Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam

melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang

digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian

terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama

seperti judul penelitian penulis. Namun penulis mengangkat beberapa

penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian

penulis. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal

terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti/ Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian


Judul Penelitian
1 Latief (2015). Penelitian bertujuan Metode yang digunakan Dana BOS tahun 2013 SMP N
Evaluasi untuk mengetahui adalah penelitian evaluasi 233 Jakarta dikeluarkan sesuai
Pelaksanaan pemanfaatan dana yaitu menilai objek dengan acuan dalam perencanaan
Program Bantuan Bantuan evaluasi program dan pengelolaan Rencana
Operasional Operasional Sekolah berdasarkan standar Anggaran Pendapatan dan
Sekolah (BOS) (BOS) sesuai acuan tertentu. Tujuan evaluasi Belanja Sekolah (RAPBS).
Sekolah di Sekolah program BOS ini untuk Penecairan dana BOS untuk
Menengah Menengah Pertama mengetahui berapa besar siswa per tahun dibagi menjadi
Pertama Negeri 233 Jakarta. cakupan dana BOS dalam empat triwulan. Pencairan dana
rangka meningkatkan umumnya terlambat sehingga
akses kegiatan pendidikan memerlukan dana talangan untuk
bagi siswa/siswi dari menutupi beban berjalan. Dana
orang tua kurang mampu BOS menutupi biaya
dalam pembiayaan penyelenggaraan pendidikan
pendidikan. dalam konteks standar layanan
minimal. Penelitian menyarankan
agar komite sekolah mencari
solusi pendanaan jika dana BOS
terlambat pencairannya dan
pendanaan dalam pengembangan
program peningkatan kualitas
pembelajaran, yang tidak diatur
dalam dana BOS.
12
2 Halik; Hidayati ; Penelitian ini Penelitian ini Hasil penelitian ini menunjukkan
dan Amin (2018) bertujuan untuk menggunakan pendekatan bahwa (1) perencanaan dana
Analisis menjelaskan deskriptif kualitatif. BOS SMA Islam Dempo Timur
Pengelolaan pengelolaan dana Wawancara, dokumentasi melaksanakan penyusunan
Dana Bantuan Bantuan dan observasi sebagai RKAS dan RAB. (2) pelaksanaan
Operasional Operasional Sekolah teknik pengumpulan data. dana BOS SMA Islam Dempo
Sekolah (Bos) (BOS) tahun 2017 Analisis data yang dipakai Timur, penyaluran dana tiap
Tahun 2017 Di di SMA Islam diantaranya adalah triwulan, pengambilan dana oleh
Sma Islam Dempo Timur pengumpulan data, bendahara dan kepala sekolah,
Dempo Timur Pasean Pamekasan. reduksi data, penyajian penggunaan dana untuk kegiatan
Pasean data, verifikasi data dan operasional sekolah non-
Pamekasan kesimpulan akhir. personalia, pembelanjaan
dilakukan oleh tim belanja
barang/jasa, pembukuan
dilaksanakan oleh bendahara
berdasarkan bukti (3)
pengawasan dilaksanakan secara
internal dan eksternal (4)
pelaporan dana dilaksanakan
setiap semester.
3 Akbar (2016), Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini menujukkan bahwa
Evaluasi bertujuan untuk menggunakan Metode dari hasil evaluasi program
Kebijakan mengumpulkan atau pendekatan kualitatif pemberian dana bantuan
Program informasi yang dengan desain penelitian operasional sekolah pada sekolah
Pemberian Dana terkait dengan hasil studi kasus, adapun yang dasar di Kabupaten Mamuju
Bantuan evaluasi menjadi kasus dalam menunjukkan bahwa program ini
Operasional pelaksanaan dari penelitian ini yaitu kasus sudah dijalankan dengan cukup
Sekolah (Studi program pemberian yang menjadi rumusan baik dan dapat dilanjutkan,
Kasus pada dana bantuan masalah peneliti. Teknik namun begitu masih ada catatan
Sekolah Dasar di operasional sekolah pengumpulan data yang menjadi kekurangan dan
Kabupaten (BOS ) pada dilakukan dengan kelemahan dalam program ini
Mamuju Utara) Sekolah Dasar di observasi (pengamatan) sehingga diperlukan kajian ulang
Kabupaten Mamuju langsung dilapan- gan, untuk keberhasilan dan
Utara wawancara mendalam, kemaksimalan dari tujuan
dan dokumentasi. program dana BOS itu sendiri.
Penentuan informan
dilakukan secara
Purposive, dengan
melihat kesesuaian antara
calon informan dengan
informasi yang
dibutuhkan. Data
dianalisis dengan reduksi
data, penyajian data, dan
menarik kesimpulan.
4 Muryati (2016), Penelitian ini Jenis penelitian ini adalah Hasil penelitian ini menunjukkan
Pengelolaan bertujuan untuk studi kasus. Responden bahwa: (1) perencanaan
Dana Bos Pada mengetahui: (1) penelitian ini yaitu kepala pengelolaan dana BOS
Sd Negeri Di Upt perencanaan, (2) sekolah, bendahara, guru, diprioritaskan untuk peningkatan
Pelayanan pelaksanaan, (3) komite sekolah, dan orang mutu, namun partisipasi warga
Pendidikan pengawasan dan tua siswa. Data sekolah kurang optimal. (2) Pada
Kecamatan evaluasi dikumpulkan melalui pelaksanaan: (a) penyaluran dana
Moyudan pengelolaan, serta wawancara, observasi dan dilaksanakan di awal triwulan,
Kabupaten (4) pelaporan dana studi dokumen. Data yang (b) proses pembukuan
Sleman Bantuan terkumpul dianalisis dilaksanakan secara rutin, dan (c)

