Anda di halaman 1dari 32

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan tentang Pendekatan Kemasyarakatan

1. Pengertian Pendekatan Kemasyarakatan

Pendekatan kemasyarakatan adalah serangkaian kegiatan yang

sistematis, terencana dan terarah untuk menggali, meningkatkan dan

mengarahkan peran serta masyarakat, agar dapat memanfaatkan potensi yang

ada, guna memecahkan masalah kesehatan masyarakat, agar dapat

memanfaatkan potensi yang ada, guna memecahkan masalah kesehatan yang

mereka hadapi ( Hargono Rahmat, 1997)

Kegiatan ini dimaksudkan untuk menggali, meningkatkan dan

mengarahkan peran serta masyarakat karena yang diiginkan adalah timbulnya

kemampuan masyarakat untuk berperilaku sehat, sehingga pada ahirnya

terjadi kemandirian masyarakat di bidang kesehatan (Depkes RI, 1992)

Kegiatan ini mengutamakan penggunaan potensi setempat karena

prinsipnya adalah meningkatkan kesetiakawanan sosial yang sehari-hari

dikenal dengan gotong royong. Kegiatan ini bertujuan untuk mengatasi

masalah kesehatan yang mereka hadapi. Kegiatan ini bersifat sistematis,

karena diupayakan untuk menggunakan pendekatan kesisteman,

memanfaatkan dan mengoptimalkan sistem yang sudah berjalan serta


11

mengupayakan tercapainya daya guna dan hasil guna yang optimal

( Hargono Rahmat, 1997)

Kegiatan ini terencana, karena bertujuan untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat dengan mengatasi masalah kesehatan prioritas

setempat. Kegiatan ini terarah karena serangkaian upaya ini memang dimulai

dari bidang yang secara subyektif dirasakan oleh masyarakat, tetapi oleh

petugas akan diarahkan ke upaya untuk mangatasi masalah yang obyektif.

Aspek kebutuhan subyektif diperlukan untuk menumbuhkan rasa memiliki

sehingga tumbuh peran sertanya .Namum bila tanpa pengarahan kekebutuhan

obyektif, peningkatan kesehatan masyarakat tentu tidak tercapai ( Mantra Ida

Bagus, 1991)

2. Tujuan Pendekatan Kemasyarakatan

Tujuan pendekatan kemasyarakatan ini dapat dilihat dari berbagai

dimensi, yaitu tujuan bagi masyarakat setempat, bagi petugas kesehatan dan

meliputi kawasan yang luas. Secara rinci tujuannya adalah sebagai berikut:

a. Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat setempat

untuk melaksanakan diagnosis masalah kesehatan (Community

prescrition), melaksanakan kegiatan penanggulangan (community

treatment) serta menilai dan mengembangkan kegiatan selanjutnya

(community evaluation).

b. Mengatasi masalah kesehatan setempat dengan

menggunakan sumber daya setempat.


12

c. Memperluas kelompok masyarakat yang teribat melalui

dukungan politis dan persiapan petugas yang optimal ( Matra Ida Bagus,

1991)

3. Sasaran Pendekatan Kemasyarakatan

Sasaran pendekatan kemasyarakatan adalah :

a. Kelompok pengambil keputusan diberbagai

jenjang administrasi dari tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten dan

Kecamatan.

b. Kelompok petugas pelayanan masyarakat dari

berbagai kategori

c. Kelompok masyarakat yang dapat dibagi

menjadi berbagai kategori:

1. Berdasarkan tingkat administrasi ( RW, Desa)

2. Berdasarkan kelompok pekerja (petani, buruh,

nelayan,pengrajin)

3. Berdasarkan kelompok pemuda (karang taruna,

pramuka)

4. Berdasarkan kelompok wanita (PKK, Dharma, wanita, Dharma

pertiwi).

4. Pelaksanaan Pendekatan Kemasyarakatan


13

Dalam dekade terakhir ini ungkapan “Peran Serta Masyarakat (PSM)

terucap dimana-mana. Kata-kata peran serta masyarakat juga sering mencuat

lewat pidato pengarahan, sambutan, seminar, diskusi dan berbagai bentuk

forum komunikasi yang melibatkan pejabat pengambil keputusan. Keadaan

ini sebenarnya sejalan dengan konsep pembangunan kesehatan. Khusus sektor

kesehatan, kesadaran akan pentingnya peran serta masyarakat (Hargono

Rahmat, 1997)

Secara resmi titik awal perubahan terjadi pada tahun 1978, saat

disepakatinya pendekatan “Primary Health Care” sebagai strategi untuk

mencapai “ Kesehatan untuk semua”. Secara singkat dapat disebutkan bahwa

perubahan orientasi yang mendasar itu adalah (Adi Sasongko, 2000) :

a. Dari pelayanan yang bersifat kuratif-rehabilitatif menjadi

pelayanan yang mengutamakan promotif-prepentif tanpa melupakan

kuratif-rehabilitatif

b. Dari bekerja untuk masyarakat menjadi bekerja untuk dan bersama

masyarakat.

c. Dari pendekatan yang “patient oriented” menjadi pendekatan

“ community oriented”

Mencuatnya ungkapan “peran serta masyarakat” telah banyak

menimbulkan dampak positif, seperti tumbuh menjamurnya berbagai bentuk

upaya kesehatan bersumber masyarakat.

Pendekatan masyarakat harus menjadi kemampuan yang melekat

dalam perilaku petugas dan pengelola upaya kesehatan, diseluruh jajaran


14

kesehatan khususnya ditingkat Puskesmas dan Kabupaten, yang merupakan

petugas operasional dilapangan.

