Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

       Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah “TUGAS
BIDAN DESA DALAM MELAKUKAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK MULAI DARI PENAGGULANGAN
KEDARURATAN OBSTETRIK SAMPAI BAGAIMANA CARA MERUJUKNYA”
       Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi Makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
       Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

                                                                                                                  
                                                                                                 
                                                                                                                        Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perhatian terhadap permaslah kesehatan terus dilakukan terutama dalam
perubahan paradigma sakit yang selama ini dianut masyarakat ke paradigma
sehat. Paradigma sakit merupakan upaya untuk membuat orang sakit menjadi sehat,
menekankan pada kuratif dan rehabilitatif, sedangkan paradigma sehat merupakan upaya
membuat orang sehat tetap sehat, menekan pada pelayanan promotif dan preventif.
Berubahnya paradigma masyarakat akan kesehatan, juga akan merubah pemeran dalam
pencapaian kesehatan masyarakat, dengan tidak mengesampingkan peran pemerintah dan
petugas kesehatan. Perubahan paradigma dapat menjadikan masyarakat sebagai pemeran
utama dalam pencapaian derajat kesehatan. Dengan peruahan paradigma
sakit menjadi paradigma sehat ini dapat membuat masyarakat menjadi mandiri dalam
mengusahakan dan menjalankan upaya kesehatannya, hal ini sesuai dengan visi
Indonesia sehat, yaitu “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”.
Pemberdayaan masyarakat terhadap usaha kesehatan agar menadi sehat sudah
sesuai dengan Undang – undang RI, Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, bahwa
pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup masyarakat yang setinggi- tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya masyarakat. Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan,
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi – tingginya.
Pemerintah bertanggungjawab memberdayakan dan mendorong peran serta aktif
masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.
Dalam rangka pencapaian kemandirian kesehatan, pemberdayaan masayrakat
merupakan unsur penting yang tidak bisa diabaikan. Pemberdayaan kesehatan di bidang
kesehatan merupakan sasaran utama dari promosi kesehatan. Masyarakat merupakan
salah satu dari strategi global promosi kesehatanpemberdayaan (empowerment) sehingga
pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk dilakukan agar masyarakat sebagai
primary target memiliki kemauan dan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan.
Pengertian Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau proses untuk
menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali,
mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya atau proses untuk
menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan. Memampukan masyarakat, “dari, oleh, dan untuk” masyarakat
itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah  yang dimaksud dengan konsep pemberdayaan masyarakat ?
2. Apa yang dimaksud dengan fungsi dan peran bidan ?
3. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan obstetric ?

          1.3 Tujuan Penulisan
          1.3.1   Tujuan Umum
Makalah  ini dibuat sebagai pedoman atau acuan dalam  membandingkan
antara teori dan praktek konsep pemberdayaan masyarakat, fungsi dan peran bidan
dalam pengananan kegawatdaruratan obstetric serta untuk mengetahui
informasi- informasi mengenai konsep pemberdayaan masyarakat.
          1.3.2   Tujuan Khusus
1.  Memahami pengertian konsep pemberdayaan masyarakat
2. Mengetahui funsi dan peran bidan
3. Mengetahui penanganan kegawatdaruratan obstetrik

          1.4 Manfaat Penulisan


           1.4.1  Bagi Penulis
                        dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dengan realitas kepada masyarakat.
           1.4.2  Bagi Institusi
                        Sebagai acuan program pemberdayaan masyrakat khususnya dibidang kesehatan
           1.4.3  Bagi Pembaca
Untuk menambah wawasan kita mengenai pengertian, ciri, tujuan dari
konsep pemberdayaan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

          2.1.  Pengertian Konsep Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi,
memelihara, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya atau proses untuk
menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan (Supardan, 2013).
Shardlow dalam Jackie Ambadar (2008) menyebutkan pemberdayaan masyarakat
atau community development (CD) intinya adalah bagaimana individu, kelompok
atau  komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan
untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka. Pemberdayaan masyarakat
juga diartikan sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal
dalam merencanakan, memutuskan, dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki
melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki
kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial.
Gerakan pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya dalam peningkatan
kemampuan masyarakat guna mengangkat harkat hidup, martabat dan derajat
kesehatannya. Peningkatan keberdayaan berarti peningkatan kemampuan dan
kemandirian masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat sumber daya
yang dimiliki untuk mencapai kemajuan (Wahyudin, 2012).
Gerakan pemberdayaan masyarakat juga merupakan cara untuk menumbuhkan
dan mengembangkan norma yang membuat masyarakat mampu untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat. Strategi ini tepatnya ditujukan pada sasaran primer agar
berperan serta secara aktif.
Bidang pembangunan biasanya meliputi 3 (tiga) sektor utama, yaitu ekonomi,
sosial (termasuk di dalamnya bidang pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya), dan
bidang lingkungan. Sedangkan masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep yaitu
masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebuah wilayah geografi yang sama.
Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah pertokoan atau sebuah
kampung di wilayah pedesaan.
Dalam arti sempit istilah pengembangan masyarakat di Indonesia sering
dipadankan dengan pembangunan masyarakat desa dengan mempertimbangkan desa
dan kelurahan berada pada tingkatan yang setara sehingga pengembangan masyarakat
(desa) kemudian menjadi dengan konsep pengembangan masyarakat lokal (locality
development).
UKBM (upaya kesehatan bersumberdaya manusia) adalah salah satu wujud nyata
peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Kondisi ini ternyata mampu
memacu munculnya berbagai bentuk UKBM lainnya seperti Polindes, POD (pos obat
desa), pos UKK (pos upaya kesehatan kerja), TOGA (taman obat keluarga), dana sehat
dan lain-lain.

