Indira Khairunnisa Effendi-Fkik PDF
Indira Khairunnisa Effendi-Fkik PDF
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Oleh:
Indira Khairunnisa Effendi
11141030000061
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini. Shawalat
serta salam tak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para
sahabatnya. Semoga kita menjadi umatnya yang mendapatka syafaat beliau kelak di
hari kiamat nanti, aamin ya rabbal alamiin.
Dalam proses pembuatan skripsi yang berjudul ”Prevalensi dan Faktor Risiko
Usia dan Visus Sebelum Operasi dengan Kejadian Komplikasi Intraoperatif pada
Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017”
tentu saja penulis melibatkan berbagai pihak yang memberikan bantuan, bimbingan,
serta dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada
pihak yang telah terlibat, di antaranya:
1. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes sebagai dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS sebagai ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter (PSKPD) FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. dr. Nida Farida, Sp.M sebagai pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, dukungan , serta semangat dan nasehat sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik
4. Ibu Yuliati, M.Biomed sebagai pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, dukungan, serta semangat dan nasehat sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik
iv
5. dr. Sylvi, Sp.M selaku konsulen poli mata RSUP Fatmawati yang telah
memberikan bimbingan, bantuan, serta dukungan kepada penulis sejak awal
proses pengambilan data penelitian ini
6. Bapak Chris Adhiyanto, M.Biomed, PhD selaku penanggung jawab riset
PSKPD angkatan 2014
7. Staf dosen PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta berbagai pelajaran hidup sebagai bekal
bagi penulis untuk menjadi seorang dokter yang bermanfaat bagi agama, nusa
dan bangsa.
8. Staf poli mata dan instalasi rekam medik RSUP Fatmawati yang telah
memberikan banyak bantuan kepada penulis selama proses pengambilan data
penelitian ini
9. Kedua orang tua penulis, Bapak Ir. Muhammad Ramzi Boes Effendi dan Ibu
Made Mailinda Krisyanti yang selalu mendukung penulis baik dari waktu,
nasehat, bimbingan, dukungan, dan doa yang tiada hentinya. Serta selalu
menanamkan kepada penulis untuk tidak mudah menyerah dan bahwa tidak ada
yang tidak mungkin di dunia ini jika kita berusaha dengan sekuat tenaga. Hal
tersebut merupakan bagian terpenting dalam penelitian penulis
10. Adik penulis, Meivia Nisrina Effendi yang selalu memberi saya semangat untuk
menyelesaikan penelitian ini, serta dapat menjadi teman yang baik di saat
penulis membutuhkan waktu istirahat. Kepada nenek penulis Ketut Ratnadi
serta keluarga kedua orang tua penulis yang selalu mendukung penuh penulis
selama menempuh pendidikan dokter
11. Teman sejawat dalam kelompok penelitian yang sama, Rahmy Nursafitri, Diva
Zahra, Azhardin Maralaut, dan Hanifsyah Odang yang telah memberikan
dukungan, bantuan dan hiburan serta saling menyemangati satu sama lain agar
kami dapat menyelesaikan dan melaporkan penelitian masing-masing dalam
waktu yang sama. Terima kasih atas kerja sama dan canda tawa selama ini
12. Sahabat penulis, Rahmy Nursafitri, Ajeng Ristia Sari, Andi Nabila, Silma
Rahima Zahra, Azifa Anisatul, Sherly Trisna, Desti Asihanti yang senantiasa
v
menjadi supporting system dan penghibur disaat senang maupun susah. Terima
kasih atas dukungan dan hiburannya semoga kita dapat menjadi dokter yang
sukses
13. Teman-teman penulis, Gebry Nadira Rambe, Ning Indah Permatasari, Amalina
Fitrasari, Nurul Fathimah, Arga Prahastya Baswara, Retno Widyati, Prayoga
Anugerah, Nadia Syifa Bachmimsyah, Ayeesha Putri Zarifa, Putri Kumalaratri,
Nisrina Putri Anandiva, Noortieni Khariulisa, Wicitra Diwasasri yang telah
membantu penulis baik dalam penyusunan laporan penelitian maupun menjadi
teman yang selalu bersedia mendengarkan keluh kesah penulis selama
menempuh pendidikan preklinik. Terimakasih atas dukungannya
14. Teman-teman sejawat PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
memberi motivasi kepada penulis dan telah berjuang bersama dari semester
satu hingga semester akhir, sehingga penulis dapat menyeselesaikan penelitian
ini dengan baik.
Semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan dan penulisan laporan penelitian
ini. Semoga segala kebaikan dan dukungan yang sudah diberikan oleh semua pihak
dapat dibalas dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan
semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat yang banyak.
Penulis
vi
ABSTRAK
Indira Khairunnisa Effendi. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Prevalensi
dan faktor risiko usia dan visus sebelum operasi dengan kejadian komplikasi
intraoperatif pada operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun
2015-2017. Latar Belakang: Seiring bertambahnya usia, risiko penyakit degeneratif
seperti katarak senilis akan terus meningkat. Modalitas terapi utama katarak senilis
adalah operasi untuk mengganti lensa dengan lensa intraokular, salah satunya adalah
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK) yang memiliki angka kejadian komplikasi
intraoperatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode fakoemulsifikasi.