Berdasarkan berbagi macam pengalaman disunsunlah langkah-

langkah pendekatan masyarakat, yang dapat dibagi menjadi 2 kategori

sebagai berikut:

a. Pembinaan Umum

Pembinaan umum ini artinya upaya pembinaan yang sifatnya merata

dilakukan diseluruh wilayah Indonesia.

b. Pembinaan lokal

Pembinaan lokal atau pembinaan masyarakat setempat pada prinsipnya

merupakan upaya edukatif, hanya saja pengalaman selama ini

menunjukkan bahwa serangkaian langkah tidaklah harus runtut

tahapannya. Secara umum pembinaan masyarakat setempat dilakukan

dengan tahapan :

1. Pendekatan tokoh masyarakat

2. Survey telaah mawas diri

3. Musyawarah masyarakat

4. Pelaksanaan Kegiatan

5. Pembinaan dan pengembangan

B. Konsep Peran Serta Masyarakat

1. Pengertian
15

a. Pengertian “Masyarakat”

Secara umum definisi “masyarakat” mencakup tiga komponen yaitu

kelompok individu yang hidup dalam suatu wilayah tertentu, adanya

hubungan antar individu diluar rumah tangga yang bersifat hubungan

social dan saling membantu, serta mempunyai kesamaan norma dan nilai

sehingga menimbulkan rasa solidaritas, sentimen dan kegiatan-kegiatan

bersama ( Hargono Rahmat, 1997)

b. Pengertian “Peran Serta”

Istilah Peran Serta atau Partisipasi (“participation”) juga mempunyai

arti yang luas. Sering istilah ini diasumsikan hanya sebagai “ Kontribusi

finasial, material dan tenaga dalam suatu program” Kadang juga diberi

pengertian sebagai kemandirian (self-help” self-sehance”) kerja sama

(cooperation) (Hargono Rahmat, 1997)

c. Pengertian “Peran Serta Masyarakat”

Depkes RI, (1998) menyatakan Peran Serta Masyarakat ternyata

memiliki makna yang amat luas. Semua ahli mengakui bahwa partisipasi

atau peran serta masyarakat pada hakekatnya bertitik pangkal dari sikap

dan perilaku. Peran serta masyarakat adalah sesuatu yang mudah

dirasakan, dihayati dan diamalkan, tetapi sulit untuk dirumuskan.


16

Peran serta masyarakat adalah proses dimana individu, keluarga,

lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan masyarakat luas pada

umumnya:

1). Mengambil tanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan dirinya

sendiri, keluarga dan masyarakat.

2). Mengembangkan kemampuan untuk berkontribusi dalam upaya

peningkatan kesehatan mereka sendiri dan masyarakat, sehingga

termotifasi untuk memecahkan berbagai masalah kesehatan yang

diharapkan.

3). Menjadi agen/perintis pembangunan kesehatan dan pemimpin dalam

penggerakan kegiatan masyarakat dibidang kesehatan, yang dilandasi

dengan semangat gotong royong.

Peran Serta Masyarakat juga dapat dirumuskan dalam tiga dimensi :

a). Keterlibatan semua unsur atau keterwakilan kelompok dalam

proses pengambilan keputusan

b). Kontribusi massa sebagai pelaksana/ implentor dari keputusan

yang diambil, setelah keputusan diambil ada 3 kemungkinan

reaksi masyarakat yang muncul, secara terbuka menerima

keputusan, secara terbuka menolak, tidak secara terbuka menolak.

c). Anggota masyarakat secara bersama-sama menikmati hasil dari

program yang dilaksanakan

2. Wujud Peran Serta Masyarakat


17

Di Indonesia perwujudan peran serta masyarakat dalam berbagai aspek

kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, telah membudaya dan berakar kuat,

seperti yang selama ini kita kenal dengan istilah “gotong royong”. Dalam

setiap aspek kehidupan kita, baik di desa maupun dikota, gotong royong

selalu diterapkan sebagai implementasi kesetiakawanan sosial (Hargono

Rahmat, 1997)

Gotong royong adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh

sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu masyarakat, untuk

menyatakan sikap tolong menolong dan saling membantu. Dalam menunjang

sikap tolong menolong itu sama sekali tidak ada perhitungan untung rugi atau

utang piutang antara satu dengan yang lain. “ Berat sama dipikul, ringan sama

dijinjing”, begitu pepatah melayu.

3. Pentingnya Peran Serta Masyarakat

Sejarah perjuangan dan pembangunan bangsa kita telah menunjukkan

pentingnya peran serta masyarakat, sehingga selalu terbawa pada setiap

dokumen penting negeri ini. Pentingnya peran serta masyarakat dapat dikaji

dari tecantumnya dalam berbagai dokumen resmi antara lain sebagai berikut :

a). Garis-garis Besar Haluan Negara

Garis-garis Besar Haluan Negara yang disahkan oleh Majelis

permusyawatan Rakyat tahun 1993, mencantumkan peran serta

masyarakat dalam kalimat sebagai berikut:


18

“ Pengelolaan kesehatan yang terpadu perlu lebih dikembangkan agar

dapat lebih mendorong peran serta masyarakat, termasuk dunia usaha

dalam pembangunan kesehatan”

b). Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

Dalam undang-Undang Nomor 23 tahun1992 tentang kesehatan,

peran serta masyarakat secara jelas tercantum dalam pasal 5, 8, 71, 72

yang penjabarannya akan ditampung dalam peraturan pemerintah tentang

peran serta masyarakat dan Keputusan Presiden tentang Badan

Pertimbangan Kesehatan Nasional (Depkes RI, 1999).

c). Dalam Sistim Kesehatan Nasional

Dalam uraian tentang pengembangan upaya kesehatan, disebutkan

bahwa upaya kesehatan dilaksanakan dan dikembangkan berdasarkan

suatu bentuk atau pola upaya kesehatan Puskesmas, peran serta

masyarakat rujukan upaya kesehatan. Jadi peran serta masyarakat

merupakan salah satu upaya dari 3 upaya pokok, disamping upaya

kesehatan puskesmas dan rujukan.