          2.2.  Ciri Pemberdayaan Masyarakat


Suatu kegiatan atau program dapat dikategorikan ke dalam pemberdayaan
masyarakat apabila kegiatan tersebut tumbuh dari bawah dan non-instruktif serta dapat
memperkuat, meningkatkan atau mengembangkan potensi masyarakat setempat guna
mencapai tujuan yang diharapkan. Bentuk-bentuk pengembangan potensi masyarakat
tersebut bermacam-macam, antara lain sebagai berikut :
a. Tokoh atau pimpinan masyarakat (Community leader)
Di sebuah mayarakat apapun baik pendesaan, perkotaan maupun pemukiman elite
atau pemukiman kumuh, secara alamiah aka terjadi kristalisasi adanya pimpinan atau
tokoh masyarakat. Pemimpin atau tokoh masyarakat dapat bersifat format (camat,
lurah, ketua RT/RW) maupun bersifat informal (ustadz, pendeta, kepala adat). Pada
tahap awal pemberdayaan masyarakat, maka petugas atau provider kesehatan terlebih
dahulu melakukan pendekatan-pendekatan kepada para tokoh masyarakat.
b. Organisasi masyarakat (community organization)
Dalam suatu masyarakat selalu ada organisasi-organisasi kemasyarakatan baik
formal maupun informal, misalnya PKK, karang taruna, majelis taklim, koperasi-
koperasi dan sebagainya.
c. Pendanaan masyarakat (Community Fund)
Sebagaimana uraian pada pokok bahasan dana sehat, maka secara ringkas
dapat digaris bawahi beberapa hal sebagai berikut: “Bahwa dana sehat telah
berkembang di Indonesia sejak lama(tahun 1980-an) Pada masa sesudahnya(1990-an)
dana sehat ini semakin meluas perkembangannya dan oleh Depkes diperluas dengan
nama program JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat)
d. Material masyarakat (community material)
Seperti telah diuraikan disebelumnya sumber daya alam adalah merupakan salah
satu potensi msyarakat. Masing-masing daerah mempunyai sumber daya alam yang
berbeda yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan.
e. Pengetahuan masyarakat (community knowledge)
Semua bentuk penyuluhan kepada masyarakat adalah contoh pemberdayaan
masyarakat yang meningkatkan komponen pengetahuan masyarakat.
f. Teknologi masyarakat (community technology)
Dibeberapa komunitas telah tersedia teknologi sederhana yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan program kesehatan. Misalnya penyaring air bersih
menggunakan pasir atau arang, untuk pencahayaan rumah sehat menggunakan genteng
dari tanah yang ditengahnya ditaruh kaca. Untuk pengawetan makanan dengan
pengasapan dan sebagainya.

          2.3. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat adalah upaya atau proses untuk menumbuhkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi,
memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri (Notoadmojdo,
2007). Batasan pemberdayaan dalam bidang kesehatan meliputi upaya untuk
menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan sehingga secara bertahap tujuan pemberdayaan masyarakat
bertujuan untuk :
Tumbuhnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman akan kesehatan  bagi
individu, kelompok atau masyarakat. Pengetahuan dan kesadaran tentang cara – cara
memelihra dan meningkatkan kesehatan adalah awal dari keberdayaan kesehatan.
Kesadaran dan pengetahuan merupakan tahap awal timbulnya kemampuan, karena
kemampuan merupakan hasil proses belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses
yang dimulai dengan adanya alih pengetahuan dari sumber belajar kepada subyek
belajar. Oleh sebab itu masyarakat yang mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatan juga melalui proses belajar kesehatan yang dimulai dengan diperolehnya
informasi kesehatan. Dengan informasi kesehatan menimbulkan kesadaran akan
kesehatan dan hasilnya adalah pengetahuan kesehatan.
Timbulnya kemauan atau kehendak ialah sebagai bentuk lanjutan dari kesadaran
dan pemahaman terhadap obyek, dalam hal ini kesehatan. Kemauan atau kehendak
merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan. Oleh sebab itu, teori lain
kondisi semacam ini disebut sikap atau niat sebagai indikasi akan timbulnya suatu
tindakan. Kemauan ini kemungkinan dapat dilanjutkan ke tindakan tetapi mungkin juga
tidak atau berhenti pada kemauan saja. Berlanjut atau tidaknya kemauan menjadi
tindakan sangat tergantung dari berbagai faktor. Faktor yang paling utama yang
mendukung berlanjutnya kemauan adalah sarana atau prasarana untuk mendukung
tindakan tersebut.
Timbulnya kemampuan masyarakat di bidang kesehatan berarti masyarakat, baik
seara individu maupun kelompok, telah mampu mewujudkan kemauan atau niat
kesehatan mereka dalam bentuk tindakan atau perilaku sehat.
Suatu masyarakat dikatakan mandiri dalam bidang kesehatan apabila :
1. Mereka mampu  mengenali masalah  kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan terutama di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri.
Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan tentang penyakit, gizi dan makanan,
perumahan dan sanitasi, serta bahaya merokok dan zat-zat yang menimbulkan
gangguan kesehatan.
2. Mereka mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dengan mengenali
potensi-potensi masyarakat setempat.
3. Mampu memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai ancaman kesehatan
dengan melakukan tindakan pencegahan.
4. Mampu meningkatkan kesehatan secara dinamis dan terus-menerus melalui berbagai
macam kegiatan seperti kelompok kebugaran, olahraga, konsultasi dan sebagainya.

