K-13 e
l
a
s
bahasa indonesia XI
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan berikut.
1. Memahami konsep dasar teks cerita ulang.
2. Memahami konsep dasar teks cerita ulang biografi.
3. Memahami struktur teks cerita ulang biografi.
4. Memahami unsur kebahasaan teks cerita ulang biografi.
1
A. PENGERTIAN TEKS CERITA ULANG BIOGRAFI
Teks cerita ulang biografi diberikan nama demikian karena biografi merupakan salah satu
jenis teks cerita ulang. Oleh karena itu, kita perlu terlebih dahulu memahami konsep dasar
teks cerita ulang.
2
c. Teks Cerita Ulang Autobiografi
Teks cerita ulang autobiografi adalah teks cerita yang memuat riwayat hidup seseorang
yang ditulis oleh orang itu sendiri. Ciri-ciri teks ulang autobiografi pada dasarnya
sama dengan teks cerita ulang biografi. Perbedaannya, pada teks cerita ulang biografi,
pengarangnya mengandalkan berbagai sudut pandang dan dokumen, sedangkan pada
autobiografi, dapat saja didasarkan sepenuhnya pada ingatan pengarang.
Adapun hal yag harus dicermati apabila membaca teks cerita ulang biografi atau
autobiografi, yaitu (1) judul yakni siapa tokohnya, (2) hal menarik dan mengesankan yang
ditampilkan dalam kehidupan tokoh, (3) hal mengagumkan dan mengharukan yang
muncul dalam kehidupan tokoh, dan (4) hal yang dapat dicontoh dari kehidupan tokoh.
Orientasi
Reorientasi
3
b. Contoh Teks Cerita Ulang Biografi dan Strukturnya
Contoh teks cerita ulang berikut merupakan abstraksi dari buku biografi Chairul Tanjung
Si Anak Singkong. Buku setebal 360 halaman ini disusun oleh wartawan Kompas, Tjahya
Gunawan Adiredja, dan diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Judul
Orientasi
Chairul Tanjung yang akrab dipanggil CT lahir di Jakarta, 16 Juni 1962. Ayahnya bernama
Abdul Gafar Tanjung bersuku Batak dan ibunya bernama Halimah bersuku Sunda asal
Sukabumi.
Ketika Chairul duduk di bangku sekolah menenga pertama, ayahnya yang mempunyai
percetakan Koran dan transportasi gulung tikar dan dinyatakan pailit oleh pemerintah
karena idealismenya yang bertentangan dengan pemerintah Orde Baru. Sang ayah
adalah Ketua PNI Ranting Sawah Besar. Semua koran ayahnya dibredel dan seluruh aset
dijual hingga tak memiliki rumah satu pun.
Ayahnya menyewa sebuah losmen di kawasan Kramat Raya, Jakarta untuk mereka
tinggal sekeluarga, hanya satu kamar yang kemudian dihuni delapan orang, kedua
orangtua Chairul, dan enam orang anaknya, termasuk Chairul sendiri. Tidak kuat terus-
menerus membayar sewa losmen, mereka kemudian memutuskan pindah ke daerah
Gang Abu, Batu Tulis. Salah satu kantong kemiskinan di Jakarta waktu itu. Rumah
tersebut adalah rumah nenek Chairul dari ibundanya, Halimah.
Kondisi ekonomi keluarga yang sulit membuat orangtuanya tidak sanggup membayar
uang kuliah Chairul yang waktu itu hanya sebesar Rp75.000,00. Pada 1981, Chairul
diterima di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia setelah lulus dari SMA
Boedi Oetomo. Untuk membayar uang kuliah, secara diam-diam tanpa sepengetahuan
Chairul, ibunya menggadaikan kain halusnya di pegadaian.
4
Melihat pengorbanan sang ibu, ia lalu berjanji tidak ingin terus-menerus menjadi
beban orang tua. Sejak saat itu, ia tidak akan meminta uang lagi kepada orangtuanya.
Ia bertekad akan mencari akal bagaimana caranya bisa membiayai hidup dan kuliah.
Chairul termasuk mahasiswa yang pandai, ia sempat meraih predikat mahasiswa
teladan tingkat nasional pada 1984-1985.
Dia pun lantas mencari akal dengan mengundang penyandang dana untuk menyedia-
kan mesin fotokopi dan membayar sewa tempat. Waktu itu, ia hanya mendapat upah
dari usaha fotokopi sebesar Rp2,5 per lembar. "Sedikit ya, tapi karena itu daerah kampus,
dalam hal ini, banyak mahasiswa yang fotokopi maka jadilah keuntungan saya lumayan
besar,” katanya sambil melempar senyum.