4. Strategi Pengembangan Peran Serta Masyarakat

Strategi pengembangan peran serta masyarakat dapat ditempuh melalui

pendekatan “community organization” atau “ community development” yang

terencana dan terarah. Dalam hubungan ini akan disampaikan 3 pola yang

selama ini dikerjakan yakni (Wirawan Sarlito, 1997) :


19

a. Pola Rekayasa

Manusia dan Rekayasa Sosial

Peningkatan peran serta masyarakat dapat ditempuh melalui 2

strategi yaitu : rekayasa manusia dan rekayasa sosial. Kedua strategi ini

ditempuh secara terpadu, dengan penekanan sasaran yang berbeda. Teori

ini menggunakan dasar teori Rogers tentang “innovation decision

prosess”, yaitu proses kejiwaan yang dialami individu sejak pertama kali

memperoleh informasi tentang inovasi, sampai pada saat dia menerima

atau menolak inovasi tersebut.

Proses kejiwaan ini tentu saja sangat individu sifatnya , artinya ada

individu yang cepat, tetapi ada pula yang sangat lambat dalam

menerimaan inovasi. Berdasarkan kecepatan dalam menerima inovasi,

penduduk dapat dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu kelompok

innovator, early adaptor, early majority, late mayority dan langgards.

Adapun dari ke 5 kategori tersebut adalah sebagai berikut :

Kategori Proporsi

Innovator 2,5 %

Early adaptor 13,5 %

Early mayority 34,0%

Late mayority 34,0%


20

Langgards 16,0 %

Kelompok “innovator” dan Early adopter”, merupakan kelompok

yang berwawasan luas dan berpendidikan lebih dari rata-rata. Mereka

merupakan penyaring masuknya inovasi kedalam kelompok tersebut.

Kelompok “Early Mayority” akan mengikuti sikap early adopter”

sementara kelompok “late mayority” akan mengikuti sikap yang telah

dianut oleh “early mayority”. Sedangkan kelompok “langgards” adalah

mereka yang bersikap tradisional dan sulit menerima bahkan menolak

inovasi baru.

Kajian terhadap teori ini menunjukkan bahwa intervensi pada

“innovator” early adapter” akan dapat mempengaruhi kelompok “early

mayority” sementara perubahan positif pada kelompok “early mayority”

akan diikuti oleh kelompok “late mayority”.

b. Rekayasa manusia

Rekayasa ini ditujukan kepada kelompok “innovator” dan “early

adapter” yang relatif mempunyai wawasan, tingkat pendidikan dan

pengetahuan yang lebih baik. Kelompok ini tidak banyak, sekitar 16 %,

tetapi merupakan pengambil keputusan yang berpengaruh. Oleh karena itu

perlu didekati secara inter personal.

c. Rekayasa Sosial
21

Rekayasa sosial dimaksudkan untuk menggerakkan kelompok

“early mayority” yang proses penerimaan inovasinya lebih lambat lebih

berkiblat pada kelompok “early adopter”. Pada kelompok besar ini tidak

mungkin dilakukan rekayasa manusia, karena akan membutuhkan tenaga

yang banyak dan waktu yang lama. Oleh karena itu pada kelompok ini

digunakan rekayasa sosial berupa pengorganisasian masyarakat. Wujud

rekayasa sosial ini adalah pembentukan upaya kesehatan bersumberdaya

masyarakat (UKBM) seperti Posyandu, POD ( Pos Obat Desa), Polindes,

Pos UKK ( Upaya Kesetan Kerja), DPKL ( Desa Percontohan Kesehatan

Lingkungan). Pola rekayasa manusia dan rekayasa sosial ini

dikembangkan pula ditingkat petugas, dimana para pemimpin

kelompok/institusi digarap dengan rekayasa manusia, sementara

pengembangan organisasinya ditempuh melalui rekayasa sosial.

Pola Penggunaan Norma

Pola ini mendasarkan perubahan yang terencana melalui

pengalaman dan perubahan norma yang dianut oleh masyarakat itu

sendiri, mulai dari saat prencanaan hingga implementasinya.

Aspek perencanaan pada awal program kesehatan memegang

peranan yang sangat penting, apabila sasarannya adalah masyarakat yang

mempunyai nilai/norma sosial budaya tertentu. Prinsipnya adalah

bagaimana kita menggunakan dan menerapkan pengetahuan dan sumber


22

daya lainnya secara sadar, sebagai alat untuk memodifikasi pola perilaku

ke arah yang diharapkan.