          2.4. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat


Prinsipnya pemberdayaan masyarakat adalah menumbuhkan kemampuan
masyarakat dari dalam masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat bukan sesuatu
yang ditanamkan dari luar. Pemberdayaan masyarakat adalah proses memanpukan
masyarakat dari oleh dan untuk masyarakat itu sendiri, berdasarkan kemampuan sendiri.
Prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan :
1. Menumbuh kembangkan potensi masyarakat.
Didalam masyarakat terdapat berbagai potensi yang dapat mendukung keberhasilan
program – program kesehatan. Potensi dalam masyarakat dapat dikelompokkan
menjadi potensi sumber daya manusia dan potensi dalam bentuk sumber daya alam /
kondisi geografis.
Tinggi rendahnya potensi sumber daya manusia disuatu komunitas lebih ditentukan
oleh kualitas, bukan kuatitas sumber daya manusia. Sedangkan potensi sumber daya
alam yang ada di suatu masyarakat adalah given. Bagaimanapun melimpahnya potensi
sumber daya alam, apabila tidak didukung dengan potensi sumber daya manusia yang
memadai, maka komunitas tersebut tetap akan tertinggal, karena tidak mampu mengelola
sumber alam yang melimpah tersebut.
2. Mengembangkan gotong royong masyarakat.
Potensi masyarakat yang ada tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik
tanpa adanya gotong royong dari masyarakat itu sendiri. Peran petugas kesehatan atau
provider dalam gotong royong masyarakat adalah memotivasi dan memfasilitasinya,
melalui pendekatan pada para tokoh masyarakat sebagai penggerak kesehatan dalam
masyarakatnya.
3. Menggali kontribusi masyarakat.
Menggali dan mengembangkan potensi masing – masing anggota masyarakat agar
dapat berkontribusi sesuai dengan kemampuan terhadap program atau kegiatan yang
direncanakan bersama. Kontribusi masyarakat merupakan bentuk partisipasi masyarakat
dalam bentuk tenaga, pemikiran atau ide, dana, bahan bangunan, dan fasilitas – fasilitas
lain untuk menunjang usaha kesehatan.
4. Menjalin kemitraan
Jalinan kerja antara berbagai sektor pembangunan, baik pemerintah, swasta dan
lembaga swadaya masyarakat, serta individu dalam rangka untuk mencapai tujuan
bersama yang disepakati. Membangun kemandirian atau pemberdayaan masyarakat,
kemitraan adalah sangat penting peranannya.
5. Desentralisasi
Upaya dalam pemberdayaan masyarakatpada hakikatnya memberikan kesempatan
kepada masyarakat lokal untuk mengembangkan potensi daerah atau wilayahnya. Oleh
sebab itu, segala bentuk pengambilan keputusan harus diserahkan ketingkat operasional
yakni masyarakat setempat sesuai dengan kultur masing-masing komunitas dalam
pemberdayaan masyarakat, peran sistem yang ada diatasnya adalah :
a. Memfasilitasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan atau program-program
pemberdayaan. Misalnya masyarakat ingin membangun atau pengadaan air bersih,
maka peran petugas adalah memfasilitasi pertemuan-pertemuan anggota masyarakat,
pengorganisasian masyarakat, atau memfasilitasi pertemuan dengan pemerintah
daerah setempat, dan pihak lain yang dapat membantu dalam mewujudkan
pengadaan air bersih tersebut.
b. Memotivasi masyarakat untuk bekerjasama atau bergotong-royong dalam
melaksanakan kegiatan atau program bersama untuk kepentingan bersama dalam
masyarakat tersebut. Misalnya, masyarakat ingin mengadakan fasilitas pelayanan
kesehatan diwilayahnya. Agar rencana tersebut dapat terwujud dalam bentuk
kemandirian masyarakat, maka petugas provider kesehatan berkewajiban untuk
memotivasi seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan agar berpartisipasi dan
berkontribusi terhadap program atau upaya tersebut.

