Anda di halaman 1dari 22

Kelompok :6

Jalum : 2B

Anggota : - Wulandari

- Alfiana Rahmawati
- Mely Fitriyani
- Nadia Septiani
- Nabela Aulia

Dosen Pembimbing : Ns Lia Komalasari

KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

1.1 Konsep Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan,
menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah
terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sector kehidupan (Sutro
Eko, 2002).
Konsep pemberdayaan (masyarakat desa) dapat dipahami juga dengan dua
cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi
berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat yang
bergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam
posisi sebagai subyek ( agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara
mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggung jawab Negara.
Pemberian layanan public ( kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan
seterusnya ) kepada masyarakat tentu merupakan tugas ( kewajiban ) Negara.
. Pengertian pemberdayaan menurut Depkes RI

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang

bersifat musyawarah, guna meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan masyarakat, agar mampu mengidentifikasi

masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, merencanakan

dan melakukan penyelesaiannya dengan memanfaatkan

potensi masyarakat setempat.

Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai suatu proses

yang membangun manusia atau masyarakat melalui


pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku

masyarakat dan pengorganisasian masyarakat. Dari definisi

tersebut ada tiga tujuan utama, yaitu:

1. Mengembangkan kemampuan masyarakat

2. Mengubah perilaku masyarakat; dan

3. Mengorganisasikan masyarakat.

Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan dalam

Penanggulangan Krisis Kesehatan merupakan suatu proses

aktif. Masyarakat menjadi pelaku utama dan pusat dalam

kegiatan dan program penanggulangan krisis kesehatan.

Masyarakat terlibat dan bermitra dengan fasilitator (pemerintah,

LSM) dalam pengambilan keputusan, pengkajian,

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian

kegiatan dan program kesehatan serta memperoleh manfaat

dari keikutsertaannya dalam rangka membangun kemandirian

masyarakat.
Pemberdayaan Masyarakat Bidang kesehatan dalam

Penanggulangan Krisis Kesehatan dilakukan melalui Upaya

Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang ada.

Kegiatan UKBM dilakukan sejak saat sebelum, saat dan pasca

krisis kesehatan. Hal Ini penting, karena masyarakat merupakan

orang terdampak dan penolong pertama (first responder) dalam


situasi krisis kesehatan secara mandiri.

B. Prinsip

Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dalam

penanggulangan krisis kesehatan dilaksanakan dengan prinsip-

prinsip:

1. Penyadaran

Proses masyarakat menjadi sadar akar permasalahan

bersamanya, risiko kesehatan, kelemahan, kekuatan,

peluang dan memanfaatkannya, dan mengenali sumber

dayanya.

2. Pengorganisasian

Masyarakat membentuk organisasi dan berbagi peran

dalam mencapai tujuan bersama dengan cara yang

disepakati bersama.

3. Berpusat pada masyarakat

Para pemangku kepentingan dan masyarakat mengambil

keputusan berdasarkan kebutuhan masyarakat sesuai

kemampuan masyarakat.

4. Kemanusiaan

Menolong sesama yang membutuhkan.


5. Inklusif

Melibatkan seluruh pihak yang ada, laki-laki dan


perempuan, tua dan muda, mayoritas – minoritas, termasuk

kelompok yang berkebutuhan khusus (difabilitas)

6. Kesukarelaan

Keterlibatan dengan kesadaran dan motivasi sendiri untuk

memperbaiki dan memecahkan masalah kehidupan yang

dirasakan.

7. Kesetiakawanan

Kepedulian terhadap sesama

8. Kemandirian/keswadayaan

Kemampuan untuk menggunakan modal yang dimiliki

mandiri atau melepaskan diri dari ketergantungan yang

dimiliki oleh setiap individu, kelompok, maupun

kelembagaan yang lain.

9. Partisipatif

Keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam

pengambilan keputusan sejak pengkajian, perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pemanfaatan

hasil-hasil kegiatannya.

10. Keberlanjutan

Upaya dilakukan secara terus menerus atau

berkesinambungan

11. Kesetaraan
Kedudukan semua pemangku kepentingan yang setara,

sejajar, tidak ada yang ditinggikan dan tidak ada yang

merasa direndahkan.
12. Demokratis

Semua pihak berhak mengemukakan pendapatnya, dan

saling menghargai pendapat maupun perbedaan di antara

sesama pemangku kepentingan.

13. Keterbukaan

Sikap menerima dan menghargai perbedaan dan peluang

untuk mendapatkan informasi yang diperlukan.

14. Kebersamaan

Sikap saling berbagi rasa, saling membantu dan

mengembangkan sinergisme.

15. Akuntabilitas

Sikap terbuka untuk diawasi dan dipertanyakan oleh

siapapun, termasuk penerima manfaat, yang dapat

dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan.

16. Desentralisasi

Kewenangan kepada setiap daerah otonom (kabupaten dan

kota) untuk mengoptimalkan sumber daya kesehatan bagi

sebesar-besar kemakmuran mas yarakat dan

kesinambungan pembangunan kesehatan.


17. Gotong royong

Upaya masyarakat bersama menggunakan sumber daya

yang dimiliki bersama.

18. Penghargaan kearifan lokal

Pengetahuan, ketrampilan, teknologi, budaya, proses, nilai,

kepemimpinan dan sumber daya lokal digunakan dalam

pengkajian, perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemantauan,


evaluasi dan pelaporan.

19. Keadilan sosial

Semua pihak mendapatkan layanan, bantuan yang

sungguh dibutuhkannya agar hidup bermartabat.