Robert Chin dan Keneth D. Benne dalam Hargono (1997)

mengemukakan bahwa ada tiga strategi dalam melakukan perubahan

terencana yaitu:

a). Empiical rational strategies

Strategi rasional emperik ini mempunyai asumsi dasar bahwa

manusia akan menerima perubahan bila rasional dan menguntungkan

dirinya. Strategi ini banyak berhasil pada penyebaran teknologi

kebendaan, tapi kurang berhasil untuk teknologi perangkat lunak.

b). Normative –reedukative strategies

Strategi normatif re-edukatif menpunyai asumsi dasar sebagai

berikut:

1). Rasionalitas dan intelegensia tetap penting

2) Pola bertindak atau berperilaku masyarakat

dipengaruhi oleh norma sosial budaya dan kesetiaan anggota

masyarakat terhadap norma tersebut.

3). Perubahan pola berperilaku lebih cepat terjadi bila orang diajak

terlibat untuk mengubah orientasi normatif.

Atas dasar asumsi tersebut, untuk penerapannya diperlukan

“change” yang aktif mendekati masyarakat, dengan prinsip:


23

4). Penekanan pada kebutuhan dan persepsi masyarakat

5). Perlu kerjasama antara “change agent” dengan masyarakat

6). Penggunaan metoda perilaku yang selektif dan tepat guna

7). Tidak berapriori terhadap masalah yang dihadapi masyarakat

c). Power coercive strategies

Asumsi dasarnya adalah bahwa orang yang tidak mempunyai

kekuasaan akan patuh/mengikuti mereka yang mempunyai kekuasaan

( baik berupa kekuatan politik, ekonomi, moral). Ada 3 kategorri

dalam strategi ini yaitu :

1). Strategi tanpa kekerasan dengan bertumpu pada kekuatan moral.

2). Strategi melalui penggunaan institusi politik

3). Strategi perubahan melalui rekomposisi dan manipulasi kekuatan

elit.

d). Pola Faktorial

Dalam pola ini, tinggi rendahnya peran serta masyarakat

ditentukan oleh berbagai faktor yang ada dalam masyarakat itu sendiri

maupun dalam supra sistemnya.

5. Tahapan Peran Serta Masyarakat

Depkes RI (1998) menyatakan tahapan dalam peran serta

masyarakat dapat dikelompokkan menjadi :

a. Peran serta masyarakat dalam tahap pengenalan dan penentuan prioritas

masalah
24

b. Peran serta dalam tahap penentuan cara pemecahan masalah atau tahap

perencanaan.

c. Peran serta dalam tahap pelaksanaan, termasuk penyedaan air bersih

d. Peran serta dalam tahap penilaian dan pemantapan.

C. Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan Sarana Air Bersih

Dalam rangka pembangunan Sarana Air Bersih, masyarakat tetap akan

memainkan peran yang penting, mulai dari tahap pengenalan atas perumusan

masalah, hingga pada pada tahap pelestarian dan pengembangan Sarana Air

Bersih tersebut.

Dalam upaya menumbuh kembangkan Peran Serta Masyarakat dalam

Penyedian Air Bersih, pengorganisasian masyarakat merupakan salah satu aspek

penting yang perlu mendapatkan kajian khusus, mengingat peran dan potensinya

yang luas dan berpengaruh terhadap derajat keikutsertaan masyarakat (Depkes,

RI, 1998).

Secara teori, pengembangan dan pengorganisasian masyarakat pada

Penyediaan Air Bersih relatif lebih mudah dibandingkan dengan peran serta

masyarakat pada program kesehatan lainnya, mengingat bahwa air bersih

merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia ( Depkes RI, 1998)

Arntein (1969) dalam Hargono (1997) mengatakan bahwa adanya peran

serta dapat ditunjukkan dengan terjadinya pembagian kekuasaan yang adil (“re-

distribution of fower”) antara pemerintah “provider” dan kelompok masyarakat


25

yang ditunjukkan dengan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan

keputusan dalam pembangunan.

Peran serta tersebut bertingkat sesuai dengan gradasi derajat wewenang

dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan

tersebut dan digambarkan sebagai sebuah tangga dengan 8 tingkatan yang

menunjukkan peningkatan dari peran serta mulai dari tingkat dimana masyarakat

hanya ramai-ramai diikutkan dalam kegiatan tanpa diberi wewenang untuk

menolak atau memberi saran (“non partisifation”), meningkat ke penyertaan

wakil masyarakat dalam kepanitian saja tanpa mempunyai kekuasaan dalam

memutuskan sesuatu karena akan kalah suara (“deree of tokenism”), sampai ke

pengendalian total dari kegiatan mulai dari awal sampai akhir”degree of

participation” (Hargono Rahmat, 1997).

Dimensi peran serta menjelaskan tentang peran serta pada apa yang

dilakukan dalam kegiatan, siapa yang berperan dalam suatu kegiatan dan

bagimana peran serta tersebut berjalan. Peran serta dapat terjadi dalam empat

langkah proses pelaksanaan suatu program yaitu:

1. Peran serta dalam proses pengambilan keputusan

1. Peran serta dalam implementasi pelaksanaan program

2. Peran serta dalam pemamfaatan hasil program

3. Peran serta dalam evaluasi.

Peran serta dalam pengambilan keputusan merupakan hal yang sangat

penting karena sering masyarakat terabaikan dalam proses ini. Menurut Uphoff
26

dan Cohen dalam Hargono (1997) ada tiga jenis proses pengambilan keputusan

yaitu :

a). Initial decision yang merupakan proses pengambilan keputusan pada tahap

perencanaan program kegiatan. Sering anggota masyarakat tidak disertakan

pada proses pengambilan tahap ini karena pada umumnya program telah

ditentukan dari atas mulai dari penentuan masalah, pendekatan pemecahan

masalah sampai cara pemecahan masalah yang dipakai.

b). On-going decition yaitu pengambilan keputusan selama proses pembangunan

berjalan. Tahap ini sangat berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya

pembangunan yang dijalankan. Pada tahap ini memberi banyak desempatan

kepada anggota masyarakat untuk berperan serta dalam pengambilan

keputusan seperti perlu atau tidaknya penambahan atau pengurangan

kegiatan, evaluasi ulang dari mengenai pengorganisasian dari kegiatan yang

sedang berjalan.

c). Operational decation yang lebih bersangkut paut dengan pengorganisasian

pelayanan yang didirikan oleh program, bagaimana cara pengorganisian dan

memelihara bangunan/alat yang dihasilkan,prosedur pertemuan dan lain-lain.