13
Operasional Sekolah dengan teknik analisis prinsip akuntabilitas dan
(BOS) pada Sekolah deskriptif yaitu keterbukaan telah dilaksanakan
Dasar Negeri dideskripsikan dan dengan baik. (3) pengawasan
dengan jumlah diambil kesimpulan dilakukankan oleh kepala
siswa sedikit dan tentang masing-masing sekolah dan pengawas sekolah
jumlah siswa komponen dan indikator dengan memeriksa SPJ BOS;
banyak di wilayah berdasarkan kriteria yang evaluasi dilakukan dengan
UPT Pelayanan ditentukan. Analisis data mengisi angket pelaksanaan
Pendidikan kualitatif dilakukan sekali dalam setahun oleh TIM
Kecamatan dengan reduksi data, Manajemen BOS Kabupaten. (4)
Moyudan. penyajian data dan Pelaporan penggunaan dana BOS
penggambaran dalam bentuk SPJ dilaksanakan
kesimpulan. setiap triwulan kepada Tim
Manajemen BOS Kabupaten
melalui UPT Pelayanan
Pendidikan.
5 Silele; Sabijono; ujuan Penelitian Jenis penelitian yang Hasil penelitian menunjukan
dan Pusung Penelitian ini digunakan dalam bahwa (1) Perencanaan dana
(2017), Evaluasi bertujuan untuk penelitian ini adalah jenis BOS sudah sesuai Juknis BOS
Pengelolaan mengetahui kualitatif. Teknik 2015 karena dilihat dari
Dana Bantuan pengelolaan dana pengumpulan data Peraturan Pemerintah Nomor 48
Operasional bantuan operasional menggunakan teknik studi Tahun 2008 Tentang pendanaan
Sekolah (BOS) sekolah (BOS) di lapangan dan penelitian pendidikan. Pendanaan
(Studi Kasus SD Inpres 4 kepustakaan. Metode pendidikan dari dana BOS yang
Pada SD Inpres 4 Kabupaten analisis yang digunakan didapatkan SD Inpres 4
Desa Akediri Halmahera Barat dalam penulisan ini halmahera barat yang bersumber
Kecamatan mulai dari adalah metode deskriptif. dari APBN (Anggaran
Jailolo perencanaan, Pendapatan dan Belanja Negara)
Kabupaten pelaksanaan, untuk tahun 2016 adalah
Halmahera Barat) penggunaan, Rp.134.400.000/tahun,-(2)
pelaporan serta Pelaksanaan dana BOS tidak
pertanggungjawaba sesuai dengan Juknis BOS 2015
n dana BOS apakah khususnya dalam penyusunan
sudah sesuai dengan seharusnya setelah hasil dari
Juknis dalam evaluasi rapat bersama maka
peraturan menteri selanjutnya penyusunan RKAS
pendidikan dan disahkan oleh SKPD Dinas
kebudayaan Pendidikan Kabupaten
Republik Indonesia Halmahera barat, pengalokasian
Nomor 80 Tahun dana BOS sudah sesuai dengan
2015. Juknis BOS 2015 , dan untuk
penyaluran dana BOS tidak
sesuai dengan Juknis BOS 2015,
mengalami keterlambatan dalam
beberapa proses pencairan (3)
Penggunaan dana BOS tidak
sesuai dengan Juknis BOS 2015,
hanya memenuhi 11 komponen
pembiayaan dari 13 komponen
yang dibiayai dana BOS, hal itu
disebabkan karena hanya
disesuaikan dengan kebutuhan
sekolah saja dan (4) Pelaporan
pertanggungjawaban dana BOS
tidak sesuai Juknis 2015 untuk

14
laporan intern khususnya dalam
transparansi penggunaan dana
BOS karena tidak membuat
papan spanduk informasi dan
untuk laporan ekstern khususnya
pada opname kas dan berita acara
pemeriksaan kas tidak ada serta
pembukuan dana BOS tidak
lengkap.

2.2. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

2.2.1. Pengertian Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Pengertian Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) Biaya Operasional

Sekolah selanjutnya disingkat BOS, adalah program pemerintah untuk

penyediaan pendanaan biaya operasi non personalia bagi satuan pendidikan

dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, biaya non

personalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai,

dan biaya tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan

sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, dan lain

-lain. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan

personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS (Husein, 2017).

Berdasarkan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2018 tentang Petunjuk

Teknis Bantuan Operasional Sekolah, penggunaan dana BOS di sekolah harus

didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara Tim Manajemen

BOS Sekolah, Dewan Guru dan Komite Sekolah. Hasil kesepakatan di atas

harus dituangkan secara tertulis dalam berita acara rapat dan ditanda tangani

oleh peserta rapat. Kesepakatan penggunaan dana BOS harus didasarkan

15
skala prioritas kebutuhan sekolah, khususnya untuk membantu mempercepat

pemenuhan standar pelayanan minimal dan atau standar nasional pendidikan.

Salah satu indikator penuntasan program Wajib Belajar 9 Tahun dapat diukur

dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP. Pada tahun 2005 APK

SD telah mencapai 115%, sedangkan SMP pada tahun 2009 telah mencapai

98,11%, sehingga program wajar 9 tahun telah tuntas 7 tahun lebih awal dari

target deklarasi Education For All (EFA) di Dakar. Program Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah

berperan secara signifikan dalam percepatan pencapaian program wajar 9

tahun. Oleh karena itu, mulai tahun 2009 pemerintah telah melakukan

perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program BOS, dari perluasan

akses menuju peningkatan kualitas.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2018 tentang Petunjuk

Teknis Bantuan Operasional Sekolah juga menjelaskan proses penetapan

alokasi dana BOS dilaksanakan sebagai berikut; (1) Tim Manajemen BOS

Kabupaten/Kota melakukan pengumpulan dan verifikasi data jumlah peserta

didik tiap sekolah berdasarkan data individu peserta didik dari Dapodik. (2)

Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota bersamasama dengan Tim Manajemen

BOS Provinsi dan Tim Manajemen BOS Pusat melakukan rekonsiliasi data

jumlah peserta didik tiap sekolah. (3) Atas dasar jumlah peserta didik tiap

sekolah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan membuat alokasi dana

BOS tiap Kabupaten/Kota/Provinsi, untuk selanjutnya dikirim ke Kementrian

Keuangan. (4) Kementrian Keuangan menetapkan alokasi anggaran tiap

16
provinsi melalui Peraturan Menteri Keuangan setelah Kementrian Keuangan

menerima data mengenai jumlah sekolah dan jumlah peserta didik dari

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (5) Alokasi dana BOS tiap Provinsi

dalam satu tahun anggaran ditetapkan berdasarkan data jumlah peserta didik

tahun pelajaran yang sedang berjalan ditambah dengan perkiraan

pertambahan jumlah peserta didik tahun pelajaran baru. (6) Alokasi dana

BOS tiap sekolah ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

(dalam hal ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar atas nama

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan). (7) Alokasi dana BOS setiap sekolah

untuk periode Januari-Juni 2014 didasarkan jumlah peserta didik tahun

pelajaran 2013-2014, sedangkan periode Juli-Desember 2013 didasarkan pada

data tahun pelajaran 2014-2015.