1.2 Pengertian Pemberdayaan


Secara umum pemberdayaan memiliki berbagai macam pengertian, beberapa
pengertian pemberdayaan dari berbagai tokoh, diantaranya adalah sebagai berikut:
Menurut Eddy Papilaya yang dikutip oleh Zubaedi, bahwa Pemberdayaan
adalah upaya untuk membangun kemampuan masyarakat, dengan mendorong,
memptivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya
untuk mengembangkan potensi itu menjadi tindakan nyata.
Selaras dengan yang diungkapkan oleh Zubaedi, bahwa Ginandjar
Kartasasmitha menyatakan bahwa pemberdayaan adalah suatu upaya untuk
membangun daya itu, dengan cara mendorong, memotivasi, dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
Senada dengan yang dipaparkan oleh Ginandjar Kartasasmitha, menurut payne yang
dikutip oleh Isbandi Rukminto Adi dalam buku Intervensi Komunitas Pengembangan
Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan. Masyarakat, bahwa suatu pemberdayaan
(empowerment), pada intinya ditujukan guna dalam proses pemberdayaan, diperlukan
pencapaian dalam pemberdayaan, melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang
dalam penguatan, perlindungan, penyokongan dan pemeliharaan.

1.3 Bentuk – Bentuk Peran Serta Masyarakat


1. Peran serta perorangan dan keluarga
Dilakukan oleh setiap anggota keluarga dan masyarakat dalam dalam
menolong dirinya sendiri dan keluarga untuk dapat hidup sehat
2. Peran serta masyarakat umum
Meliputi kegiatan untuk menjalin hubungan yang erat dan dinamis pemerintah
dan masyarakat dengan cara mengembangkan dan membina komunikasi timbal
balik serta menyebarluaskan informasi tentang kesehatan
3. Peran serta masyarakat kelompok penyelenggara upaya kesehatan
Dilakukan oleh organisasi atau lembaga swadya yang ada di masyarakat
ataupun perusahaan swasta yang peduli terhadap masalah kesehatan
4. Peran serta profesi kesehatan
Meliputi dokter, perawat, dokter gigi, apoteker,bidan, dan sejenisnya (Depkes RI,
1991)

1.4 Participatory Rural Appraisal (PRA)


1.4.1 Pengertian PRA

PRA adalah suatu metode pendekatan dalam proses pemberdayaan dan


peningkatan partisipasi masyarakat, yang tekanannya pada keterlibatan masyarakat
dalam keseluruhan kegiatan pembangunan. Pendekatan PRA bercita-cita
menjadikan warga masyarakat sebagai peneliti perencana, pelaksanaan program
pembangunan dna bukan sekedar obyek pembangunan. Pemberdayaan masyarakat
dan partisipasi merupakan strategi dalam paragdima pembangunan yang berpusat
pada rakyat. Jadi, sebenarnya pelaksanaan PRA ditekankan pada :

1. Keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan


2. Peningkatan kemandirian dan kekuatan internal.

Partisipasi dalam kaitannya dengan penerapan metode pendekatan PRA lebih


ditujukan pada keikutsertaan masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan.
Contohnya :

1. Masyarakat bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dari


program yang telah ditetapkan pemerintah
2. Anggota masyarakat berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan
3. Anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan tentang
cara pelaksanaan sebuah proyek dan ikut serta sebagai fasilitator.
2.4.2 Latar belakang penerapan PRA di Indonesia
1. Sejarah perkembangan PRA di Indonesia
Contoh penerapan partisipasi masyarkat dalam kehidupan masyarakat
Indonesia :
1.1 Mapalus di Minahasa
1.2 Makombong Royong di Enrekang
1.3 Gotong Royong di Jawa
1.4 Budaya consensus (musyawarah) dalam kehidupan masyarakat di
Indonesia.
2. Tahapan penerapan partisipasi di Indonesia
Tahun 1970 ; konsep-konsep kemandirian dari prinsip-prinsip pembangunan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah dicantumkan dalam GBHN,
dimana kebijakan pembangunan masih sangat bersifat sentralistik.
Tahun 1980 ; telah menemukan cara pendektan dengan partisipasi. Dan
berhubung pendekatan dengan partisipasi sangat rumit maka penerapannya
cenderung kembali ke praktek-praktek sentralistik.
Tahun 1999 ; dengan keluarnya UU No. 22 Tahun 1999, tentang otonomi daerah
maka pendekatan sentralistik mulai diubah kea rah pendekatan.

1.5 Pendekatan Edukatif dalam Peran Serta Masyarakat


Pendekatan edukatif secara umum adalah suatu rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan terarah dengan partisipasi aktif dari
individu, kelompok, maupun masyarakat umum, untuk memecahkan masalah
masyarakat dnegan mempertimbangkan factor social, ekonomi, dan budaya.
Pendekatan edukatif secara khusus adalah satu bentuk atau model pelaksanaan
organisasi social masyarakat dalam memecahkan masalah yang dirasakan oleh
masyarakat dengan pokok penekanan pada hal-hal berikut :
1. Pemecahan masalah dan proses pemecahan masalah
2. Pengembangan provider, merupakan bagian dari proses pengembangan
masyarakat secara keseluruhan.
Tujuan pendekatan edukatif
1. Memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat
2. Mengembangkan kemampuan masyarakat untuk dapat memecahkan
masalahnya sendiri secara swadaya dan gotong royong

Provider adalah sector yang bertanggung jawab secara teknis terhadap program-
program yang dikembangkan dalam pengembangan kemampuan masyarakat
untuk dapat memecahkan masalahnya sendiri secara swadaya dan gotong royong.