          2.5.  Peran Petugas Kesehatan


Peran petugas kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat adalah :
1. Memfasilitasi masyarakat  melalui kegiatan-kegiatan maupun program-program
pemberdayaan masyarakat meliputi pertemuan dan pengorganisasian masyarakat.
2. Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk bekerja sama dalam melaksanakan
kegiatan pemberdayaan agar masyarakat mau berkontribusi terhadap program
tersebut
3. Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada masyarakat dengan
melakukan pelatihan-pelatihan yang bersifat vokasional.

          2.6.  Indikator Hasil Pemberdayaan Masyarakat


1. Input
Input meliputi SDM, dana, bahan-bahan, dan alat-alat yang mendukung
kegiatan pemberdayaan masyarakat.
2. Proses
Proses, meliputi jumlah penyuluhan yang dilaksanakan, frekuensi pelatihan
yang dilaksanakan, jumlah tokoh masyarakat yang terlibat, dna pertemuan-
pertemuan yang dilaksanakan.
3. Output
Output, meliputi jumlah dan jenis usaha kesehatan yang bersumber daya
masyarakat, jumlah masyarakat yang telah meningkatkan pengetahuan dari
perilakunya tentang kesehatan, jumlah anggota keluarga yang memiliki usaha
meningkatkan pendapatan keluarga, dan meningkatnya fasilitas umum di
masyarakat.
4. Outcome
Outcome dari pemberdayaan masyarakat mempunyai kontribusi dalam
menurunkan angka kesakitan, angka kematian, dan angka kelahiran serta
meningkatkan status gizi kesehatan.

          2.7. Sasaran
1. Individu berpengaruh
2.  Keluarga dan perpuluhan keluarga
3. Kelompok masyarakat : generasi muda, kelompok wanita, angkatan kerja
4. Organisasi masyarakat: organisasi profesi, LSM, dll
5. Masyarakat umum: desa, kota, dan pemukiman khusus.
 2.8. Jenis Pemberdayaan Masyarakat Yang diambil
          2.8.1. Desa Siaga
Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan serta kemauan serta kemauan untuk untuk mencegah dan mengatasi
masalah kesehatan, bencana, dan kegawadaruratan, kesehatan secara mandiri. Desa
yang dimaksud di sini adalah kelurahan atau istilah lain bagi kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas – batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan yang diakui dan dihormati dalam Pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Si (siap), yaitu pendataan dan mengamati seluruh ibu hamil, siap
mendampingi ibu, siap menjadi donor darah, siap memberi bantuan kendaraan untuk
rujukan, siap membantu pendanaan, dan bidan wilayah kelurahan selalu siap memberi
pelayanan. A (antar), yaitu warga desa, bidan wilayah, dan komponen lainnya dengan
cepat dan sigap mendampingi dan mengatur ibu yang akan melahirkan jika
memerlukan tindakan gawat darurat. Ga (jaga), yaitu menjaga ibu pada saat dan
setelah ibu melahirkan serta menjaga kesehatan bayi yang baru dilahirkan.

            Dalam pengembangan desa siaga juga sangat diperlukan forum komunikasi


masyarakat yaitu terbagi menjadi empat money dan pelaporan, musyawarah mufakat
desa, gerakan masyarakat desa, survey mawas diri.
1. pengembangan tim petugas
Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan lainnya dialaksanakan.
Tujuan langkah ini adalah persiapan para petugas kesehatan yang berada diwilayah
puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas administrasi.  Persiapan para petugas
ini dapat berbentuk  sosialisasi, pertemuan, atau pelatihan yang bersiafat konsolidasi,
yang di sesuaikan dengan kondisi setempat. Keluaran atau out put dari langkah ini
adalah para petugas yang memahami tugas dan fungsinya, serta siap bekerja sama
dalam satu tim untuk melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat.
2. Pengembangan tim di masyarakat
Tujaun langkah ini adalah mempersiapakan para petugas, tokoh masyarakat, dan
masyarakat (forum masyarakat desa ) agar mereka mengetahui dan mau bekerja sama
dalam satu tim untuk mengembangkan desa siaga. Langkah ini, termasuk kegiatan
advokasi kepada para penentu kebijakan, bertujuan agar mereka mau memberi
dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, persejuan, dana, maupun sumber daya
lain sehingga pengembangan desa siaga dapat berjalan denag lancar. Penfdekatan
pada tokoh – tokoh masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan
mendukung ,khususnya dalam membentuk opini masyarakat guna menciptakan iklim
yang kondusif bgi pengembangan desa siaga.
3. Survei  Mawas Diri
Survei  Mawas Diri (SMD) atau telah mawas diri (TMD) atau Comunity Self
Survei (CSS) bertujuan agar tokoh masyarakat mampu melakukan telah mawas diri
untuk desanya. Survei harus dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan
bimbingan tenaga kesehatan. Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi
masalah kesehatan dan daftar potensi di desa yang dapat di dayagunakan dalam
mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut,termasuk dalam rangka membangun
poskedes.
Bentuk :
-Curah Pendapat
-Pengisisan Kartu Mawas Diri
-Observasi  lapangan  dll
-  Penyajian Data berupa : -  Data masalah
                                            -  Data potensi