Tiga komponen penting dalam menumbuhkan peran serta masyarakat

yaitu :

1). Kemauan dari masyarakat atau anggota masyarakat untuk ikut terlibat

dalam kegiatan pembangunan

2). Kemampuan dari anggota masyarakat untuk bisa terlibat dalam kegiatan

pembangunan
27

3). Kesempatan bagi anggota masyarakat untuk ikut terlibat dalam kegiatan

pembangunan.

Menurut Ross (1960) dalam Soekidjo (2005) terdapat tiga

prakondisi timbulnya partisipasi :

a). Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai

sehingga dapat mengidentifikasi masalah, prioritas masalah dan

melihat permasalahan secara komprehensip

b). Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan,

dan belajar untuk mengambil tindakan dan bertindak efektif.

c). Kemampuan mengambil tindakan dan bertindak efektif

Menurut Chapin (1939) dalam Soekidjo (2005) partisipasi dapat

diukur dari yang terendah sampai yang tertinggi:

a). Kehadiran individu dalam pertemuan-pertemuan

b). Memberikan bantuan dan sumbangan keuangan

c). Keanggotaan dalam kepanitian kegiatan

d). Posisi kepemimpinan

Cary (1970) dalam Soekidjo (2005) mengatakan bahwa

partisipasi dapat tumbuh jika tiga kondisi berikut terpenuhi :

1. Merdeka untuk berperan serta, berarti adanya kondisi yang

memungkinkan anggota-anggota masyarakat untuk berperan serta.

2. Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi

anggota masyarakat sehingga mampu untuk memberikan sumbang

saran yang kontruktif untuk program.


28

3. Mau berperan serta kemauan dan kesediaan anggota

masyarakat untuk berperan serta dalam program .

Depkes RI (1997), Didalam Sistim Kesehatan Nasional

dikemukanan beberapa bentuk peran serta masyarakat yang meliputi :

a). Peran serta perorangan dan keluarga

b). Peran serta masyarakat umum

c). Peran serta masyarakat penyelenggara upaya kesehatan

d). Peran serta masyarakat profesi kesehatan

Sutton dan Kaloja (1960) dalam Soekidjo (2005) menggambarkan

ada lima cara menumbuhkan peran serta masyarakat :

1. Terapi pendidikan

2. Perubahan perilaku

3. Menambah staf

4. Kooptasi

5. Kekuatan masyarakat

Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa peran serta

masyarakat dapat terjadi dalam berbagai tingkat yang mencerminkan

mutu dari masing-masing tingkatan yaitu ( Mantra Ida Bagus 1991) :

1). Tingkat peran serta karena imbalan atau insentif

2). Tingkat peran serta karena perintah atau pelaksanaan

3). Tingkat peran serta karena identifikasi


29

4). Tingkat peran serta karena kesadaran

5). Tingkat peran serta karena tuntutan akan hak asasi dan tanggung

jawab

6). Tingkat peran serta yang disertai dengan kreasi dan daya cifta.

Dalam mengembangkan dan membina peran serta masyarakat di

bidang kesehatan termasuk dalam pembangunan sarana air bersih dapat

diterapkan pendekatan edukatif dengan strategi dua tahap yaitu :

a). Pengembangan Provider yaitu keterbukaan dan pengembangan

komunikasi timbal balik yang horizontal maupun yang vertikal.

b). Pengembangan masyarakat mengembangkan kesamaan persepsi antara

masyarakat dan provider agar masyarakat mampu mengenal masalah dan

potensi dalam memecahkan masalah.

D. Program WSLIC ( Water And Sanitation For Low In Come

Communities)

Tingginya kasus-kasus penyakit berbasis lingkungan diyakini disebabkan

oleh rendahnya akses sarana sanitasi dasar yaitu sarana yang minimal dimiliki

oleh masyarakat untuk menunjang kesehatannya seperti sarana air bersih dan

sanitasi serta kesadaran masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat masih

rendah ( Depkes RI, 2003)

Salah satu strategi untuk menurunkan angka penyakit diare dan penyakit

berbasis lingkungan lainnya di masyarakat, maka sangat diperlukan adanya suatu

program yang dapat membantu mempercepat akses masyarakat terhadap sarana


30

sanitasi dasar seperti sarana air bersih dan sanitasi serta dan membudayakan

perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat. Karena pembangunan sarana air

bersih dan sanitasi tanpa dibarengi dengan adanya perubahan perilaku hidup

bersih dan sehat tidak akan memberikan dampak terhadap peningkatan status

kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2003)

Melihat kenyataan ini, Pemerintah Republik Indonesia melalui Loan

Agreement Nomor 4432-IND dengan Bank Dunia, memandang perlu

meningkatkan bantuan pembangunan kepada masyarakat desa dalam hal

pembangunan/perbaikan sarana air bersih dan sanitasi untuk masyarakat yang

berpenghasilan rendah terutama di perdesaan, melalui Program WSLIC (Water

and Sanitation for Low Income Communities) Program Air dan Sanitasi untuk

Masyarakat Berpenghasilan Rendah.