Langkah-langkah pendekatan edukatif

1. Pendekatan terhadap tokoh masyarakat


a. Nonformal untuk penjagaan lahan
b. Formal dengan surat resmi
c. Tatap muka antara provider dan tokoh masyarakat
d. Kunjungan rumah untuk menjelaskan maksud dan pengumpulan data
e. Pertemuan provider dan tokoh masyarakat untuk menetapkan suatu
kebijakan alternative, pemecahan masalah dalam rangka perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
f. Menjalin hubungan social yang baik dengan menghadiri upacara agama,
perkawinan, kematian, dan sebagainya.
2. Pendekatan kepada provider. Diadakan pada waktu pertemuan tingkat
kecamatan, tingkat desa atau kelurahan, tingkat dusun atau lingkungan.
3. Pengumpulan data primer dan sekunder. Data umum, data teknis sesuai
dengan ketentuan masing-masing sector, data perilaku sesuai dengan masalah
yang ada, data khsusus hasil pengamatan, data orang lain. Pengembangan
masyarakat perlu dilakukan baik sumber daya alam atau potensi desa, dan
sumber manusia atau kader kesehatan agar mau tau dan mampu mengatasi
masalahnya sendiri secara swadaya dan gotong royong dengan menggunakan
metode berikut:
a. Pendekatan tingkat desa dilakukan dengan pertemuan tersendiri dengan
tokoh masyarat, menumpang pada pertemuan lain seperti musyawarah
masyarakat desa (MMD) maupun pertemuan tingkat dusun atau
lingkungan.
b. Pengumpulan data untuk mencari kebutuhan yang real dan kebutuhan yang
diinginkan masyarakat dalam rangka survey mawas diri (SMD).
c. Penyajian data pada waktu MMD yang berisi analisis situasi secara
singkat, analisi data, permasalahan, penyebab terjaidnya masalah.
d. Komitmen bersama dari hasil kesepakatan MMM dalam kebijakan
alternative pemecahan untuk perencanaan kegiatan, perencanaan kegiatan,
perencanaan, dan evaluasi.
e. Tindak lanjut program dan pembinaannya dapat dilakukan dengan
pertemuan berkala, provider dan kader melakukan study banding ke desa
lain, provider mengadakan pembinaan ke desa agar mengubah sikap diri.
Pada peringatan hari besar, sebaiknya diadakan lomba penampilan antar
dusun atau desa.

Ada pula peran serta masyarakat dibagi kedalam 2 bagian, berikut uraiannya :

1. Peran serta dengan paksaan


Memaksa masyarakat untuk kontribusi dalam suatu progam, baik melalui
perundung undangan, peraturan, maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan
lebih cepat dan mudah tetapi masyarakat merasa takut dan dipaksa sehingga tidak
mempunyai rasa memiliki terhadap progam.
2. Peran serta masyarakat dengan persuasi dan edukasi
Yakni partisipasi yang disadari oleh kesadaran, yang sukar ditumbuhkan dan
memakan waktu lama. Akan tetapi, bila hal ini tercapai, maka masyarakat akan
mempunyai rasa memiliki. Peran serta masyarakat ini bisa dimulai dengan
pemberian informasi yang jelas, pendidikan dan sebagainya.

1.6 Menggunakan atau Memanfaatkan Fasilitas dan Potensi yang ada di


Masyarakat

Fasilitas dan potensi yang ada di masyarakat, yaitu sumber daya alam atau
potensi desa, dan sumber daya manusia/ kader kesehatan. Bidan dalam memberi
pelayanan kepada ibu dan anak dikomunitas perlu memperhatikan factor lingkungan
berikut:

1) Lingkungan social, masyarakat yang berada didalam komunitas memiliki ikatan


social dan budaya. Dukun penolong persalinan sangat dekat dengan masyarakat,
terutama dikalangan keluarga di desa karena mereka menggunakan pendekatan
social budaya sewaktu memberi pelayanan. Bidan dalam memberi pelayanan
kepada ibu hamil dan bersalin diupayakan tidak bertentangan dengan kebiasaan,
adat istiadat, kepercayaan, dan agama dimasyrakat. Oleh karena itu, peran
masyarakat penting dalam upaya peningkatan kesehatan ibu, anak balita, serta
keluarga berencana. Peran serta masyarakat ini selalu digerakan dan ditingkatkan
melalui kegiatan penyuluhan kesehatan.
2) Lingkungan flora dan fauna. Kebutuhan gizi manusia bergantung pada keberadaan
flora dan fauna. Masyarakat dianjurkan melakukan penghijauan. Pemanfaat
pekarangan dengan tanaman bergizi dan berkhasiat akan mendukung terwujudnya
kesehatan keluarga. Peternakan juga mendukung kondisi gizi manusia. Bidan yang
bekerja di komunitas memperhatikan pengaruh flora dan fauna ini. Pemanfaatan
tumbuh-tumbuhan dan hewan ternak disampaikan melalui penyuluhan kesehatan
merupakan bantuan bidan kepada masyarakat terutama kaum ibu. Kerjasama
dengan petugas gizi dan pertanian diperlukan didalam peningkatan gizi masyarakat.