Tidak hanya sampai di situ, ia pun terus berusaha mengasah kemampuannya dalam
berbisnis. Usaha lain seperti usaha stiker, pembuatan kaos, buku kuliah stensilan,
hingga penjualan buku bekas dicobanya. Chairul memberanikan diri menyewa kios di
daerah Senen, Jakarta Pusat dengan harga sewa satu juta rupiah per tahun. Kios kecil
itu dimanfaatkannya untuk membuka CV yang bergerak di bidang penjualan alat-alat
kedokteran gigi. Sayang, karena sifat sosialnya–yang sering memberi fasilitas kepada
rekan kuliah serta sering mentraktir teman sehingga usaha itu bangkrut.
Walau ia harus membagi waktu antara kuliah dan bisnisnya, Chairul bisa menyelesaikan
kuliah dengan baik. Ia kemudian menyandang gelar sarjana kedokteran di belakang
namanya. Namun, darah bisnis rupanya lebih kental, ia kemudian memutuskan untuk
menjemput rezeki dari bisnis bukan sebagai dokter gigi.
5
Exim sebesar Rp150 juta. Perusahaan Chairul dan temannya memproduksi sepatu anak-
anak untuk diekspor. Setelah berjalan tiga bulan pabrik tersebut dilalui dengan terlunta-
lunta tanpa pesanan. Saat pabrik terancam bangkrut, datanglah pesanan sandal dari
luar negeri sejumlah 12.000 pasang dengan estimasi 6.000 pasang dikirim awal. Saat
melihat hasil kerja pabrik tersebut, pihak pemesan merasa tertarik dan langsung
melakukan pesanan kembali bahkan mencapai angka 24.000 pasang. Mulailah pabrik
tersebut berkembang, kepiawaiannya membangun jaringan bisnis membuat sepatu
produksinya mendapat pesanan sebanyak 160.000 pasang dari pengusaha Italia.
Memang tidak jaminan, seseorang yang berkarier sesuai dengan latar belakang
pendidikannya akan sukses. Kenyataannya tidak sedikit yang berhasil justru setelah
mereka keluar dari jalur. Chairul mengatakan modal dalam usaha memang penting,
tetapi mendapatkan mitra kerja yang andal adalah segalanya. Membangun kepercayaan
sama halnya dengan membangun integritas dalam menjalankan bisnis.
Membentuk konglomerasi
Chairul Tanjung mendirikan perusahaannya sendiri yang bergerak di bidang media,
yakni Trans TV. CT, panggilan akrab Chairul Tanjung, sangat pandai dalam membangun
jaringan. Chairul Tanjung dikenal sebagai pengusaha yang agresif. Perusahaan yang
dia kelola semakin maju dan akhirnya berhasil membuat konglomerasi yang kemudian
diberi nama Para Group.
Para Group membagi ladang usahanya menjadi tiga bagian, yakni keuangan, properti,
dan multimedia. Di bidang keuangan, CT mendirikan bendera Mega Corp., yakni Bank
Mega, Asuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Para Multifinance, Mega Capital
Indonesia, Bank Mega Syariah, dan Mega Finance. Dalam bidang investasi, Para Group
mengakuisisi Carefour Indonesia yang pada awalnya memegang saham 40% kini 100%
sudah dipegang Para Group. Setelah itu, Para Group juga membeli saham Garuda
Indonesia. Di bidang properti, Para Group memiliki perusahaan dengan bendera The
Trans, seperti Para Bandung Propertindo, Para Bali Propertindo, Batam Indah Investindo,
Mega Indah Propertindo, dan Bandung Supermall. Di bidang Multimedia, CT Corp.
membawahi anak perusahaan, seperti Trans TV, mengakuisisi TV7 menjadi Trans7, Maha
6
Gaya Perdana, Trans Fashion, dan Trans Life Style. CT mendirikan perusahaan patungan
dengan Jusuf Kalla dan membangun taman wisata terbesar Trans Studio di Makassar
untuk menyaingi keberadaan Universal Studio yang ada di Singapura. Trans Studio juga
telah merambah Kota Bandung dan rencananya akan ada di kota-kota besar lainnya di
Indonesia. Chairul Tanjung kemudian mengubah nama Para Group menjadi CT Corp.
pada 1 Desember 2011.