Beberapa faktor risiko komplikasi intraoperatf adalah usia dan visus sebelum operasi
yang dapat menggambarkan progresivitas katarak dan dapat menjadi penyulit saat
operasi. Tujuan: Mengetahui prevalensi dan hubungan faktor risiko usia dan visus
sebelum operasi dengan kejadian komplikasi intraoperatif pada operasi EKEK pasien
katarak senilis. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang
dilakukan selama bulan Februari-Agustus 2017 di RSUP Fatmawati. Data sekunder
diambil dari rekam medik pasien katarak senilis yang dioperasi dengan metode EKEK
pada bulan Juni 2015-Mei 2017 dengan operator residen yang dibimbing oleh seorang
konsulen mata. Hasil: Responden berjumlah 34 mata yang dioperasi dari pasien yang
berusia ≥ 50 tahun, didapatkan 5 mata yang mengalami komplikasi intraoperatif.
Dilakukan analisis bivariat dengan uji korelasi chi square dan didapatkan hubungan
antara usia dan komplikasi intraoperatif dengan p value 0,219 dan nilai r 0,297, dan
hubungan antara visus sebelum operasi dan komplikasi intraoperatif dengan p value
0,592 dan nilai r -0,098. Kesimpulan: Prevalensi komplikasi intraoperatif EKEK yaitu
14,7% dan hubungan faktor risiko usia dan visus sebelum operasi dengan kejadian
komplikasi intraoperatif tidak signifikan.
Kata kunci: katarak senilis, EKEK, komplikasi intraoperatif, lansia, visus sebelum
operasi
ABSTRACT
vii
phacoemulcification method. Some of the risk factors of intraoperative complications
are older age and preoperative visus that could represent the progressivity of senile
cataract and could be. Objective: Find out the prevalence and the risk factors of age
and preoperative visus with ECCE intraoperative complications in senile cataract
patients. Method: This study use cross sectional design which was held during
February-August 2017 at RSUP Fatmawati. Secondary datas were obtained from senile
cataract patients who undergone ECCE surgery within June 2015-May 2017 and
operated by resident guidanced by ophtamologist. Result: Number of respondent are
34 eyes whose patient’s age is ≥ 50 years old, 5 eyes experiencing intraoperative
complications. Bivariate analysis ware performed with chi square correlation test and
obetained p value 0,219 with correlative coefficient 0,297 for relationship between age
and intraoperative complications and p value 0,592 with correlative coefficient -0,098
for relationship between preoperative visus and intraoperative complications.
Conculsion: The prevalence of intraoperative complications is 14,7% and the
relationship between age and preoperative visus with intraoperative complications are
not significant.
viii
DAFTAR ISI
xi
4.1.4 Komplikasi Intraoperatif Responden .................................................... 45
4.2 Korelasi antara Usia Pasien dengan Kejadian Komplikasi Intra operatif EKEK
......................................................................................................................... 47
4.3. Korelasi antara Visus Sebelum Operasi Pasien dengan Kejadian Komplikasi
Intraoperatif EKEK ......................................................................................... 50
4.4 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 53
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bentuk dan Posisi Lensa pada Bola Mata ........................................... 6
Gambar 2.2 Anatomi Lensa .................................................................................... 9
Gambar 2.3 Mekanisme Pertukaran Air, Elektrolit, dan Bahan Kimia pada Lensa 13
Gambar 2.4 Katarak Senilis Stadium Insipien ...................................................... 19
Gambar 2.5 Katarak Senilis Stadium Imatur ........................................................ 20
Gambar 2.6 Katarak Senilis Stadium Matur ......................................................... 20
Gambar 2.7 Katarak Senilis Stadium Hipermatur ................................................. 20
Gambar 2.8 Teknik Kapsulotomi Anterior pada Operasi EKEK .......................... 24
Gambar 2.9 Langkah Operasi EKEK dengan PC-IOL ......................................... 26
Gambar 4.1 Frekuensi Usia Responden dalam Bentuk Diagram Batang ............. 42
Gambar 4.2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden dalam Bentuk Diagram Batang43
Gambar 4.3 Frekuensi Visus Sebelum Operasi Responden dalam Bentuk Diagram
Batang ............................................................................................................. 45
Gambar 4.4 Frekuensi Komplikasi Intraoperatif Responden dalam Bentuk Diagram
Batang ............................................................................................................. 47
Gambar 4.5 Sebaran Frekuensi Komplikasi Intraoperatif Berdasarkan Usia Responden
......................................................................................................................... 48
Gambar 4.6 Sebaran Frekuensi Komplikasi Intraoperatif Berdsarkan Visus Sebelum
Operasi Responden.......................................................................................... 51
xiv
DAFTAR SINGKATAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
dengan vitreous prolapse (2,86%), ruptur kapsul posterior tanpa vitreous prolapse
(0,69%), suprakoroidal efusi / hemorargik (0,39%), nucleus drop (0,11%),
retrobulbar hemorargik (0,06%), dan dislokasi lensa intraokular (0,03%)6. Pada
penelitian ini, peneliti menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya komplikasi intraoperatif yaitu operator residen,
teknik operasi selain fakoemulsifikasi, dan usia kurang dari 10 tahun atau lebih
dari 70 tahun. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Rehab Ismail & Ahmed
Sallam (2000) komplikasi intraoperatif yang paling sering terjadi di Inggris adalah
ruptur kapsul posterior dan vitreous prolapse dengan prevalensi 1,92%, kemudian
suprakoroidal hemorargik, dimana prevalensi pada teknik fakoemulsifikasi (0,72)
lebih kecil dibandingkan dengan teknik operasi lainnya7.