1.7 Pembinaan Peran Serta Masyarakat


Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat perlu dilakukan melalui
pengembangan dan pembinaan kesehatan masyarakat desa (PKMD). Pengembangan
dan pembinaan kesehatan masyarakat desa (PKMD) adalah rangkaian kegiatan
masyarakat yang dilakukan berdasarkan gotong royong dan swadana masyarakat
dalam rangka menolong mereka sendiri untuk mengenal masalah atau kebutuhan yang
dirasakan oleh masyarakat teruma dibidang kesehatan agar mampu meningkatkan
mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan PKMD diharapkan muncul atas kesadaran dan prakarsa dari masyarakat
sendiri dengan bimbingan dan pembinaan oleh pemerintah. Puskesmas sebagai pusat
pembangunan kesehatan ditingkat kecamatan dapat mengambil prakarsa untuk
bersama sama sektor yang bersangkutan menggerakan peran serta masyarakat dalam
kegiatan PKMD.
1.7.1 Upaya-upaya dalam pembinaan peran serta masyarakat
Beberapa upaya yang dilakukan untuk melakukan pembinaan peran serta
masyarakat meliputi pengaturan bantuan biaya bagi masyarakat yang tidak
mampu, pengoranisasian donor darah berjalan, serta pelaksanaan pertemuan
rutin gerakan sayang ibu dalam promosi suami, bidan, dan desa siaga
1) Pengaturan bantuan biaya bagi masyarakat tidak mampu
Biaya kesehatan tidak hanya bersumber dari pemerintah, tetapi
dapat bersumber atau berbasis pada masyarakat. Terdapat 2 bentuk
pembiayaan kesehatan dari masyarakat yaitu sebagai berikut:
1. Dana masyarakat yang bersifat aktif adalah dana yang secara khusus
digali atau di kumpulkan oleh masyarakat untuk membiayai upaya
kesehatan. Pendanaan tersebut sering dikataan sebagai dana sehat. Cara
memperoleh dana sehat bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
dengan mengumpulkan iuran, sumbangan, jimpitan, arisan, ataupun
penyisihan hasil usaha.
2. Dana masyarakat yang bersifat pasif adalah dana yang sudah ada di
masyarakat dan digunakan untuk membiayai upaya kesehatan
diantaranya adalah dana social keagamaan. Dana pasif dapat diperoleh
dengan menyisihkan sebagian dana keagamaan atau dana social.
1. Dana Sehat

Dana sehat merupakan upaya pemeliharaan kesehatan perorangan,


keluarga dan masyarakat yang di dukung oleh system pembiayaan yang di
kumpulkan dari desa dan masyarakat berdasarkan semangat dan gotong
royong serta cermat sesuai dengan prinsip-prinsip asuransi.

Pembentukan dana sehat dapat di lakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Melakukan pendekatan edukatif untuk memperoleh kesepakatan


masyarakat dan pimpinan desa tentang pengumpulan dana untuk
pembiayaan kesehatan. Dana dapat di peroleh dari iuran atau barang
yang di serahkan oleh peserta (keluarga dan di himpun oleh pengumpul
yang di tunjuk setiap bulan nya.
2. Berdasarkan keputusan atau musyawarah desa yang di tetpkan
pengelola dan pesrtanya.
3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di tetpkan oleh pengelola atau
pengurus dan wakil-wakil masyarakat peserta. Pelayanan kesehatan
yang di sediakan sebagai jaminan bersifat komprehensif, walaupun pada
tahap awalnya hanya berupa pelayanan pengobatan dasar. Apabila telah
memungkinkan, jenis pelayanan dapat di kembangkan menuju kea rah
pelayanan komprehensif.
4. Dalam merencanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya
pemeliharaan kesehtan masyarakat, penyelenggara pelayanan dan
pengelola dana serta melakukannya secara bersama-sama dan dengan
persetujuan anggotanya.
5. Pengawasan dan mekanisme koordinasi di lakukan oleh kepala desa
atau LKM serta oleh tingkat kecamatan. Untuk itu harus di susun
ketentuan-ketentuan dalam suatu anggaran dasar rumah tangga
organisasi dana sehat, yang meliputi kewajiban peserta, hak peserta,
prosedur memperoleh pelayanan kesehatan kewajiban pengelola, dan
umpan balik penyelenggara pelayanan kepada pengurus dana sehat.
6. Dana efektif dan efisien yang terkumpul dapat di gunakan untuk
membeli alat sedrhana guna mengobati penyakit-penyakit ringan pada
anggota oleh tenaga terlatih (pos obat desa) yang tentunya atas
kesepakatn rapat anggota dana sehat juga dapat di pakai untuk
kelestarian posyandu sehingga tidak menggugurkan pembiayaan
pemeliharaan kesehatan.

a. Tahap-tahap pembentukan organisasi dana sehat


Ada bebrapa tahapan yang harus di lalui untuk mengorganisasikan
pembiayaan berbasis masyarakat yang bersifat aktif. Karena hal tersebut
tidaklah mudah. Tahapan-tahapan pembentukan yang di maksud adalah
sebagai berikut :

1. Mengadakan pertemuan tingkat desa atau musyawarah desa yang di ikuti


oleh pengurus RT/RW , tokoh masyarakat, tokoh agama, kader, dukun,
satuan tugas gerakan saying ibu (Satgas GST), serta warga.
2. Menyosialisasikan dana sehat, misalnya dana social bersalin berserta
manfaat yang dapat di rasakan oleh warga terutama ibu hamil.
3. Melaksanakan survey mawas diri (SMD) dan penyuluhan yang bersifat
teknis.
4. Data kesepakatan tercapai, masyarakat di ajak untuk melakukan forum
musyawarah masyarakat desa (MMD) dengan sasaran pengurus RT dan
RW. Kader kesehatan, tokoh lokal, dukun, pengurus badan pembinaan
desa dan lembaga pembinan masyarakat, aparat desa, serta petugas
lapangan keluarga berencana (PLKB) setempat. Hasil musyawarah yang
telah terbentuk di kukuhkan dengan surat keputusan (SK) kepla desa
dengan menyepakati sumber dana dan tariff persalinan yang di buat
dalam bentuk peraturan desa.
b. System Pendanaan Dana Sehat

Penhimpunan dana sehat dapat di lakukan dengan berbagai cara


sederhana. Sumber utama pendanaan adalah dari iuran warga, misalnya Rp.
1000 per kepala keluarga setiap bulannya. Sumber ain yang merupakan
sumber dan dari iuran-iuran yang tidak memberatkan masyarakat seperti dana
dari pungutan. Selain itu tarif pertolongan persalinan oleh bidan di tentukan
berdasarkan kesepakatan warga.

c. Upaya pemerintah dalam penyelenggaraan dana sehat

Untuk mewujudkan masyarakat yang sehat sejahtera, pemerintah


berupaya secara terus-menerus meningkatkan keshatan masyarakat, di
antaranyan dengan membentuk jaminan kesehatan kepada masyarakat dengan
system layanan kesehatan gratis, memperbanyak puskesmas, dan unit-unit
layanan kesehatan kepada masyarakat miskin dan terbelakang, serta
mengadakan program bantuan untuk pengobatan Cuma-Cuma melalui
program kartu sehat untuk masyarakat lanjut usia yang tidak mampu.