Menurut Peraturan Mendiknas Nomor 69 Tahun 2009, standar biaya

operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai

kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari

keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan

kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional

Pendidikan. BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah

untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan

pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2018 tentang Petunjuk

Teknis Bantuan Operasional Sekolah, Biaya Satuan Pendidikan (BSP) adalah

besarnya biaya yang diperlukan rata-rata tiap siswa tiap tahun, sehingga

17
mampu menunjang proses belajar mengajar sesuai dengan standar pelayanan

yang telah ditetapkan. Dari cara penggunaaannya, BPS dibedakan menjadi

BSP investasi dan BSP Operasional. BSP investasi adalah biaya yang

dikeluarkan setiap siswa dalam satu tahun untuk pembiayaan sumber daya

yang tidak habais pakai dalam waktu lebih dari satu tahun , seperti pengadaan

tanah, bangunan, buku,alat peraga, media, perabot dan alat kantor. Sedangkan

BSP operasional adalah biaya yang dikeluarkan setiap siswa dalam 1 tahun

untuk pembiayaan sumber daya pendidikan yang habis pakai dalam 1 tahun

atau kurang. BSP operasional mencakup biaya personil dan biaya non

personail. Biaya personil meliputi biaya untuk kesejahteraan (honor kelebihan

jam mengajar (KJM), Guru tidak tetap (GTT), Pegawai Tidak tetap (PTT),

uang lembur dan pengembangan profesi guru (Pendidikan dan Latihan Guru,

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala

Sekolah (MKKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok

Kerja Guru (KKG) dan lainlain. Biaya non personil adalah biaya untuk

menunjang kegiatan belajar mengajar, evaluasi atau penilaian,

perawatan/pemeliharaan, daya dan jasa, pemberian kesiswaan, rumah tangga

sekolah dan supervisi. Selain dari biaya-biaya tersebut, masih terdapat jenis

biaya personil yang ditanggung oleh peserta didik, misalnya biaya

transoprtasi, konsumsi, seragam, alat tulis, kesehatan, dan sebagainya.

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) secara konsep mencakup komponen

untuk biaya operasional non personil hasil studi badan penelitian dan

pengembangan, Departemen pendidikan Nasional (Balitbang Depdiknas).

18
Namun karena biaya satuan yang digunakan adalah rata-rata nasional, maka

penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegatan lain

yang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi. Oleh karena

keterbatasan dana BOS dari Pemerintah Pusat, maka biaya untuk investasi

sekolah/ madrasah/ ponpes dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber

lain dengan prioritas utama dari sumber pemerintah, pemerintah daerah dan

selanjutnya dari partisipasi masyarakat yang mampu.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara yang

berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat (2)

menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa

memungut biaya, sedangkan dalam ayat (3) menyebutkan bahwa wajib

belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh

lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan

pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh

peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan

pendidikan lain yang sederajat. Salah satu indikator penuntasan program

Wajib Belajar 9 Tahun dapat diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK)

SD dan SMP. Pada tahun 2005 APK SD telah mencapai 115%, sedangkan

SMP pada tahun 2009 telah mencapai 98,11%, sehingga program wajar 9

19
tahun telah tuntas 7 tahun lebih awal dari target deklarasi Education For All

(EFA) di Dakar.

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan

Juli 2005, telah berperan secara signifikan dalam percepatan pencapaian

program wajar 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun 2009 pemerintah telah

melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program BOS, dari

perluasan akses menuju peningkatan kualitas.

Dalam perkembangannya, program BOS mengalami mengalami

peningkatan biaya satuan dan juga perubahan mekanisme penyaluran. Sejak

tahun 2012 penyaluran dana BOS dilakukan dengan mekanisme transfer ke

provinsi yang selanjutnya ditransfer ke rekening sekolah secara online.

Melalui mekanisme ini, penyaluran dana BOS ke sekolah berjalan lancar.

Pelaksanaan program BOS diatur dengan 3 peraturan menteri, yaitu: (1)

Peraturan Presiden Nomor 162 Tahun 2014 Tentang Rincian APBN Tahun

2015. (2) Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang mekanisme

penyaluran dana BOS dari pusat ke provinsi dan pelaporannya. (3) Peraturan

Menteri Dalam Negeri yang mengatur mekanisme pengelolaan dana BOS di

daerah dan mekanisme penyaluran dari kas daerah ke sekolah. (4) Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang petunjuk teknis penggunaan dan

pertanggungjawaban keuangan dana BOS. Hal-hal yang diatur dalam

Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang

Program BOS tidak dibahas kembali dalam Peraturan Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan ini.

20
Berdasarkan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2018 tentang Petunjuk

Teknis Bantuan Operasional Sekolah, BOS adalah program pemerintah yang

pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi non

personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib

belajar. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang

Pendanaan Pendidikan, biaya non personalia adalah biaya untuk bahan atau

peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung berupa daya, air,

jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,

transportasi, konsumsi, pajak dll. Namun demikian, ada beberapa jenis

pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan

dana BOS.

2.2.2. Pelaksanaan Program BOS

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) memiliki banyak

kekuatan atau berpengaruh positif dan juga memiliki banyak dampak atau

kelemahan dalam proses membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak

mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh

layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka

penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun (Husein, 2017).

Pengaruh positif Program Bantuan Operasional Sekolah (Husein, 2017)

adalah: (1) BOS harus menjadi sarana penting untuk mempercepat

penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun. (2) Melalui BOS tidak boleh ada siswa

miskin putus sekolah karena tidak mampu membayar iuran/pungutan yang

dilakukan oleh sekolah/madrasah/ ponpes. (3) Anak lulusan sekolah

21
setingkat SD, harus diupayakan kelangsungan pendidikannya ke sekolah

setingkat SMP. Tidak boleh ada tamatan SD/MI/ setara tidak dapat

melanjutkan ke SMP/MTs/SMPLB dengan alasan mahalnya biaya masuk

sekolah. (4) Kepala Sekolah mencari dan mengajak siswa SD/MI/SDLB

yang akan lulus dan berpotensi tidak melanjutkan sekolah, untuk ditampung

di SMP/MTs/SMPLB. Demikian juga bila terindentifikasi anak putus

sekolah yang masih berminat melanjutkan agar diajak kembali ke bangku

sekolah

Namun dibalik semua pengaruh positif di atas ada beberapa kelemahan

mendasar yang terkadang menjadi kendala di lapangan, terutama dalam

proses pencairan dan pelaporan. Kelemahan yang dimaksud diantaranya

yaitu: (1) Adanya ketentuan bagi sekolah/ madrasah/ponpes penerima BOS

tersebut terdapat siswa miskin diwajibkan membebaskan segala jenis

pungutan, namun tidak dijelaskan jenis pungutan apa saja yang dilarang.

Sedangkan Dana yang dialokasikan pemerintah belum cukup menutupi

segala bentuk biaya operasional sekolah. (2) Adanya ketentuan bagi

sekolah/ madrasah/ponpes penerima BOS tersebut yang tidak terdapat siswa

miskin, maka dana BOS digunakan untuk subsidi seluruh siswa, sehingga

dapat mengurangi pungutan yang dibebankan kepada orang tua siswa.