Terdapat pula beberapa penelitian yang meneliti beberapa komplikasi
intraoperatif yang spesifik dan dikaitkan dengan beberapa faktor risiko yang
diduga dapat mempengaruhi keberhasilan operasi dan angka kejadian komplikasi
intraoperatif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Zare (2009),
prevalensi terjadinya ruptur kapsul posterior dan vitreous prolapse adalah 7,9%
pada 767 pasien di Labbafinejad Medical Center. Risiko terjadinya ruptur kapsul
posterior dan vitreous prolaps meningkat hingga 5x apabila operator operasinya
merupakan residen8. Penelitian lain mengenai usia dilakukan oleh DK Berler
(2000) yang meneliti angka kejadian komplikasi intraoperatif pada pasien dengan
usia sangat tua (>88 tahun) dibandingkan dengan yang lebih muda (<88 tahun).
Hasilnya komplikasi intraoperatif yang paling sering terjadi adalah ruptur kapsul
posterior, vitreous prolaps, dan nucleus drop. Angka kejadian total pada pasien
sangat tua 10% dari 102 pasien, sedangkan pada kelompok usia yang lebih muda
3% dari 700 pasien9.
Penelitian-penelitian diatas menunjukkan bahwa selain dari teknik operasi itu
sendiri, faktor-faktor lain seperti usia, dan operator dapat mempengaruhi angka
kejadian komplikasi intraoperatif pada pasien katarak senilis. Selain itu, peneliti
tertarik untuk melihat pengaruh faktor risiko lain seperti visus sebelum operasi
terhadap kejadian komplikasi intraoperatif karena visus sebelum operasi dapat
menggambarkan progresivitas stadium katarak apakah katarak imatur ataupun
matur yang berarti dapat menggambarkan bagaimana kondisi kekeruhan lensa dan
3
menyebabkan lensa semakin keras dan kaku, namun pada dasarnya visus tidak
dapat dijadikan indicator utama dalam menetapkan stadium katarak karena
penurunan visus dapat terjadi berdasarkan lokasi katarak, jika lokasi kekeruhan
berada pada visual axis maka visus akan semakin terpengaruh untuk menurun
meskipun masih berada pada stadium imatur. Berdasarkan hasil pencarian
ternyata belum ditemukan penelitian melihat korelasi antara kedua variabel
tersebut, ditambah lagi belum ditemukannya penelitian mengenai komplikasi
intraoperatif pada operasi katarak senilis dengan teknik EKEK yang dilakukan
oleh residen di Indonesia. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan usia dan visus sebelum operasi dengan kejadian komplikasi
intraoperatif pada pasien katarak senilis dengan teknik operasi EKEK, khususnya
yang dilakukan oleh residen pada pasien di RSUP Fatmawati tahun 2015-2017.
1.3 Hipotesis
6
7
B. Epitel Lensa
Epitel lensa terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Sel epitel dapat melakukan mitosis, aktivitas
premitosis tertinggi terjadi di sekeliling lensa anterior yang diketahui sebagai
zona pertumbuhan. Sel yang baru dibentuk akan migrasi ke ekuator dan pada saat
sel-sel epitel migrasi ke arah bagian lengkung lensa, mereka memulai proses
diferensiasi terminal menjadi serabut-serabut lensa, dimana terjadi peningkatan
ukuran sel yaitu sel-sel epitel kolumnar. Perubahan tersebut disertai dengan
peningkatan protein selular yang disebut kristalin dalam membran masing-
masing sel serabut. Pada saat bersamaan terjadi pelepasan organel-organel yang
terdiri dari sel nukleus, mitokondria dan ribosom. Hilangnya organel ini
memberikan fungsi lensa yang tidak dapat menyerap atau membiaskan sinar
akibat adanya organel sehingga sinar dapat menembus lensa5,11
Lapisan paling tua tersebut diproduksi selama kehidupan embrio dan akan
tetap berada di sentral lensa. Serabut-serabut lensa dibentuk dengan susunan
interdigitasi. Hal ini lah yang membentuk nukleus dan korteks lensa. Nukleus
lensa terdiri dari berbagai zona yang berbeda sesuai dengan usia serabut lensa
yaitu5:
• Nukleus embrionik
Bagian terdalam dari nucleus yang menyerupai lensa sampai dengan 3 bulan
masa gestasi. Nukleus embrionik terdiri dari serabut lensa primer yang terbentuk
dari elongasi sel dinding posterior dari vesikel lensa
• Nukleus Fetal
Nukleus fetal terletak melingkar diluar nucleus embrionik dan menyerupai
lensa dari 3 bulan masa gestasi hingga saat kelahiran. Bentuknya menyerupai
huruf Y pada bagian anterior dan huruf Y terbalik pada bagian posterior
• Nukleus Infantil
Nukleus infantil menyerupai lensa sejak lahir hingga masa pubertas
• Nukleus Dewasa
Nukleus dewasa menyerupai serabut lensa sejak pubertas dan bertahan
selamanya
• Korteks
Bagian terluar yang terdiri dari serabut termuda yang baru terbentuk
D. Zonula Zinii
Lensa difiksasi oleh serabut zonula yang berasal dari lamina basalis epitel
non pigmen korpus siliaris pars plikata. Zonula melekat pada kapsul anterior dan
posterior lensa menuju ekuator. Masing-masing serabut zonula terdiri dari
serabut kolagen multipel yang menyatu dengan kapsul lensa. Serat zonula serupa
dengan myofibril serat elastin. Sistem ini penting untuk proses akomodasi, yang
dapat memfokuskan objek dekat dan jauh dengan mengubah kecembungan
lensa5,11.
