Anda di halaman 1dari 11

JURNAL PATTINGALLOANG

©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

Upacara Gaukang Tu Bajeng Kabupaten Gowa 1945-2017


Kusuma Ningrum, Najamuddin, Asmunandar
Pendidikan Sejarah FIS UNM
kusuma.ningrum0595@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang latar belakang terbentuknya Gaukang
dalam masyarakat Sulawesi Selatan, Upacara Gaukang Tu Bajeng pada masa awal kemerdekaan
dan masa sekarang, serta Pandangan masyarakat terhadap Upacara Gaukang Tu Bajeng kabupaten
Gowa. Penelitian ini bersifat deskriptif historis dengan menggunakan metode penelitian
sejarah,melalui tahapan-tahapan kerja yang meliputi; heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Heuristik adalah tahap pengumpulan sumber- sumber sejarah, sumber tersebut kemudian dikritik
untuk mendapatkan fakta dengan fakta lainnya. Sebagai tahap terakhir adalah historiografi atau
penyajian, yaitu merekontruksi peristiwa-peristiwa sejarah menjadi kisah sejarah dalam bentuk
deskriptif historis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gaukang sebagai simbol kekuatan leluhur
dipercaya oleh masyarakat sebagai jimat yang dapat menyelamatkan mereka.Gaukang menjadi
benda yang sakral dan sangat dihormati.Ketertarikan Tuan Fukusima untuk melihat benda
Gaukang di Bajeng/ Limbung membuat masyarakat Limbung mengadakan suatu Upacara yang
bernama Upacara Gaukang tu Bajeng.Upacara ini terus diaksanakan setiap tahun untuk
mengenang para pahlawan di wilayah Limbung/Bajeng dalam merebut maupun mempertahankan
kemerdekaan.

Kata Kunci: Upacara Gaukang, Bajeng Kabupaten Gowa

Abstrac

This study aims to know the background behind the formation of Gaukang in South Sulawesi
society, Gaukang Tu Bajeng Ceremony in the early days of independence and now, and the public
view of Gaukang Tu Bajeng ceremony of Gowa district. This study is historical descriptive by using
historical research methods, through the stages of work that includes; heuristics, criticism,
interpretation, and historiography. Heuristics is the stage of collecting historical sources, the source
is then criticized for getting the facts with other facts. As the last stage is historiography or
presentation, which is reconstructing historical events into historical stories in the form of historical
descriptive. The results showed that Gaukang as a symbol of the strength of ancestors believed by
the public as a talisman that can save them. Gaukang become a sacred and highly respected object.
The interest of Mr. Fukusima to see Gaukang objects in Bajeng / Limbung make Limbung society
hold a ceremony called Ceremony Gaukang tu Bajeng. This ceremony is held every year to
commemorate the heroes of the Limbung / Bajeng region in seizing and maintaining
independence.

Keywords: Ceremony Gaukang, In Bajeng Gowa Regency

Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 101
JURNAL PATTINGALLOANG
©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

A. Pendahuluan termasuk di wilayah Sulawesi Selatan


Upacara tradisional adalah sarana khususnya wilayah Bajeng (Limbung)
pengokohan nilai-nilai budaya dari suatu kabupaten Gowa. Datang seorang perwira
kebudayaan masyarakat penduduknya, Jepang yang bernama Fukusima.Ia datang
berfungsi sebagai sarana kegiatan melestarikan dengan cara yang lain dengan sifatnya yang
norma-norma, serta nilai-nilai budaya yang tidak sama pula dengan orang jepang lainnya
berlaku dalam masyarakat secara turun- Kedatangan Fukusima ke Balla Lompoa ingin
temurun.Norma-norma serta nilai-nilai mengadakan musyawarah dengan pemuka
budaya tersebut, menjadi pegangan penduduk Bajeng (Limbung) dengan cara
masyarakat dalam kehidupan sosialnya agar mendekati Batang Banoa Appaka (pemuka
tetap dipatuhi dan ditaati oleh para adat di Balla Lompoa Bajeng).
pendukungnya (Marhaeni, 2011) “Ia datang ki Limbung untuk melihat
Sulawesi Selatan memiliki ragam etnik gaukang yang tersimpan di Balla
yang unik, dengan pelbagai budaya dan Lompoa. Semula maksud dari Fakusima
adatnya yang masing-masing dianut dan itu mendapat tantangan yang keras
dipercayai oleh masyarakat sekitar, terutama dari para pemuka-pemuka
penghargaan terhadap nilai budaya di masyarakat karena menganggap bahwa
Sulawesi Selatan masih sangat kental dengan gaukang itu adalah barang keramat dan
beberapa upacara adatnya, salah satunya tidak bisa dilihat tanpa suatu upacara
adalah upacara adat gaukang di Gowa. khusus. Akan tetapi, karena yang datang
Menurut salah satu sumber, yaitu kamus itu adalah orang Jepang yang berkuasa
bahasa Makassar, kata gaukang berasal dari pada saat itu maka atas dasar pandangan
bahasa Makassar, yaitu gauk yang kemudian dan anjuran dari beberapa orang
mendapat akhiran ang artinya bekerja termasuk Batang Banoa Appaka yang
(kegiatan) atau pengabdian hamba kepada menjadi penanggung jawab atas
sesuatu yang sangat dihormati (Arief, 1995). pemeliharaan Gaukanga tersebut,
Penghormatan terhadap kegiatan upacara akhirnya kotak Gaukang Tu Bajeng di
adat gaukangdalam masyarakat memunculkan Limbung di buka dan dikeluarkan dua
semangat kebersamaan dan gotong royong buah benda. Dua buah benda tersebut
yang sudah berurat dan berakar dalam tidak lain adalah dua lembar bendera
masyarakat. Dalam kegiatan ini akan berwarna putih dan merah (Arfah
menimbulkan adanya pembangunan nasional Muhammad, 1995).
yaitu mewujudkan suatu masyarakat adil dan Hingga pada tanggal 14 agustus 1945
makmur yang merata baik secara materil dan upacara gaukang digelar. Opsir tuan
spiritual berdasarkan pancasila. Demikian Fukusima menyampaikan pidato di depan
halnya yang terjadi dalam masyarakat Bajeng, rumah adat Balla Lompoa. Sepertinya
Upacara adat yang digelar setiap tahunnya ini kedatangan Fukusima dengan cara
menjadi upacara adat yang berbeda dari pendekatannya tersebut mampu menambah
daerah lainnya.Selain karena dirangkaikan semangat para tokoh dan pemuda Bajeng
dengan kegiatan pengibaran bendera merah dalam bersiap mempertahankan negerinya
putih juga dalam selang waktu dua tahun dari serangan balik tentara sekutu.
sekali diadakan pengiringan benda pusaka “Saat opsir Jepang Tuan Fukusima
kerajaan Bajeng ke Bungung Barania. berpidato di depan rumah adat Balla
Menjelang masa kemerdekaan (1945), lompoa Limbung pada 14 Agustus 1945.
ketika Indonesia di jajah oleh Jepang Pidato beliau diterjemahkan oleh

Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 102
JURNAL PATTINGALLOANG
©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

Abd.Salam Dg.Sikki, guru Madrasah pertimbangan, bahwa beberapa sumber yang


Muallimin Limbung. Isi pidato tuan mengungkap tentang gaukanga sangat
Fukusima bertanya pada pemuda, terbatas. Beberapa diantaranya kajian sejarah
Apakah Saudara rela dijajah dan budayanya sangat kurang dan tidak
kembali?secara spontan warga menunjukkan sebagai karya ilmiah sekaligus
menyatakan „tidak!‟. Jepang kemudian karya tersebut ditulis oleh bukan yang berlatar
menyerahkan senjatanya dan saat itu pula belakang sejarah. Karya yang dimaksud
telah dibentuk organisasi kelaskaran di adalah buku tentang “Profil Sejarah Budaya
Bajeng sebagai cabang dari Lipang dan Pariwisata Gowa yag ditulis oleh Syahrul
Bajeng di Polongbangkeng” (Syarifuddin, Yasin Limpo dan kawan – kawan. Yang hanya
2007). menjelaskan tentang keberaadaan benda-
benda pusaka peninggalan kerajaan Bajeng di
Upacara Gaukang Tu Bajeng sendiri Balla Lompoa.
dikenal sebagai pesta besar orang Bajeng yang
dilaksanakan di halaman rumah adat Balla B. Metode Penelitian
Lompoa, pada puncak acaranya warga Bajeng Adapun tahap yang dilakukan dalam
yang mengenakan pakaian adat Sulawesi penelitian ini adalah sebagai berikut.
Selatan itu mengibarkan bendera pusaka yang Heuristik: Merupakan pengumpulan data
disebut dengan Bendera jole-jole. Sebuah atau sumber yang merupakan tahapan
bendera berwarna merah dengan ornamen pertama pada pensusunan skripsi ini.Langkah
warna putih kegiatan ini dilaksanakan setiap awal dalam kegiatan ini adalah mencari
tahunnya sebelum upacara 17 Agustus untuk sumber-sumber berhubungan dengan
mengenang perlawanan rakyat setempat. pembahasan secara keseluruhan dalam tulisan
Upacara adat yang dikenal dengan ini, baik sumber primer maupun
"Gaukang Tu Bajeng" ini digelar setiap skunder.Sumber-sumber primer yang
tahunnya pada tanggal 14 Agustus. Tanggal 14 digunakan penulis adalah beberapa
Agustus tersebut dipilih untuk mengenang dokumentasi berupa foto mengenai kegiatan
perlawanan rakyat setempat 72 tahun silam. upacara Gaukang tu Bajeng dari tahun 2013
Pasalnya, pada hari Selasa, 14 Agustus 1945 sampai tahun 2016. Dan ada dua cara untuk
rakyat setempat telah mengibarkan bendera melakukan peneitian dalam hal pengumpulan
merah putih lebih awal mengawali proklamasi data yaitu pertamadengan pengumpulan
kemerdekaan yang jatuh tiga hari setelahnya. secara langsung dan pengumpulan sumber
Gaukang Tu Bajeng ini adalah pesta adat pustaka.
masyarakat di sini untuk mengenang peristiwa Pengumpulan Sumber pustaka dilakukan
jelang kemerdekaan dan hal ini menegaskan melalui buku hasil penelitian dan skripsi di
bahwa bendera merah putih lebih dahulu perpustakan Universitas Negeri Makassar,
berkibar di angkasa Bajeng yakni tanggal 14 Perpustakaan jurusan Sejarah, dan koleksi
Agustus 1945," kata Makmur Daeng Sitakka, perorangan dan sebagian besar diperoleh
ketua adat kerajaan Bajeng (Kompas, 2016). dengan menfoto copy dan meminjam buku.
Mengingat keberadaan dan peran Kritik sumber: setelah memperoleh sumber-
upacara adat gaukang begitu penting, maka sumber yang cukup memadai, selanjutnya
penulis merasa tertarik untuk mengkaji secara dilakukan kritik (penyaringan) terhadap
mendalam mengenai Upacara Gaukang tu sumber tersebut. Kritik terhadap sumber
Bajeng dalam perspektif sejarah budaya. bertujuan untuk memperoleh fakta-fakta yang
Alasan lain yang tidak kalah penting sehingga seobyektif mungkin, sehingga karya sejarah
mendorong penulis untuk mengkaji lebih jauh yang dihasilkan merupakan produk dari
tentang Upacara Gaukang ini didasarkan proses ilmiah yang dapat dipertanggung

Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 103
JURNAL PATTINGALLOANG
©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

jawabkan, bukan hasil dari suatu fantasi manusia.Karena Dewa Tanah tidak mampu
maupun manipulasi (Helius Sjamsuddin, berkomunikasi dengan manusia dalam
2012) Interprestasi: Tahapan selanjutnya bentuk seperti itu, jadi perlu ada perantara
setelah proses kritik adalah bagi manusia dan dewa.Orang yang menjadi
penginterpretasian. Pada tahap interpretasi perantara diangkat oleh sesama mereka
ini, subyektivitas seorang peneliti akan mulai menjadi pemimpin spiritual dan keduniawian
tampak. Hal ini dapat dipahami karena pada bagi komunitasnya karena perannya sebagai
tahap ini imajinasi dibutuhkan untuk juru bicara bagi Dewa Tanah.Batu-batu
menafsirkan seluruh kejadian berdasarkan keramat di Champa ini kelihatannya
fakta-fakta sejarah yang telah diperoleh pada mempunyai kesamaan asal – usul, makna dan
tahapan sebelumnya. Terlepas dari hal fungsi dengan Gaukang di Sulawesi Selatan
demikian, peneliti harus bersifat obyektif agar (Andaya, 2013)
karya yang diperoleh nantinya merupakan Menurut tradisi yang hidup didalam
karya sejarah yang berkualitas. Historiografi:, masyarakat menyangkut riwayat terbentuknya
yakni menyampaikan sintesa yang diperoleh kesatuan masyarakat bahwa terbentuknya
dalam bentuk kisah sejarah, ini merupakan banua-banua (kerajaan kecil), diawali dengan
langkah terakhir menyajikan data dan fakta ditemukannya sebuah benda yang terbentuk
yang telah dirumuskan dan di analisa ke aneh, biasanya berbentuk atau berwujud ;
dalam bentuk penyajian yang utuh dan sepotong kayu, sebuah gambar, sepotong besi,
menarik.Kegiatan ini disebut historiografi sepotong umbi kering dan yang paling umum
(penulisan seejarah). adalah sebuah batu(Arfah, 1993).Benda yang
ditemukan secara ajaib dan dipandang sebagai
C. Hasil dan Pembahasan benda titisan dewata serta dipercaya memiliki
1. Latar Belakang Lahirnya Gaukang atau mempunyai kekuatan ajaib yang
dalam Masyarakat Sulawesi Selatan menguasai alam dan manusia.
Meski hampir tidak ada pembahasan Benda itu kemudian dikenal dengan
mengenai asal-usul gaukeng atau arti penting sebutan gaukang (bahasa Makassar) atau
dari gaukang, akan tetapi kita masih dapat gaukeng (bahasa Bugis).Gaukang ini oleh
memahaminya melalui contoh serupa di masyarakat dipercaya sebagai pelindung jiwa
tempat lain di wilayah Asia tenggara. masyarakat.Penemu gaukang tersebut
Kepercayaan terhadap dewa-dewa penjaga kemudian diangkat sebagai pemimpin
yang bersemayam di batu-batu dapat masyarakat.Kesatuan masyarakat tersebut
ditemukan di Asia Tenggara, india dan China disebut sebagai masyarakat gaukang (gaukang
dan salah satu penjelasan terinci tentang hal community. Sedangkan ahli lain menjelaskan
ini dibuat oleh ilmuwan Prancis, Paul Mus bahwa kelompok tersebut dianggap sebagai
yang menjelaskan tentang batu-batu keramat I kelompok kaum kesatuan anang.
Champa kini Vietnam bagian tengah. Daerah yang merupakan tempat asli
Champa adalah nama sebuah kerajaan yang gaukang, yang kemudian ditentukan sebagai
penduduknya dari ras bangsa Indonesia yang batas wilayah sebuah komunitas, tidak
mengembangkan peradaban mengesankan mampu lagi mencukupi keperluan kelompok
antara abad ke-9 hingga ke-14. Menurut Mus komunitas ini.Bagian batu dari komunitas
orang-orang Cham percaya bahwa Dewa induk pun diberikan, setiap kelompok
Tanah, yang mengandung energi - energi mendapat gaukang masing-masing.
pemberi hidup bagi dunia, bersemayam Komunitas ini dianggap sebagai “anak” oleh
dalam batu-batu tadi.Batu- batu ini bukanlah komunitas “ibu” yang merupakan komunitas
representasi, namun Dewa Tanah yang gaukang asli, dan gaukang milik komunitas
sebenarnya dibuat kasat mata bagi

Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 104
JURNAL PATTINGALLOANG
©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