Padahal fakta di lapangan subsidi yang diberikan kepada orang tua yang

mampu terkesan dipaksakan dan tidak tepat sasaran. (3) Argumentasi bila

dana dana BOS cukup membiayai seluruh kebutuhan sekolah, berdampak

sekolah merasa khawatir untuk memungut biaya dari siswa, padahal di sisi

22
lain sekolah memang sangat memerlukan biaya yang besar dalam mengelola

suatu lembaga pendidikan. (4) Dengan slogan sekolah gratis, secara

otomatis semakin tertutup pintu sekolah- sekolah swasta yang kekurangan

siswa dan memiliki banyak anak kurang mampu. Ini didasari oleh bahwa

sekolah Negeri lebih refresentatif ketimbang sekolah swasta (Husein, 2017).

Sekolah penerima BOS yang diprogramkan pemerintah adalah semua

sekolah yang menyelenggarakan Program Wajar Dikdas 9 tahun selain non

formal, dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Semua sekolah negeri dan

swasta yang telah memiliki ijin operasional dan siap menandatangani Surat

Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB) dan bersedia mengikuti ketentuan

yang berlaku. (2) Sekolah kaya/mapan yang telah memiliki ijin operasional

berhak juga menerima dana BOS. Apabila menolak harus melalui

persetujuan dengan orang tua siswa dan komite sekolah bersangkutan. (3)

Apabila sekolah terdapat siswa kurang mampu, maka sekolah diwajibkan

membebaskan segala jenis pungutan. Sisa dana BOS digunakan untuk

mensubsidi siswa lain. (4) Apabila sekolah tidak mempunyai siswa kurang

mampu, maka dana BOS digunakan untuk mensubsidi seluruh siswa,

sehingga dapat mengurangi pungutan yang dibebankan kepada orang tua

siswa (Husein, 2017).

Sebagaimana diketahui bahwa dana BOS tidak dapat memenuhi seluruh

kebutuhan biaya operasional Sekolah. Oleh karena itu Pemerintah Propinsi

dan Kabupaten/Kota harus melakukan tugas dan kewajibannya sebagai

berikut (Husein, 2017 : a. Harus tetap menyediakan Biaya Operasional

23
Pendidikan (BOP) sebagai sumber pembiayaan sekolah. b. Pemerintah

Daerah yang menerapkan kebijakan Sekolah Gratis diwajibkan untuk

memenuhi kekurangan biaya operasional dari sumber APBD. c. Menambah

dana safeguarduing untuk Tim Managemen BOS di Propinsi/

Kabupaten/Kota. d. Memastikan BOS berjalan sesuai dengan Panduan yang

telah ditetapkan. e. Melakukan pengawasan penggunaan dana BOS di

tingkat sekolah dan menindaklanjuti jika ada indikasi penyimpangan. Mulai

tahun 2007 pengelolaan program BOS dipisah antara Departemen

Pendidikan Nasional dan Departemen Agama (Husein, 2017).

Penggunaan dana BOS di sekolah/ madrasah/ponpes harus didasarkan

pada hasil musyawarah bersama antara Kepala Sekolah, Dewan Guru dan

Komite dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Husein, 2017).;

Pertama, dana BOS Digunakan untuk: (1) Pembiayaan seluruh kegiatan

dalam rangka penerimaan siswa baru/ PPDB. (2) Pembelian Buku Teks

Pelajaran diluar BOS Buku. (3) Pembiayaan kegiatan pembelajaran seperti

ulangan harian, semester, remedial, pengayaan dan sejenisnya. (4)

Pembiayaan kegiatan Mulok dan Ekskul seperti kesenian, karya ilmiah,

pramuka, palang merah, olah raga dan sejenisnya. (5) Pembelian barang-

barang habis pakai untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah. (6) Pembiayaan

langganan daya dan jasa (7) Pembiayaan perawatan dan perbaikan fasilitas

sekolah. 8) Pembayaran honorium guru dan tenaga kependidikan honorer.

(9) profesi guru dan tenaga Pengembangan kependidikan. (10) Pembiayaan

pembuatan pelaporan BOS.

24
Kedua, dana BOS Tidak Boleh Digunakan: (1) Disimpan dalam jangka

waktu lama (investasi) dan dipinjamkan kepada fihak lain. (2) Biaya non

prioritas sekolah seperti studi tour, membayar bonus dan sejenisnya. (3)

Biaya rehabilitasi baik ringah maupun berat dan juga biaya untuk

membangun gedung / ruang baru. (4) Membiayai segala jenis kegiatan yang

telah dibiayai dari sumber dana Pemerintah Pusat/ Daerah, seperti

membayar honor guru kontrak/ bantu dan kelebihan jam mengajar (Husein,

2017).

BOS yang diterima oleh SD/SDLB/SMP/SMPLB,

SMA/SMALB/SMK, dan SLB dihitung berdasarkan jumlah peserta didik

pada sekolah yang bersangkutan, dengan besar satuan biaya sebagai berikut:

(1) SD sebesar Rp800.000,00 (delapan ratus ribu rupiah) per 1 (satu) peserta

didik per 1 (satu) tahun; (2) SMP sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)

per 1 (satu) peserta didik per 1 (satu) tahun; (3) SMA dan SMK sebesar

Rp1.400.000,00 (satu juta empat ratus ribu rupiah) per 1 (satu) peserta didik

per 1 (satu) tahun; (4) SDLB/SMPLB/SMALB/SLB sebesar

Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) per 1 (satu peserta didik per 1 (satu) tahun

(Husein, 2017).

Penyaluran dana dilakukan setiap 3 bulan, yaitu periode Januari-Maret,

April-Juni, Juli-September, dan Oktober-Desember. Pada tahun anggaran

2013, dana BOS diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari sampai

dengan Desember 2013, yaitu Triwulan I dan II tahun anggaran 2013 tahun

ajaran 2012/2013 dan Triwulan III dan IV tahun anggaran 2013 tahun ajaran

25
2013/2014. Dana BOS diterima oleh sekolah secara utuh, dan dikelola

secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan dewan guru dan Komite

Sekolah dengan menerapkan MBS dalam Juknis BOS Ditjen Dikdas (2011,

p. 7), yang menyatakan bahwa: (1) sekolah mengelola dana secara

profesional, transparan dan akuntabel; (2) sekolah harus memiliki Rencana

Jangka Menengah yang disusun 4 tahunan; (3) sekolah harus menyusun

Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk Rencana Kegiatan dan

Anggaran Sekolah (RKAS), dimana dana BOS merupakan bagian integral

dari RKAS tersebut; (4) Rencana Jangka Menengah dan RKAS harus

disetujui dalam rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan

Komite Sekolah dan disahkan oleh SKPD Pendidikan Kabupaten/ kota

(untuk sekolah negeri) atau yayasan (untuk sekolah swasta) (Husein, 2017).