Reorientasi
Hal itulah yang barangkali membuat Chairul Tanjung selalu tampil apa adanya, tanpa
kesan ingin memamerkan kesuksesannya. Selain itu, rupanya ia pun tak lupa pada masa
lalunya. Oleh karena itu, ia pun kini getol menjalankan berbagai kegiatan sosial. Mulai
7
dari PMI, Komite kemanusiaan Indonesia, anggota Majelis Wali Amanat Universitas
Indonesia, dan sebagainya. “Kini waktu saya lebih dari 50% dicurahkan untuk kegiatan
sosial kemasyarakatan,” tuturnya.
Contoh:
• Ayahnya menyewa sebuah losmen di kawasan Kramat Raya, Jakarta untuk
mereka tinggal sekeluarga, hanya satu kamar yang kemudian dihuni delapan
orang. Kedua orang tua Chairul dan enam orang anaknya, termasuk Chairul
sendiri.
• Dia pun lantas mencari akal dengan mengundang penyandang dana untuk
menyediakan mesin foto kopi dan membayar sewa tempat.
• “Sedikit ya, tapi karena itu daerah kampus, dalam hal ini banyak mahasiswa
yang fotokopi maka jadilah keuntungan saya lumayan besar,” katanya sambil
melempar senyum.
2. Pronomina penunjuk adalah pronomina yang dipakai sebagai penunjuk umum,
arah/tempat, dan ikhwal.
• Kata ganti penunjuk umum: ini, itu
• Kata ganti penunjuk arah/tempat: sini, situ, sana, di sini, di sana, di situ, ke sana,
ke sini, ke situ.
• Kata ganti penunjuk ikhwal: begini, begitu.
8
Contoh:
• Tidak kuat terus-menerus membayar sewa losmen, mereka kemudian
memutuskan pindah ke daerah Gang Abu, Batu Tulis.
• Lewat ruang kosong di bawah tangga ini, Chairul muda melihat peluang yang
bisa dimanfaatkannya untuk menghasilkan uang.
3. Pronomina penanya adalah pronomina yang digunakan untuk menanyakan hal
berupa manusia, benda, pilihan, waktu, dan tempat.
• Kata ganti penanya orang, benda, dan pilihan: apa, siapa, yang mana.
• Kata ganti penanya waktu: kapan
• Kata ganti penanya tempat: di mana, ke mana, dari mana.
Contoh:
Apa salah satu kunci sukses Chairul? Salah satu kunci sukses dia adalah tidak
tanggung-tanggung dalam melangkah.
b. Pengacuan
Pengacuan adalah alat kohesi yang baik untuk menghindari pengulangan kata yang terus-
menerus. Pengacuan bisa berupa hubungan leksikal yang ditandai oleh pengulangan kata
(utuh atau sebagian), sinonim atau hiponim; dan hubungan penunjukkan yang ditandai
oleh kata tunjuk (itu, ini, yakni, yaitu, tersebut, berikut).
Contoh:
9
c. Kata yang Menunjukkan Peristiwa, Waktu, dan Tempat
Dalam teks cerita ulang biografi, terdapat kata-kata yang menunjukkan peristiwa, waktu,
dan tempat yang dialami tokoh.
Contoh:
• Chairul Tanjung yang akrab dipanggil CT lahir di Jakarta, 16 Juni 1962.
• Ketika Chairul duduk di bangku sekolah menengah pertama, ayahnya yang
mempunyai percetakan koran, transportasi, dan lainnya gulung tikar dan dinyatakan
pailit oleh pemerintah karena idealismenya yang bertentangan dengan pemerintah
Orde Baru.
• Chairul Tanjung kemudian mengubah nama Para Group menjadi CT Corp. pada 1
Desember 2011.
• Dalam majalah Forbes,Chairul Tanjung dianugerahi sebagai salah seorang tokoh
bisnis paling berpengaruh di tahun 2005 dan dinobatkan sebagai salah satu
orang kaya di dunia pada 2010 versi majalah Forbes dengan total kekayaan 1 miliar
dolar AS.
d. Verba Material
Verba material adalah kata kerja yang berupa perbuatan fisik atau peristiwa. Verba material
menunjukkan aktivitas nyata yang dilakukan oleh partisipan. Partisan yang melakukan
sesuatu disebut aktor dan yang dituju oleh kata kerja atau disebut sasaran.
Contoh:
• Chairul Tanjung (aktor) mendirikan (verba material) perusahaannya sendiri yang
bergerak di bidang media, yakni Trans TV (sasaran).
• CT (aktor) mendirikan (verba material) perusahaan patungan (sasaran) dengan Jusuf
Kalla dan membangun (verba material) taman wisata terbesar Trans Studio (sasaran)
di Makassar untuk menyaingi keberadaan Universal Studio yang ada di Singapura.