1. Pendanaan

Secara umum pendanaan program WSLIC bersumber dari dana Bank

Dunia, dana pendamping dari Pemerintah Indonesia baik berupa APBD dan

APBN, dana Kontribusi Masyarakat dalam bentuk incash dan inkind

merupakan dana pendamping bagi pembiayaan kegiatan yang dibutuhkan

oleh masyarakat, direncanakan oleh masyarakat dan dituangkan dalam bentuk

Rencana Kerja Masyarakat, yang mencakup juga kegiatan operasional dan

pemeliharaan sarana ( Juklak Operasional Kabupaten WSLIC 2, 2003)

Dalam pelaksanaannya, pencairan bantuan dana diberikan langsung

kepada rekening masyarakat, khususnya untuk membiayai kegiatan


31

pemberdayaan masyarakat, pembuatan sarana air bersih dan sanitasi serta

kegiatan kesehatan lain dengan komposisi pembiayaan 80% bantuan (hibah)

dan 20% dari masyarakat dengan perincian 4% berupa incash (tunai) dan

16% berupa inkind atau material lokal (Juklak Manajemen WSLIC 2, 2003)

2. Pengorganisasian

Secara prinsip pelaksanaan program WSLIC dilaksanakan oleh

masyarakat. Namun demikian guna keterlibatan dan kelancaran

pelaksanaannya, maka dibentuk struktur organisasi yang melibatkan beberapa

instansi baik di Pusat maupun di Daerah berupa Tim Koordinasi sebagai

Pembina diberbagai tingkatan, yaitu :

a). Tingkat Pusat, terdiri dari :

1). Tim Koordinasi Pusat, dari unsur : Depdagri, Bappenas, Departemen

Kimpraswil, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional.

2). Central Program Management Unit (CPMU), Konsultan Internasional

dan Konsultan Lokal.

b). Tingkat Propinsi, terdiri dari :

1). Tim Koordinasi Propinsi, terdiri dari unsur : Bappeda , Dinas Kesehatan,

Dinas Pekerjaan Umum, Departemen P&K, yang ditetapkan oleh

Gubernur.
32

2) Sekretariat Propinsi, teridiri dari : Pimpinan Program Propinsi dan

Konsultan Propinsi.

c). Tingkat Kabupaten, terdiri dari :

1). Tim Koordinasi Kabupaten terdiri dari 7 instansi yaitu :

Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum Badan

Pemberdayaan Masyarakat Desa, Bagian Administrasi Pembangunan,

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, LSM

2). Tim Teknis Kabupaten yang terdiri dari 6 Instansi dan merupakan

lapis kedua dari instansi yang 6 tadi yaitu : Bappeda, Dinas Kesehatan,

Dinas Pekerjaan Umum Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Bagian

Administrasi Pembangunan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

d). Distric Program Managemen Unit (DPMU)

Yaitu Pengelola Program WSLIC Tingkat Kabupaten yang ditunjuk oleh

SK Bupati, disamping itu juga terdapat :

1). Konsultan Kabupaten

2). Konsultan Teknik

3). Konsultan Monitoring

Dalam rangka membantu masyarakat mulai dari perencanaan sampai

dengan pasca kontruksi juga didampingi oleh fasilliator masyarakat atau

Community Fasilitator Team (CFT)

e). Tingkat Kecamatan, yaitu Tim Koordinasi Kecamatan (TKKc)

Kelembagaan program WSLIC juga ada ditingkat Kecamatan yang

disebut dengan nama Tim Koordinasi Kecamatan (TKKc). TKKc ini


33

terdiri dari unsur aparat kecamatan yang ketuanya adalah Camat,

sekretaris adalah Pimpinan Puskesmas, dengan anggota Kepala Seksi

Pemberdayaan Masyarakat Desa, Sanitarian, KCD PDK, dan PKK

Kecamatan.

f). Tingkat Desa

Sejalan dengan konsep dan pendekatan program WSLIC yang

menempatkan masyarakat sebagai pemilik dan pelaksana kegiatan

pembangunan, maka pada tingkat masyarakat desa dibentuk kelembagaan

untuk mengelola program WSLIC yang disebut Tim Kerja Masyarakat

(TKM). Tim Kerja Masyarakat terdiri dari seorang Ketua, satu orang

unit Unit Keuangan satu Orang Unit kerja Teknis dan satu orang unit

kerja Kesehatan dan sekolah

E. Metode Pendekatan Kemasyarakatan dengan Menggunakan MPA

1. Tahap persiapan/perencanaan (Pra Konstruksi)

Pada tahapan pra konstruksi ini, ada 2 (dua) kegiatan besar yang

dilakukan yaitu proses pemilihan desa lokasi program WSLIC dan proses

perencanaan masyarakat ( Juklak Manajemen WSLIC, 2003)

a. Proses Pemilihan Desa Lokasi

Proses pemilihan desa lokasi program WSLIC ini dilakukan dengan

tahapan-tahapan sebagai berikut :

1). Sosialisasi Program WSLIC Tingkat Kecamatan


34

Sosialisasi merupakan tahapan awal program WSLIC kepada

masyarakat dan aparat pemerintah. Sosialisasi ini dilaksanakan mulai

dari tingkat pusat sampai tingkat desa bahkan sampai tingkat dusun.