2.2.3. Konsep Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Dalam buku petunjuk teknis tentang dana BOS, BOS adalah program

pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya

operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana

program wajib belajar. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, biaya non personalia adalah biaya

untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung

berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana,

uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dll. Namun demikian,

ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan

dibiayai dengan dana BOS (Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan

26
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Teknis

Bantuan Operasional Sekolah).

Secara khusus program BOS bertujuan untuk: (1) Membebaskan

pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT

(Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan

sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional

(SBI). Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap

mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga

sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih; (2) Membebaskan pungutan

seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di

sekolah negeri maupun swasta; (3) Meringankan beban biaya operasi

sekolah bagi siswa di sekolah swasta (Husein, 2017).

2.3. Evaluasi

2.3.1. Pengertian Evaluasi

Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation

dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Adapun dari segi istilah,

sebagaimana dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown

(dalam Sudijono: 2013) yaitu evaluation refer to the act or process to

determining the value of something. Menurut definisi ini, maka istilah

evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung pengertian suatu tindakan

atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Menurut Suchman

(Arikunto: 2008) memandang evaluasi sebagai proses menentukan hasil

27
yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung

tercapainya tujuan.

Sedangkan menurut Wirawan, mendefinisikan evaluasi sebagai riset

mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang bermanfaat

mengenai objek evaluasi, menilainya dengan membandingkan dengan

indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan

mengenai objek evaluasi. Evaluasi menurut Kumano (2001) merupakan

penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen.

Stufflebeam mengatakan bahwa evaluasi merupakan penggambaran,

pencairan, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil

keputusan dalam menentukan alternatif keputusan (Arikunto : 2008). Dan

menurut Latief (2011) evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan

dalam meningkatkan kualitas, kinerja, atau produktivitas suatu lembaga

dalam melakukan programnya.

Menurut Lester dan Stewart (dalam Agustino, 2008:185) menjelaskan

bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu

kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan

dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang dinginkan. Anderson

(dalam Arikunto dan Safrudin, 2004) memandang Evaluasi sebagai sebuah

proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang

direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam

(dalam Arikunto dan Safrudin, 2004), mengungkapkan bahwa Evaluasi

merupakan proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang

28
bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif

keputusan.

Wirawan (2012:7) menjelaskan “Evaluasi sebagai riset untuk

mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang bermanfaat

mengenai objek evaluasi, menilainya dengan membandngkannya dengan

indikator dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai

objek evaluasi”.

Dari beberapa pengertian evaluasi diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu

evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk

melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program

itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai program

tersebut.

Evaluasi kebijakan secara sederhana, menurut Dunn (1999, dalam

Subarsono, 2011), berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai-

nilai atau manfaat-manfaat hasil kebijakan. Lebih lanjut Dunn (1999, dalam

Subarsono, 2011: 124) menjelaskan ada tiga jenis pendekatan terhadap

evaluasi, yakni evaluasi semu; yakni pendekatan evaluasi yang

menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang

terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan, tanpa menayakan

manfaat atau nilai dari dari hasil kebijakan tersebut pada individu,

kelompok, atau masyarakat. Selanjutnya evaluasi formal; yakni adalah

pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk

menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil

29
kebijakan berdasarkan sasaran program kebijakan yang telah ditetapkan

secara formal oleh pembuat kebijakan. Selanjutnya evaluasi proses

keputusan teroitis; yakni pendekatan evaluasi yang menggunakan metode

deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipercaya dan valid

mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh

berbagai steakholders.

Sebagai pembanding James P. Lester dan Joseph Steward Jr. (dalam

Nugroho, 2009:674) mengelompokkan evaluasi implementasi kebijakan

menjadi evaluasi proses, yaitu evaluasi yang berkenaan dengan proses

implementasi; evaluasi impak, yaitu evaluasi berkenaan dengan hasil dan/

atau pengaruh dari implementasi kebijakan; evaluasi kebijakan yaitu apakah

benar hasil yang dicapai mencerminkan tujuan yang dikehendaki; dan

evaluasi metaevaluasi yang berkenaan dengan evaluasi berbagai

implementasi kebijakan yang ada untuk menemukan kesamaan-kesamaan

tertentu. Sedangkan James Anderson (dalam Winarno,2012:168), membagi

evaluasi kebijakan publik menjadi tiga, tipe pertama, evaluasi kebijakan

publik yang dipahami sebagai kegiatan fungsional. Kedua, evaluasi yang

memfokuskan pada bekerjanya kebijakan. Ketiga, evaluasi kebijakan

sistematis yang melihat secara objektif program-program kebijakan yang

ditujukan untuk mengukur dampkanya bagi masyarakat dan sejauh mana

tujan-tujuan yang ada telah dinyatakan telah dicapai.

Secara umum Dunn (dalam Nugroho, 2009:671) menjelaskan mengenai

indikator-indokator dalam melakukan evaluasi terhadap suatu kebijakan

30
yakni: (1) Efektifitas; apakah hasil yang diinginkan telah dicapai? (2)

Efisiensi; seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang

diinginkan? (3) Kecukupan; seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan

memecahkan masalah? (4) Perataan; apakah biaya manfaat didistribusikan

dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda? (5)

Responsivitas; apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi,

atau nilai kelompok-kelompok tertentu? (6) Ketepatan; apakah hasil (tujuan)

yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?

Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan dapat ditarik kesimpulan

bahwa evaluasi kebijakan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam

rangka melihat implementasi kemudian melakukan penilaian terhadap

jalannya suatu kebijakan apakah kebijakan sudah terealisasi dengan baik

atau belum, adapun tujuan dari evaluasi ialah untuk mengetahui apakah

kebijakan tersebut layak untuk dilanjutkan atau tidak.

2.3.2. Tujuan Evaluasi

Setiap kegiatan yang dilaksanakan mempunyai tujuan tertentu,

demikian juga dengan evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui

pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui terlaksananya

kegiatan program. Tujuan evaluasi berbeda-beda tergantung dari konsep

atau pengertian seseorang tentang evaluasi (Latief: 2011); (1) Mengukur

pengaruh program terhadap masyarakat. Program dirancang dan

dilaksanakan sebagai layanan atau intervensi sosial untuk meyelesaikan

masalah, problem, situasi, dan keadaan yang dihadapi masyarakat.