2. Donor darah berjalan


Donor darah berjalan merupakan merupakan salah satu kegiatan yang di
adakan di desa-desa yang ingin menyukseskan program desa siaga. Kegiatan ini di
laksanakan dalam upaya menurunkan angka kematian ibu melalui penyaluran
dodnor darah untuk ibu hamil atau ibu bersalin yang membutuhkan nya.

Secara umum proses pembentukan donor darah berjalan hampir sama


dengan pembentukan dana sehat. Hanya saja pada tahap sosialisasi memerlukan
bantuan dari palang merah Indonesia (PMI) untuk menjelaskan masalah donor
darah agar masyarakat bertambah pengentahuan nya serta menghilangkan mitos-
mitos yang selama ini berkembang dalam masyarakat dalam masyarakat mengenai
donor darah. Dengan demikian di harapkan dapat terjadi peningkatan peran serta
masyarakat dalam pelaksanaan donor darah.

Apabila pada suatu waktu, seorang ibu hamil atau ibu bersalin
memerlukan donor drah, bidan dapat segera menghubungi coordinator dari
golongan darah yang di butuhkan. System sederhana ini di harapkan dapat
memberikan dampak besar terhadap keberhasilan program desa siaga terutama
untuk menurunkan angka kemtian ibu hami, bersalin, nifas, serta bayi.

3. Gerakan sayang ibu (GSI)

Gerakan sayang ibu merupakan gerakan yang di laksanakan dalam upaya


salah satu program pemerintah untuk meningkatakan kualitas hidup perempuan
melalui berbagai kegiatan yang berdampak terhadap penurunan angka kematian
ibu (AKI) yang di sebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas sebagai
investasi untuk mempersiapkansumber daya manusia yang lebih sehat dan
berkualitas.

Gerakan syaang ibu di canangkan oleh pemerintah pada tanggal 22


desember 1998 bertepatan dengan hari ibu. Dengan gerakan tersebut di harapkan
angka kematian ibu (AKI) pada akhir pelita VI dapat di turunkan dari 225 per
100.000 kelahiran hidup menjadi 80 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2018
atau pada akhir pembangunan jangka panjang kedua.

Setelah berhasilkan menyukseskan program desa siaga dan gerakan sayang


ibu pemerintah melanjutkan program lain nya dengan memberdayakan perempuan
melalui kementrian pemberdayaan perempuan dan Bidan Koordinasi keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) yang bekerja sama dengan pemerintah amerika
serikat (USAID) meluncurkan program suami siaga, bidan siaga, dan warga siaga.
Mengingat bahwa tanggung jwab ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi bukan hanya
tanggung jawab ibu saja, melainkan tanggung jawab dari semua komponen
masyarakat yang meliputi bidan, suami, keluarga, ataupun masyarakat yang
berada di sekitarnya.

4. Suami Siaga
Suami siaga merupakan bentuk pendampingan yang di berikan kepada ibu,
karena salah satu orang terdekat dengan ibu adalah suami. Program suami siaga
(suami siap antar jaga) di kembangkan untuk mendukung program GSI. Suami
menyiapkan biaya pemeriksaan dan persalinan, siap mengantar istri ke tempat
pemriksaan dan melahirkan, serta siap menjaga dan menunggu istri melahirkan.

Suami siaga adalah suami yang siap menjaga istrinya yang sedang hamil,
menyediakan tabungan bersalin, serta memberikan kewenangan untuk
menggunakan nya apabila terjadi masalah kehamilan, suami siaga mempunyai
jaringan dengan tetangga potensial yang mampu mengatasi masalah kegawat
daruratan kebidanan, suami siaga juga memiliki pengetahuan tentang tanda
bahaya kehamilan, persalinan, nifas, dan mengutamakan keselamatan istri.

Untuk menjadi suami yang benar-benar siaga, maka harus di bekali dengan
pengetahuan tentang beberapa hal berikut :

1. Upaya menyelamatkan ibu hamil.


2. Tiga terlambat, yaitu terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil
keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, terlambat mendapatkan
pertolongan di fasilitas kesehatan.
3. Empat terlalu, yaitu terlalu muda saat hamil, terlalu tua saat hamil, terlalu
banyak anak, dan terlalu dekat usia kehamilan
4. Perawatan kehamilan, tabungan persalinan, donor darah, tanda bahay
kehamilan, persalinan dan nifas, serta pentingnya pencegahan dan mengatasi
masalah kehamilan secra tepat.
5. Transportasi siaga dan pentingnya rujukan. Dengan demikian pehatian suami
dan keluarga bertambah dalam memahami dan mengambil peran yang lebih
aktif serta memberikan kasih sayang pada istri terutama pada saat sebelum
kehamilan, selama kehamilan, persalinan dan sesudah persalinan.

Di perlukan terobosan-terobosan baru dalam upaya meningkatkan


partisipasi suami, tetapi dengan tetap memperhatikan faktor-faktor spesifik yang
mempengaruhinya, sehingga dapat menimbulkan kesadaran dan kemauan dari
suami untuk ikut memberdayakan diri dalam berbagai tanggung jawab (sharing
responsibility) kepada istrinya. Beberapa faktor spesifik yang mempengaruhi
partisipasinya suami dalam perlindungan kesehatan reproduksi ibu, di antaranya
adalah sebagai berikut.

