Anda di halaman 1dari 6

LIHAT KE HALAMAN ASLI

Imran Rusli

TERVERIFIKASI
Penulis dan jurnalis sejak 1986

FOLLOW
Pesta Adat Besar-besaran di Nagari Talu

9 Juni 2012 05:49 | Diperbarui: 25 Juni 2015 04:12

13392219491336795866
[caption id="attachment_193563" align="aligncenter" width="300" caption="Tuanku
Bosa XIV memasangkan keris emas kepada penghulu (pemuka adat) yang baru diangkat"]
[/caption]

Jumat 21 – Minggu 23 Juni akan menjadi hari yang sangat bersejarah bagi Nagari
Talu. Nagari yang menyebut diri Salingka Nagari Talu ini terletak 197 Km di utara
Kota Padang dan 154 Km di barat Bukittinggi, Sumatera Barat.

Pada tiga hari itu, Nagari Talu yang memiliki luas 112 Km persegi dan berpenduduk
8.200 jiwa akan menyelenggarakan acara peresmian Rumah Gadangserta Obyek Wisata
Alam dan Budaya Koto Dalam Talu dan malewakan 5 datuk sekaligus. Seeekor kerbau
akan dikorbankan untuk acara tersebut.

Sekitar 300 tamu/undangan dari seluruh pelosok nusantara dan Malaysia akan
meramaikan nagari kecil ini selama tiga hari itu. Di daftar undangan terlihat
beberapa nama seperti Prof Khaled (Ketua Pengerusi Talu Malaysia),lalu mantan
Menteri Perhubungan RI dan Gubernur Sumatera Barat Ir H. Azwar Anas, , DR Ari
Gynanjar penggagas program motivasi spiritual ESQ, raja dan sultan dari seluruh
kraton dan kesultanan yang ada di Indonesia, para pejabat propinsi dan kabupaten,
LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) propinsi dan kabupaten, Camat
Talamau, para pemangku adat dan Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari) se-Sumatera
Barat.

Gubernur Sumatera Barat Irwan Prajitno, Bupati Pasaman Barat Drs H. Baharuddin R.
MM dan Daulat Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyuang SM Taufik Thaib tentu saja sudah
di daftar teratas dalam acara ini. Mereka akan datang atas undangan pucuk adat yang
juga Raja Talu, Tuanku Bosa XIV dr H. Fadlan Maalip SKM.

Hotel-hotel, homestay dan rumah penduduk di Simpang Empat (Pasaman Barat), Lubuk
Sikaping (Pasaman), Bukittingi dan Talu sendiri akan dipenuhi tamu-tamu tersebut.
Mereka akan merasakan sejuknya udara Talu yang dulu sangat digemari oleh para
controlleuer Belanda.

Talu memang bukan nagari biasa. Saat ini Talu merupakan ibukota Kecamatan Talamau,
Kabupaten Pasaman Barat yang merupakan kabupaten tersendiri setelah dimekarkan dari
Kabupaten induknya Pasaman. Talu sendiri dulunya merupakan ibukota Kabupaten
Pasaman sebelum digantikan Lubuk Sikaping.

Pejabat-pejabat Belanda yang bertugas di wilayah Pasaman selalu berdomisi di Talu


yang beriklim sejuk karena terletak pada ketinggian 650 – 900 dpl (di atas
permukaan laut). Baik saat disibukkan Perang Padri (1821-1837) atau ketika mengurus
kebun kelapa sawit mereka di tempat yang kini disebut Ophir (Kabupaten Pasaman
Barat). Sejarah mencatat beberapa controlleur Belanda yang bertugas dan tinggal di
Talu.
Belanda juga menyewa daerah Tonang Talu untuk dijadikan onderneming (perkebunanan)
teh kepada Tuanku Bosa, sehingga Tuanku Bosa mampu membangun rumah sakit, pasar dan
kantor adat.

Pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1918 telah berdiri rumah sakit yang dipimpin
oleh dr Saleh—ayah Chairul Saleh, Waperdam di era pemerintahan Presiden Soekarno.
Sampai masuknya tentara Jepang 1942, di Taluselalu ada dokter yang melayani
masyarakat.