31
(2) Menilai apakah program telah dilaksanakan program sesuai dengan

rencana. Setiap program direncanakan dengan teliti dan pelaksanaannya

harus sesuai dengan rencana tersebut, dan jika tidak sesuai maka harus

dilakukan koreksi. (3) Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai

dengan standar. Setiap program dirancang dan dilaksanakan berdasarkan

standar tertentu, dan diukur apakah semua standar tersebut telah dipenuhi

dalam melaksanakn program tersebut. (4) Dapat mengidentifikasi dan

menemukan dimensi program yang berjalan maupun yang tidak berjalan. (5)

Pengembangan staf program. Evaluasi dapat dipergunakan untuk

mengembangkan kemampuan staff garis depan yang langsung menyajikan

layanan kepada klien dan para pemangku kepentingan lainnya. (6)

Memenuhi ketentuan undang-undang. Suatu program disusun untuk

melaksanakan undangundang tertentu. Suatu program dirancang dan

dilaksanakan berdasarkan ketentuan undangundang untuk menyelesaikan

masalah yang dihadapi masyarakat. (7) Akreditasi program. Lembaga-

lembaga yang melayani kepentingan masyarakat seperti sekolah,

universitas, hotel, dan lain-lain sebagaimana perlu dievaluasi untuk

menentukan apakah telah menyajikan layanan kepada masyarakat sesuai

dengan standar layanan yang ditentukan. (8) Mengukur cost effectiveness

dan cost-efficiency. Untuk melaksanakan suatu program diperlukan

anggaran yang setiap organisasi memiliki keterbatasan jumlahnya. (9)

Mengambil keputusan mengenai program. Jika evaluasi suatu program

menunjukkan berhasil melakukan perubahan dengan baik untuk mencapai

32
tujuannya, maka program akan dilanjutkan, dan sebaliknya jika tidak maka

program harus dihentikan.

Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat

sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan

program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi,

program-program yang berjalan tidak dapat dilihat efektifitasnya. Dengan

demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak

akan didukung oleh data. Karenanya, evaluasi program bertujuan untuk

menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil

kebijakan (decision maker) untuk memutuskan apakah akan melanjutkan,

memperbaiki atau menghentikan sebuah program.

Sudjana (2006 : 48) menyebutkan terdapat 6 (enam) tujuan khusus

Evaluasi Program hal, yaitu untuk: (1) Memberikan masukan bagi

perencanaan program; (2) Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan

yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program;

(3) Memberikan masukan bagi pengambilan keputusan tentang modifikasi

atau perbaikan program; (4) Memberikan masukan yang berkenaan dengan

faktor pendukung dan penghambat program; (5) Memberi masukan untuk

kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervisi dan monitoring)

bagi penyelenggara, pengelola dan pelaksana program dan; (6) Menyajikan

data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan luar

sekolah.

33
Tujuan evalusi program menurut Beni Setiawan, (1999:20 ) adalah agar

dapat diketahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan

kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program dapat dinilai dan

dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan program dimasa yang akan datang.

Sudjana (2006 : 48) menjelaskan tujuan evalusi adalah untuk melayani

pembuat kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk

pengambilan keputusan secara bijaksana. Oleh karenanya evaluasi program

dapat menyajikan 5 (lima) jenis informasi dasar sebagai berikut; (1)

Berbagai data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah pelaksanaan

suatu program harus dilanjutkan. (2) Indikator-indikator tentang program-

program yang paling berhasil berdasarkan jumlah biaya yang digunakan. (3)

Informasi tentang unsur-unsur setiap program dan gabungan antar unsur

program yang paling efektif berdasarkan pembiayaan yang diberikan

sehingga efisiensi pelaksanaan program dapat tercapai. (4) Informasi untuk

berbagai karakteristik sasaran program-program pendidikan sehingga para

pembuat keputusan dapat menentukan tentang individu, kelompok, lembaga

atau komunitas mana yang paling menerima pengaruh dari palayanan setiap

program. (5) Informasi tentang metode-metode baru untuk memecahkan

berbagai permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi pengaruh program.

2.3.3. Dimensi dan Tahapan Evaluasi

Setelah menentukan obyek evaluasi selanjutnya harus menentukan

aspek-aspek dari obyek yang akan evaluasi. Menurut Stake, 1967,

Stuffebeam, 1959, Alkin 1969 (dalam Arikunto, 2007) telah mengemukakan

34
bahwa evaluasi berfokus pada empat aspek yautu: (1) Konteks; (2) Input;

(3) Proses implementasi; (4) Produk. Bridgman dan Davis (dalam Farida

Yusuf, 2000) yaitu evaluasi program yang secara umum mengacu pada 4

(empat) dimensi yaitu; (1) Indikator input; (2) Indikator process; (3)

Indikator outputs; (4) Indikator outcomes.

Menurut Beni Setiawan (1999:20) Direktorat Pemantauan dan Evaluasi

Bapenas, tujuan evalusi program adalah agar dapat diketahui dengan pasti

apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam

pelaksanaan program dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan

pelaksanaan program dimasa yang akan datang.

Selanjutnya Beni Setiawan, (1999:20) menyatakan bahwa dimensi

utama evaluasi diarahkan kepada hasil, manfaat, dan dampak dari program.

Pada prinsipnya yang perlu dibuat perangkat evaluasi yang dapat diukur

melalui empat dimensi yaitu: (1) indikator masukan (input); (2) Proses

(process); (3) keluaran (output); (4) indikator dampak atau (outcame)

Evaluasi merupakan cara untuk membuktikan keberhasilan atau

kegagalan pelaksanaan dari suatu program, oleh karena itu pengertian

evaluasi sering digunakan untuk menunjukan tahapan siklus pengelolahan

program yang mencakup; (1) Evaluasi pada tahap perencanaan (EX-ANTE).

Pada tahap perencanaan, evaluasi sering digunakan untuk memilih dan

menentukan prioritas dari berbagai alternative dan kemungkinan cara

mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. (2) Evaluasi pada

tahap pelaksanaan (ON-GOING). Pada tahap pelaksanaan, evaluasi

35
digunakan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program

dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. (3)

Evaluasi pada tahap Pasca Pelaksanaan (EX-POST) pada tahap paska

pelaksanaan evalusi ini diarahkan untuk melihat apakah pencapaian

(keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan

yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini dilakukan setelah program berakhir

untuk menilai relevansi (dampak dibandingkan masukan), efektivitas (hasil

dibandingkan keluaran), kemanfaatan (dampak dibandingkan hasil), dan

keberlanjutan (dampak dibandingkan dengan hasil dan keluaran) dari suatu

program.