5. Budaya

Di berbagai wilayah di Indonesia teruatama dalam masyrakat yang


masihmenganut teguh budya tradisional (partilineal), misalnya pada budaya jawa,
menganggap istri adalah konco wingking (teman di belakang) yang artinya derajat
kaum lelaki lebih tinggi di bandingkan dengan derjat kaum perempuan, tugas
perempuan hanyalah melayani kebutuhan dan keinginan suami saja.
Upaya yang dapat di lakukan untuk mengubah budaya tradisional tersebut
antara lain sebagai berikut :

1. Menyosialisasikan persepsi tentang kesetaraan gender sejak dini melalui


lembaga formal, misalnya sekolah formal maupun non-formal atau melalui
program yang ada dalam kelompok masyarakat lalu mengaplikasikan nya
dalam prilaku kehidupan sehari-hari
2. Memberikan penyuluhan pada sarana atau tempat-tempat berkumpul dan
berinteraksi para lelaki, misalnya tempat kerja dan forum komunikasi desa.
3. Memberikan informasi sesering mungkin dengan stimulus yang menarik
perhatian, misalnya melalui poster.
4. Masyarakat Indonesia pada umunya masih mempunyai perasaan malu dengan
lingkungan sekitar, sehingga perlu di pikirkan suatu aturan atau kegiatan yang
dapat memotivasi kepala keluarga untuk segera merealisasikan kepedulian
kepada istrinya
5. Satgas GSI tingkat desa perlu membuat tanda sedemikian rupa dengan warna
terang (merah,hijau,kuning) dan di tempelkan di rumah warga yang menulis
ibu hamil yang perlu mendapatkan perhatian lebih dan kewaspadaan.
6. Pendapatan

Persoalan ekonomi merupakan prioritas utama. Pendapatan keluarga hanya


berfokus kepada pemenuhan kebutuhan hidup, sehingga hampir tidak ada
penyisihan dana untuk kesehatan. Ibu hamil jarang di periksakan ke pelayanan
kesehatan karena tidak adanya biaya.

Pemberdayaan suami perlu di kaitkan dengan pemberdayaan ekonimi


keluargasehingga kepala kluarga tidak mempunyai alasanuntuk tidak
memeperhatikan kesehatan istri karena masalah keuangan. Pemberdayaan
ekonomi keluarga dapat di lakuakn salah satunya dengan jalan membentuk
kelompok usaha yang di dasarkan pada sumber daya yang tersedia di sekitarnya
serta mencari sebab peranannya, misalnya kelompok usaha alat rumah tangga.

7. Tingkat pendidikan

Wawasan pengetahuan suami di pengaruhi tingkat pendidikan suami


sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah tingkat pendidikan suami, akses
terhadap informasi kesehatan perempuan semakin berkurang, sehingga suami
akan sulit dalam mengambil keputusan yang efektif. Dengan demikian perlu di
perkenalkan pandangan baru untuk memberdayakan kaum suami dengan
mendasarkan pada pengertian bahwa :

1. Suami memainkan peranan penting, terutama dalam pengambilan keputusan


yang berkenaan keputusan dengan kesehatan reproduksi pasangan nya.
2. Suami sangat berkepentingan terhadap kesehatan reproduksi pasangan nya.
3. Saling pengertian serta adanya keseimbangan peranan antara kedua pasangan
dapat membantu meningkatkan prilaku yang kondusif terhadap peningkatan
kesehatan reproduksi
4. Pasangan yang selalu berkomunikasi tentang rencana keluarga dan kesehatan
reproduksi antara satu dengan lainnya akan mendapatkan keputusan ang lebih
efektif dan lebih baik
8. Bidan siaga

Menggerakkan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dalam pelayanan


selama kehamilan, persalinan, dan masa nifas, serta dalam upaya menggerakkan
masyarakat untuk membentuk system transportasi, donor darah, dan tabungan
bersalin untuk mengatasi kegawatdaruratan pada saat persalinan.

Peran bidan dalam menggerakkan masyarakat adalah sebagai promoter


dari pembinaan peran serta masyarakat. Bidan sebagai pelopor harus mampu
menggerakkan masyarakat sekaligus ikut berkecimpung dalam kegiatan yang ada
di masyarakat. Sebagai contoh, bidan ikut sebagai pendonor dalam program donor
darah.

9. Desa Siaga
a. Pengertian

Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber


daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-
masalah kesehatan, bencana, serta kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri.

b. Tujuan desa siaga


1. Tujuan umum

Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli, serta tanggap


terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.

2. Tujuan khusus
a. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa terhadap
pentingnya kesehatan.
b. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa
dengan pentingnya kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan, dan
sebagainya)
c. Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan prilaku
hidup bersih dan sehat
d. Meningkatnya kesehatan lingkungan desa
e. Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk
menolong diri sendiri di bidang kesehatan.

c. Sasaran pengembangan desa siaga


Sasaran pengembangan desa siaga di bedakan menjadi tiga jenis, yaitu
sebagai berikut:

1. Semua individu dan keluarga di desa yang di harapkan mampu


melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di wilayahnya atau desanya.
2. Pihak-pihak yang mempunya pengaruh terhadap perubahan prilaku
individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi
perubahan prilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat, termasuk tokoh
agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader desa serta petugas
kesehatan.
3. Pihak-pihak yang di harapkan memberikan dukungan kebijakan,
peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain.
Seperti kepala desa, camat, para pejabat terkait baik negri maupun swasta,
para donator dan pemangku kepentingan lainnya.
d. Kriteria Desa Siaga

Sebuah desa telah menjadi desa siaga apabila dana tersebut telah
memenuhi criteria minimal berikut ini :