“anak” ini dianggap sebagai “ pembantu “ bagi keluarga kerajaan Bajeng yang melakukannya
gaukang asli itu(Andaya, 2013). tidak dapat digantikan oleh masyarakat
1. Pesta adat Upacara Gaukang tu Bajeng umum. Pasussuru‟ merupakan orang yang
Upacara Gaukang dikenal dengan memasukkan bendera kerajaan dan bendera
penampilan berbagai macam benda-benda perang yang dimasukkan kedalam sebuah
suci yang turut memberikan makna terhadap bambu khusus yang bernama bulo banua
upacara Gaukang. Upacara Gaukang tu yang panjangnya sekitar 5 meter, sementara
Bajeng dilaksanakan sebagai bentuk kegiatan memasukkan bendera kerajaan dan
penghormatan terhadap benda-benda suci bendera perang kedalam bambu disebut
peninggalan kerajaan Bajeng yang dianggap Assussuru‟. Bendera yang dimasukkan
suci dan dihormati. Bentuk penghormatan ini kedalam bambu tidak menggunakan tali
dilakukan agar generasi muda kedepannya, (seperti memasukkan bendera pada upacara
dapat mengetahui, menghormati dan kemerdekaan) melainkan bendera tersebut
mengingat akan adanya benda- benda suci terdapat sebuah kain yang berentuk seperti
(Gaukang) di Balla Lompoa. lobang yang berguna untuk memasukkan
Upacara Gaukang dilaksanakan di Balla bendera kerajaan dan bendera perang
Lompoa Bajeng karena di tempat tersebut kedalam bambu.
benda- benda Gaukang disimpan.Benda- Benda- benda Gaukang ini setiap 2 tahun
benda tersebut merupakan peninggalan sekali akan diarak ke Bungung Barania,
kerajaan Bajeng yang digunakan untuk menurut kepercayaan masyarakat Bajeng,
berperang dan peralatan lainnya.Didirikan Bungung Barania merupakan tempat yang
pada tahun 1906 oleh Batang Banoa sakral, pada masa kerajaan Bajeng yakni masa
Limbung yang merupakan istana raja pada Karaeng Loe sumur ini digunakan untuk
zaman dahulu(Raodah, 2014) memandikan para prajurit Bajeng, agar
Keberadaan benda-benda kerajaan ini mereka lebih berani menghadapi musuh
dianggap sakral dan keramat oleh (Dg.Muang, 2018). Tidak semua benda yang
masyarakat(Raodah, 2014). Yang berhak tersimpan di Balla Lompoa Limbung akan di
untuk memegang dan mensucikan benda- keluarkan saat upacara Gaukang tu Bajeng
benda suci tersebut adalah hanya keturunan dilaksanakan, adapun benda- benda yang
dari kerajaan Bajeng yang disebut Paerang akan dikeluarkan adalah sebagai berikut:
yang terdiri dari 10 - 12 orang salah satunya a. Bendera
berasal dari Panciro. Masyarakat umum tidak Sebuah bendera berwarna merah dengan
ada yang berani melakukannya karena benda- ornamen putih, menurut pesan orang orang
benda tersebut adalah benda sakral atau tua bendera itu adalah bendera kerajaan
keramat(Dg.Muang, 2018).Sebelum Paerang Bajeng bernama Jole-Jolea dan sebuah
ini mengambil Benda- benda suci yang bendera merah polos segi empat panjang
disimpan dalam sebuah kotak Gaukang, adalah bendera perang, dan bila keduanya
mereka mengambil air wudhu terlebih dikibarkan bersama, maka berarti bahwa
dahulu. Bukan hanya Paerang akan tetapi Bajeng dalam keadaan darurat atau
semua penyelenggara dalam kegiatan upacara perang(seputarselatan, 2017).
Gaukang ini melakukan hal tersebut untuk b. Poke‟
menghormati dan menjaga kesucian dari Poke‟ kadang juga diasosiasikan dengan
benda-benda Gaukang(Nojeng, 2018). linggis karena dua fungsinya yang berbeda
Selain Paerang dan juga Batang Banoa sebagai senjata tajam dan juga dimanfaatkan
yang harus hadir dalam kegiatan ini adalah untuk kegiatan lain, walaupun sebenarnya
Pasussuru‟ bendera. Sama halnya dengan Poke‟lebih identik dengan tombak. Ada
Paerang, Passussuru‟ juga harus keturunan empat jenis poke‟ yang akan dikeluarkan saat

Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 105
JURNAL PATTINGALLOANG
©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