Waterleiding atau yang sekarang disebut air bersih PDAM (Perusahaan Daerah Air
Minum)sudah lama dikenal masyarakat Talu. Prasastinya bertuliskan anno 1925 yang
berarti diresmikan pada tahun 1925.

Kantor KAN (Kerapatan Adat Nagari) Talu yang dipakai saat ini sudah berusia lebih
dari 140 tahun, karena dibangun pada akhir abad XIX.

Sekolah gubernemen pertama berdiri di Talu, yang kemudian menjadi Sekolah Rakyat I
dan terletak di Jalan Bangkok Talu. School Opsineer pada akhir abad XIX sampai
dengan awal abad XX adalah Biran, ayahanda dari Prof. Dr. Biran, pembesar FKUI
(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), di mana dr Fadlan Maalip SKM, Tuanku
Bosa XIV, menimba ilmu kedokteran.

Anwar, ayah dari Rosihan Anwar, jurnalis terkemuka Indonesia menjabat demang di
Talu pada tahun 1930-an. Rosihan dapat menceritakan pengalaman masa kecilnya di
Talu. Rosihan pernah menulis dan membuat film dokumenter tentang Talu atas
penugasan PFN (Perusahaan Film Negara).

Betapa mencengangkannya latar belakang nagari kecil yang dijaga Gunung Talamau dan
Rimbo Panti ini!

Rumah Godang

Apa istimewannya rumah gadang Talu? Atau yang oleh masyarakat setempat disebut
rumah godang?Bukankah di daerah Sumatera Barat lain juga banyak rumah gadang yang
dibangun dan direhab oleh para perantau di kampungnya masing-masing?

Bedanya terletak pada konsep. Rumah gadang di tempat lain mungkin dibangun untuk
menunjukkan betapa megah dan mulianya kaum pemilik rumah gadang itu sekarang, rumah
gadang mereka juga dibangun untuk dipakai sebagai tempat tinggal sanak kerabat di
kampung atau seperti villa yang digunakan setiap kali pulang kampung.

Rumah gadang Talu yang terletak di Koto Dalam ini, dibangun untuk membangkjtkan
kembali semangat mengenal dan menjalankan adat seperti dulu. Paling tidak itulah
yang dikatakan dr Fadlan Maalip SKM atau Tuanku Bosa XIV saat ditanya motivasinya.

“Kita prihatin adat semakin jauh dari anak nagari (masyarakat setempat) padahal
adat sangat besar pengaruhnya pada pembentukan budi pekerti, karena adat
Minangkabau itu sangat dekat dengan ajaran agama Islam sesuai konsep ABS-SBK, Adat
Basandi Syarak – Syarak Basandi kitabullah (adat bersendi ajaran agama, ajaran
agama bersendi kitab suci Al Qura’an),” kata perantau yang sukses dengan perguruan
tinggi kesehatan dan keperawatan di Jambi ini.

Dari peruntukkan bagian-bagian di rumah gadang tampaknya dr Fadlan tidak mengada-


ada, karena di rumah gadang ini tidak terdapat kamar untuk tidur, kecuali untuk
keperluan simbolik belaka atau bahan pelajaran bagi yang ingin tahu.

Di lantai bawah, yang di zaman dulu digunakan sebagai garasi bendi atau pedati
hanya terdapat perpustakaan, museum mini, ruang shalat, ruang audio video di mana
pengunjung bisa nonton film-film adat atau belajar pepatah petitih Minang, ruang
kerajinan tangan tempat dipamerkannya benda-benda kerajinan dan sesekali tempat di
mana cara membuat aneka kerajinan tersebut dipamerkan.

Lalu ada dua kamar untuk kantor Tuanku Bosa dan kantor alternatif KAN Talu dan
Yayasan Rumah Gadang, yayasan yang dibentuk untuk mengurus rumah gadang ini.