1. Memiliki pelayanan kesehatan dasar, bagi desa yang tidak memiliki akses
ke puskesmas/puskesmas pembantu, dapat di kembangkan pos kesehatan
desa (poskesdes)
2. Mempunyai forum masyarakat desa
3. Mempunyai sedikitnya dua jenis upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat (UKBM) sesuai kebutuhan amsyarakat setempat (misalnya
posyandu dan polindes)
4. Ada pembinaan dari puskesmas yang mampu memberikan pelayanan
kegawatdaruratan bagi ibu hamil, bersalin, nifas, serta bayi baru lahir.
5. Ada pengamatan kesehatan terus menerus yang berbasis masyarakat
6. Ada system siaga terhadap bencana oleh masyarakat
7. Ada pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat
8. Mempunyai lingkungan yang sehat
9. Masyarakat yang berprilaku hidup bersih dan sehat.
10. Forum masyarakat desa
Forum masyarakat desa adalah suatu perkumpulan yang terdiri atas
perwakilan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
warga/perbaikan desanya. Forum ini bisa berupa kelompok rembug desa,
perkumpulan yasinan, majlis taklim, serta kelompok doa, yang pada intinya
sudah berfungsi sebagai wadah kegiatan dan menampung kebutuhan
masyarakat. Perkumpulan ini secara berkala membahas berbagai
permasalahan kesehatan dan cara mengatasinya dengan upaya mandiri di
masyarakat desa.
1.8 Pembelajaran Orang Dewasa
Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman,
pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup secara
mandiri. Orang dewasa terus berusaha meningkatkan pengalaman hidupnya agar
lebih matang dalam melakukan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Orang
dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang dibentuk dan dipengaruhi orang
lain untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan para pemegang otoritas di atas
dirinya sendiri, akan tetapi dalam perspektif pendidikan, orang dewasa lebih
mengarahkan dirinya kepada pencapaian pemantapan identitas dan jati dirinya untuk
menjadi dirinya sendiri.
Strategi Pembelajaran Orang Dewasa (Andragogi). Dalam kegiatan
pembelajaran, pendidik dituntut memiliki kemampuan memilih pendekatan
pembelajaran yang tepat. Kemampuan tersebut sebagai sarana serta usaha dalam
memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran untuk menyajikan materi
pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan program pembelajaran. Untuk
menentukan atau memilih pendekatan pembelajaran, hendaknya berangkat dari
perumusan tujuan yang jelas. Setelah tujuan pembelajaran ditentukan, kemudian
memilih pendekatan pembelajaran yang dipandang efisien dan efektif. Pemilihan
pendekatan pembelajaran ini hendaknya memenuhi kriteria efisien dan efektif. Suatu
pendekatan pembelajaran dikatakan efektif dan efisien apabila startegi tersebut dapat
mencapai tujuan dengan waktu yang lebih singkat dari pendekatan yang lain.
Kriteria lain yang perlu diperhatikan dalam memilih pendekatan pembelajaran adalah
tingkat keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran.

1.9 Hakekat Pemberdayaan

Istilah pemberdayaan masyarakat (empowerment) adalah sebuah istilah yang


sudah familier bagi kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi,
organisasi sosial kemasyarakatan bahkan kalangan pemerintahan. Istilah
pemberdayaan ini muncul hampir bersamaan dengan adanya kesadaran akan perlunya
partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini diasumsikan bahwa tanpa adanya
partisipasi lmasyarakat niscaya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
tidak .,akan memperoleh kemajuan yang berarti. Adanya gagasan bahwa partisaipasi
masyarakat itu seyogyanya merefleksikan kemandirian bukanlah tanpa alasan. Tanpa
adnya kemandirian maka suatu bentuk partisipasi masyarakat itu tidak lain hanya
sebuah mobilisasi belaka. Dalam tataran konseptual pemberdayaan terkait erat dengan
proses tranformasi sosial, ekonomi, politik dan budaya (Ahmad Mahmudi, 2002:3).
Pemberdayaan bisa dimaknai sebagai proses penumbuhan kekuasaan dan kemampuan
diri dari kelompok masyarakat yang miskin lemah, terpinggirkan dan tertindas.
Melalui proses pemberdayan diasumsikan bahwa kelompok sosial masyarakat
terbawah sekalipun bisa saja terangkat dan muncul menjadi bagian masyarakat
menengah dan atas. Hal ini bisa terjadi kalau saja mereka diberi kesempatan dan
mendapat bantuan dan di fasilitasi pihak lain yang punya komitmen untuk itu.
Kelompok miskin di suatu pedesaan misalnya, tidak akan mampu melakukan proses
pemberdayaan sendiri tanpa bantuan atau difasilitasi pihak lain. Harus ada kelompok
atau seseorang, suatu lembaga yang bertindak sebagai agen pemberdayaan bagi
mereka.

Pemberdayaan masyarakat berbeda dengan apa yang selama ini dipahami


orang dengan pendekatan karikatif (memberi bantuan dengan dasar belas kasihana)
dan pengembangan masyarakat (community development) yang biasanya berisi
pembinaan, penyuluhan, bantuan teknis, dan manajemen serta mendorong
kemandirian/keswadayaan. Dua pendekatan pembanguna di atas biasanya ada
intervensi dari orang luar yang mengambil inisiatif, prakarsa dan memutuskan dan
melakukan sesuatu sesuai dengan pikirannya sendiri. Masyarakat diikutkan sebagai
objek pembangunan, pihak luar berfungsi sebagai pembina, penyuluh, pembimbing
dan pemberi bantuan. Dari penjelasan di atas bisa dipahami bahwa esensi
pemberdayaan masyarakat adalah proses dari, oleh dan untuk masyarakat, dimana
masyarakat didampingi/difasilitasi dalam mengambil keputusan dan berinisiatif
sendiri agar merek lebih mandiri dalam pembangunan dan peningkatan taraf hidup
mereka, sedang pihak lain hanya berfungsi sebagai fasilitator.