Hubungan ketiga tahapan tersebut sangat erat, selajutnya terdapat

perbedaan metodelogi antara evaluasi program yang berfokus kerangka

anggaran dengan yang berfokus pada kerangka regulasi. Evaluasi program

yang berfokus pada anggaran dilakukan dengan dua cara yaitu : Penilaian

indikator kinerja program berdasarkan keluaran dan hasil dan studi evaluasi

program berdasarkan dampak yang timbul. Cara pertama dilakukan melalui

perbandingan indikator kinerja sasaran yang direncanakan dengan realisasi,

informasi yang relevan dan cukup harus tersedia dengan mudah sebelum

suatu indikator kinerja program dianggap layak. Cara yang kedua

dilaksanakan melalui pengumpulan data dan informasi yang bersifat lebih

mendalam (in-depth evaluation) terhadap hasil, manfaat dan dampak dari

program yang telah selesai dilaksanakan. Hal yang paling penting adalah

mengenai informasi yang dihasilkan dan bagaimana memperoleh informasi,

36
dianalisis dan dilaporkan. Informasi harus bersifat independen, obyektif,

relevan dan dapat diandalkan. Untuk lebih jelas tahapan evaluasi

sebagaimana gambar berikut:

Gambar 2.1.Kriteria Evaluasi Program

2.3.4. Jenis-Jenis Evaluasi

Departemen Pertanian (1990) mengemukakan jenis evaluasi untuk

mengevaluasi suatu program, yaitu:

1. Evaluasi Input; adalah penilaian terhadap kesesuaian antara input-

input program dengan tujuan program. Input adalah semua jenis

barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya

lainnya, yang perlu tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan

dalam rangka menghasilkan Output dan tujuan suatu proyek atau

program.

2. Evaluasi Output; adalah penilaian terhadap Output-Output yang

dihasilkan oleh program. Output adalah produk atau jasa tertentu

yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input

yang tersedia, untuk mencapai tujuan proyek atau program.


37
Contoh Output adalah perubahan pengetahuan (aras kognitif),

perubahan sikap (aras afektif), kesediaan berprilaku (aras konatif)

dan perubahan berprilaku (aras psikomotorik). Aras kognitif

adalah tingkat pengetahuan seseorang. Aras afektif adalah

kecenderungan sikap seseorang yang dipengaruhi oleh perasaanya

terhadap suatu hal. Aras konatif adalah kesediaan seseorang

berprilaku tertentu yang dipengaruhi oleh sikapnya terhadap suatu

hal. Aras tindakan adalah perilaku seseorang yang secara nyata

diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari sehingga dapat

diwujudkan menjadi suatu pola.

3. Evaluasi Effect (Efek); adalah penilaian terhadap hasil yang di

peroleh dari penggunaan Output-Output program. Sebagai contoh

adalah efek yang dihasilkan dari perubahan perilaku peserta suatu

penyuluhan. Efek biasanya sudah mulai muncul pada waktu

pelaksanaan program namun efek penuhnya baru tampak setelah

program selesai.

4. Evaluasi Impact (Dampak); adalah penilaian terhadap hasil yang

diperoleh dari efek proyek yang merupakan kenyataan

sesungguhnya yang dihasilkan oleh proyek pada tingkat yang

lebih luas dan menjadikan proyek jangka panjang. Evaluasi dapat

dipergunakan dengan penggunaan penilaian yang kualitatif.

Secara umum Nugroho (2009: 537) mengatakan bahwa evaluasi dapat

dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

38
a) Evaluasi pada Tahap Perencanaan. Kata evaluasi sering

digunakan dalam tahap perencanaan dalam rangka mencoba

memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai

laternatif dan kemungkinan terhadap cara mencapai tujuan yang

telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu diperlukan berbgai

teknik yang dapat dipakai oleh perencana. Satu hal yang patut

dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah bahwa metode- metode

yang ditempuh dalam pemilihan pioritas tidak selalu sama untuk

setiap keadaan, melainkan berbeda menurut hakekat dari

permasalahan itu sendiri.

b) Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan. Pada tahap ini, evaluasi

adalah suatu kegiatan dengan melakukan analisa untuk

menentukan tingkat pelaksanaan dibanging dnegan rencana.

Terdapat perbedaan anatara evaluasi menurut pengertian ini

dengan mentoring. Mentoring menganggap bahwa tujuan yang

ingin dicapai sudah tepat dan bahwa program tersebut

direncankana untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Mentoring

melihat apakah pelaksanaan proyek sudah sesuai dengan

rencana dan bahwa rencana tersebut sudah tepat untuk mencapai

tujuan. Sedangkan evaluasi melihat sejauh mana proyek masih

tetap dapat mencapai tujuanya, apakah tujuan tersebut akan

memcahkan masalah yang ingin dipecahkan. Evaluasi juga

39
mempertimbangkan faktor – faktor luar yang mempengaruhi

keberhasilan proyek terebut, baik membantu atau menghambat.

c) Evaluasi pada Tahap Paska Pelaksanaan. Dari sisni pengertian

evaluasi hampir sama dengan pengertian pada tahap

pelaksanaan, hanya perbedaan yang dinilai dan dianalisa bukan

lagi tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan rencan, tetap

hasil pelaksanaan dibanding dengan rencana yakni apakah

dampak yang dihasilakn oleh pelaksana kegiatan tersebut sesuai

dengan tujuan yang ingin dicapai.

2.3.5. Evaluasi Bantuan Operasional Sekolah

Sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban dalam pelaksanaan

Program BOS, masing-masing pengelola program di tiap tingkatan (Pusat,

Provinsi, Kabupaten/Kota, Sekolah) diwajibkan untuk melaporkan hasil

kegiatannya kepada pihak terkait. Secara umum, hal-hal yang dilaporkan

oleh pelaksana program adalah yang berkaitan dengan statistik penerima

bantuan, penyaluran, penyerapan, pemanfaatan dana, pertanggungjawaban

keuangan serta hasil monitoring evaluasi dan pengaduan masalah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyediakan

software/perangkat lunak untuk membantu sekolah dalam menyusun

laporan keuangan tingkat sekolah. Aplikasi ini diberi nama Aplikasi

Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Dana BOS (Alpeka BOS) yang

dapat diunduh secara gratis dari www.bos.kemdikbud.go.id. Oleh karena

itu, sekolah dilarang membeli aplikasi lain yang sejenis dengan

40
menggunakan dana BOS. Bilamana terdapat kesulitan dalam penggunaan

aplikasi ini, sekolah/tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota dapat

menghubungi Tim Manajemen BOS Pusat.

Pengawasan program BOS meliputi pengawasan melekat, pengawasan

fungsional, dan pengawasan masyarakat. (1) Pengawasan Melekat yang

dilakukan oleh pimpinan masing-masing instansi kepada bawahannya baik

di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota maupun sekolah. Prioritas utama

dalam program BOS adalah pengawasan yang dilakukan oleh SKPD

Pendidikan Kabupaten/Kota kepada sekolah. (2) Pengawasan Fungsional

Internal oleh Inspektorat Jenderal Kemdikbud serta Inpektorat Daerah

Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan melakukan audit sesuai dengan

kebutuhan lembaga tersebut atau permintaan instansi yang akan diaudit,

serta sesuai dengan wilayah kewenangan masing-masing. (3) Pengawasan

oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan

melakukan audit atas permintaan instansi yang akan diaudit. (4)

Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai dengan

kewenangan. (5) Pengawasan masyarakat dalam rangka transparansi

pelaksanaan program BOS oleh unsur masyarakat dan unit-unit pengaduan

masyarakat yang terdapat di sekolah, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat

mengacu pada kaedah keterbukaan informasi publik, yaitu: semua dokumen

BOS dapat diakses oleh publik kecuali yang dirahasiakan. Apabila terdapat

indikasi penyimpangan dalam pengelolaan BOS, agar segera dilaporkan

kepada instansi pengawas fungsional atau lembaga berwenang lainnya.

41
Sanksi terhadap penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan

negara dan/atau sekolah dan/atau peserta didik akan dijatuhkan oleh

aparat/pejabat yang berwenang. Sanksi kepada oknum yang melakukan

pelanggaran dapat diberikan dalam berbagai bentuk, misalnya seperti

berikut; (1) Penerapan sanksi kepegawaian sesuai dengan peraturan dan

undang-undang yang berlaku (pemberhentian, penurunan pangkat, mutasi

kerja). (2) Penerapan tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi, yaitu dana

BOS yang terbukti disalahgunakan agar dikembalikan kepada satuan

pendidikan atau ke kas daerah provinsi. (3) Penerapan proses hukum, yaitu

mulai proses penyelidikan, penyidikan dan proses peradilan bagi pihak yang

diduga atau terbukti melakukan penyimpangan dana BOS. (4) Pemblokiran

dana dan penghentian sementara seluruh bantuan pendidikan yang

bersumber dari APBN pada tahun berikutnya kepada

provinsi/kabupaten/kota, bilamana terbukti pelanggaran tersebut dilakukan

secara sengaja dan tersistem untuk memperoleh keuntungan pribadi,

kelompok, atau golongan.

Manajemen keuangan sekolah pada prinsipnya adalah aktivitas yang

mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan,

pembelanjaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan sekolah.

Kegiatan di sekolah yang sangat kompleks membutuhkan pengaturan yang

baik. Keuangan di sekolah merupakan bagian yang amat penting karena

setiap kegiatan butuh uang. Keuangan juga perlu diatur sebaik-baiknya.

Untuk itu perlu manajemen keuangan yang baik. Sebagaimana yang terjadi

42
di substansi manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen

keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian.

Tugas utama para pengelola/manager adalah pada kegiatan perencanaan

dan pengawasan. Dalam suatu usaha, pemerintah dan kelompok kegiatan,

suatu sistem perencanaan dan pengawasan (disebut juga manajerial

penganggaran) secara luas digunakan, hal ini menunjukkan tanggung jawab

perencanaan dan pengawasan. Menjadi pengawas bagi suatu sekolah tidak

mudah, untuk itu perlu adanya keterlibatan semua komponen (Welsch,

1988: 1).

Laporan melihat kemajuan melalui rekaman, penelitian dan

penyelidikan maupun penyelidikan bahwa segala sesuatu sesuai rencana dan

membuat perbaikan ketika dibutuhkan kemudian disampaikan kepada

pemimpin yang bertanggung jawab. Seperti yang dikemukakan Lunenburg

& Ornstein (2000, p. 6), yaitu: Reporting verifies progress through records,

research, and inspection; ensures that things happen according to plan;

takes arty corrective action when necessary; and keeps those to whom the

chief executive is responsible informed. Dapat diartikan bahwa pelaporan

memverifikasi kemajuan melalui catatan, penelitian, dan inspeksi,

memastikan bahwa sesuatu terjadi sesuai rencana yang telah ditetapkan,

mengambil tindakan korektif artinya bila diperlukan rencana dapat segera

ditata ulang, dan membuat orang-orang kepada siapa eksekutif bertanggung

jawab informasi. Bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan dengan

43
mencatat, meneliti, dan menginpeksi merupakan laporan yang harus dibuat

oleh para pemimpin dalam memverifikasi kemajuan suatu kegiatan.

2.4. Kerangka Berpikir

Secara khusus program BOS bertujuan untuk: (1) Membebaskan

pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT

(Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan

sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional

(SBI). Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap

mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga

sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih; (2) Membebaskan pungutan

seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di

sekolah negeri maupun swasta; (3) Meringankan beban biaya operasi

sekolah bagi siswa di sekolah swasta.

Evaluasi kebijakan secara sederhana, menurut Dunn (1999, dalam

subarsono, 2011), berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai-

nilai atau manfaat-manfaat hasil kebijakan. Lebih lanjut Dunn (1999, dalam

Subarsono, 2011: 124) menjelaskan ada tiga jenis pendekatan terhadap

evaluasi, yakni evaluasi semu; yakni pendekatan evaluasi yang

menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang

terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan, tanpa menayakan

manfaat atau nilai dari dari hasil kebijakan tersebut pada individu,

kelompok, atau masyarakat. Selanjutnya evaluasi formal; yakni adalah

pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk

44
menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil

kebijakan berdasarkan sasaran program kebijakan yang telah ditetapkan

secara formal oleh pembuat kebijakan. Selanjutnya evaluasi proses

keputusan teroitis; yakni pendekatan evaluasi yang menggunakan metode

deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipercaya dan valid

mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh

berbagai steakholders.

Sudjana (2006 : 48) menyebutkan terdapat 6 (enam) tujuan khusus

Evaluasi Program hal, yaitu untuk: (1) Memberikan masukan bagi

perencanaan program; (2) Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan

yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program;

(3) Memberikan masukan bagi pengambilan keputusan tentang modifikasi

atau perbaikan program; (4) Memberikan masukan yang berkenaan dengan

faktor pendukung dan penghambat program; (5) Memberi masukan untuk

kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervisi dan monitoring)

bagi penyelenggara, pengelola dan pelaksana program dan; (6) Menyajikan

data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan luar

sekolah.

45
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan diatas maka dapat

digambarkan kerangka pikir penelitian sebagai berikut:

Organisasi /
Lemabaga
Pelaksana

Evaluasi Waktu Pelaksanaan


Pengelolaan Dana
Bos

Program yang
Dievaluasi

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

46

Anda mungkin juga menyukai