Anda di halaman 1dari 8

PENERAPAN TEMA MULTISENSORY DESIGN PADA

PERANCANGAN SEKOLAH LUAR BIASA G (TUNAGANDA) DI


KRAMAT JATI

APPLICATION OF THE MULTISENSORY DESIGN THEME IN THE


DESIGN OF A SPECIAL SCHOOL FOR MULTIPLE HANDICAPPED IN
KRAMAT JATI

1
Fatiyah Danaa Hidaayah, 2Yudi Nugraha Bahar
1,2
Prodi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
1
fatdana04@gmail.com
2
ydnugra@hotmail.co.uk

ABSTRAK
Tunaganda menurut IDEA (Individuals with Disabilities of Education Act) adalah seseorang yang
mempunyai kombinasi kelainan yang berdampak pada kebutuhan pendidikan mereka sehingga
mereka tidak dapat diakomodasi dalam program edukasi yang diperuntukkan hanya untuk seseorang
dengan satu kelainan. Sekolah Luar Biasa (SLB) G atau tunaganda merupakan lembaga pendidikan
khusus untuk peserta didik yang berupa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tunaganda agar mampu
mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan agar dapat hidup lebih mandiri. Perencanaan
SLB berbeda dengan sekolah biasa, dalam merancang sebuah SLB dibutuhkan perhatian lebih
terhadap aspek-aspek sensorik sebagaimana aspek-aspek tersebut berpengaruh ke dalam proses
pembelajaran ABK. Cara menghasilkan desain dengan aspek tersebut adalah dengan menerapkan
multisensory design. Metode penelitian yang digunakan yaitu, mengacu terhadap hasil studi banding
dan signifikasi tapak. Pengumpulan data berasal dari observasi, wawancara dan literatur sebagai
acuan dalam proses analisis. Hasil analisis tersebut yang kemudian menjadi penerapan desain pada
bangunan SLB G yang merupakan program ruang, kemudahan sirkulasi dan pentingnya aspek
sensorik.
Kata Kunci: tunaganda, sekolah luar biasa, sensorik, multisensory design

ABSTRACT
Multiple Handicapped according to IDEA (Individuals with Disabilities od Education Act) is a person
who have a combination of abnormalities which affect their education needs so that they can’t be
accommodated in education program dedicated just for someone with one anomaly. Special school
type G or multiple handicapped is a special educative institution for students who are children with
special needs with multiple handicapped in order to be able to develop their attitude, knowledge and
life skill so that they can live more independently. Planning a special school is different from regular
school, designing a special school is more attention needed towards sensory aspects, as these aspects
affects in special needs learning process. A way to deliver these aspects is called multisensory design.

1
Research methods used which are, refers to comparative study result and site significance. Data
accumulation based on observation, interview and literature as reference to analysis process.
Analysis result which then become design application on the special school building in a form of
space planning, circulation facility and importance of sensory aspects.
Keyword: multiple handicapped, special school, sensory, multisensory design