9
sehingga dapat digabungkan sebagai satu famili protein. Kristalin beta sebesar
55% dari protein hidrofilik pada protein lensa. Protein lensa hidrofobik dapat
dibagi menjadi dua, yaitu protein yang larut dalam urea dan yang tidak larut
dalam urea. fraksi yang larut dalam urea terdiri atas protein sitoskeletal yang
berfungsi sebagai rangka struktural sel lensa. Fraksi yang tidak larut urea terdiri
atas membrane plasma serat lensa. Major Intrinsic Protein (MIP) atau aquaporin-
0 adalah protein yang menyusun plasma membran sebesar 50%. MIP pertama kali
muncul di lensa ketika serat lensa mulai memanjang dan dapat di jumpai di
membran plasma di seluruh masa lensa. MIP tidak di jumpai di sel epitel, maka
dari itu MIP berhubungan dengan diferensiasi sel menjadi serat lensa. Aquaporin
pada membran serat lensa lensa berfungsi sebagai kanal ion untuk difusi nutrisi,
mineral, dan air menuju lensa. Aquaporin juga berfungsi untuk melakukan
transpor aktif natirum, kalium, kalsium dan asam amino dari aqueous humor
begitu pula yang terjadi pada kapsul posterior melalui proses difusi pasif. Hal ini
menyebabkan terjadinya homeostasis untuk kejernihan lensa dan kestabilan
komposisi air lensa terhadap aqueous humor. Semakin meningkatnya usia,
kompoisisi air semakin berkurang dan fraksi protein hidrofobik akan meningkat
sehingga membentuk agregasi pratikel besar yang menyebabkan lensa menjadi
tidak tembus cahaya, keras, tidak elastis untuk akomodasi mata, dan keruh.
Kejadian ini tidak dapat dihindari seperti halnya keriput di kulit dan timbulnya
uban. Berkurangnya transparansi lensa umumnya terjadi pada 95% manusia
dengan usia diatas 65 tahun. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa konversi dari
protein yang hidrofilik menjadi hidrofobik merupakan proses alami maturasi
serabut lensa5,12,13.
1. Metabolisme gula
Glukosa memasuki lensa dari aqueous humor melalui difusi sederhana dan
difusi terfasilitasi. Kurang lebih 90-95% glukosa yang masuk ke lensa
difosforilasi oleh enzim heksokinase menjadi glukosa-6-fosfat. Heksokinase akan
tersaturasi oeh kadar glukosa normal pada lensa sehingga apabila kadar glukosa
normal telah tercapai, maka reaksi ini akan terhenti. Glukosa-6-fosfat yang
terbentuk ini akan digunakan di jalur glikolisis anaerob dan jalur pentosa fosfat.
Walaupun hanya 3% dari glukosa masuk ke siklus krebs, tetapi siklus ini
menghasilkan 25% dari seluruh ATP yang dibutuhkan lensa. Jalur lain yang
melakukan metabolisme glukosa-6-fosfat adalah jalur pentosa fosfat. 5% dari
seluruh glukosa lensa di metabolisme oleh jalur ini dapat distimulasi oleh
peningkatan kadar glukosa. Aktivitas jalur pentosa fosfat di lensa lebih tinggi
dibandingkan di jaringan lain untuk menghasilkan banyak NADPH yang
berfungsi untuk mereduksi glutation. Jalur lain yang berperan dalam metabolisme
glukosa di lensa adalah jalur sorbitol. Ketika kadar glukosa meningkat, seperti
pada keadaan hiperglikemik, jalur sorbitol akan lebih aktif daripada jalur
glikolisis sehingga sorbitol akan terbentuk dan terakumulasi. Glukosa akan diubah
menjadi sorbitol dengan bantuan enzim yang berada di permukaan epitel yaitu
aldosa reduktase. Lalu sorbitol akan di metabolisme menjadi fruktosa oleh enzim
sorbitol dehidrogenase. Selanjutnya sorbitol dan fruktosa akan menyebabkan
tekanan osmotik meningkat dan akan menarik air sehingga lensa akan
menggembung, sitoskeletal akan mengalami kerusakan, dan lensa menjadi keruh.
2. Metabolisme protein
Konsentrasi protein lensa adalah konsentrasi protein yang tertinggi dari
seluruh jaringan tubuh. Sintesis protein lensa berlangsung seumur hidup. Sintesis
protein utama adalah protein kristalin dan Major Intrinsic Protein (MIP). Sintesis
protein hanya berlangsung di sel epitel dan di permukaan serabut kortikal. Lensa
protein dapat stabil dalam waktu yang panjang karena sebagian besar enzim yang
mendegradasi protein dalam keadaan normal dapat diinhibisi.