Penanggung jawab sosialisasi adalah Tim Koordinasi di masing-

masing tingkatan mulai dari tingkat pusat sampai tingkat kecamatan.

Kegiatan sosialisasi program WSLIC di Kabupaten Lombok

Timur dilakukan oleh Tim Koordinasi Kabupaten (TKK) bersama-

sama dengan District Program Management Unit (DPMU) di seluruh

kecamatan yang ada di Kabupaten Lombok Timur. Jumlah kecamatan

di Kabupaten Lombok Timur adalah 20 (dua puluh) Kecamatan.

2). Sosialisasi Tingkat Desa

Sebagai tindak lanjut dari sosialisasi di kecamatan, kemudian

diikuti dengan sosialisasi di tingkat desa, hal ini dalam rangka lebih

meyebarluaskan informasi tentang Program WSLIC kepada

masyarakat luas yang akan menjadi sasaran pelaksanaan program.

Sosialisasi ini difasilitasi oleh Tim Fasilitator Masyarakat, dimana

peserta sosialisasi adalah perwakilan masyarakat dari semua dusun

yang ada termasuk kepala dusun.

Dengan sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat

memahami dengan jelas tentang program WSLIC, karena Informasi

yang disampaikan pada sosialisasi tingkat desa ini antara lain adalah

tentang latar belakang program, tujuan, kegiatan, pendanaan,

keterlibatan/peran masyarakat, mekanisme pelaksanaan, dan juga


35

kelembagaan program terutama di tingkat desa, kemudian melakukan

rembug desa apakah berminat atau tidak dengan program ini karena

desa yang dipilih untuk menjadi lokasi adalah hanya desa yang

menyampaikan surat peminatan saja.

3). Rembug Desa

Rembug Desa merupakan musyawarah masyarakat desa

setelah mendapatkan informasi tentang Program WSLIC dari acara

sosialisasi sebelumnya. Penyelenggaraan rembug desa ini dipimpin

oleh Kepala desa dengan difasilitasi oleh Fasilitator Masyarakat.

Dalam rembuq desa tersebut akan dibahas apakah masyarakat akan

menerima Program WSLIC dengan persyaratan-persyaratan yang

sudah diajukan oleh pihak donor, kalau masyarakat menerima maka

akan mengirimkan surat minat kepada Bupati Lombok Timur

Cq. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Lombok Timur.

4) Penentuan Desa Lokasi

Proses penentuan desa calon lokasi program WSLIC dilakukan

dengan menggunakan pola pendekatan yang berorientasi pada

kebutuhan masyarakat (Demand Responsive Approach), artinya desa

yang dipilih adalah desa yang hanya menyampaikan surat peminatan

saja yang dilengkapi dengan data tentang kondisi desa meliputi angka

penyakit diare, indeks kemiskinan, dan cakupan air bersih.


36

Sebagai tindak lanjut dari penyampaian surat minat desa, pihak

Kabupaten (Tim Koordinasi, Tim Teknis dan DPMU) melakukan

pemilihan calon desa lokasi Program WSLIC dengan menggunakan

kriteria lokasi program WSLIC yang telah ditetapkan, setelah desa

tersebut dinyatakan resmi sebagai lokasi dikuatkan dengan SK Bupati

Lombok Timur, maka Tim Fasilitator Masyarakat akan melakukan

kegiatan Methodology Participatory Assessments (MPA).

b. Proses Perencanaan masyarakat

Perencanaan masyarakat pada program WSLIC menggunakan pola

perencanaan partisipatif. Adapun tahapan kegiatan perencanaan yang

dilakukan adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005)

1). Inventaris data komunitas

Dilaksanakan oleh Fasilitator bersama aparat desa dan

masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan data umum mengenai

kondisi umum (profil) desa, sarana air bersih yang biasa digunakan

masyarakat selama ini, sarana sanitasi yang dimiliki masyarakat dan

kegiatan kesehatan lain seperti kebiasaan (perilaku) yang berkaiatan

dengan kesehatan masyarakat

2). Klasifikasi Kesejahteraan

Kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode diskusi

kelompok dengan mempertimbangkan keterwakilan semua dusun

dalam desa. Fasilitator sebelumnya menyampaikan maksud dan tujuan

dari tools ini yaitu untuk mengetahui tingkat kesejahteraan, serta


37

memetakan akses keluarga (rumah) miskin dan kaya terhadap

pelayanan air bersih sanitasi, serta fungsi keluarga dalam masyarakat.

Klasifikasi kesejahteraan masyarakat dibagi menjadi tiga tingkatan

yaitu Kaya, Menengah, dan Miskin dengan menggunakan indikator

setempat yaitu kriteria menurut masyarakat Desa Kalijaga Timur.

Indikator yang digunakan oleh masyarakat waktu itu adalah dari asfek

pendapatan, pendidikan, rumah, pekerjaan, dan kesehatan.

3). Pemetaan Sosial

Dilakukan oleh kelompok masyarakat (perempuan-laki-laki, kaya-

miskin) yang merupakan perwakilan semua dusun. Hasil pemetaan

sosial ini, digunakan untuk pengembangan pelayanan sebagai dasar

pembuatan sketsa.

Pengkodean klasifikasi ini menggunakan warna, yaitu merah

untuk miskin, kuning untuk menengah, hijau untuk kaya. Hasil dari

kegiatan ini adalah masyarakat dapat membuat peta sosial Desa

Kalijaga Timur. Dengan peta ini akan lebih memudahkan dalam

penentuan lokasi sasaran.