1.10 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat


Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan
masyarkat terutama dari kemiskinana dan keterbelakangan, kesenjangan atau
ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indicator pemenuhan kebutuhan
dasar yang belum mencukupi atau layak. Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan,
pakaian, papan, kesehatan, pendidikan dan transfortasi sedangkan keterbelakangan,
misalnya produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya
akses pada tanah padahal ketergantungan pada sector pertanian masih sangat kuat,
melemahnya pasar-pasar local atau tradisional karena dipergunakan untuk memasok
kebutuhan perdagangan internasional. Dengan perkataan lain masalah
keterbelakangan menyangkut structural (kebijakan) dan kultural (Sunyoto Usman,
2004).
Kemandirian masyarakat adalah suatu kondisi yang dialami masyarakat yang
ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu
yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi
dengan mempergunakan daya dan kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif,
konatif, psikomotorik, dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan
internal masyarakat tersebut, dengan demikian untuk menuju mandiri perlu dukungan
kemampuan berupa sumber daya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, konatif,
psikomotorik dan afektif, dan sumber daya lainnya yang bersifat fisik – material.
Kondisi kognitif pada hakikatnya merupakan kemampuan berpikir yang
dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan seorang atau masyarakat dalam rangka
mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kondisi konatif merupakan suatu
sikap perilaku masyarakat yang terbentuk yang diarahkan pada perilaku masyarakat
yang terbentuk diarahkan pada perilaku yang sensitive terhadap nilai-nilai
pembangunan dan pemberdayaan. Kondisi afektif merupakan sense yang dimiliki oleh
masyarakat yang diaharpkan dapat diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam
sikap dan perilaku. Kemampuan psikomotorik merupakan kecakapan keterampilan
yang dimilki masyarakat sebagai upaya pendukung masyarakat dalam rangka
melakukan aktivitas pembangunan.

1.11 Tahapan Pengorganisasian Masyarakat


Menurut Adi Sasongko (1978), langkah –langkah yang harus ditempuh dalam
pengorganisasian masyarakat adalah :
1. Persiapan social
Tujuan persiapan social adalah mengajak berpartisipasi atau peran serta
masyarakat sejak awal kegiatan , sampai dengan perencanaan program,
pelaksanaan hingga pengembangan program kesehatan masyarakat. Kegiatan-
kegiatan dalam persiapan social ini lebih ditekankan kepada persiapan-persiapan
yang harus dilakukan baik aspek teknis, administratif dan program-program
kesehatan yang akan dilakukan.
a. Tahap pengenalan masyarakat
Dalam tahap awal ini kita harus datang ketengah-tengah masyarakat
dengan hal yang terbuka dan kemauan untuk mengenal sebagaimana adanya,
tanpa disertai prasangka buruk sambil menyampaikan maksud dan tujuan
kegiatan yang akan dilaksanakan.
b. Tahap pengenalan masalah
Dalam tahap ini dituntut suatu kemampuan untuk dapat mengenal
masalah-masalah yang ememang benar – benar menjadi kebutuhan
masyarakat.
c. Tahap penyadaran masyarakat
Dalam tahap ini adalah menyadarkan masyarakat agar mereka tahu dan
mengerti tentang masalah-masalah kesehatan yang mereka hadapi sehingga
dapat berpartisipasi dalam penanggulangannya serta tahu cara memenuhi
kebutuhan akan upaya pelayanan kesehatan sesuai dengan potensi dan sumber
daya yang ada.
Agar masyarakat dapat menyadari masalah dan kebutuhan mereka
akan pelayanan kesehatan, diperlukan suatu mekanisme yang terencana dan
terorganisasi dengan baik, untuk itu beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
dalam rangka menyadarkan masyarakat.
a. Lokakarya mini kesehatan
b. Musyawarah masyarakat desa (MMD)
c. Rembuk desa
2. Pelaksana
Setelah rencana penanggulangan masalah disusun dalam lokakarya mini, maka
langkah selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan tersebut sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam
pelaksanaan kegiatan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat adalah :
a. Pilihlah kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
b. Libatkan masyarakat secara aktif dalam upaya penanggulangan masalah
c. Kegiatan agar disesuaikan dengan kemampuan, waktu, sumber daya yang
tersedia di masyarakat
d. Tumbuhkan rasa percaya diri masyarakat bahwa mereka mempunyai
kemampuan dalam penanggulangan masyarakat.
3. Evaluasi
Penilaian dapat dilakukan setelah kegiatan dilaksanakan yang dilakukan dalam
jangka waktu tertentu. Dalam penilaian dapat dilakukan dengan :
a. Penilaian selama kegiatan berlangsung
1. Disebut juga penilaian formatif ( monitoring)
2. Dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan kegiatan yang telah
dijalankan apakah telah sesuai dengan perencanaan penanggulangan
maslaah yang telah disusun.
b. Penilaian setelah program selesai dilaksanakan
1. Disebut juga penilaian sumatif ( penilaian akhir program)
2. Dilakukan setelah melalui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang telah
dilakukan
3. Dapat diketahui apakah tujuan atau target dalam pelayanan kesehatan telah
tercapai atau belum
4. Perluasan.
DAFTAR PUSTAKA

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20Sujarwo,%20M.Pd./Makalah-

Strategi%20Pembelajaran%20Orang%20dewasa%20(Repaired).pdf

https://hikmawansp.wordpress.com/2011/12/31/hakekat-pemberdayaan-masyarakat/

Maternity,Dainty.dkk.2017.Asuhan Kebidanan Komunitas.Yogyakarta:Andi

Yulifah,Rita.Tri Johan Agus Yuswanto.2014.Asuhan Kebidanan Komunitas Edisi

2.Jakarta:Salemba Medika

https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/penanganan-

krisis/buku_saku_pedoman_pemberdayaan_masyarakat.pdf

Anda mungkin juga menyukai