upacara Gaukang tu Bajeng dilaksanakan Lilitan rambut raja Bajeng ini


yaitu dimasukkan kedalam sebuah kain yang terdiri
1) Poke‟ Tubarani dari dua warna yakni kain berwarna putih dan
Poke‟ Tubarani ini terbuat dari besi yang kain berwarna coklat. Yang akan
diruncingkan ujungnya. Terdiri dari dua jenis, diperlihatkan saat upacara Gaukang namun
jenis yang pertama lebih runcing dan lebih kedua bungkusan kain tersebut hanya
panjang di bandingkan jenis yang kedua, diletakkan didalam sebuah peti yang akan
masing- masing memiliki penutup (sarung) dibawa saat upacara Gaukang berlangsung.
yang terbuat dari bambu.Di pergunakan d) Tombak pengawal
sebagai senjata sakti pada masa kerajaan Sama dengan Poke‟ namun pada tombak
Bajeng. ini pada masa kerajaan bajeng ,jenis senjata
tajam yang diperuntukkan khusus untuk
2) Poke‟ gallang mengawal raja, sesorang yang memegang
Poke‟ gallang ini terbuat dari tembaga, di senjata ini tidak boleh jauh dari Raja. Tombak
percayai tombak tersebut berbisa. Berfungsi ini terbuat dari Kayu pada ujung Tombak
sebagai senjata sakti pada masa kerajaan terbuat dari tembaga yang diruncingkan.
Bajeng. e) Gallarang Mata Allo
3) Poke‟ Tamannyala Dihadiahkan kepada mata allo ketika
Poke‟ Tamannyala terbuat dari tembaga, pindah ke kerajaan bajeng, senjatanya
merupakan tombak yang paling sakti dan bercabang (pada ujung tombak terdapat dua
paling sakral diantara tombak yang lain, besi yang runcing) (Dg.Nojeng, 2018)
bahkan ketika tombak ini dibersihkan orang- (1) Tahap Pelaksanaan
orang tidak ada yang berani mendekat kecuali (a) Penurunan Benda Pusaka
orang yang membersihkan. Benda pusaka yang terletak di atas loteng
4) Poke‟ Bonrangang pada bagian Balla Lompoa, benda- benda
Berbeda dengan jenis Poke‟ yang lain, tersebut tersimpan dalm sebuah peti yang
pada Poke‟ Bonrangang ini ujung tombaknya kemudian akan dikeluarkan untuk digunakan
lebih lebar. Sarungannya (penutup) terbuat dalam Upacara Gaukang, namun benda
dari kayu yang dililit dengan benda seperti bendera Jole-Jolea yang aslinya sudah
kuningan.Berfungsi sebagai senjata sakti pada tidak dipergunakan lagi karena sudah usang
masa kerajaan Bajeng. dan rapuh, yang dipergunakan saat ini adalah
a) Tongkat Komando hanya duplikatnya saja. Yang menurunkan
Tongkatnya terbuat dari kayu yang diberi benda-benda tersebut adalah orang-orang
warna hitam , ujung tombak terbuat dari besi khusus yang disebut paerang yang memang
yang runcing terdapat pula penutup (sarung) ditunjuk langsung berdasarkan keturunan dari
yang melindungi ujug tongkat tersebut yang kerajaan Bajeng.
terbuat dari bambu. Tongkat komando Paerang kemudian menuruni tangga
digunakan untuk mengawal panglima perang membawa benda – benda Gaukang yang
pada masa kerajaan Bajeng. diikuti dengan ganrang, para ketua yayasan, 4
b) Kris pusaka tu Bajeng batang banoa turun dari atas rumah kemudian
Kris ini terbuat dari besi, menurut cerita masuk kedalam baruga.
leluhur pembuatan kris ini dengan tangan (b) Pengibaran Bendera Jole-Jolea
yang hanya dipijat-pijat, bahkan bekas tangan Paerang kemudian memberikan Bendera
dari pembuatan kris tersebut masih terlihat kebesaran tu bajeng yang di sebut jole-jolea
sampai sekarang.Sarungnya terbuat dari kayu kepada Pasussuru‟ bendera, ke 5 orang ini
mengkilat. kemudian membawa bendera tersebut
c) Lilitan rambut raja Bajeng dengan bulo banua, di buka baru dimasukkan

Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 106
JURNAL PATTINGALLOANG
©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