10
e. Konjungsi
Dalam teks cerita ulang biografi, banyak menggunakan konjungsi atau kata penghubung
yang menyatakan waktu, seperti tatkala, ketika, waktu, sewaktu, setelah, sebelum, dan
sesudah. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan menggunakan kata penghubung
lainnya. Konjungsi terdiri atas beberapa jenis berikut.
1. Konjungsi intrakalimat, yaitu kata yang berfungsi sebagai penghubung antara satu
kata dan kata lain dalam satu kalimat.
• Kata hubung koordinatif digunakan untuk menghubungkan dua unsur atau
lebih yang sama pentingnya.
- Menyatakan gabungan: serta, lalu, lagi, dan, kemudian, lagi.
- Menyatakan pemilihan: atau
- Menyatakan pertentangan: sedangkan, tetapi, melainkan.
- Menyatakan penegasan: apalagi, bahkan, juga.
• Kata hubung subordinatif digunakan untuk menghubungkan dua kata atau
frasa yang tidak memiliki status yang sama.
- Menyatakan waktu: tatkala, ketika, sewaktu, sejak, sesudah, setelah, sebelum,
sehabis, selama, selagi, sementara, seraya.
- Menyatakan syarat: asal, asalkan, jika, jikalau, bila, bilamana.
- Menyatakan tujuan: biar, untuk, supaya, agar, guna.
- Menyatakan perlawanan: maupun, meskipun, bagaimanapun, walaupun,
kalaupun, kendatipun, andaipun, adapun, ataupun, sungguhpun, biarpun,
sekalipun.
- Menyatakan pengandaian: andaikan, andainya, sekiranya.
- Menyatakan sebab: sebab, karena.
- Menyatakan akibat: akibat, maka, sehingga, sampai-sampai.
• Kata hubung korelatif digunakan untuk menghubungkan dua kata atau frasa
yang memiliki status yang sama, biasanya dipisahkan oleh salah satu kata atau
frasa.
Misalnya:
baik … maupun…,
tidak …, tetapi …
tidak hanya …, tetapi juga …
bukan …, melainkan
bukan hanya …, melainkan juga
11
makin … makin
jangankan …, … pun …
sebagaimana … maka
seperti halnya … demikian juga
kalau tidak …, … sekurang-kurangnya …
entah … , entah …
seandainya … kemungkinan
… sedemikian sehingga …
2. Konjungsi antarkalimat, yaitu kata hubung tersebut berfungsi menghubungkan
kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, misalnya akan tetapi, meskipun demikian,
dan oleh karena itu.
Contoh:
• Ketika Chairul duduk di bangku sekolah menengah pertama, ayahnya yang
mempunyai percetakan Koran dan transportasi gulung tikar dan dinyatakan
pailit oleh pemerintah karena idealismenya yang bertentangan dengan
pemerintah Orde Baru.
• Membangun jaringan tidak hanya kepada orang atau perusahaan ternama
saja, tetapi juga kepada para perusahaan yang belum ternama perlu karena
siapa tahu suatu saat kita memerlukan bantuan mereka bahkan pada seorang
kurir pun menjaga jaringan sangat dibutuhkan.
• Ia mulai mencoba merambah ke industri genting, sandal, dan properti. Namun,
di tengah usahanya yang sedang merambat naik, tiba-tiba dia terbentur
perbedaan visi dengan kedua rekannya. Ia pun memutuskan memilih mundur
dan mulai membangun bisnis dengan modal pribadi dan menjelma menjadi
pengusaha yang mandiri menjalankan sendiri usahanya
f. Kalimat Simpleks
Kalimat simpleks adalah kalimat tunggal yang terdiri dari satu klausa saja. Polanya data
berupa SP, PS, SPO, SPOK, SPK, SPPel. S = subjek, P = Predikat, O = Objek, Pel = Pelengkap,
dan K = Keterangan. Berikut adalah pembagian kalimat simpleks berdasarkan kategori
predikatnya.
1. Kalimat berpredikat verbal
12
• Kalimat tak transitif adalah kalimat simpleks yang tak berobjek.
Contoh: Chairul Tanjung (S) senang berbisnis (P). [SP]
• Kalimat ekatransitif adalah kalimat simpleks yang berobjek satu.
Contoh: Ia (S) mendapatkan (P) kredit ringan (O) dari Bank Exim sebesar Rp150
juta (K). [SPOK]
• Kalimat dwitransitif adalah kalimat simpleks yang berobjek dua.
Contoh: Chairul (S) menyantuni (P) anak yatim (O3) uang (O1) tiap bulan (K).
[S-P- O3- O1-K] O1= Objek penderita, O3 = Objek penyerta
2. Kalimat berpredikat adjektival
Contoh: Ayahnya (S) sakit (P).
