan defans muskuler yang meliputi seluruh perut,
disertai pungtum maksimum di regio iliaka kanan, dan perut menjadi tegang dan kembung.
Peristalsis usus dapat menurun sampai menghilang akibat adanya ileus paralitik.

Pasien dengan apendisitis biasanya berbaring dengan terlentang, karena gerakan apa saja dapat
meningkatkan rasa sakit. Jika diminta untuk menggerakkan paha terutama paha kanan pasien
akan melakukan dengan perlahan-lahan dan hati-hati.
Jika dilakukan palpasi akan didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, biasanya di
sertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan parietal. Tanda rovsing
adalah apabila melakukan penekanan pada perut kiri bawah maka akan dirasakan nyeri pada
perut kanan bawah. Peristalsis usus sering didapatkan normal tetapi dapat menghilang akibat
adanya ileus paralitik yang disebabkan oleh apendisitis perforata.

Uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks vermiformis. Cara melakukan uji psoas yaitu dengan rangsangan otot psoas melalui
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Tindakan ini akan menimbulkan nyeri bila apendiks vermiformis yang meradang
menempel di otot psoas mayor. Pada pemeriksaan uji obturator untuk melihat bilamana apendiks

7
vermiformis yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus. Ketika peradangan
apendiks vermiformis telah mencapai panggul, nyeri perut kemungkinan tidak ditemukan sama
sekali, yaitu misalnya pada apendisitis pelvika. Sehingga dibutuhkan pemeriksaan colok dubur.
Dengan melakukan pemeriksaan colok dubur nyeri akan dirasakan pada daerah lokal suprapubik
dan rektum. Tanda – tanda iritasi lokal otot pelvis juga dapat dirasakan penderita.

Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena
hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri
viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus.
Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul
komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 oC. Tetapi jika
suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi.

Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil memegangi
perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah
terlihat pada apendikuler abses.

Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen
dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi
nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:
• Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran
kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
• Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas
tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-
tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik
Mc. Burney.
• Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular
adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale.
• Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah

8
apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan
oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan.
• Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
• Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan
lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik normal, peristaltik
tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah
terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur
(Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado
Skor
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan 1
Anoreksia 1
Mual atau Muntah 1
Nyeri di fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur (>37,5oC) 1
Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 109/L 2
Neutrofilia dari ≥ 75% 1
Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit Darah
Pemeriksaan laboratorium rutin sangat membantu dalam mendiagnosis apendisitis akut,
terutama untuk mengesampingkan diagnosis lain. Pemeriksaan laboratorium yang rutin
dilakukan adalah jumlah leukosit darah. Jumlah leukosit darah biasanya meningkat pada kasus
apendisitis. Hitung jumlah leukosit darah merupakan pemeriksaan yang mudah dilakukan dan
memiliki standar pemeriksaan terbaik. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih

9
pada kasus dengan komplikasi berupa perforasi. Penelitian yang dilakukan oleh Guraya SY
menyatakan bahwa peningkatan jumlah leukosit darah yang tinggi merupakan indikator yang
dapat menentukan derajat keparahan apendisitis. Tetapi, penyakit inflamasi pelvik terutama pada
wanita akan memberikan gambaran laboratorium yang terkadang sulit dibedakan dengan
apendisitis akut.

Terjadinya apendisitis akut dan adanya perubahan dinding apendiks vermiformis secara
signifikan berhubungan dengan meningkatnya jumlah leukosit darah. Temuan ini menunjukkan
bahwa peningkatan jumlah leukosit berhubungan dengan peradangan mural dari apendiks
vermiformis, yang merupakan tanda khas pada apendisitis secara dini.

Beberapa penulis menekankan bahwa leukosit darah polimorfik merupakan fitur penting dalam
mendiagnosis apendisitis akut. Leukositosis ringan, mulai dari 10.000 - 18.000 sel/mm 3,
biasanya terdapat pada pasien apendisitis akut. Namun, peningkatan jumlah leukosit darah
berbeda pada setiap pasien apendisitis. Beberapa pustaka lain menyebutkan bahwa leukosit
darah yang meningkat >12.000 sel/mm3 pada sekitar tiga-perempat dari pasien dengan
apendisitis akut. Apabila jumlah leukosit darah meningkat >18.000 sel/mm 3 menyebabkan
kemungkinan terjadinya komplikasi berupa perforasi.

Urinalisis
Sekitar 10% pasien dengan nyeri perut memiliki penyakit saluran kemih. Pemeriksaan
laboratorium urin dapat mengkonfirmasi atau menyingkirkan penyebab urologi yang
menyebabkan nyeri perut. Meskipun proses inflamasi apendisitis akut dapat menyebabkan
piuria, hematuria, atau bakteriuria sebanyak 40% pasien, jumlah eritrosit pada urinalisis yang
melebihi 30 sel per lapangan pandang atau jumlah leukosit yang melebihi 20 sel per lapangan
pandang menunjukkan terdapatnya gangguan saluran kemih.

Radiografi Konvensional
Pada foto polos abdomen, meskipun sering digunakan sebagai bagian dari pemeriksaan umum
pada pasien dengan abdomen akut, jarang membantu dalam mendiagnosis apendisitis akut.
Pasien dengan apendisitis akut, sering terdapat gambaran gas usus abnormal yang non spesifik.

10
Pemeriksaan tambahan radiografi lainnya yaitu pemeriksaan barium enema dan scan leukosit
berlabel radioaktif.
Jika barium enema mengisi pada apendiks vermiformis, diagnosis apendisitis ditiadakan.

Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam memberikan diferensiasi penyebab nyeri abdomen akut
ginekologi, misalnya dalam mendeteksi massa ovarium. Ultrasonografi juga dapat membantu
dalam mendiagnosis apendisitis perforasi dengan adanya abses. Apendisitis akut ditandai
dengan: (1) adanya perbedaan densitas pada lapisan apendiks vermiformis / hilangnya lapisan
normal (target sign); (2) penebalan dinding apendiks vermiformis; (3) hilangnya kompresibilitas
dari apendiks vermiformis ; (4) peningkatan ekogenitas lemak sekitar (5) adanya penimbunan
cairan.
Keadaan apendisitis dengan perforasi ditandai dengan (1) tebal dinding apendiks vermiformis
yang asimetris ; (2) cairan bebas intraperitonial, dan (3) abses tunggal atau multipel.
Penatalaksanaan
Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV
diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan.
Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun
dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi
terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah.

Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan
laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan.
Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.

PLAN:
Diagnosis:
Pasien ini didiagnosis dengan Appendicitis Akut dengan dasar dari anannesa klinis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis klinis didaparkan nyeri perut kanan bawah
11
yang didukung dengan pemeriksaan fisik pada status lokalisnya menggunakan Alfarado score
Mc burney sign (+), Rovsing sign (+), Psoas sign (+), reboun tenderness (+), dumpy sign (+) dan
juga terdapat demam, mual dan muntah, dan padaPemeriksaan laboratorium Hb : 11,4 gr/dl,
Ht : 39,2, Leukosit : 12.800, Trombosit : 252.000.

Pengobatan:
Pada pasien ini terapi yang diberikan adalah:
1) Non Medikamentosa :
Puasa 5 jam sebelum jadwal operasi
2) Medikamentosa
Konsul dr. Impol,Sp.B
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Injeksi Ondansentron 8 mg/12 jam
- Paracetamol Tab 3 x 500mg
- Pasien direncaakan operasi Apendiktomi
Pendidikan:
Menjelaskan renana tindakan dan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.

Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan sarana
dan prasarana yang lebih memadai.

12

Anda mungkin juga menyukai