Selebihnya ada replika dapur tradisional Minang, lengkap dengan tungku tigo
sajarangan dan ambin tempat kayu bakar di tasnya, dua kamar mandi dengan toilet
duduk dan toilet jongkok, satu gudang serta lemari pakaian adat yang bisa disewa
oleh para pengunjung jika ingin berfoto dalam pakaian datuk atau pesilat Minang dan
lain-lain. Tak ada kamar tidur, juga tak ada kursi tamu.

Lantai atas lebih khusus lagi. Ada anjungan barat atau anjungan rajo dan anjungan
timur atau anjungan puti, tempat raja, permaisuri dan para puti (putri, kemenakan
atau saudara perempuan raja) duduk bersantai. Tapi itu cuma replika karena dalam
keseharian raja, permaisuri dan para puti tidak duduk-duduk di situ, kecuali ada
acara adat yang mengharuskan mereka begitu.

Benar ada tiga biliak (kamar), satu biliak bundo kanduang, satu biliak puti, dan
satu biliak dalam. Biliak bundo kanduang dan biliak puti hanya model, tak ada bundo
kanduang ataupun puti yang tidur di situ malam atau siang hari. Sedangkan biliak
dalam hanya dipenuhi barang-barang sakral dan pakaian kebesaran lengkap Tuanku
Bosa.

Yang mendominasi justru balairung tempat berbagai acara adat dan pertemuan nagari
diselenggarakan. Ya, masyarakat nagari Talu, dari pemuka adat sampai anak sekolah
dan pemuda kampung, juga organisasi masyarakat apa saja yang ada di Talu, termasuk
partai politik boleh menggunakan balairung itu untuk acara mereka.

Lalu ada dua barando (beranda) yakni beranda depan dan beranda belakang. Barando
depan untuk menyambut tamu yang datang, barando belakang untuk duduk-duduk sore
menonton segala permainan rakyat yang dilangsungkan di medan nan bapaneh, atau
memainkan berbagai alat musik jika di rumah gadang ada acara, kalau tidak tempat
itu kosong saja.

Rumah gadang di Koto Dalam ini benar-benar hanya untuk kepentingan sosial dan
edukasi, seperti dikatakan Tuanku Bosa XIV, “Kita bangun rumah gadang ini untuk
pendidikan adat Minangkabau, siapa saja yang berminat bisa belajar adat di sini,”
katanya. Kalaupun kelak ada pungutan, itu hanya sekedarnya saja dan tidak
diberlakukan kepada semua orang, hanya yang patut-patut saja yang akan dimintai
yakni organisasi massa , partai politik dan jajaran pemerintahan yang jelas-jelas
punya anggaran untuk membiayai pertemuan-pertemuan mereka, sedangkan para pelajar
atau lembaga-lembaga pendidikan tarifnya damai saja, maklum kan memang ditujukan
untuk pendidikan.

Sejalan dengan tujuan edukasi tadi, di halaman rumah gadang juga ditanam tanaman-
tanaman yang biasanya memang ditanam di rumah gadang-rumah gadang Minang dulu. “Ada
bumbu dapur, tanaman obat dan bunga-bunga perlambang,” ungkap Tuanku Bosa XIV.

Di halaman ada dua rangkiang, yakni Sitinjau Lauik serta Sitangka Lapa dan Sibayau-
bayau yang digabung. Sitinjau Lauik adalah rangkiang yang berfungsi sebagai lumbung
padi untuk menyantuni para musafir yang kebetulan lewat dan kesusahan.

Sedangkan sibayau-bayau adalah lumbung penyimpan makanan untuk ketahanan pangan


kaum Tuanku Bosa, dan sitangka lapa adalah lumbung sosial juga tapi khusus untuk
anak nagari, untuk berjaga-jaga kalau panen gagal oleh berbagai sebab--bencana alam
misalnya—atau akibat musim kemarau.
13392198001089649956

[caption id="attachment_193551" align="aligncenter" width="300" caption="Tuanku


Bosa XIV memasangkan keris kepada penghulu yang baru diangkat"]

1339220029398930718

[/caption] [caption id="attachment_193552" align="alignleft" width="300"


caption="Rumah Gadang Talu yang akan diresmikan"]