3. Kalimat berpredikat nominal
Contoh: Tas itu (S) buatan Bandung (P).
4. Kalimat berpredikat numeral
Contoh: Kawannya (S) berdua (P).
5. Kalimat berpredikat frasa preposisional
Contoh: Pengumuman itu (S) nanti sore (P).
LATIHAN SOAL
1. Paragraf-paragraf berikut yang bukan merupakan petikan dari teks cerita ulang biografi
adalah ….
A. Putu menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di Tabanan, sedangkan
pendidikan menengah atasnya di Singaraja (1962).
B. Salah satu karya Putu adalah Telegram yang paling berhasil karena dianggap tonggak
novel bergenre absurd.
C. Putu Wijaya lahir pada 11 April 1944 di Puri Anom, Tabanan, Bali.
D. Saat ini, Remy Silado dikenal sebagai seniman andal sekaligus pekerja di bidang
teater, sastra, film, dan seni rupa.
E. Novel baru Arswendo Atmowiloto ini berkisah tentang percintaan yang tidak biasa.
Cukup unik dan menarik karena nyaris tidak ada di kehidupan nyata.
2. Pada 1990, A.A. Navis mulai mengikuti perkembangan kesusastraan secara aktif, pengarang
cerpen dan sandiwara radio, cerita-cerita dalam Mimbar Indonesia, Siasat, Kisah, Sastra,
13
dan lainnya. Ia sebagai pemenang majalah Kisa pada 1955.
Bacalah penggalan teks cerita ulang biografi berikut dengan saksama untuk menjawab soal 3–6.
(1) Khalil Gibran dilahirkan dalam lingkungan sebuah keluarga miskin pada 6 Desember 1883
di Bisharri, sebuah kota kecil di Libanon Utara yang terletak di kaki gunung yang dianggap
suci., Pegunungan Cedar (Jabal Al-arr). (2) Keluarga Gibran adalah penganut agama Kristen
Maronit, sebuah mazhab yang bernaung dalam lingkungan Gereja Katolik Roma. (3) Ayahnya
seorang yang gagah dan tegar, tetapi pecandu arak dan judi sehingga membuat keluarganya
hidup dalam kesempitan. (4) Ibunya, Kamila Rahmi, anak seorang pendeta gereja Maronit,
Istifan Rahmi. (5) Dari suaminya terdahulu, ibu Gibran memperoleh satu anak, yaitu Boutros,
sementara dari ayah Gibran, ia memperoleh tiga anak, yaitu Gibran, Mariana, dan Sultana.
3. Penggalan teks cerita ulang Biografi Kahlil Gibran tersebut termasuk bagian struktur ….
A. orientasi
B. peristiwa dan masalah tokoh
C. komplikasi
D. reorientasi
E. pandangan penulis
4. Berdasarkan teks cerita ulang Biografi Kahlil Gibrandi tersebut, biodata Gibran yang tidak
tercantum adalah ….
A. nama
B. tempat lahir
C. pendidikan
D. tanggal lahir
E. identitas orang tua
14
E. Kamila Rahmi
8. Berdasarkan data sejarah, R.A. Kartini ikut dengan suaminya ke Rembang setelah menikah.
…, api cita-citanya tidak padam.
Bacalah teks cerita ulang biografi berikut dengan saksama untuk menjawab soal 9 – 10.
Sepatu Bally adalah merek sepatu terkenal yang pernah diimpikan dan diidamkan oleh Bung
Hatta semasa hidupnya. Karena beliau belum mampu membeli sepatu itu, beliau menggunting
potongan iklan sepatu Bally itu lalu menyimpannya di buku harian. Sangat mengharukan.
Keinginan beliau ini baru diketahui setelah ditemukan sebuah guntingan secarik kertas berisi
gambar potongan sepatu Bally dalam buku hariannya oleh puteri beliau, setelah Bung Hatta
wafat.
Uang yang ditabung beliau tidak pernah cukup untuk membeli sepatu yang diinginkannya.
Kalau beliau mau, tentu dengan sangat mudah bisa mendapatkan sepatu Bally tersebut dengan
kekuasaan atau relasi yang dimiliki atau tinggal menghubungi diplomat yang bertugas di luar
15
negeri pada saat itu. Pada saat itu, Bung Hatta masih mempunyai pengaruh besar tidak hanya
di tanah air, tetapi juga di dunia. Di sinilah, kita melihat jiwa seorang pemimpin dan tokoh
seorang rakyat yang tidak mau memanfaatkan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki untuk
kepentingan pribadi semata.
16