kedalam bambu, dimana bendera perang Tu Bajenga yaitu sebuah Gaukang (Benda-
yang dimasukkan terlebih dahulu kemudian benda kebesaran) dari Tu bajeng. Dalam
bendera Jole-Jolea, keduanya dimasukkan gaukang tersebut terdapat sebuah bendera
kedalam bulo banua. Di ikat kemudian 7-9 perang dikibarkan menandakan bahwa
orang membawanya kelapangan Balla masyarakat akan berada pada situasi yang
Lompoa, dimasukkan kedalam sebuah lubang sangat genting atau situasi dalam siap
yang berdekatan dengan tiang bendera merah melakukan peperangan. Bagi masyarakat
putih , kemudian 7-9 orang ini akan Bajeng (dulunya distrik limbung) kegiatan
memegang bendera jole-jolea secara bersama- upacara gaukang pada masa awal
sama. Ketika bendera sudah berdiri tegak, kemerdekaan, bukan hanya perayaan adat
salah seorang dari Bontomaero akan semata tetapi memberikan pengaruh yang
membacakan Aru‟ (Angngaru‟).Kemudian besar bagi perjuangan rakyat Limbung dalam
baru upacara pengibaran bendera merah- mempertahankan kemerdekaan.
putih. Dari 37 kepala kampung atau kepala
(c) Pengiringan Benda Pusaka ke Bungung desa tersebut, wilayah Batang Banoa Appaka
Barania menjadi daerah paling penting dalam pusat
Pengiringan benda pusaka ke Bungung pemerintahan masyarakat Limbung, selain
Barania tidak dilakukan setiap tahun akan dengan adanya kantor Distrik pada masa
tetapi hanya tiga atau dua tahun sekali, selain kemerdekaan, tempat itu juga menjadi daerah
karena itu merupakan aturan adat terdahulu basis perjuangan orang-orang limbung,
hal ini juga menurut kami adalah jika tepatnya dirumah kebesaran masyarakat
situasinya memungkinkan, maka benda Bajeng atau Ballalompoa ri Limbung,
pusaka tersebut akan di bawa ke bungung ditempat itulah orang-orang limbung sering
barania namun jika terhalang oleh kendala dikumpulkan untuk membicarakan atau
apapun maka benda tersebut tidak akan kami untuk menyusun strategi apa yang akan
bawa ke bunggung barania (dg.ngerang, digunakan dalam menghadapi penjajahan
2018.). bangsa Belanda.Selain itu karena tempatnya
2. Upacara Gaukang Pada Masa Awal juga yang letaknya masih seperti hutan
Kemerdekaan Dan Masa Sekarang membuat tepat tersebut menjadi salah satu
a. Masa Awal Kemerdekaan tempat strategis bagi masyarakat Limbung
Pada awal Bulan Agustus 1945 di (Arfah Muhammad, 1995). Di Limbung pada
Limbung selain kegiatan latihan militer yang masa menjelang kemerdekaan, datang
dijalani para pemuda, muncul suatu idea atau seorang perwira Jepang yang benama
gagasan yang dicetuskan dari para pemuka- Fakusima.Ia datang dengan cara yang lain
pemuka masyarakat Limbung yang dikenal dengan sifatnya yang tidak sama pula dengan
sebagai “tu bajenga”. Dalam gagasan tersebut orang jepang lainnya. (Arfah Muhammad,
ialah untuk mengobarkan jiwa dan semangat 1995).
perjuangan tu Bajenga yang masih terpendam Pada tanggal 14 agustus dengan suatu
dalam jiwa semua putra-putri dalam upacara kebesaran yang baru kali ini
mempertahankan hak dan disertai dengan dilakukan dengan disaksikan oleh berpuluh-
keinginan untuk rela berkorban dalam segala puluh ribu rakyat dari seluruh rakyat
hal yang diperlukan, bahkan dengan nyawa Limbung dan sekitarnya yang mengaku
sekalipun. dirinya keturunan rakyat Limbung. Untuk
Untuk mewujudkan dasar pemikiran pertama kalinya bendera kebesaran rakyat
dalam mengobarkan semangat juang para Tu Limbung di lihatnya, yang menurut cerita
Bajenga tersebut, maka pada saat itu Sejarah bernama “jole-jolea (Bole-bolea)”.
disepakati untuk membuka perbendaharaan Dengan didampingi oleh bendera perang

Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 107
JURNAL PATTINGALLOANG
©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

yang berwarnah merah berkibar dengan Bukan hanya dalam perayaan Upacara
megahnya depan Balla Lompoa di Limbung Gaukang yang berlangsung meriah namun di
dimana berarti pula bahwa mulai saat itu tahun yang sama yakni pada tahun 2013 dan
semangat rakyat Limbung yang terkenal dan 2016 pihak keluarga dari kerajaan Bajeng
sekian lamanya terpendam da bersembunyi melakukan pemotongan sapi sebagai bentuk
bahkan tinggal menjadi sebutan saja, telah tanda syukur terhadap para leluhur dan
muncul dan bangkit kembali dalam dada dan pejuang terdahulu.
jiwa sebagai rakyat Limbung utamanya Kegiatan upacara Gaukang tu Bajeng
pemuda-pemuda dan sekaligus menandakan tidak hanya dilaksanakan di wilayah Balla
bahwa Limbung dengan rakyatnya siap dalam Lompoa semata. Akan tetapi, selang waktu 2
mempertahankan hak dan kebenaran (Arfah tahun sekali, benda- benda gaukang seperti
Muhammad, 1995) keris, poke tamannyala dan benda Gaukang
Peranan Batang Banoa dalam upacara lainnya akan di giring ke Bungung Barania.
Gaukang, sangatlah penting, Batang Banoa Hal ini berkaitan dengan sejarah pada
Appaka merupakan wakil rakyat Bajeng atau masa kerajaan bajeng, dimana saat masyarakat
legislative, sekaligus eksekutif di wilayah Bajeng ingin berperang, para kesatria Bajeng
kekuasaan Bajeng silam. Batang Banoa mandi terlebih dahulu di Bungung Barania
Appaka berarti empat daerah perkampungan agar para kesatria merasa lebih berani. Hal
dalam wilayah kerajaan Bajeng yang mewakili lain yang membedakan antara Upacara
seluruh daerah kekuasaan dalam wilayah Gaukang pada masa awal kemerdekaan
kerajaan Bajeng. Ke empat daerah dimaksud dengan masa sekarang adalah kurangnya
masing-masing Batang Banoa Limbung, kesadaran masyarakat dalam menjaga dan
Pammase, Mata Allo dan Ballo. Seperti merawat benda pusaka yang ada di Balla
halnya yang dilakukan Tuan Fukusima salah Lompoa. Warisan budaya bangsa adalah
seorang pimpinan tentara Jepang, ketika cermin tingginya peradaban bangsa.Dan salah
melihat tentara Belanda sudah memasuki satu ciri bangsa besar dan maju adalah bangsa
daerah pedesaan di kerajaan Gowa maupun yang mampu menghargai dan melestarikan
Sulawesi Selatan, Tuan Fukusima melakukan warisan budaya nenek moyang mereka.
pendekatan dengan anggota Batang Banoa Semakin banyak warisan budaya masa lampau
Appaka yang bisa digali dan dilestarikan, maka sudah
Jika pada masa awal kemerdekaan semestinyalah peninggalan budaya tersebut
upacara Gaukang tu Bajeng dilaksanakan semakin dihargai. Barulah disadari betapa
secara sederhana yakni berupa pengeluaran kaya dan melimpah ruahnya warisan budaya
benda pusaka dari kotak Gaukang, yang nenek moyang kita yang ternyata selama ini
hanya dihadiri oleh para Batang banoa dan terabaikan, terlantar dan tidak dipedulikan.
juga masyarakat setempat.Namun pada masa Penyebabnya bisa karena ketidaktahuan,
sekarang, kini kegiatan upacara Gaukang tu kurangnya kesadaran dan pemahaman akan
Bajeng dapat terlaksana lebih meriah. Seperti pentingnya warisan budaya, maupun karena
pada tahun 2013 dan 2016 kegiatan upacara ingin mendapatkan keuntungan pribadi
Gaukang tu Bajeng, Para Tamu yang hadir dengan mengoleksi atau
terdiri dari Tokoh- Tokoh adat, dan keluarga memperdagangkannya.
besar Kerajaan Bajeng yang memadati Balla Warisan atau khazanah budaya bangsa
Lompoa, di dalam dan di luar Kompleks, merupakan karya cipta, rasa, dan karsa
diawal dan diakhir acara dihibur dengan masyarakat di seluruh wilayah tanah air
Ganrang Pamanca, Ganrang Pakarena, Tari- Indonesia yang dihasilkan secara sendiri-
Tarian Salonreng, Tari 'Gandarang Bulo'. sendiri maupun akibat interaksi dengan
budaya lain sepanjang sejarah keberadaanya

Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 108
JURNAL PATTINGALLOANG
©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

dan terus berkembang sampai saat ini. juga benda – benda pusaka Gaukang tidak
Warisan budaya itu mencakup sesuatu yang lagi di giring ke Bungung Barania. Meskipun
berwujud seperti candi, istana, bangunan, demikian, mengingat besarnya perjuangan
tarian, musik, bahasa, manuskrip (naskah para pejuang terdahulu pada masa awal
kuno), dan yang tidak berwujud seperti kemerdekaan, sebagian masyarakat baik itu
filosofi, nilai, keyakinan, kebiasaan, konvensi, yang berada di luar wilayah Bajeng, seperti
adat-istiadat, etika dan lain sebagainya. Maros, Takalar dan wilayah lain, jika merasa
Sebagai sebuah negara yang kaya dengan sebagai bagian dari keluarga kerajaan Bajeng
warisan budaya, sudah sepatutnya pemerintah maka setiap tanggal 14- Agustus, mereka akan
dan seluruh warga negara Indonesia datang berkunjung ke Balla Lompoa untuk
berkomitmen untuk melestarikan warisan melaksanakan upacara Gaukang tu Bajeng,
yang sangat tinggi nilainya itu agar tidak meskipun tanpa mengenakan pakaian adat
musnah, hancur, lapuk, dipindahtangankan, (baju bodo).
ataupun hilang karena dicuri, dirampas baik
dengan terang-terangan maupun secara halus.
Namun, yang terjadi pada masyarakat justru b. Pandangan Masyarakat Bajeng Terhadap
mengabaikan dan tidak memperdulikan akan Upacara Gaukang
pentingnya pemeliharaan dan menghargai Tanggapan – tanggapan tentang dunia gaib
benda- benda pusaka. yang berasal dari nenek moyang serta yang
Pelaksanaan pengiringan benda – benda tampak pada berbagai upacara, diantaranya
Gaukang ke bungung Barania terhenti pada seperti upacara turun sawah, yang disebut
tahun 2013, hal ini dikarenakan terkendala Palili. Lukuh kerajaan diarak keliling yang
oleh dana dan juga hal- hal lain yang memang upacara- upacara tersebut dipimpin oleh
memberatkan untuk diadakannya pengiringan “puang matowa” dan pengkeramatan
benda pusaka ke bungung barania, harusnya terhadap benda-benda seperti “ Kalompoang”
dalam 2 tahun berselang benda pusaka akan atau “Gaukang” merupakan benda- benda
dibawa ke bungung Barania, rencananya akan pusaka kerajaan (ornament) yang dianggap
dilaksanakan pada tahun 2015 namun oleh masyarakat memiliki kekuatan
terhenti lagi, kemudian juga pada tahun 2017 supernatural.
juga terhenti. Selain itu kini dari tahun ke Berbagai pandangan masyarakat Bajeng
tahun benda-benda pusaka Gaukang sudah terhadap upacara Gaukang di Balla Lompoa,
semakin berkurang jumlahnya hal ini dimana dalam upacara tersebut mengandung
dikarenakan terlalu banyak yang pernah berbagai makna, pengibaran bendera pusaka
menangani, mereka yang tertarik untuk dan juga pencucian benda-benda kerajaan
mengambil benda –benda Gaukang ini yang diakhiri dengan membawa benda-benda
menjadi hak milik tidak segan- segan untuk pusaka tersebut ke bungung barania, dimana
mengambilnya dan menyimpannya menjadi sebagian masyarakat Bajeng mempercayai
koleksi pribadi. Sekarang hanya ada 4 – 6 bahwa dengan melaksanakan Upacara
benda pusaka yang tersisa saat upacara Gaukang ini para nenek moyang atau leluhur
Gaukang tu Bajeng dilaksanakan (dg.ngerang, kita terdahulu akan memberi berkat atau
2018.) restu terhadap kesuksesan dan keberhasilan
Berbeda dengan tahun 2013 dan 2016 dalam melaksanakan kegiatan misalnya saja,
perayaan upacara Gaukang tu Bajeng yang dalam pelaksanaan pesta pernikahan. Adapun
berlangsung lebih meriah. Pada tahun 2017 tanggapan masyarakat Bajeng terhadap
pelaksanaan upacara Gaukang tu Bajeng upacara Gaukang yang dilaksanakan di Balla
hanya diselenggerakan secara sederhana, Lompoa Limbung yaitu sebagai berikut:
tanpa adanya tari – tarian yang mengiringi dan

Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 109
JURNAL PATTINGALLOANG
©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

a. Menurut Syamsul Rijal Kepala seksi trantip Balla Lompoa, seiring berjalannya waktu
dan bagian keluarga besar dari kerajaan upacara Gaukang tu Bajeng pada masa
Bajeng, yang sekaligus sebagai salah satu sekarang dimanfaatkan sebagai upacara untuk
pelaksana dari upacara Gaukang menghormati dan mengenang para leluhur.
beranggapan bahwa Upacara Gaukang Masyarakat beranggapan bahwa Upacara
memang menjadi agenda tahunan yang Gaukang tu Bajeng merupakan upacara yang
digelar di Balla Lompoa Limbung yang wajib dihadiri oleh keluarga kerajaan Bajeng
dilaksanakan oleh masyarakat Bajeng(Rijal, dan masyarakat umum lainnya.
2018).
b. Menurut Syahrir Dg. Situru Staf
pemerintahan dan kepala lingkungan di
Kelurahan Limbung beranggapan bahwa
Upacara Gaukang ini dilaksanakan setiap
tanggal 14 Agustus , Upacara ini
dilaksanakan untuk mengenang jasa-jasa
para pahlawan, bahkan Upacara Gaukang DAFTAR PUSTAKA
ini dianggap sebagai upacara kemerdekaan
(Situru, 2018). Andaya, Y. L., 2013. Warisan arung Pallakka,
c. Menurut Muh. Kasir Dg. Nojeng Sejarah Sulawesi selatan abad ke 17.
beranggapan bahwa upacara Gaukang Makassar: Inninnawa.
terkait upacara kemerdekaan yaitu untuk Arfah Muhammad, d., 1995. Sejarah
memperingati Sejarah perjuangan bangsa, Perjuangan Bangsa di Daerah Sulawesi
dalam pelaksanaannya dikibarkan 3 Selatan. Ujung Pandang: Departemen
Bendera yaitu bendera pusaka, bendera pendidikan dan Kebudayaan.
kerajaan dan juga bendera perang. Upacara Arfah, M. d., 1993. Haji Andi Mappanyukki
Gaukang ini dihadiri oleh pemuka Biografi Pahlawan Haji Andi
masyarakat bahkan pernah juga dihadiri Mappanyukki, Sultan Ibrahim Profil
oleh pak Bupati (tanggal, 2018). Nasionalis dan Patriotik Sejati Yang
konsekuen terhadap Republi. Ujung
D. Kesimpulan Pandang: Departemen Pendidikan dan
Adapun Kesimpulan yang didapatkan kebudayaan..
dari pembahasan diatas diantaranya: benda Arief, A., 1995. Kamus Makassar Indonesia.
yang ditemukan secara ajaib dan dipandang Ujung Pandang: Kapita DDI Ujung
sebagai benda titisan dewata serta dipercaya Pandang.
memiliki atau mempunyai kekuatan ajaib Dg.Muang, M., 2018. Upacara Gaukang tu
yang menguasai alam dan manusia. Benda Bajeng [Interview] (12 April 2018).
tersebut berwujud seperti sepotong kayu, dg.ngerang, H. m., 2018.. Upacara Gaukang
sebuah gambar, sepotong besi, dan yang tu Bajeng [Interview] (16 05 2018.).
paling umum adalah berbentuk batu. Benda Dg.Nojeng, M., 2018. Wawancara tentang
itu kemudian dikenal dengan sebutan alat- alat yang digunakan saat Upacara
gaukang (bahasa Makassar) atau gaukeng Gaukang tu Bajeng [Interview] (03 mei
(bahasa Bugis). Gaukang ini oleh masyarakat 2018).
dipercaya sebagai pelindung jiwa masyarakat. Helius Sjamsuddin, 2012. Metodologi
Upacara Gaukang tu Bajeng pada masa Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
kemerdekaan dilatar belakangi karena Marhaeni, S. d., 2011. Accera Kalompoang:
ketertarikan Tuan Fukusima terhadap benda Studi Sejarah di Balla Lompoa di
– benda kerajaan Bajeng yang tersimpan di

Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 110
JURNAL PATTINGALLOANG
©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

Kabupaten Gowa. 1 ed. Makassar: Rijal, S., 2018. wawancara pandangan


Universitas Negeri Makassar . masyarakat [Interview] (08 05 2018).
Nojeng, M. d., 2018. Wawancara Upacara Syarifuddin, D., 2007. Rakyat Gowa
Gaukang tu Bajeng [Interview] (12 04 Menentang Penjajah. Makassar: Pustaka
2018). Refleksi.
Raodah, 2014. Budaya spiritual orang Gowa.
Makassar: pustaka refleks.

Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 111

Anda mungkin juga menyukai