4). Kalender Musim

Tujuan dari aktifitas tools ini adalah untuk mengetahui dan

menginventaris bersama-sama pada bulan apa saja masyarakat

kekurangan air sehingga masyarakat terpaksa mengambil air ke


38

tempat yang jauh kurang lebih 3 kilometer dari pusat desa Kalijaga

Timur.

5). Masalah Kesehatan Masyarakat

Tools ini menginventaris kebiasaan/perilaku masyarakat yang

berkaitan dengan kebiasaan sehari-hari masyarakat khusunya perilaku

baik menurut kesehatan dan perilaku yang tidak baik yang dapat

mempengaruhi kesehatannya.

6). Alur penularan penyakit (Lintas Kontaminasi)

Dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus, digunakan agar

masyarakat dapat mengetahui bagaimana alur penularan penyakit

terjadi dari sumber infeksi kepada orang lain. Untuk penyakit diare,

masyarakat dapat mengetahui bagaimana alur kuman penyakit yang

ada dalam tinja sehingga dapat masuk kedalam tubuh manusia

melalui mulut (faecal-oral).

Tools ini memberikan pengetahuan dan gambaran kepada

masyarakat tentang penularan penyakit akibat dari perilaku dan

kondisi kesehatan lingkungan, sehingga masyarakat dapat memahami

apa yang harus diperbuat.

7). Menghambat alur penularan penyakit (cara memutuskan lintasan

kontaminasi)

Dilakukan melalui fokus group diskusi, dengan tujuan agar

masyarakat dapat mengetahui cara memutuskan lintasan kontaminasi


39

hasil diskusi sebelumnya, baik dengan kegiatan fisik (pembangunan

sarana) maupun non fisik (perubahan perilaku).

8). Perilaku Baik dan Buruk terhadap Kesehatan

Dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus, masyarakat

menyusun urutan-urutan mulai perilaku yang paling baik dan perilaku

paling buruk yang biasa terjadi di masyarakat, serta alasan-alasan

mengapa dikatakan perilaku paling baik dan perilaku yang buruk,

sebagai awal langkah selanjutnya dalam pemilihan perubahan

perilaku hidup bersih dan sehat.

9). Efektivitas Penggunaan Sarana Air Bersih

Tools ini bertujuan untuk menginventaris hal-hal yang

berkaitan dengan air bersih, baik itu menyangkut sumber yang

dipergunakan sehari-hari, kebiasaan penggunaan air bersih, dan lain-

lainnya. Dari tools ini diketahui masyarakat Desa Kalijaga Timur

selama ini mengambil air untuk keperluan sehari-hari dari satu sumber

rembesan air kali yang letaknya cukup jauh dari pemukiman.

Melalui kegiatan ini masyarakat dapat menilai jenis

kontaminasi melalui inspeksi sanitasi atau melalui membaca hasil

pemeriksaan laboratorium (apabila ada pemeriksaan laboratorium)

serta kuantitas (debit) air.


40

10).Efektivitas Penggunaan Sarana Sanitasi (Kantong Suara)

Tools ini berkaitan dengan perilaku masyarakat dalam hal

kebiasaan sanitasi khususnya penggunaan jamban untuk buang air

besar. Diketahui sebagian besar masyarakat Desa Kalijaga Timur

buang air besar tidak di jamban karena tidak memiliki sarana tersebut.

2. Kegiatan Fisik (Kontstuksi)

Pembangunan Sarana Air Bersih

Pelaksanaan pembangunan Sarana Air Bersih dilaksanakan secara

swakelola oleh masyarakat dengan cara gotong royong. Kegiatan berupa

penyediaan bahan-bahan lokal dan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian

seperti penggalian tanah, urugan tanah, urugan pasir, pengangkutan bahan-

bahan lokal dilaksanakan secara gotong royong oleh masyarakat. Setiap hari

masyarakat yang melaksanakan gotong royong adalah 1 RT, secara bergiliran

selama proses pelaksanaan kegiatan. Sedangkan pekerjaan yang memerlukan

keahlian seperti pemasangan konstruksi bangunan air, pemasangan jaringan

pipa dan asesorisnya dilakukan oleh tukang yang dibayar oleh Tim Kerja

Masyarakat sesuai dengan upah tenaga lokal. Tenaga-tenaga ahli tersebut

berasal dari desa sendiri.

3. Tahap Pasca Pelaksanaan (Pasca Konstruksi)

Kegiatan pada tahapan pasca konstruksi ini adalah :

a) Pembentukan Kelembagaan
41

Pada tahapan ini, masyarakat Desa membentuk Kelompok Pemakai Air

(Pokmair) sebagai lembaga yang bertugas menangani pemeliharaan dan

memperbaiki kalau terjadi kerusakan.

b) Pelatihan Operasional dan Pemeliharaan

Dalam upaya memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada

masyarakat untuk dapat mengelola sarana air bersih yang telah dibangun

dan program-program lainnya, maka oleh Konsultan dan Fasilitator

masyarakat dilaksanakan kegiatan pelatihan operasional dan

pemeliharaan. Dengan pelatihan ini diharapkan masyarakat mampu untuk

mengatasi permasalahan-permasalahan yang kemungkinan terjadi

nantinya, seperti melakukan perbaikan sarana ataupun pengumpulan

kontribusi masyarakat dalam hal kebutuhan finansial untuk pemeliharaan

sarana yang telah dibangun termasuk pengembangan program.

Anda mungkin juga menyukai