12
3. Glutation
Glutation (L-γ-glutamil-L-sisteinglisin) dijumpai dalam konsetrasi besar di
lensa terutama di lapisan epitelial. Fungsi glutation adalah mempertahankan
transparansi lensa dengan cara mencegah kristalin dan melindungi dari kerusakan
oksidatif. Glutation memiliki waktu paruh 1-2 hari dan di daur ulang pada siklus
γ-glutamil. Sintesis dan degradasi glutation berlangsung dalam kecepatan yang
sama. Glutation di dintesis dari L-glutamat, L-sisteinn dan glisin dalam dua tahap
yang membutuhkan 11-12% ATP lensa. Glutation tereduksi juga didapatkan dari
aqueous humor melalui transport aktif. Pemecahan glutation mengeluarkan asam
amino yang akan di daur ulang untuk pembentukan glutation selanjutnya
4. Metabolisme antioksidan
Lensa dapat mengalami kerusakan akibat radikal bebas seperti ROS (Reactive
Oxygen Species). ROS adalah sebutan untuk sekelompok radikal oksigen yang
sangat reaktif, merusak lipid, protein, karbohidrat dan asam nukleat. Mekanisme
kerusakan yang diakibatkan oleh ROS adalah peroksidasi lipid membran
membentuk malondialdehida, yang akan membentuk ikatan silang antara protein
dan lipid membrane sehingga sel menjadi rusak. Polimerasi dan ikatan silang
protein tersebut menyebabkan agregasi kristalin dan inaktivasi enzim yang
berperan dalam mekanisme antioksidan seperti katalse dan glutation redukatase.
Lensa memiliki beberapa enzim yang berfungsi untuk melindungi dari radikal
bebas seperti glutation peroksidase, katalase, dan superoksida.
kalium untuk masuk. Kombinasi dari transport aktif dan permeabilitas membran
di lesna disebut teori pompa bocor. Kalium dan asam amino ditransportasikan ke
dalam lensa secara aktif ke anterior lensa melalui epithelium. Lalu kalium dan
asam amino akan berdifusi melalui bagian posterior lensa. Sedangkan natrium
masuk ke dalam lensa di bagian posterior lensa secara difusi dan keluar malui
bagian anterior lensa secara aktif.
Gambar 2.3 Mekanisme pertukaran air, elektrolit, dan bahan kimia pada lensa
Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition. New
Delhi: New Age International (P) Ltd. Publisher; 2007: P.169
2.2 Katarak
Indikasi bedah4,14:
1. Penurunan fungsi penglihatan yang tidak dapat lagi ditoleransi pasien karena
mengganggu aktivitas sehari-hari
2. Adanya anisometropia yang bermakna secara klinis
3. Kekeruhan lensa menyulitkan pemeriksaan segmen posterior
4. Terjadi komplikasi terkait lensa seperti peradangan atau glaukoma sekunder
Metode Pembedahan3,15,16:
1. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK). Teknik pengikisan isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa
dan korteks lensa dapat keluar melalui insisi 9-10 mm tanpa mengangkat
kapsul posterior lensa.
2. Ekstraksi Katarak Intra Kapsular (EKIK). Pembedahan dengan
mengeluarkan seluruh lensa beserta dengan kapsul posterior.
3. Fakoemulsifikasi. Pembedahan dilakukan dengan menggunakan vibrator
ultrasonik genggam untuk menghancurkan nukleus yang keras hingga
substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm.
22
• Kelainan
endotel kornea
Insisi 10-12 mm, 180 ˚ 6-10 mm, 120 ˚ 3,2-3,5 mm, 30˚
Metode
pengangkatan lensa
• Tidak • Teknik can- • Teknik hexis
• Kapsulotomi dilakukan opener dan
• Teknik
teknik lainnya
• Pengangkatan • Bersama fakoemulsifikasi
nukleus dengan • Manual
• Irigasi dan
seluruh bagian Sliding
• Pengangkatan aspirasi secara
lensa
korteks • Irigasi dan otomatis
• Tidak aspirasi secara
dilakukan manual atau
otomatis
3. Letakkan Plastic drape pada bagian kulit dan sekitar kelopak mata sebagai
isolator antara bagian yang akan dioperasi, plastic drape bersifat steril dan
dapat menempel sendiri pada bagian kulit di sekitar mata. Kemudian
speculum dipasang untuk menjaga kelopak mata tetap terbuka
4. Rektus superior difiksasi dengan bridle suture untuk menjaga posisi bola mata
berada di bawah
5. Lakukan fornix-based conjungtival flap untuk mengekspos limbus, dapat
terjadi perdarahan, jaga hemostasis menggunakan wet field cautery. Pada
beberapa operasi flap konjungtiva tidak dilakukan
6. Insisi limbus dengan alur melingkar dan kedalaman dua per tiga pada arah jam
10-12 (120˚) menggunakan razor blade knife untuk membuka segmen
anterior. Sebagai metode alternative untuk membuka segmen anterior dapat
dilakukan korneoskleral section sebesar 2-3 mm dan small buttonhole
peripheral iredektomi pada arah jam 12.
7. Substansi viskoelsastis atau OVD (Ocular Viscosurgical Device) yang terdiri
dari 2% hidroksipropil metilselulosa , 1% natrium hialuronat, dan kondroitin
sulfat di injeksi kedalam bilik anterior untuk menjaga kestabilan bilik anterior
dan proteksi endotelium
8. Lakukan anterior kapsulotomi. Berbagai teknik insisi dapat dilakukan
diantaranya can-opener technique, envelope technique, linear technique, dan
continuous curvilinear capsulorrhexis. Teknik yang saat ini umum digunakan
adalah can-opener technique yaitu dengan cara membuat inisisi dengan jarum
26 G secara radial pada bagian kapsul anterior dengan bentuk menyerupai
tutup botol.