PENDAHULUAN dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan


lanjutan.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
atau anak luar biasa adalah anak yang Kramat Jati adalah salah satu daerah
memiliki ciri berbeda dengan anak-anak pada yang memiliki banyak angka penyandang
umumnya, mereka mengalami hambatan disabilitas, terutama anak-anak disabilitas
dalam pertumbuhan dan perkembangannya. bermacam-macam dengan kurang lebih ada
Anak berkebutuhan khusus adalah terjemahan sebanyak 84 ABK dan 75 ABK diantaranya
dari child with special needs yang dapat dinyatakan belum sekolah per 2019. Fasilitas
diartikan sebagai anak yang lambat (slow) atau untuk anak-anak tersebut juga masih minim, di
mengalami gangguan (retarded) yang tidak daerah Kramat Jati baru ada satu tempat
akan pernah berhasil di sekolah anak-anak khusus penyandang disabilitas yaitu Rawinala
pada umumnya atau sekolah umum (Jati Foundation. Maka dari itu dibentuklah SLB G
Rinakri Atmaja, 2017). Menurut Petunjuk (tunaganda) diperuntukkan untuk cacat ganda
Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional di daerah Kramat Jati, lebih tepatnya di
Tahun 1993, Lembaga pendidikan SLB adalah Kelurahan Tengah. Lokasi akan dibangunnya
lembaga pendidikan yang bertujuan SLB ini tepat disamping Ruang Publik
membantu peserta didik yang menyandang Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Dahlia
kelainan fisik dan/atau mental, perilaku dan dengan luas lahan sekitar 1500 m2.
sosial agar mampu mengembangkan sikap,
Bangunan SLB yang ada biasanya
pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi
jarang atau tidak sama sekali menerapkan
maupun anggota masyarakat dalam
multisensory design. Padahal khususnya
mengadakan hubungan timbal balik dengan
ABK, mereka memiliki aspek sensorik yang
lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar
terganggu dan membutuhkan stimuli yang
serta dapat mengembangkan kemampuan
dapat meningkatkan sensorik mereka.

Gambar 1. Definisi Multisensory design

2
SLB G (tunaganda) Kramat Jati akan diaplikasikan sebagai solusi dari
menerapkan prinsip-prinsip SLB sebagaimana permasalahan yang ada.
mestinya dan meleburkan tema multisensory
design ke dalamnya guna mencapai Pada tahap keempat penelitian
tujuannya, yakni memberi tempat bagi para dilanjutkan dengan pengembangan konsep
ABK untuk mengekspresikan diri mereka dan dari hasil pengumpulan data dan hasil analisis.
mengembangkan potensi mereka dalam Konsep dapat berupa sketsa-sketsa ataupun
bidang bersifat edukatif selagi melatih simulasi pengaplikasiannya dalam desain
sensorik mereka. yang mengacu pada Multisensory Design.
Tahap kelima merupakan hasil desain yang
sudah dikembangkan dari konsep sebelumnya.
Transformasi desain berupa desain yang
METODE PENELITIAN mengacu pada aspek-aspek sensorik sehingga
Studi ini dilakukan dengan 5 tahap. anak-anak dapat berinteraksi dengan
Tahap pertama adalah melakukan observasi ke bangunan yang kemudian menimbulkan rasa
lokasi perancangan di Kawasan RPTRA ingin tahu, kemandirian dan juga sebagai
Dahlia Kelurahan Tengah. Hal yang proses terapi mereka.
diperhatikan adalah kondisi tapak dan kondisi
sekitar tapak. Kondisi tapak saat ini masih
digunakan lahan parkir warga sekitar, HASIL DAN PEMBAHASAN
walaupun hak milik tanah adalah milik
pemerintah daerah, sedangkan kondisi sekitar Multisensory design adalah sebuah
tapak ialah RPTRA dan sisanya berupa pendekatan desain yang memerhatikan semua
rumah-rumah warga menengah ke bawah. T aspek sensorik. Desain yang akan digunakan
ahap kedua dimulai dengan mencari dalam perancangan Sekolah Luar Biasa G
literatur mengenai sekolah luar biasa, (tunaganda) adalah desain berbasis sensorik,
karakteristik dan psikologis anak-anak dimana desain harus dapat berinteraksi dengan
berkebutuhan khusus. Penelitian ini dilakukan ABK sebagai wujud stimuli sensorik guna
dengan mencari data dari berbagai sumber untuk meningkatkan kemampuan ABK di
berupa buku, e-book, jurnal dan e-journal. bidang sensorik. Stimuli ini adalah sesuatu
Hasil dari tahap kedua adalah menemukannya kejadian maupun benda yang dapat
definisi dan ciri-ciri dari sekolah luar biasa dan merangsang respon sensorik dalam tubuh,
macam-macam anak berkebutuhan khusus. dalam hal ini sangat penting sekali bagi anak
tunaganda untuk melatih sensorik mereka.
Tahap ketiga merupakan tahap
analisis yang terdiri dari analisis program Kebutuhan sensorik ABK dimulai
ruang dan analisis perencanaan dan dari view, pencahayaan dan kebisingan yang
perancangan. Memulai analisis program ruang baik. Dikarenakan lokasi tapak bersebelahan
adalah dengan mencari standar-standar dengan RPTRA, view bangunan akan
sekolah luar biasa yang sudah ditetapkan oleh didominasi ke arah RPTRA dengan
pemerintah, yaitu dalam PERMENDIKNAS pertimbangan ABK akan mendapatkan view
Nomor 33 Tahun 2008. Kemudian analisis dengan aspek sensorik melihat hijau-hijauan.
dilanjutkan dengan melakukan studi banding Kemudian, pencahayaan yang baik juga
untuk mencari tahu program ruang pada sangat dibutuhkan bagi ABK terutama
sekolah luar biasa secara realitanya. Tahap pencahayaan alami, sehingga orientasi tapak
kedua diakhiri dengan analisis perencanaan diarahkan ke arah timur laut dan utara
dan perancangan, dimana dilakukan analisis sekaligus mengarah ke RPTRA. Setelah itu
tapak untuk menganalisis bagaimana untuk mencegah kebisingan, bangunan di push
perencanaan dan perancangan yang dapat ke belakang site menjauhi jalan utama dan