4.  Musyawarah masyarakat desa


Tujuan penyelenggaraan musyawarah masyarakat desa (MMD) ini adalah mencari
alternatif penyelesaian,masalah kesehatan dan upaya membangun poskesdes di
kaitkan dengan potensi yang dimiliki desa.Disamping itu,untuk menyusun rencana
jangka panjang pengembangan desa siaga. Data serta temuan lain yang diperoleh pada
saat SMD disampaikan,biasanya adalah daftar masalah kesehatan,data potensi serta
harapan masyarakat.Hasil pendataan tersebut dimusyawarahkan untuk menentukan
prioritas,serta langkah-langkah solusi untuk pengembangan poskesdes dan
pengembangan desa siaga.
Hambatan-hambatan yang ditemui dalam menjalankan program desa siaga
1. Tenaga kesehatan khususnya bidan menjadi kendala utama dalam melakukn
persalinan yg ditolong oleh tenaga kesehatan
2.  SDM kader yang kurang mendukung
3. Keadaan Geografis yang sulit
4. Sarana Prasarana yang kurang memadai khususnya fasilitas kesehatan tingkat
pertama
5. Kurangnya pendanaan terhadap proses pelayanan kesehatan
Solusi dalam memecahkan persoalan tersebut
1. Bidan bermitra dengan dukun sehingga dukun tidak merasa tersaingi (Keg.
Kemitraan bidan & dukun)
2. Memberikan pembinaan dan latihan – latihan pada kader maupun tenaga non
medis dalam memberikan motifasi, penyuluhan tentang pentingnya pelayanan
kesehatan,dan pentingnya mencegah penyakit melalui usaha-usaha kesehatan
masyrakat
3. Mengajari masyrakat terhadap kegiatan tanggap darurat apabila terjadi masalah
kesehatan di lingkungan desa atau lingkungan tempat tinggal
4. Melakukan koordinasi dengan pemerintah setempat khususnya dinas kesehatan
dalam upaya pengadaan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang mendukung dan
memadai
5. Serta perbaikan fasilitas jalan yang menuju ke tempat pelayanan kesehatan.
6. Melakukan penggalangan dana dengan memanfaatkan kreatifitas masyrakat serta
sumberdaya alam yang tersedia di lingkungan desa.

2.9 Peran Fungsi Bidan


1. Peran Bidan
Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai berikut.
a. Pelaksanaan Asuhan dan Pelayanan kebidanan
Bidan dapat bekerja mandiri melakukan pelayanan kebidanan primer sesuai dengan
wewenangnya dan menentukan perlunya dilakukan rujukan. Disamping itu
perannyaa didalam pelayanan kolaboratif sebagai mitra dalam pelayanan medis
terhadap ibu, bayi dan anak dan sebagai anggota tim kesehatan dalam pelayanan
kesehatan keluarga dan masyarakat.

Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung jawab bidan
dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan dan /
masaalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir,keluarga
berencana, kesehatan reproduksi wanita, dan pelayanan kesehatan masyarakat).
Tujuan asuhan kebidanan adalah menjamin kepuasan dan kesehatan ibu dan
bayinya sepanjang siklus reproduksi, mewujudkan keluarga bahagia dan
berkualitas melalui pemberdayaan perempuan dan keluarganyadengan
menumbuhkan rasa percaya diri. Pelaksanaan kebidanan merupakan baguan
integral dan pelayanan kesehatan, yang difokuskan pada pelayanan kesehatan
wanita dalam siklus reproduksi, bayi baru lahir dan balita untuk mewujudkan
kesehatan keluarga sehingga tersedia Sumber Daya manusia (SDM) yang
berkualitas di masa depan.

Sebagai pelaksanaan, bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas
kolaborasi dan tugas ketergantungan.

2.10 Peran Sebagai Pengelola


Bidan memimpin mengkoordinasi pelayanan kebidanan sesuai dengan wwewenangnya
didalam tim, unit pelayanan RS, Puskesmas, klinik bersalin, praktek bidan, dan pokok
bersalin.

a. Peran Sebagai Pelaksana


Sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas
kolaborasi, dan tugas ketergantungan.

1) Tugas mandiri
Tugas-tugas mandiri bidan, yaitu:
1.  Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan,
mencakup:

a) Mengkaji status keseharan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien.


b) Menentukan diagnosis.
c) Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
d) Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e) Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.
f) Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan.
g) Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/tindakan.

2. Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan wanita dengan
melibatkan mereka sebagai klien, mencakup:
a) Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa
pranikah.
b) Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar.
c) Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas mendasar bersama klien.
d) Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.
e) Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien.
f) Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.
g) Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.

3. Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal, mencakup:


a) Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.
b) Menentukan diagnosis kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien.
c) Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.
d) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e) Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f) Membuat rencana tindak lanjut asuhan yang telah diberikan bersama klien.
g) Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.
h) Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan yang telah diberikan.

4. Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan
klien/keluarga, mencakup:
a) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.
b) Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan.
c) Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.
d) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e) Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f) Membuat rencana dndakan pada ibu selama masa persalinan sesuai dengan prioritas.
g) Membuat asuhan kebidanan.

5. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, mencakup:


a) Mengkaji status kesehatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga.
b) Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
c) Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas.
d) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e) Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f) Membuat rencana tindak lanjut.
g) Membuat rencana pencatatan dan pelaporan asuhan yang telah diberikan
6. Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan
klien/keluarga, mencakup:
a) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas.
b) Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas.
c) Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah.
d) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e) Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f) Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.

7. Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan
keluarga berencana, mencakup:
a) Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus (pasangan usia subur).
b) Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan.
c) Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien.
d) Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e) Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f) Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.
g) Membuat pencatatan dan laporan

8. Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan wanita
dalam masa klimakterium serta menopause, mencakup:
a) Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien.
b) Menentukan diagnosis, prognosis, prioritas, dan kebutuhan asuhan.
c) Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama klien.
d) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e) Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f) Membuat rencana tindak lanjut bersama klien.
g) Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.

9. Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga, mencakup:
a) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang bayi/balita.
b) Menentukan diagnosis dan prioritas masalah.
c) Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana.
d) Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah.
e) Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan.
f) Membuat rencana tindak lanjut.
g) Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan.

2) Tugas kolaborasi
1. Tugas-tugas kolaborasi (kerja sama) bidan, yaitu:
a. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan kondisi
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas kegawatdaruratan yang
memerlukan dndakan kolaborasi.
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan prioritas kegawatdaruratan dan hasil
kolaborasi serta berkerjasama dengan klien.

3) Peran Sebagai Pengelola


Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar
kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.

2.11 Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan


Bidan bertugas mengembangkan pelayanan dasar kesehatan, terutama pelayanan
kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat di wilayah kerja
dengan melibatkan masyarakat/klien, mencakup:
1. Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak
untuk meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat.
2. Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama masyarakat.
3. Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya
kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana (KB) sesuai dengan rencana.
4. Mengoordinir, mengawasi, dan membimbing kader, dukun, atau petugas kesehatan
lain dalam melaksanakan program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta
KB.
5. Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya
kesehatan ibu dan anak serta KB, termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada
pada program dan sektor terkait.
6. Menggerakkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat serta memelihara
kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
7. Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik profesional melalui
pendidikan, pelatihan, magang serta kegiatan-kegiatan dalam kelompok profesi.
8. Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan.

2.12 Berpartisipasi dalam tim


Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain
di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan,
serta tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya,
mencakup:

1. Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi
asuhan kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut.
2. Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader kesehatan atau petugas
lapangan keluarga berencaca (PLKB) dan masyarakat.
3. Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan
lain.
4. Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.
5. Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat, yang berkaitan dengan
kesehatan.
2.13. Peran Sebagai Pendidik
Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh
kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing leader.
Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien
Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga,
kelompok, serta masyarakat) tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya
yang berhubungan dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana, mencakup:
1. Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan, khususnya dalam
bidang kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana bersama klien.
2. Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang telah
dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang bersama klien.
3. Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan sesuai de¬ngan rencana
yang telah disusun.
4. Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan sesuai
dengan rencana jangka pendek serta jangka panjang dengan melibatkan unsur-
unsur terkait, termasuk klien.
5. Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan bersama klien dan
menggunakannya untuk memperbaiki serta meningkatkan pro¬gram di masa yang
akan datang.
6. Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/ penyuluhan kesehatan
secara lengkap serta sistematis.

2.14 Melatih dan membimbing leader


Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan keperawatan, serta
membina dukun di wilayah atau tempat kerjanya, mencakup:

1. Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbingan bagi kader, dukun bayi, serta peserta
didik.
2. Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian.
3. Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual aids, AVA) dan bahan untuk
keperluan pelatihan dan bimbingan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
4. Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai dengan rencana yang
telah disusun dengan melibatkan unsur-unsur terkait.
5. Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan dalam lingkup kerjanya.
6. Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan.
7. Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan.
8. Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pela¬tihan serta
bimbingan secara sistematis dan lengkap.

2.15 Peran Sebagai Peneliti/lnvertigator


Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik
secara mandiri maupun berkelompok, mencakup:
1.    Mengidentiflkasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
2.    Menyusun rencana kerja pelatihan.
3.    Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
4.    Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
5.    Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.
6.    Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan
program kerja atau pelayanan kesehatan.

2.16 Fungsi Bidan


Berdasarkan peran bidan sepeni yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan adalah
sebagai berikut.
a) Fungsi Pelaksana
Fungsi bidan sebagai pelaksana mencakup:
1. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga, serta masyarakat
(khususnya kaum remaja) pada masa praperkawinan.
2. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal, kehamilan dengan
kasus patologis tertentu, dan kehamilan dengan risiko tinggi.
3. Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis tertentu.
4. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan risiko
5. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas.
6. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.
7. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan prasekolah.
8. Memberi pelayanan keluarga berencana sesuai dengan wewenangnya.
9. Memberi bimbingan dan pekyanan kesehatan untuk kasus gangguan sistem
reproduksi, termasuk wanita pada masa klimakterium inter¬nal dan menopause
sesuai dengan wewenangnya.
b) Fungsi Pengelola
Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup
1. Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi individu, keluarga,
kelompok masyarakat, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat
yang didukung oleh partisipasi masyarakat.
2. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di lingkungan unit kerjanya.
3. Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.
4. Melakukan kerja sama serta komunikasi inter dan antarsektor yang terkait dengan
pelayanan kebidanan.
5. Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan kebidanan.
c) Fungsi Pendidik
Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup:
1. Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan kelompok masyarakat
terkait dengan pelayanan kebidanan dalam lingkup kesehatan serta keluarga
berencana.
2. Membimbing dan melacih dukun bayi serta kader kesehatan sesuai dengan bidang
tanggung jawab bidan.
3. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan praktik di
klinik dan di masyarakat.
4. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan bidang
keahliannya.