2. Vitreous Loss
Viterous loss pada teknik EKEK biasanya terjadi sebagai akibat dari ruptur
kapsul posterior karena teknik yang salah saat melakukan operasi dan pada pasien
dengan lemahnya serat zonula zinii. Vitreous loss meningkatkan risiko uveitis,
cystoid macular edema, dan retinal detatchment akibat adhesi perlukaan vitreous
dengan retina, selain itu perlukaan vitreous juga dapat menempel pada iris
sehingga iris tertarik kearah vitreous. Jika vitreous loss terjadi maka perlu
28
dilakukan vitrektomi untuk membersihkan vitreous dari material yang berasal dari
bilik anterior dan menutup insisi17,18.
3. Perdarahan
Perdarahan pada bilik anterior atau pada anterior vitreous jarang terjadi dan
biasanya dapat diatasi dengan cepat dan spontan tanpa mempengaruhi hasil
operasi, sedangkan ekspulsif suprakoroidal hemorargik merupakan komplikasi
yang serius dari operasi katarak18. Hal ini biasanya terjadi pada pasien dengan
hipertensi tidak terkontrol atau memiliki riwayat aterosklerosis, suprakoroidal
hemorargik ditandai dengan perlebaran luka yang cepat disertai dengan ekspulsi
dari lensa, vitreous, retina, uvea dan perdarahan massif. Penganganan utama
suprakoridal hemorargik adalah untuk mendrainase perdarahan dengan melakukan
sklerotomi namun sebagian besar kasus suprakoroidal hemorargik berakhir pada
hilangnya fungsi penglihatan.
4. Iris injury
Perlukaan pada iris (atau pada kornea) terjadi saat bilik anterior tertusuk oleh
instrument operasi yang tajam seperti keratom atau razor blade atau saat
implantasi IOL sehingga dapat mengenai pembuluh darah dan terjadi perlukaan
atau perdarahan minimal4,10,18.
5. Dislokasi IOL
Dislokasi IOL kedalam rongga vitreous dapat terjadi akibat komplikasi lanjut
dari rupture kapsul posterior atau lepasnya zonula zinii. Jika terdapat fragmen IOL
yang tertinggal hal ini dapat menyebabkan komplikasi postoperatif seperti
vitreous hemorargik, retinal detatchment, uveitis, dan sistoid macular edema
kronik. Pada pasien dengan komplikasi dislokasi IOL kedalam rongga vitreous
maka perlu dilakukan pars plana vitrektomi untuk mengambil dan reposisi
IOL4,10,14
29
Snellen LogMAR
lipid protein
Sel-sel tua tidak
dibuang dan menumpuk
ke arah tengah
Kerusakan oksidatif Crystalin mengalami modifikasi
& perksidase lipid dan agregasi kimia
Nukleus lensa tertekan dan
mengeras (sklerosis)
Kerusakan lipid pada High molecullar-weight
membran lensa protein
Hidrasi lensa
Visus sebelum
operasi intraoperatif Pasca operatif
Sindorm
pseudoeksfoliasi
32
Penyakit
sistemik
usia
Komplikasi
Operator operasi Faktor Intraoperatif
risiko
EKEK
Visus sebelum
operasi
Sindorm
pseudoeksfoliasi
Keterangan :
Variabel terikat
Variabel Bebas
Variabel Perancu
33
• Lansia (old):
75-90 tahun
• Lansia
sangat tua
(very old):
>90 tahun
34
• buruk
(<6/60)
BAB III
METODE PENELITIAN
35
36
3.3.3 Sampel
Sampel yang digunakan adalah semua mata dari pasien terdiagnosis
katarak senilis yang menjalani operasi EKEK di RSUP Fatmawati mulai dari
bulan Juni tahun 2015 hingga Mei 2017 yang dioperasi oleh residen dibawah
bimbingan satu dokter konsulen mata. Pada kelompok ini dilakukan pendataan
adanya komplikasi saat menjalani operasi EKEK, kemudian dihubungkan
dengan variable usia dan visus sebelum operasi yang diduga dapat menjadi
faktor risiko terjadinya komplikasi intraoperatif.
Kriteria Eksklusi:
• Pasien dengan TIO > 20
• Pasien yang mengalami komplikasi sesudah operasi
• Pasien dengan katarak senilis sekunder
38
Pembuatan proposal
Pengambilan Data
1. Editing
Data yang sudah masuk dilakukan pengecekan ulang dan melengkapi atau
mengoreksi data bila ditemukan ketidaklengkapan
2. Coding
Data yang sudah didapatkan diberi kode untuk memudahkan pemasukkan
data
3. Entry (Tabulating)
Tabulasi merupakan proses penyusunan data yang dapat dilakukan secara
manual maupun dengan komputer. Proses penyusunan data menggunakan
computer lebih dikenal sebagai data entry, kemudian data akan diolah dan
dianalisa.