3
sedikit menjauhi RPTRA, mengaplikasikan sekaligus untuk aspek hijau dan penempatan
secondary skin bentuk vertical garden pohon di beberapa titik kebisingan.

Gambar 2. Analisis view dan hasil analisis

Gambar 3. Analisis orientasi matahari dan arah angin dan hasil analisis

Gambar 4. Analisis kebisingan dan arah angin dan hasil analisis

4
Konsep bangunan SLB G ini belajar terpisahkan sehingga ada dua massa
merupakan konsep multisensory design bangunan. Ruang-ruang kelas diletakkan di
dimana rancangan digabungkan dengan lantai dasar dan lantai 1 dengan pertimbangan
urgensi dari adanya aspek sensorik menjadi ruang-ruang ini adalah ruang yang lebih sering
stimuli untuk menghasilkan respon sensorik digunakan oleh ABK, sehingga akses mereka
pada ABK. Konsep gubahan massa meliputi menuju kelas lebih mudah. Pengecualian
analisis tapak dan kebutuhan sensorik ABK untuk ruang hydrotheraphy karena berisi
tersebut. Berdasarkan hasil observasi bentuk kolam terapi, akan lebih baik diletakkan di
tapak memanjang dengan luasan terbatas, oleh lantai dasar bersama ruang-ruang kelas
karena itu konsep bangunan dirancang secara lainnya. Selebihnya lantai 2, 3 dan 4 diisi oleh
vertikal untuk memenuhi kebutuhan- ruang-ruang khusus, yaitu ruang terapi.
kebutuhan ruang. Sebagai bentuk dari multisensory design
peletakkan ramp tepat berada di depan pintu
Sesuai dengan kegunaan dan masuk bangunan, memudahkan akses dan
keutamaan ruang, ruang pengelola dan ruang navigasi ABK di dalam bangunan.

Gambar 5. Konsep gubahan massa


Penataan ruang SLB G ini sesuai zonasi pembelajaran khusus dan zonasi semi-
konsep gubahan massa diatas, terdiri dari dua basement. Zonasi ruang pengelola difokuskan
massa dengan empat pembagian zonasi. pada satu massa dengan ketinggian 2 lantai,
Zonasi tersebut diantaranya ialah zonasi ruang sedangkan zonasi sisanya di massa lainnya.
pengelola, zonasi ruang pembelajaran umum,

Gambar 6. Penataan massa 2

5
Bangunan SLB G ini tidak hanya ABK, terutama yang hiperaktif dan juga
fokus pada sifat estetiknya, tetapi bagaimana sebagai alasan agar maintenance lebih mudah.
bangunan bisa berinteraksi dengan pengguna
terutama ABK, sehingga mereka dapat Hasil desain juga mengikuti keadaan
menjadikan hasil desain menjadi stimuli dan tapak, dengan luasan yang terbatas besar lahan
mudah untuk navigasi isi bangunan. Oleh yang bisa dibangun juga terbatas. Berdasarkan
karena itu, dibutuhkan desain yang dapat hasil observasi dan studi banding, setiap ruang
merangsang aspek-aspek sensorik, indera yang digunakan ABK belajar ataupun terapi
penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman membutuhkan ruang penyimpanan yang
dan pengecap. Salah satu desain yang cukup banyak, dalam merespon perasalahan
dihasilkan ialah bangunan di desain tidak tersebut setiap ruang di-offset sebagian untuk
memiliki sudut 90o. Konsep ini guna untuk dijadikan sebuah storage, tanpa mengurangi
mencegah terjadinya kecelakaan terhadap luasan ruang itu sendiri.

Sudut
dinding

Storage

Gambar 7. Hasil desain sudut dinding dan ruang penyimpanan


SLB G ini setiap lantai dilengkapi
dengan guide blocks yang merupakan panel
bertekstur, untuk mempermudah navigasi
ABK tunanetra, tetapi juga dapat menjadi
aspek indera peraba bagi ABK lain. Selain itu
setiap dinding yang mengarah ke ruang kelas
ataupun terapi dilengkapi dinding dengan
GUIDE BLOCKS
sistem wayfinding, dimana dinding di desain
untuk menjadi alat navigasi di dalam
bangunan. Wayfinding menggunakan material
panel kayu bertekstur dengan setiap ruang
ditandai dengan pola tekstur yang berbeda
untuk membedakan fungsi tiap ruang. Selain
fungsi dari guide blocks dan wayfinding ini
untuk memudahkan ABK tunanetra navigasi
dalam bangunan, aspek peraba ini dapat
melatih ABK lain sehinggan sensorik mereka
dalam penglihatan dan peraba dapat terlatih.
Gambar 8. Hasil desain guide blocks dan
wayfinding

6
Menerapkan konsep multisensory dengan mengaplikasikan secondary skin
design harus juga memerhatikan akustik sebagai hasil analisis tapak sebelumnya, yaitu
dalam bangunan sekolah. Selain menerapkan secondary skin yang dapat stimuli bagi para
konsep dari hasil analisis kebisingan yang ABK sehingga mereka dapat menghasilkan
berupa peletakkan massa, penempatan respon sensorik yang baik. Salah satu
vegetasi dan mengaplikasikan secondary skin, kekurangan lokasi tapak adalah letaknya yang
dibutuhkan akustik pada ruangan yang didalam gang dan hal ini menyebabkan
mayoritas paling lama ditempati ABK, sedikitnya hijau-hijauan karena kondisi
contohnya ruang-ruang kelas. Akustik ini lingkungan sekitar padat diisi rumah-rumah
berupa penambahan lapisan plafon berbentuk warga.
panel-panel yang disusun secara
bergelombang atau zig-zag dengan Sumber pemandangan hijau mayoritas
kemiringan sebesar 6o. berasal dari RPTRA Dahlia, walaupun begitu
ruang publik tersebut masih minim
Kegunaan dari panel akustik ini penghijauan. Merespon kondisi tapak
adalah untuk memperkecil kemungkinan dikombinasikan dengan aspek sensorik dari
bising dari sebuah ruangan untuk merambat multisensory design muncul hasil desain yaitu,
keluar ruangan dan menuju ruang lainnya. secondary skin dengan bentuk vertical garden.
Penempatan panel sedekimian rupa didesain Tidak hanya menambah aspek hijau dalam
untuk memantulkan gelombang bunyi untuk bangunan, tetapi juga dalam satu lingkungan
kembali lagi ke dalam ruangan, sehingga tersebut.
mencegah adanya perambatan bunyi ke luar
ruangan. Panel yang digunakan adalah panel
dengan material laminated glass fibre glass
panel.

Gambar 10. Gambar kerja tampak depan


bangunan SLB G

Gambar 9. Hasil desain plafon dengan


akustik panel
Penerjemahan multisensory design Gambar 11. Gambar kerja tampak
pada eksterior bangunan atau facade adalah samping bangunan SLB G

7
SIMPULAN desain inovatif lainnya yang dapat membantu
anak-anak dan orang disabilitas lainnya.
Penerapan konsep bangunan SLB G
di Kramat Jati ini adalah multisensory design
yang merupakan pendekatan arsitektur yang
dicapai dengan menggabungkan kebutuhan DAFTAR PUSTAKA
sensorik kedalam proses desain. Hasil dari BPS Kota Jakarta Timur. 2019.Kecamatan
penggabungan ini menciptakan bangunan Kramat Jati Dalam Angka 2019.
yang dapat berinteraksi dengan pengguna, Jakarta : Penerbit BPS Kota Jakarta
dimana pengguna selalu menggunakan Timur
bagian-bagian bangunan saat beraktivitas
didalamnya, dari saat masuk kedalam Carless, Sarah. 2011. The Study Of Sensory
bangunan yang dilihat adalah fasad, kemudian Stimulation As An Architectural
didalamnya pengguna bergantung pada Design Tool: A Proposed Children's
bangunan itu sendiri. Centre And Community Facility In
Umlazi School of Architecture,
Salah satu solusi yang didapatkan dari Planning and Housing, University of
permasalahan keterbatasan lahan ialah KwaZulu-Natal
terbentuknya desain storage tiap ruangan
dengan melakukan offset sebesar setengah Heylighen & Devlieger. 2007. in dialogue
tinggi dinding. Hal ini menjadikan desain with (dis)-Ability 43rd ISoCaRP
sebagai solusi yang baik karena dapat Congress 2007
menambah storage tanpa mengurangi
NAC Architecture. 2019.Designing For
kapasitas ruangan. Hasil desain sirkulasi juga
Special Education. USA : NAC
dibentuk ramah difabel walaupun adanya isu
Architecture
keterbatasan lahan. Desain yang terbentuk
yaitu penempatan ramp, pola sirkulasi dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasonal
hasil penemuan desain wayfinding. Selain itu, Republik Indonesia No. 33 Tahun
terbentuknya desain akustik untuk ruang- 2008 tentang Sarana dan Prasarana
ruang kelas dan terapi dengan masih untuk Sekolah Dasar Luar Biasa
memberikan kesan estetika pada ruangan. (SDLB), Sekolah Menengah Pertama
Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah
Pada masa yang akan datang, akan
Menengah Atas Luar Biasa (SMALB)
lebih baik jika terdapat penelitian mengenai
sekolah luar biasa atau wadah disabilitas Rinakri, Jati. 2017. Pendidikan dan
lainnya dengan ketentuan keterbatasan lahan. Bimbingan Anak Berkebutuhan
Kebutuhan ruang untuk anak-anak atau orang Khusus. Bandung: Rosda
dewasa dengan disabilitas tentunya berbeda
dengan orang biasa, dibutuhkan ekstra lebar Willem, Peter. 2013. Less Vision, More
dan panjang untuk memenuhi kebutuhan Senses Towards A More Multisensory
mereka. Hal ini bertolak belakang dengan Design Approach In Architecture
realita, keadaan minimnya lahan kosong atau Arenberg Doctoral School of Science,
lahan yang luas. Maka dari itu, dibutuhkan Engineering & Technology Faculty of
studi lebih lanjut sehingga muncul desain- Engineering Science

Anda mungkin juga menyukai