2.17 Praktek Profesional Bidan

a. Definisi praktek kebidan

1. Penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan/asuhan kebidanan kepada


klien dengan pendekatan manajemen kebidanan.
1. Landasan hukum praktek kebidanan
Kep.Menkes.No.900/Menkes/VII/2003
2. Ruang lingkup praktek kebidanan
-    Pelayanan kebidanan
-    Pelayanan KB
-    Pelayanan kesehatan masyarakat
3. Cakupan praktek profesional bidan
Ante Partum Masa ante partum dimulai sejak hari pertama haid terakhir sampai
dimulainya persalinan. Asuhan ditujukan pada ibu dan bayinya sebagai suatu kesatuan
dalam konteks keluarga dan mengidentifikasikan secara dini scita pencegahan
masalah kesehatan baik yang aktual maupun potensial yang berhubungan dengan
kehamilan
Tujuan asuhan ante partum adalah untuk mengevaluasi status kehamilan ibu
khususnya untuk memastikan kesejahteraan ibu dan janinnya, mengidentifikasi faktor
dan merencanakan intervensi sedini mungkin
Kegiatan tersebut adalah untuk pengkajian awal dan pengkajian periode ibu hamil dan
janinnya, baik normal maupun dengan resiko tinggi melalui pendidikan kesehatan
     Praktek Intra Partum Masa persalinan dimulai dengan adanya kontraksi uterus
dan pembukaan serviks yang aktif dan berakhir dengan kelahiran janin, placenta dan
selaput janin
Manajemen asuhan ditujukan untuk:
1. Meningkatkan asuhan intra partum dengan pendekatan pemecahan masalah
2. Memamapkan dukungan emosional dan sosial yang memuaskan klien dan keluarga
3. Memberikan pengalaman bersalin yang aman pada ibu, janin dan keluarganya
     Praktek Post Partum Masa post partum dimulai setelah 2 jam placenta lahir
sampai 40 hari (6 mgg)
Mengkaji kesehatan ibu
1. Pengkajian umum
2. Pengkajian perawatan diri
3. Pengkajian persiapan klien dalan perannya sebagai orang tua
4. Menentukan diagnosa sesuai dengan hasil pengkajian
5. Menyusun intervensi berdasarkan diagnosa bersama dengan anggota keluarga
6. Melakukan intervensi berdasarkan diagnosa dan rencana telah disusun
7. Mengadakan evaluasi/tindak lanjut serta mendokumentasikan langkah kegiatan
yang telah dilaksanakan
Asuhan yang paling pertama ditujukan untuk membantu bayi baru lahir dan keluarga
dalam masa penyesuaian kehidupan diluar kandungan mempercepat jalinan psikologis
dengan keluarga
Praktek Bayi dan Balita
1. Mengkaji status kesehatan bayi/balita
2. Menentukan diagnosa berdasarkan hasil pengkajian
3. Merencanakan pelaksanaan asuhan berdasarkan diagnosa sesuai prioritas
4. Melaksanakan intervensi sesuai dengan rencana
5. Mengevaluasi/tindak lanjut dan mendokumentasikan kegiatan yang telah
dilakukan
Praktek Keluarga Berencana
1. Mengkaji status kesehatan klien untuk mendapatkan pelayanan KB
2. Menentukan diagnosa kebidanan sesuai dengan hasil pengkajian
3. Merencanakan pelaksanaan asuhan berdasarkan diagnose
4. Melaksanakan intervensi sesuai dengan rencana
5. Mengevaluasi/tindak lanjut dan mendokumentasikan