13392202601161128424

[/caption] [caption id="attachment_193553" align="alignleft" width="300"


caption="Tabek Gadang (Kolam Besar)"]
13392204421349850668

[/caption] [caption id="attachment_193554" align="aligncenter" width="300"


caption="Rumah pohon di Tabek gadang"]
1339220624171015181

[/caption] [caption id="attachment_193555" align="aligncenter" width="300"


caption="Menanam padi "]
13392207941179847

[/caption]
Tak heran kalau ada yang menyebut, rumah gadang ini bisa membantu missi museum-
museum adat yang ada di Sumatera Barat dalam memperkenalkan adat Minangkabau pada
publik yang berminat pada kebudayaan ini.

Rumah gadang inilah—serta tobek godang (kolam besar) yang melengkapinya--yang akan
diresmikan penggunaannya oleh Gubernur Sumatera Barat, Daulat Yang Dipertuan Raja
Alam Pagaruyuang, tokoh Minang dan Bupati Pasaman Barat dalam bentuk
penandatanganan prasasti Sabtu 23 Juni 2012. Peresmian itu akan berlangsung di
hadapan 300-an tamu, termasuk raja-raja dan sultan se-nusantara, tamu dari
Malaysia, para pejabat propinsi dan kabupaten, LKAAM Sumbar dan kabupaten, Camat
Talamau, para pemangku adat se-Sumatera Barat, Ketua-ketua KAN serta para tamu,
undangan dan anak nagari Talu sendiri sebagai pihak yang punya hajat.

Tobek Godang

Tobek godang atau kolam besar adalah penunjang ekonomi anak nagari Talu.Karena
memang ditujukan untuk itu.

Selain memiliki berbagai wahana rekreasi anak seperti rumah pohon, outbond, arena
pemancingan, berbagai sarana wisata air (perahu, sepeda air), lapau (warung) yang
menjual aneka makanan dan minuman khas Talu seperti ubi, jagung, kacang, kue putu,
teh kahwa, gulo anau dan sebagainya, dua tobek godang ini—yakni tobek godang mudiak
seluas 1,5 hektar dan tobek godang ilie seluas 1 hektar—dikelilingi berbagai sumber
penghasilan seperti peternakan ikan tonsen, imas dan nila, penangkaran rumbai,
pandan, kumbuah dan mansiang,Perkebunan Manih Mato yakni perkebunan hortikultura
(buah-buahan dan sayuran) seluas 5 – 1- hektar; sertaperkebunan niniak mamak dan
anak nagari, antara lain yangsudah jadi:

Perkebunan karet percontohan seluas 0,5 hektar umur 3 tahun


Perkebunan gaharu yang dikelola Kelompok Tani Niniak Mamak Mataram seluas 5 hektar,
berusia 1 tahun
Perkebunan pembibitan rakyat yang dikelola Kelompok Tani Sepakat yang akan diikuti
dengan penanaman 50.000 batang karet, mahoni, surian, petai pada lahan seluas 25
hektar, saat ini usia bibit rata-rata satu tahun
Perkebunan pisang lilin seluas 40 hektar, saat ini berusia 2 tahun
Dalam master plan yang dipersiapkan dengan matang, terlihat juga sumber-sumber
penghasilan masa depan ini tak cuma sebatas itu, masih ada yang sedang dalam
perencanaan yaitu:

Perkebunan buah dan sayuran seluas 5 hektar sebagai unit usaha rumah godang.
Perkebunan karet niniak mamak seluas 100 hektar.
Perkebunan karet anak nagari.
Perkebunan coklat anak nagari.
Sawah penangkar benih padi.
Pembibitan ikan di tobek godang.
Perkebunan sawit.
“Semua ini memang sudah obsesi saya sejak lama, saya prihatin niniak mamak dan anak
nagari makin jauh dari adat gara-gara persoalan ekonomi, kini kami semua akan
bangkit secara bersama-sama, bersama-sama menuju sejahtera, bersama-sama pula
menegakkan kemuliaan adat dan agama, agar sentosa dunia akhirat,” ujar Tuanku Bosa
XIV takzim.

Dulu sebelum Belanda memporakporandakan adat dan Orde Baru menambah kerusakan
dengan program desanisasinya melalui UUNo. 5 Tahun 1979 yang diperkuat dengan Perda
No. 13 Tahun1983, di mana 543 nagari di Sumatera Barat dipecah menjadi sekitar
3.000 desa, wibawa para datuak/pangulu ditopang oleh pemasukannya yang berasal dari
berbagai sumber yaitu:

Ka rimbo babungo kayu (persentase dari hasil hutan)


Ka sungai babungo pasia (persentase dari hasil sungai)
Ka lauik babungo karang (persentase dari hasil laut)
Ka sawah babungo ampiang (persentase dari hasil sawah)
Ka ladang babungo tanah (persentase dari hasil tanah ulayat yang digunakan untuk
ladang)
Ka kampuang bapadi abuan (persentase dari hasil aktivitas ekonomi apapun dalam
kampung).
Karena itu, dulu, datuak dan pangulu itu pasti berkecukupan. Tak perlu lagi
memikirkan biaya rumah tangga.

Sekarang semua itu tidak ada. Akibatnya datuak dan pangulu tidak berdaya, tidak
bisa menjalankan kewajibannya dengan baik. Malah ada yang jatuh ke perbuatan
memalukan, seperti menggadai atau menjual harta pusaka sesukanya. Akibat
terusannya, wibawa dan kehormatannya hilang. Cucu kemenakan tidak lagi
menghormatinya karena mengganggap tidak ada yang pantas diambil atau dicontoh dari
dia.

Sekarang. Kalau ingin mengembalikan marwah dan wibawa datuak/pangulu tak ada jalan
lain, kesejahteraan ekonominya harus dikembalikan seperti dulu. Namun aturan formal
dan hukum yang berlaku tidak memungkinkan dia mendapatkan haknya seperti dulu lagi
karena sudah diambil alih oleh kecamatan, kabupaten, kota atau negara.

Jalan satu-satunya adalah menciptakan sumber ekonomi baru bagi para datuak/pangulu
ini, dan itulah yang telah dicoba rintis oleh Tuanku Bosa XIII dan diteruskan oleh
Tuanku Bosa XIV dalam bentuk aneka usaha di bidang perkebunan dan pariwisata.

Sambil menyelam minum air, mendapatkan sumber dana dari usaha yang melibatkan anak
nagari dan melakukan pendidikan adat kepada masyarakat, tanpa mengemis dana ke
pemerintah. Bukankah bagus sekali? imran rusli

Tulis Tanggapan Anda ...


TERPOPULER
KAMI, "Peti Mati" untuk Rocky Gerung
Aura PKS Pasca Kegaiban Anis Matta dan Fahri Hamzah
Pertamina Rugi 11 Triliun, Ahok Disalahkan
Belajar Politik dari Film Pendek "Tilik"
Keseharian (Psikologis) Seorang Perokok
NILAI TERTINGGI
Puisi: Api
Akhirnya, Saya Memilih untuk Menulis dan Menulis Saja
Merdeka Maya
Aku Ingin Menelan Senja
Tentang Menteri Luhut dan Celoteh Rocky Gerung
FEATURE ARTICLE
Selamat Hari Perumahan Nasional
TERBARU
Minimalisme di Tengah Materialisme
Mahasiswa FEB UHAMKA: "Kami Peduli Kami Berbagi"
KKN Unisri Memberikan Edukasi Tertib Lalu Lintas dan Protokol Kesehatan Covid-19
kepada Anak-anak
KKN Unisri Produksi Jus Kemasan Botol Gratis pada Masa Pandemi Covid-19
Memanusiakan Manusia Lewat Sentuhan Batik
HEADLINE
Menyoal Keinginan Giring Ganesha Menjadi Calon Presiden 2024
Android TV, Apple TV, dan Senjakala Siaran Televisi Konvensional
Tolak Komodifikasi Vaksin Covid-19, Jadikan Posyandu Sebagai POD
Belajar Politik dari Film Pendek "Tilik"
Puisi: Tiang Penyok

Copyright by

Anda mungkin juga menyukai