mengetahui koefisien korelasi (r) dan besar kekuatan hubungan antara kedua
variabel22,26. Uji chi square dapat digunakan pada penelitian dengan jumlah
subjek antara 20-40 semua nilai ekspektasi > 5 atau tidak ada nilai ekspektasi
<533. Jika terdapat nilai ekspektasi <5, p value diperoleh dari Fisher’s Exact
Test22,33. Hal ini berlaku pada penelitian dengan tabulasi uji hipotesis 2x2,
namun karena tabulasi uji hipotesis antara usia dan visus sebelum operasi
dengan komplikasi intraoperatif adalah tabel 2x3 tanpa melihat nilai
ekspektasi p value diperoleh dari pearson chi-square26.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pria 16 53,3%
Wanita 14 46,7%
Total 30 100
Gambar 4.2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden dalam Bentuk Diagram Batang
(88,2%), 3 mata (8,8%) memiliki visus sebelum operasi sedang (<6/18-6/60), dan
1 mata (2,9%) masuk dalam kategori visus baik (6/6-6/18).
Pada penelitian Yorston dkk (2002) yang meneliti 1800 pasien di Afrika,
didapatkan pasien dengan visus sebelum operasi yang buruk sebanyak 1554
pasien (86,3%). Namun dalam penelitian ini, pasien dengan visus terbaik salah
satu mata dibawah 3/60 dianggap buta31. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian
Thevi (2016), dari 1632 pasien di Malaysia, didapatkan visus sebelum operasi
yang buruk sebanyak 1343 pasien (82,3%), sedang sebanyak 271 (16,6%) dan 18
orang (1,1%) memiliki visus sebelum operasi yang baik28. Data pada penelitian
sebelumnya sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa
sebagian besar pasien katarak senilis yang di operasi sudah masuk ke dalam
stadium matur hingga hipermatur, bahkan terdapat 6 mata yang memiliki visus
1/300 (persepsi lambaian tangan) dan 7 mata memiliki visus 1/tak terhingga
(persepsi cahaya) meskipun visus bukan merupakan indikator utama penentuan
stadium katarak.
6/6-6/18 1 2,9%
6/18-6/60 3 8,8%
6/60 30 88,2%
Total 34 100%
Gambar 4.3 Frekuensi Visus Sebelum Operasi Responden dalam Bentuk Diagram
Batang
Perdarahan 1 2,9%
Total 34 100%
Tabel 4.5 Tabulasi Silang antara Usia dengan Kejadian Komplikasi Intraoperatif
Usia Tidak ada Terdapat komplikasi Total
komplikasi
45-59 8 0 8
60-74 17 3 20
75-90 4 2 6
Total 29 5 34
48
menggunakan uji korelasi Spearman dan didapatkan nilai korelasi (r) sebesar
0,297 yang berarti tidak ada hubungan linear yang jelas. Arah korelasi positif
menandakan bahwa semakin tinggi usia, semakin tinggi pula risiko kejadian
komplikasi intraoperatif.
Tabel 4.6 P Value dan Koefisien Korelasi Usia dengan Kejadian Komplikasi
Intraoperatif
Korelasi P value Koefisien korelasi Arah korelasi
(r)
akan bertambah berat, tebal, dan terdapat penumpukan sel-sel tua yang tidak
dibuang sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan (sklerosis
nuklear). Penelitian DK Berler (2000) mendapatkan 31 dari 802 pasien yang
mengalami komplikasi intraoperatif, 10% merupakan pasien berusia sangat tua
(diatas 88 tahun). Penelitian ini menjelaskan bahwa pengerasan nukleus dan
tingkat kemahiran operator dapat menjadi faktor yang menyeabkan terjadinya
komplikasi intraoperatif namun hasil yang tidak signifikan didapatkan karena
kurangnya populasi pasien berusia lansia tua dan lansia sangat tua, dimana pada
penelitian tersebut hanya didapatkan 102 pasien dengan usia 88-98 tahun yang
dapat menjadi keterbatasan untuk mencari hubungan antara usia dengan
komplikasi intraoperatif9.
6/6-6/18 1 0 1
6/18-6/60 2 1 3
6/60 26 4 30
Total 29 5 34
51
Berdasarkan grafik dan tabel di atas, terlihat bahwa 4 dari 5 mata (80%)
yang mengalami komplikasi intraoperatif memilki visus sebelum operasi yang
buruk (<6/60) sedangkan 1 mata lainnya memiliki visus sebelum operasi yang
sedang (<6/18-6/60). Untuk mengetahui hubungan antara visus sebelum operasi
sebagai variabel independen dengan adanya kejadian komplikasi intraoperatif
sebagai variabel dependen digunakan analisis bivariat. Uji analisis yang
digunakan adalah uji chi square karena kedua variabel termasuk kategorik dimana
pengelompokan visus berdasarkan WHO adalah kategorik ordinal dan komplikasi
intraoperatif dibuat menjadi kategorik nominal. Setelah data diuji dengan uji
hipotesis chi square ditemukan 5 sel yang memiliki nilai ekspektasi <5, namun
karena tabulasi uji hipotesis antara visus sebelum operasi dan komplikasi
intraoperatif adalah tabel 2x3, tanpa melihat nilai ekspektasi p value diperoleh
dari pearson chi-square. Berdasarkan uji tersebut didapatkan p value > 0,05 yaitu
0,592 yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa visus sebelum
operasi tidak berhubungan secara signifikan dengan angka kejadian komplikasi
intraoperatif. Untuk mengetahui nilai korelasi antara visus sebelum operasi dan
kejadian komplikasi intraoperatif menggunakan uji korelasi Spearman dan
didapatkan nilai korelasi (r) sebesar -0,098 yang berarti tidak ada hubungan linear
52
yang jelas. Arah korelasi yang negatif menunjukkan bahwa semakin rendah visus
sebelum operasi maka semakin tinggi risiko komplikasi intraoperatif yang terjadi.
Tabel 4.8 P Value dan Koefisien Korelasi Visus Sebelum Operasi dengan
Kejadian Komplikasi Intraoperatif
Korelasi P value Koefisien Arah korelasi
korelasi (r)
5.1 Simpulan
1. Prevalensi komplikasi intraoperatif pada operasi EKEK pasien katarak senilis
di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017 sebesar 14,7%
2. Tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian komplikasi
intraoperatif pada pasien katarak senilis primer yang dioperasi dengan
metode EKEK di RSUP Fatmawati pada tahun 2015-2017 dengan p value
0,219 dan nilai korelasi (r) 0,297 yang berarti bahwa tidak ada hubungan
linear yang jelas
3. Tidak terdapat hubungan antara visus sebelum operasi dengan kejadian
komplikasi intraoperatif pada pasien katarak senilis primer yang dioperasi
dengan metode EKEK di RSUP Fatmawati pada tahun 2015-2017 dengan p
value 0,592 dan nilai korelasi (r) -0,098 yang berarti bahwa tidak ada
hubungan linear yang jelas.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran,
diantaranya:
A. Bagi Masyarakat
1. Bagi lansia khususnya yang memiliki beberapa faktor risiko katarak dan
mengalami keluhan mata buram atau seperti terhalang oleh cahya putih,
disarankan untuk segera melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan
minimal dengan snellen chart dan pemeriksaan segmen anterior mata
untuk mendiagnosis katarak dan bagaimana progresivitasnya sehingga
dapat segera dilakukan perencanaan tata laksana dengan dokter mata
terkait.
2. Walaupun dalam penelitian ini tidak terbukti terdapat hubungan antara usia
dan visus sebelum operasi dengan kejadian komplikasi intraoperatif namun
54
55
DAFTAR PUSTAKA
8. Zare M, Javadi M-A, Kiavash V. Risk Factors for Posterior Capsul Ruptur
and Vitreous Loss During Phacoemulsification. 2009; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3498858/
10. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. fourth. New Delhi: New Age
International (P) Ltd. Publisher; 2007.
11. Mescher AL. Histologi Dasar Junqueira, Teks dan Atlas. 12th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.
12. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
13. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah
Pendekatan Klinis. 1st ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.
15. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
16. Syam AF, Yulherina, Sari NK. Masalah Kesehatan Pada Usia Lanjut:
Antisipasi dan Penanganannya. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
19. Messina E. Standards for Visual Acuity. Newtown: National Institute for
Standards and Technology; 2006.
20. Ilyas S. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. 5th ed.
Jakarta: Penerbit FKUI; 2015.
22. Swarjana IK. Statistik Kesehatan. 1st ed. Jakarta: Penerbit ANDI; 2016.
23. Dahlan SM. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan: Seri Evidence Based Medicine. 2nd ed. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika; 2009.
26. Hastono SP. Analisis Data. Jakarta: Penerbit FKM UI; 2006.
27. Sumathi M, Park J, Palamaner G, Samanta S, Khanna RC, Rao GN. Cataract
Surgery Visual Outcomes and Associated Risk Factors in Secondary Level
Eye Care Centers of LV Prasad Eye Institute, India. 2016; Available from:
http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0144853
29. Badan Pusat Statistik. Jakarta dalam Angka. Jakarta: BPS Provinsi DKI
Jakarta; 2016.
32. Ezegwui IR, Aghaji AE, Okpala NE, Onwasigwe EN. Evaluation of
Complications of Extracapsular Cataract Extraction Performed by Trainees.
Ann Med Health Sci Res. 2014;4:115–7.
34. Guzek JP, Holm M, Cotter JB, Cameron JA, Rademaker WJ, Wissinger DH.
Risk Factors for Intraoperative Complications in 1000 Extracapsular
Cataract Surgery. 2014;
59
LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Persetujuan Etik
60
Informasi Umum
Nama : Indira Khairunnisa Effendi
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal lahir: Jakarta, 30 Maret 1996
Kewarnegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Labu Siam No. 116 Blok L Mega Cinere,
Cinere, Depok
No. Telepon : 021-7540895
No. Handphone : 087776622676
E-mail : indiraeffendi.ie@gmail.com
Pendidikan Formal
1999-2000 : TK Mini Preschool Pasar Minggu
2000-2002 : TK Islam Dian Didaktika Depok
2002-2008 : SD Islam Dian Didaktika Depok
2008-2011 : SMP Islam Dian Didaktika Depok
2011-2014 : SMA Negeri 34 Jakarta
2014-sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
Pengalaman Organisasi
(Lanjutan)
6. Supervising Council CIMSA (Center for Indonesian Medical Students’
Activities) lokal UIN Syarif Hidayatullah 2017-2018
7. Program Coordinator on Human Resources for Health CIMSA (Center for
Indonesian Medical Students’ Activities) Nasional 2017-2018
1. Karya Tulis Ilmiah SMP Islam Dian Didaktika 2011 “Dampak Negatif
Aktivitas Gunung Berapi”
Prestasi Lain