2.18 Penanganan Kegawatdaruratan Persalinan


Kasus kegawatdaruratan obstetri pada persalinan adalah kasus yang
apabila tidak segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan
kematian ibu bersalin. Mengenal kasus kegawatdaruratan obstetri pada persalinan
secara dini sangat penting agar penangan atau pertolongan yang cepat dan tepat
dapat dilakukan. Penanganan kegawatdaruratan obstetri adalah upaya untuk
mengatasi keadaan dari kesakitan agar pasien tidak meninggal, atau memburuk
keadaannya. Penanganan ini bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu
bersalin dan menyelamatkan/ mempertahankan hidup dan mencegah cacat (Siwi
dan Endang, 2015).
Prinsip penanganan kegawatdarurat obstetri pada persalinan adalah:
1. Penilaian keadaan penderita
Penilaian keadaan penderita adalah langkah untuk menentukan dengan
cepat kasus obstetri persalinan yang dicurigai dalam keadaan kegawatdaruratan
dan membutuhkan pertolongan segera dengan mengindentifikasi penyulit yang
dihadapi. Dalam penilaian keadaan penderita ini, anamnesis lengkap belum
dilakukan. Anamnesis yang dilakukan hanya periksa pandang, periksa raba, dan
penilaian tanda vital dan hanya untuk mendapatkan informasi yang sangat penting
berkaitan dengan kasus.
2. Tindakan secara cepat dan tepat
Melakukan tindakan secara cepat dan tepat pada kegawatdaruratan
obstetric pada persalinan sangat menentukan akan kesalamatan ibu bersalin.
Tindakan yang dapat dilakukan pada kegawatdaruratan pada persalinan antara
lain: pemberian oksigen, cairan intravena, transfuse darah, memasang kateter
kandung kemih, pemberian antibiotika dan obat pengurang rasa nyeri.
3. Rujukan
Apabila fasilitas medik di tempat kasus obstetri diterima tidak memadai
untuk menyelesaikan kasus dengan tindakan klinik yang adekuat, maka harus
dirujuk ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Sebaiknya sebelum pasien
dirujuk, fasilitas kesehatan yang akan menerima rujukan dihubungi dan diberitahu
terlebih dahulu sehingga persiapan penanganan ataupun perawatan inap telah
dilakukan dan diyakini kasus tidak akan ditolak.
Menurut Kemenkes RI (2012) bahwa petugas kesehatan sebelum
melakukan rujukan harus terlebih dahulu melakukan penanganan terhadap pasien,
yaitu:
1. Melakukan pertolongan pertama dan/ atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuia
indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien
selama pelaksanaan rujukan.
2. Melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima
rujukan dapat menerima pasien dalam keadaan pasien gawat darurat.
3. Membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima rujukan.

2.19 Pelaksanaan Rujukan Kegawatdaruratan Persalinan


Dengan adanya sistem rujukan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan rujukan ditunjukan pada kasus
yang tergolong berisiko tinggi. Oleh karena itu, kelancaran rujukan dapat menjadi
faktor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu bersalin terutama
dalam mengatasi keterlambatan.Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki
kesiapan untuk merujuk ibu ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan
tepat waktu jika penghadapi penyulit. Jika bidan lemah atau lalai dalam
melakukannya akan berakibat fatal bagi keselamatan ibu bersalin (Siwi dan
Endang, 2015).
Menurut Kemenkes RI (2012) agar pelaksanaan rujukan terlaksana dengan baik,
maka bidan harus memperhatikan persiapan rujukan disingkat
“BAKSOKU”, yaitu :
a. B (bidan)
Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan
memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan.
b. A (alat)
Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan, seperti spuit, infus set,
tensi meter dan stetoskop.
c. K (keluarga)
Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir klien (ibu) dan alasan mengapa ia
dirujuk, sehingga suami dan keluarga yang lain harus menemani ibu (klien) ke
tempat rujukan.
d. S (surat)
Beri surat ke tempat rujukan yang berisi identitas ibu (klien), alasan mengapa
dirujuk, uraian hasil rujukan, asuhan atau obat-obatan yang telah diterima ibu
(klien).
e. O (obat)
Bawa obat-obat essential diperlukan selama perjalanan merujuk.
f. K (kendaraan)
Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu (klien) dalam
kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu yang
cepat.
g. U (uang)
Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk
membeli dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempat rujukan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam rangka menurunkan angka-angka
kematian ibu, angka kematian bayi meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berprilaku
hidup sehat baik dalam hal memberikan penyuluhan kepada individu, keluarga kebidanan
diruang lingkup kesehatan dan KB, serta memberikan bimbingan para mahasiswa bidan,
dukun, kader desa didalam bidang pelayanan kebidanan. Mengenai tugas bidan dalam
pelayanan masyarakat dan system rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan
adalah suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung
jawab secara rimbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan
masyarakat.

B. Saran
Sebagai seorang Bidan sangat ditekankan akan pelayanan yang maksimal. Tuntutan
seorang bidan sangatlah berat dan berisiko tinggi terutama pada ibu dan anak. Maka dari
itu seorang bidan wajib menjalankan tugas sesuai prosedur yang sudah ditentukan baik itu
penyuluhan dan lainnya sesuai profesi kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA

Heni,P.W. dan Asmar, Y.Z.2005. Etika propesi kebidanan. Yogyakarta: fitramaya

Utami, R.2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus Asi Eksklusif. Jakarta: pustaka bunda

Mustika, S.2003.50 Tahun ikatan bidan Indonesia –bidan menyongsong masa depan. Jakarta:
pengurus pusat ibi

Nazriah,2009. Konsep Dasar Kebidanan, banda aceh: yayasan pena.

Estiwidani dkk, (2008).konsep kebidanan. Yogyakarta :fitramaya

Syaifudin dan Hamida, 2009. “Kebidanan Komunitas”.Jakarta :EGC

Wibowo,2008. Manejemen Kinerja. Jakarta:Rajagrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai