Draft Akhir
Tanggal: 16 Juni 2005
JUNI 2005
KURIKULUM
KURIKULUM
PELATIHAN CLTS BAGI TIM KABUPATEN
B. Perk o Peserta, fasilitator dan panitia saling mengenal, Permainan 45 menit Panitia/Fasilitator
enalan dan sehingga terbangun komunikasi yang kondusif
Pencairan Suasana dalam pelatihan
C. Rum o Diperolehnya gambaran harapan yang ingin dicapai Penugasan Individual 45 menit Fasilitator
usan Harapan dan peserta selama pelatihan Diskusi Kelompok
Kekhawatiran Peserta o Diperolehnya gambaran ranah harapan peserta Diskusi Pleno
(pemahaman, ketrampilan, strategi, metode, langkah-
langkah, dll.)
o Diperolehnya gambaran kekhawatiran peserta yang
perlu dieliminir selama pelatihan.
D. Tuju 1. Disepakatinya tujuan dan alur pelatihan, terkait Presentasi/Penjelasan 30 menit Fasilitator
an dan Alur Pelatihan dengan tujuan program CLTS serta rumusan harapan
Diskusi Pleno
peserta
6. Praktek Lapang:
a. Pembentukan o Tersusunnya kelompok-kelompok praktek o Pemilihan demokratis 30 menit Fasilitator
Kelompok lapang yang komposisinya mencakup selu- ruh
komponen tim kabupaten
b. Persiapan: Panduan o Tersusunnya panduan praktek lapang o Penugasan dan 2-4 jam Fasilitator
dan Simulasi Praktek pendamping an
Lapang
c. Pelaksanaan: o Peserta siap memfasilitasi proses CLTS di o Simulasi
masyarakat
c.1. Pemicuan o Masyarakat memahami permasalahan sanitasi di o Pemetaan 4 jam Fasilitator dan
komunitasnya dan berkomitmen untuk o Transek Tim Kabupaten
memecahkannya secara swadaya o FGD
o Simulasi
o dll.
c.2. Perencanaan Tersusunnya rencana kegiatan o FGD 4 jam Fasilitator dan
masyarakat dalam rangka pemecahan masalah Tim Kabupaten
o Pemilihan demokratis
sanitasi di komunitasnya
o Terpilihnya panitia lokal komunitas yang
POKOK BAHASAN TUJUAN POKOK BAHASAN METODE WAKTU PEMANDU
mengkoordinir kegiatan masyarakat
d. Kompilasi Temuan o Tersusunnya item-item pembelajaran dari o Diskusi Kelompok 2 jam Fasilitator dan
dan Pelaporan praktek lapang setiap kelompok Tim Kabupaten
o Tersusunnya laporan proses dan hasil praktek
lapang setiap kelompok
e. Refleksi Temuan o Ditemukannya item-item pembelajaran yang o Presentasi Kelompok 2 jam Fasilitator
Praktek Lapang perlu diperhatikan dalam proses memfasilitasi CLTS o Diskusi Pleno
selanjutnya
o Ditemukannya item-item pembelajaran yang
spesifik lokal yang perlu dikembangkan dalam
rangka optimalisasi CLTS.
7. Diskusi Pleno o Dipahaminya rencana kegiatan masyarakat oleh o Presentasi Masyarakat 2 jam Fasilitator
dengan Masyarakat seluruh komponen tim kabupaten o Diskusi Pleno
o Meningkatnya motivasi masyarakat untuk o Feedback progresif
melaksanakan rencana kegiatan yang mereka susun
o Disepakatinya komitmen semua pihak untuk
keberhasilan pencapaian rencana kegiatan
masyarakat.
8. Penyusunan o Tersusunnya rencana tindak lanjut tim o Diskusi Kelompok 2 jam Fasilitator
Rencana Tindak kabupaten dalam rangka: o Diskusi Pleno
Lanjut
o Pendampingan implementasi rencana kegiatan
masyarakat yang telah terpicu
o Pengembangan kegiatan CLTS di lokasi lainnya.
Evaluasi o Diperolehnya masukan dari peserta tentang o Pemilihan Demokratis 30 menit Fasilitator
tingkat keberhasilan pelatihan dan saran-saran untuk o Diskusi Pleno
perbaikan
Penutupan o Pelatihan ditutup secara resmi oleh Pemerintah o Upacara 30 menit Panitia
POKOK BAHASAN TUJUAN POKOK BAHASAN METODE WAKTU PEMANDU
Kabupaten Kabupaten
o Pemerintah Kabupaten berkomitmen men-
dukung tindak lanjut penerapan CLTS
ALUR PELATIHAN
Refleksi Pengalaman
Program Sanitasi Persiapan
Pembukaan
Sebelumnya Praktek
Lapang: Pleno dengan
Pengenalan Pembagian Masyarakat
CLTS dan Kelompok
Pengalaman di Persiapan
Berbagai Kelompok
Negara/Daerah
Prinsip-2 CLTS,
3 Pilar PRA &
Perkenalan dan
Perubahan Sikap - RTL
Pencairan KONTRAK Perilaku
PRAKTEK Kabupaten
Suasana dan
BELAJAR LAPANG
Fasilitasi di Evaluasi
Komunitas: Pelatihan
Alat-2 Utama PRA Pemicuan
dalam CLTS Rencana
Elemen pemicu dan
faktor penghambat
Kerja
Rumusan Yang harus dilaku-kan Masyarak
Harapan
dan dihindari at
vs
Tujuan & Alur Kompilasi
SIMULASI Temuan Penutupan
Pelatihan
Refleksi dan
Pelaporan
Sanitation
Ladder
JADWAL PELATIHAN
JADWAL PELATIHAN CLTS BAGI TIM KABUPATEN
(ALTERNATIF B - 4 hari efektif 5 session per hari)
JAM HARI I HARI II HARI III HARI IV
o Pembukaan o Review Hari I
08.00 -
10.00 o Perkenalan o Prinsip-2 CLTS & Tiga Pilar PRA Refleksi Temuan
o Pencairan suasana dalam CLTS Praktek Lapang
o Perumusan Harapan o Perubahan perilaku dan sikap
10.00 -
10.30 Coffee break Coffee break Praktek Lapang: Pemicuan Coffee break
o Tujuan & Alur Pelatihan o Elemen pemicu dan faktor peng-
10.30 -
12.30 o Kontrak Belajar Hambat Diskusi Pleno
o Refleksi pengalaman proyek dengan
sani- o Apa yang seharusnya dan tidak? Masyarakat
tasi sebelumnya (Diskusi
Kelp.) o Alat-alat PRA utama
12.30 -
13.30 Ishoma Ishoma Ishoma Ishoma
o Refleksi pengalaman proyek
sani- Penyusunan
13.30 - tasi sebelumnya (Diskusi
15.30 Pleno) Simulasi-simulasi Rencana
o Pengenalan CLTS dan
Pengalam- Tindak
an di Berbagai Negara/Daerah Praktek Lapang: Perencanaan Lanjut
15.30 -
16.00 Coffee break Coffee break Coffee break
o Simulasi-simulasi (lanjutan)
16.00 - o Pengenalan CLTS dan
17.30 Pengalam- o Sanitation Ladder o Evaluasi
an di Berbagai Negara/Daerah o Pembagian Kelompok (4-6 klp.) o Penutupan
(Lanjutan) dan penjelasan tugas
17.30 -
19.30 Ishoma Ishoma Ishoma
19.30 - Persiapan Kelompok: Panduan dan Kompilasi Temuan Praktek Lapang &
21.30 Simulasi-simulasi Pelaporan
PANDUAN PROSES
o PEMBUKAAN PELATIHAN
TUJUAN:
Pelatihan dibuka secara resmi dan memperoleh dukungan dari Pemerintah
Kabupaten.
WAKTU:
30-45 menit
METODE:
(sesuai dengan kebijakan lokal, namun umumnya dalam bentuk upacara sederhana)
MATERI:
Laporan Ketua Panitia
Sambutan Tim Pusat
Sambutan Bupati
Doa
Sekilas tentang Program Uji Coba CLTS
ALAT BANTU:
OHP atau LCD
PROSES:
Sangat tergantung dengan pola acara yang ditentukan dan dipilih oleh Pemerintah
Kabupaten, namun secara umum proses pembukaan adalah sebagai berikut:
Salam pembuka
Laporan Ketua Panitia tentang Kerangka Acuan Pelatihan dan kesiapan
pelaksanaan pelatihan
Sambutan Tim Pusat untuk menegaskan kebijakan-kebijakan khususnya
yang terkait dengan pelaksanaan program uji coba CLTS dan pelatihan ini
Sambutan Bupati untuk menegaskan dukungan Pemerintah Kabupaten
dalam rangka pelaksanaan program ini, sehingga meningkatkan motivasi
peserta dan pihak terkait dalam mensukseskan program ini. Sekaligus pada
kesempatan ini, Bupati membuka secara resmi pelatihan, juga peluncuran
program ini.
Pembacaan doa.
Penjelasan singkat tentang Program Uji Coba CLTS oleh Konsultan.
Salam penutup.
Acara kemudian diistirahatkan (15 menit) untuk memberi waktu kepada para tamu
undangan beristirahat sejenak sebelum meninggalkan tempat pelatihan.
CATATAN PENTING:
Acara pembukaan ini bila perlu bisa dimanfaatkan untuk sosialisasi program uji coba
CLTS ini kepada para pihak di tingkat kabupaten, sehingga pemahaman dan
dukungan terhadap program di tingkat kabupaten bisa optimal.
oo PERKENALAN DAN PENCAIRAN SUASANA
TUJUAN:
Peserta, fasilitator dan panitia saling mengenal, sehingga terbangun komunikasi
yang kondusif dalam pelatihan.
WAKTU:
45 menit
METODE:
Permainan
MATERI:
-----
ALAT BANTU:
Tergantung kepada permainan yang digunakan.
PROSES:
3. Pada akhir session ini, pastikanlah bahwa seluruh partisipan sudah saling
mengenal dan memiliki hubungan yang akrab.
CATATAN PENTING:
Ada kemungkinan beberapa partisipan tidak mau terlibat dalam perkenalan dan
pencairan suasana ini. Ajaklah secara persuasif (dengan melibatkan partisipan
lainnya) agar mereka mau terlibat. Jangan paksa mereka, tetapi jangan pula
membatalkan proses karena beberapa individu tidak bersedia terlibat.
ooo RUMUSAN HARAPAN PESERTA
TUJUAN:
o Diperolehnya gambaran harapan yang ingin dicapai peserta selama
pelatihan.
o Diperolehnya gambaran ranah harapan peserta (pemahaman, ketrampilan,
strategi, metode, langkah-langkah, dll.)
o Diperolehnya gambaran kekhawatiran peserta yang perlu dieliminir, agar
tidak mengganggu pencapaian tujuan pelatihan.
WAKTU:
45 menit
METODE:
o Penugasan individual
o Diskusi kelompok
o Diskusi pleno.
MATERI:
-----
ALAT BANTU:
o Kertas potong untuk menuliskan pernyataan-pernyataan (1 lembar untuk
1 pernyataan) sejumlah sesuai keperluan, dalam 2 warna yang berbeda
untuk pernyataan HARAPAN dan KEKHAWATIRAN.
o Spidol (jika mungkin untuk setiap peserta)
o Sticky cloth untuk menempelkan kertas-kertas pernyataan.
PROSES:
CATATAN PENTING:
o Bisa jadi rumusan HARAPAN peserta ada yang hanya bisa dicapai pasca
pelatihan. Hal ini tidak perlu dipermasalahkan, karena akan terklarifikasi pada
saat pembahasan Tujuan dan Alur Pelatihan.
o Demikian pula untuk pernyataan KEKHAWATIRAN, bisa jadi muncul
pernyataan yang terlalu jauh ke depan, misalnya: takut uji coba gagal.
Tetaplah melakukan pembahasan pernyataan serupa itu, karena akan
menjadi modal untuk implementasi program.
oooo TUJUAN DAN ALUR KEGIATAN
TUJUAN:
Disepakatinya tujuan dan alur pelatihan, terkait dengan tujuan program CLTS serta
rumusan harapan peserta.
WAKTU:
30 menit
METODE:
o Presentasi/penjelasan
o Diskusi pleno.
MATERI:
o Rumusan tujuan pelatihan
o Lembar alur pelatihan.
ALAT BANTU:
o OHP/LCD/Papan flipchart
PROSES:
CATATAN PENTING:
oooooKONTRAK BELAJAR
TUJUAN:
Terbangunnya komitmen pembelajaran bersama seluruh komponen pelatihan,
dalam bentuk:
a. kesepakatan
waktu/jadwal
b. tata tertib dan sanksi.
WAKTU:
30 menit.
METODE:
o Presentasi/penjelasan
o Diskusi pleno.
MATERI:
Jadwal pelatihan.
ALAT BANTU:
o Papan dan kertas flipchart atau laptop dan LCD.
PROSES:
2. Diskusikanlah secara pleno berbagai hal yang perlu diatur bersama dan
menentukan keberhasilan pelatihan, misalnya: penggunaan handphone,
kebiasaaan merokok, pakaian, dan sebagainya. Buatlah kesepakatan
tentang tata tertib pelatihan beserta sanksinya. Tuliskanlah dalam flipchart
untuk ditempel di tempat strategis yang bisa dibaca semua partisipan.
3. Jelaskanlah pula peran berbagai pihak (peserta, fasilitator dan panitia) dalam
rangka keberhasilan pelatihan ini.
CATATAN PENTING:
POKOK BAHASAN:
1. REFLEKSI PENGALAMAN
PROYEK/PROGRAM SANITASI SEBELUMNYA
TUJUAN:
a. Peserta memperoleh informasi tentang keberhasilan, kekuatan, kelemahan
dan keberlanjutan proyek sanitasi sebelumnya.
b. Peserta memahami perbedaan paradigma antara program-program yang lalu
dengan kecenderungan saat ini.
WAKTU:
Maksimal 120 menit
METODE:
Alternatif 1 Alternatif 2
Diskusi kelompok Presentasi tentang proyek
Presentasi Kelompok Diskusi kelompok
Diskusi Pleno Diskusi pleno
Presentasi / penjelasan
MATERI:
Pengalaman pengelolaan proyek-proyek sanitasi pernah dilaksanakan di
kabupaten dan telah selesai.
ALAT BANTU:
Sarana dan prasarana untuk presentasi sesuai dengan ketersediaan
setempat: kertas plano + spidol atau transparansi + spidol + proyektor, dll.
PROSES:
Alternatif 1
(jika mayoritas peserta telah memiliki pengalaman terlibat dalam pelaksanaan
proyek/program sanitasi sebelumnya):
1. Ajukan pertanyaan kepada peserta tentang proyek sanitasi yang pernah dan
sudah selesai dilaksanakan di kabupaten ini. Sepakatilah dengan peserta 2-3
program/proyek yang akan dianalisa bersama tentang KELEBIHAN,
KEKURANGAN, KEBERLANJUTAN dan PERUBAHAN YANG TERJADI DI
LOKASI pasca proyek tersebut.
2. Mintalah peserta berbagi dalam 2-3 kelompok sesuai dengan keterlibatan
atau pemahamannya terhadap program/proyek yang akan dianalisa. Mintalah
kepada peserta yang tidak pernah terlibat atau kurang paham terhadap
program/proyek yang akan dianalisa untuk bergabung di salah satu
kelompok. Aturlah agar jumlah peserta setiap kelompok relative berimbang.
3. Mintalah kepada setiap kelompok untuk menganalisa/mendiskusikan
program/proyek yang menjadi pilihannya (selama 30 menit) dengan pokok-
pokok kajian, sebagai berikut:
o KELEBIHAN
o KEKURANGAN
o KEBERLANJUTAN
o PERUBAHAN YANG TERJADI DI LOKASI
Alternatif 2
(Jika hanya sebagian kecil peserta yang memiliki pengalaman terlibat dalam
pelaksanaan proyek/program sanitasi sebelumnya)
Sebelum proses di dalam kelas (bisa sehari atau beberapa jam sebelumnya),
mintalah kepada beberapa peserta (3-4 orang) yang berpengalaman dalam
pengelolaan proyek/program sanitasi (yang telah selesai) untuk mempersiapkan
presentasi pengalamannya tentang proyek/program tersebut, terutama mengenai
hal-hal sebagai berikut:
o KELEBIHAN
o KEKURANGAN
o PENCAPAIAN PADA AKHIR PROYEK/PROGRAM
1. Berikanlah kesempatan kepada beberapa peserta yang telah ditugasi, untuk
mempresentasikan pengalamannya tentang proyek/program sanitasi yang
pernah dikelolanya, masing-masing sekitar 10 menit.
a. KEBERLANJUTAN
b. PERUBAHAN YANG TERJADI DI LOKASI
c. APAKAH ADA DESA YANG SUDAH 100% BEBAS DARI BAB DI
TEMPAT TERBUKA?
CATATAN PENTING:
Berikanlah tekanan-tekanan pada beberapa hal berikut ini:
Perubahan sikap dan perilaku lebih memungkinkan untuk terjadinya
perkembangan sarana dibandingkan sebaliknya.
Dukungan subsidi sanitasi mendorong ketergantungan, sehingga
keberlanjutan melemah
Program/proyek yang dirancang oleh masyarakat sendiri, akan meningkatkan
rasa percaya diri dan tanggung jawab mereka.
POKOK BAHASAN:
2. PENGENALAN CLTS DAN PENGALAMAN DI BERBAGAI
NEGARA / DAERAH
TUJUAN:
a. Peserta mampu memahami CLTS
b. Peserta memperoleh gambaran pengalaman penerapan di berbagai
negara/daerah
WAKTU:
Maksimal 150 menit (21/2 jam)
METODE:
Pemutaran film/VCD CLTS di India
Refleksi atas pengalaman program sanitasi di Indonesia
Penjelasan konsep CLTS dan pengalaman di berbagai negara/daerah
Diskusi Pleno
MATERI:
a. Film/VCD: CLTS di Maharashtra – India
b. Materi: CLTS
c. Pengalaman CLTS di Lumajang dan Sumbawa.
ALAT BANTU:
VCD Player, screen.
PROSES:
1. Putarlah film/VCD CLTS di Maharashtra – India (sebelumnya berikan
pengantar bahwa peserta diminta untuk menyimak apa yang dilihatnya di film
tersebut).
2. Diskusikan dengan peserta pengalaman atau pengetahuann apa yang
didapat dari film tersebut.
3. Lanjutkanlah dengan penjelasan tentang Konsep CLTS dan Pengalaman di
Berbagai Negara/Daerah (materi dari Kamal Kar)
4. Lengkapilan pemahaman dan komitmen peserta dengan penjelasan
mengenai pengalaman penerapan CLTS di Indonesia yaitu di Kabuapetn
Lumajang dan Sumbawa.
5. Bukalah ruang bagi proses tanya jawab dan diskusi pleno untuk memperjelas
berbagai hal yang mungkin diragukan oleh peserta.
POKOK BAHASAN:
3. PRINSIP – PRINSIP CLTS, 3 PILAR PRA DALAM CLTS,
PERUBAHAN PERILAKU, DAN TINGKATAN PARTISIPASI
DALAM CLTS
TUJUAN:
a. Peserta memahami, menerima dan berkomitmen untuk memegang prinsip-
prinsip CLTS.
b. Peserta memahami konsep 3 pilar PRA dalam CLTS.
c. Peserta memahami dan berkomitmen merubah sikap dan kebiasaan dalam
memfasilitasi masyarakat dari “konsep atas – bawah” (upper – lower) menjadi
“pembelajaran bersama”.
d. Mengeksplorasi variasi dan wilayah sudut pandang peserta pelatihan tentang
keikutsertaan masyarakat dan mendapatkan pengertian umum pada tipe dan
tingkat partisipasi masyarakat yang dibutuhkan pada CLTS
WAKTU:
Maksimal 120 menit.
METODE:
Presentasi / penjelasan
Diskusi kelompok
Diskusi pleno
MATERI:
Prinsip – prinsip CLTS:
non subsidi,
masyarakat sebagai pemimpin,
tidak mengajari, tidak memaksa dan tidak mempromosikan,
totalitas
Visualisasi 3 pilar PRA
Segitiga komponen perubahan perilaku (personal, institusional dan
profesional), sharing dan methode.
Visualisasi 4 tingkatan partisipasi masyarakat
ALAT BANTU:
Potongan – potongan kartu (metaplan), spidol, flipchart, kertas A4 untuk
menggambar dan sticky cloth..
PROSES:
1. Fasilitator menjelaskan tentang prinsip dasar CLTS, dan membuka diskusi yang
berkaitan dengan materi.
2. Fasilitator menjelaskan tentang 3 pilar PRA yang menjadi dasar CLTS. Fokuskan
pada perubahan perilaku dan kebiasaan. Mulai arahkan peserta bahwa perubahan
sikap dan kebiasaan dari fasilitator (di komunitas) adalah hal yang terpenting, karena
jika perubahan telah terjadi maka 2 komponenn lainnya yaitu akan terjadi sharing
dan metode bisa dilaksanakan.
Perubahan Perilaku
3. Minta peserta untuk membagi dalam 3 kelompok kecil, dan masing-masing
kelompok membahas sekurang-kurangnya 5 point siapa yang dianggap upper dan
lower (1 kelompok membahas personal, 1 kelompok membahas
institusional dan yang lainnya membahas dari segi profesional).
6. Di akhir diskusi sepakati bahwa dalam pendekatan CLTS cara pandang tersebut
harus diubah sehingga tidak ada pendapat siapa upper dan siapa lower (tidak ada
yang memposisikan dirinya sebagai upper dan tidak ada pula pihak lain yang
dipandang sebagai lower).
7. Setelah diskusi pleno 1 selesai, minta kelompok yang sama untuk membuat skenario
melalui bahasa tubuh (gesture),, masing-masing kelompok menggambarkan
kegiatan yang top – down, partisipatif dan friendly.
10. Pada diskusi pleno, tanyakan kepada peserta bahasa tubuh yang bagaimana yang
sesuai untuk pendekatan CLTS (didasarkan pada pemahaman bahwa tidak ada
yang dianggap upper dan lower).
Tingkat partisipasi
11. Minta masing-masing peserta menggambarkan contoh partisipasi masyarakat dari
pengalaman sendiri yang mereka pahami dalam bentuk gambar (masing-masing
mengambil selembar kertas dan alat tulis/gambar).
Menerima Informasi
Mendapatkan wewenang
atas kontrol sumber daya
dan keputusan
13. Tempelkan keempat tingkatan kelompok tersebut pada dinding atau kain yang sudah
diberi perekat (sticky cloth). Tanpa memberikan tingkatan partisipasi
15. Minta peserta untuk membuat peringkat tingkat partisipasi dari yang terendah
sampai tertinggi (dimulai dengan tingkat terendah dan tertinggi, baru kemudian yang
ada diantaranya)
16. Tanyakan pada tingkat partisipasi mana yang dibutuhkan dalam proses pelaksanaan
CLTS. Fasilitasikan beberapa diskusi tentang hal tersebut sekitar 5-10 menit,
kemudian minta peserta untuk memilih (voting) tentang tingkatan yang seharusnya
ada, Akhiri dengan consensus dari hasil pilihan tersebut.
POKOK BAHASAN:
4. FASILITASI CLTS DI KOMUNITAS
4.1 ALAT – ALAT UTAMA PRA DALAM CLTS
4.2 ELEMEN-ELEMEN PEMICU DAN FAKTOR-FAKTOR
PENGHAMBAT PEMICUAN
4.3 “ APA HARUS DILAKUKAN (DO) DAN DIHINDARI
(DON’T) ” DALAM CLTS
TUJUAN:
a. Peserta mengetahui dan menyepakati alat-alat PRA yang digunakan.
b. Peserta akan dapat menemukan dan menyepakati elemen-elemen pemicu
dan faktor-faktor penghambat pemicuan (serta alat yang paling sesuai untuk
masing-masing elemen pemicuan) baik yang bersifat umum maupun spesifik
lokal, serta memahami dan berkomitmen tentang apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus dihindari saat fasilitasi (do dan don’t).
c. Peserta memiliki ketrampilan dasar memfasilitasi CLTS dengan alat-alat
utama yang disepakati.
WAKTU:
Sekitar 270 menit (termasuk simulasi alat-alat PRA oleh peserta)
METODE:
Diskusi kelompok
Simulasi
Diskusi pleno
MATERI:
Pengalaman peserta dalam memfasilitasi masyarakat di bidang sanitasi.
ALAT BANTU:
- Kertas potong (metaplan) untuk menuliskan pernyataan-pernyataan dan simulasi
alur kontaminasi
- Bubuk kapur/tepung beberapa warna (untuk peta sosial)
- Air minum untuk peragaan kontaminasi
- Air bersih untuk peragaan kontaminasi
- Spidol warna-warni
PROSES:
1. Tanyakan kepada peserta siapa yang pernah mengenal dan mengimplemen-
tasikan metode Participatory Rural Appraisal (PARA).
o Jika sebagian ada yang sudah mengenal, minta peserta untuk
menyebutkan alat-alat PRA apa saja yang dipakai untuk fasilitasi di
masyarakat, yang berkaitan dengan program sanitasi.
o Jika belum ada yang mengenal PRA, kenalkan secara ringkas alat-alat
utama PRA yang akan dipakai seperti pemetaan, transect walk, alur
kontaminasi, dll.
4. Bagilah peserta menjadi 4 kelompok, kemudian mintalah mereka
mendiskusikan dalam kelompok masing-masing (selama 15-20 menit) topik
berikut ini:
o Kelompok 1 dan 2
Elemen-elemen apa yang bisa digunakan untuk memicu masyarakat
dalam perubahan di bidang sanitasi?
o Kelompok 3 dan 4
Hal-hal apa saja yang menjadi penghambat dalam pemicuan di
masyarakat?
Mintalah agar setiap jawaban dituliskan dalam lembar-lembar kertas
(metaplan), setiap lembar untuk 1 pernyataan.
CATATAN PENTING:
TUJUAN:
Peserta mampu menjelaskan tahapan perkembangan sanitasi yang bisa
dikembangkan oleh masyarakat.
WAKTU:
Maksimal 30 menit
METODE:
Penjelasan
Diskusi Pleno
MATERI:
Matriks/Bagan Sanitation Ladder
ALAT BANTU:
PROSES:
TUJUAN:
Tersusunnya kelompok-kelompok praktek lapang yang komposisinya mencakup
seluruh komponen tim kabupaten.
WAKTU:
30 menit.
METODE:
Pemilihan demokratis.
MATERI:
-----
ALAT BANTU:
Kertas plano
PROSES:
TUJUAN:
o Tersusunnya panduan praktek lapang
o Peserta siap memfasilitasi proses CLTS di masyarakat.
WAKTU:
2-4 jam
METODE:
o Simulasi
o Penugasan dan pendampingan.
MATERI:
o Komposisi tim dalam memfasilitasi CLTS di komunitas
o Panduan Fasilitasi CLTS di Komunitas
ALAT BANTU:
o Bahan-bahan untuk simulasi Pemetaan Sosial
o Kertas potong (metaplan)
o Kertas plano
o Spidol besar dan kecil
o Flagband
o Ember berisi air bersih
o Air mineral dalam kemasan gelas (2 gelas)
PROSES:
2. Sebelum proses simulasi dimulai, mintalah kepada peserta yang lain untuk
menyimak proses simulasi dengan cermat, dan bila perlu mencatat langkah-
langkahnya serta kata-kata kunci penting dalam proses ini.
5. Lanjutkanlah simulasi: Menghitung jumlah tinja (per hari, minggu, bulan, tahun),
alur oral faecal, kontaminasi air bersih, kontaminasi air minum, dan gangguan
privacy pada perempuan serta pandangan agama tentang BAB terbuka.
10. Mintalah panitia untuk menjelaskan lokasi praktek lapang dan gambaran awal
jika tersedia, rencana keberangkatan (waktu, perlengkapan yang harus dibawa,
kendaraan, alur perjalanan, dll.)
11. Berikanlah penugasan kepada setiap kelompok untuk mempersiapkan diri dan
dampingilah sesuai dengan keperluan.
CATATAN PENTING:
TUJUAN:
o Masyarakat memahami permasalahan sanitasi di komunitasnya dan
berkomitmen untuk memecahkannya secara swadaya
o Tersusunnya rencana kegiatan masyarakat dalam rangka pemecahan
masalah sanitasi di komunitasnya
o Terpilihnya panitia lokal komunitas yang mengkoordinir kegiatan masyarakat.
WAKTU:
7-8 jam di komunitas
METODE:
Praktek Lapang:
o Pemetaan
o Transek
o FGD
o Simulasi
o Pemilihan demokratis
Pemantauan:
Observasi dan asistensi terhadap praktek fasilitasi yang dilakukan peserta.
MATERI:
-----
ALAT BANTU:
-----
PROSES:
Karena kegiatan praktek lapang yang dilakukan peserta ini merupakan kegiatan riil
(bukan simulasi), maka kesalahan proses dan hasil sedapat mungkin diminimalisir.
Fungsi fasilitator yang melakukan observasi dan asistensi adalah menjamin agar
proses dan hasil fasilitasi yang dilakukan peserta benar dan optimal. Langkah-
langkah yang bisa ditempuh perlu disepakati dengan para peserta yang
memfasilitasi di tingkat komunitas, agar proses dan hasil sesuai yang diharapkan
namun eksistensi peserta sebagai fasilitator haruslah dijaga (apalagi akan terus
memfasilitasi komunitas tersebut). Bila memungkinkan, setiap kelompok sebaiknya
didampingi oleh 1-2 fasilitator yang hanya berkonsentrasi untuk kelompok tersebut.
Ingatkanlah, bahwa esok hari perwakilan masyarakat (6 orang per dusun atau
total 12 orang per desa, dengan perimbangan laki-laki dan perempuan)
diundang
dan akan dijemput (jam 09.00 pagi) untuk menyampaikan pengalamannya
(kondisi sanitasi hingga saat ini) dan rencana ke depan kepada seluruh
peserta
pelatihan di tempat penyelenggaraan pelatihan, sekaligus makan siang
bersama. Wakil masyarakat akan diantar kembali ke dusun/desa sekitar jam
14.00 dari tempat pelatihan.
Untuk itu, peta lapangan dan rencana kegiatan sebaiknya disalin ke kertas
(plano) sebagai bahan presentasi masyarakat.
POKOK BAHASAN:
6. PRAKTEK LAPANG
6.d. Kompilasi Temuan dan Pelaporan
TUJUAN:
o Tersusunnya item-item pembelajaran dari praktek lapang setiap kelompok
o Tersusunnya laporan proses dan hasil praktek lapang setiap kelompok
WAKTU:
2 jam
METODE:
Diskusi kelompok
MATERI:
Hasil praktek lapang.
ALAT BANTU:
Kertas plano dan peralatan lain sesuai kreatifitas peserta
PROSES:
CATATAN PENTING:
TUJUAN:
o Ditemukannya item-item pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam proses
memfasilitasi CLTS selanjutnya
o Ditemukannya item-item pembelajaran yang spesifik lokal yang perlu
dikembangkan dalam rangka optimalisasi CLTS.
WAKTU:
2 jam
METODE:
o Presentasi kelompok
o Diskusi pleno
MATERI:
Laporan praktek lapang masing-masing kelompok
ALAT BANTU:
Sesuai keperluan presentasi
PROSES:
1. Jelaskanlah tujuan dari session ini dan tegaskanlah bahwa waktu yang tersedia
untuk setiap kelompok hanya sekitar 25 menit (10 menit presentasi dan 15
menit untuk diskusi penajaman)
CATATAN PENTING:
POKOK BAHASAN:
7. DISKUSI PLENO DENGAN MASYARAKAT
TUJUAN:
o Dipahaminya rencana kegiatan masyarakat oleh seluruh komponen tim
kabupaten.
o Meningkatnya motivasi masyarakat untuk melaksanakan rencana kegiatan
yang mereka susun.
o Disepakatinya komitmen semua pihak untuk keberhasilan pencapaian
rencana kegiatan masyarakat.
WAKTU:
2 jam
METODE:
o Presentasi masyarakat
o Diskusi pleno
o Feedback progresif.
MATERI:
Presentasi kondisi sanitasi saat ini dan rencana ke depan dari setiap komunitas.
ALAT BANTU:
Sesuai keperluan.
PROSES:
POKOK BAHASAN:
8. PENYUSUNAN RENCANA TINDAK LANJUT
TUJUAN:
Tersusunnya rencana tindak lanjut tim kabupaten dalam rangka:
o Pendampingan implementasi rencana kegiatan masyarakat yang telah
terpicu
o Pengembangan kegiatan CLTS di lokasi lainnya.
WAKTU:
2 jam
METODE:
o Diskusi kelompok
o Diskusi pleno
MATERI:
-----
ALAT BANTU:
Kertas plano
PROSES:
o EVALUASI
TUJUAN:
Diperolehnya masukan dari peserta tentang tingkat keberhasilan pelatihan dan
saran-saran untuk perbaikan.
WAKTU:
30 menit
METODE:
o Pemilihan demokratis
o Diskusi pleno
MATERI:
-----
ALAT BANTU:
Sesuai metode yang digunakan.
PROSES:
TUJUAN:
o Pelatihan ditutup secara resmi dan memperoleh dukungan dari Pemerintah
Kabupaten.
o Pemerintah kabupaten berkomitmen mendukung tindak lanjut penerapan
CLTS
WAKTU:
30 menit
METODE:
(sesuai dengan kebijakan lokal, namun umumnya dalam bentuk upacara sederhana)
MATERI:
Laporan Ketua Panitia
Sambutan Tim Pusat
Sambutan Bupati
Doa
ALAT BANTU:
-----
PROSES:
Sangat tergantung dengan pola acara yang ditentukan dan dipilih oleh Pemerintah
Kabupaten, namun secara umum proses penutupan adalah sebagai berikut:
Salam pembuka
Laporan Ketua Panitia tentang telah selesainya kegiatan pelatihan (proses
dan hasilnya)
Sambutan Tim Pusat untuk menegaskan dukungan dan harapan akan
keberhasilan pelaksanaan program uji coba CLTS
Sambutan Bupati untuk menegaskan kembali dukungan Pemerintah
Kabupaten dalam rangka pelaksanaan program ini, sehingga meningkatkan
motivasi peserta dan pihak terkait dalam mensukseskan program ini.
Sekaligus pada kesempatan ini, Bupati menutup secara resmi pelatihan.
Pembacaan doa.
Salam penutup.
Acara kemudian diistirahatkan (15 menit) untuk memberi waktu kepada para tamu
undangan beristirahat sejenak sebelum meninggalkan tempat pelatihan.
CATATAN PENTING:
Acara bisa dilanjutkan dengan penyelesaian administrasi peserta.
MATERI
MATERI
PELATIHAN PENDEKATAN CLTS
Pokok Bahasan 1
Refleksi Pengalaman Proyek / Program Sanitasi
sebelumnya yang ada di daerah / negara Indonesia
Pokok Bahasan 2
2.1 Pengenalan CLTS
2.2 Pengalaman di berbagai negara
2.3 Pengalaman di Kabupaten Lumajang dan Sumbawa
Pokok Bahasan 3
3.1 Prinsip – Prinsip CLTS
3.2 3 pilar PRA dalam CLTS dan Perubahan Perilaku
3.3 Tingkatan Partisipasi
Pokok Bahasan 4
4.1 Alat – alat utama PRA untuk CLTS
4.2 Elemen Pemicu dan Faktor Penghambat Pemicuan
4.3 Apa yang HARUS DILAKUKAN dan JANGAN
DILAKUKAN oleh fasilitator dalam implementasi CLTS
di masyarakat
Pokok Bahasan 5
Sanitation Ladder
POKOK BAHASAN 1
PENGALAMAN PROYEK/PROGRAM SANITASI YANG PERNAH
DIIMPLEMENTASIKAN DI INDONESIA
Berdasarkan beberapa proyek sanitasi yang ada seperti ESWS (Environment, Sanitation
and Water Supply), WSLIC 1, UNICEF, dan lain-lain seperti yang terjadi di Lumajang dan
Sumbawa, maka program-program tersebut faktor keberlanjutannya sangat rendah. Proyek
– proyek tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing namun secara
umum proyek-proyek tersebut masih bersifat target oriented.
Perlu adanya perubahan pendekatan dari proyek terdahulu menjadi kecenderungan saat ini,
termasuk yang digunakan dalam CLTS yaitu:
Sasaran utama adalah kepala keluarga Sasaran utama adalah masyarakat desa
secara utuh
Dari beberapa studi evaluasi terhadap beberapa program pembangunan sanitasi pedesaan
didapatkan hasil bahwa banyak sarana yang dibangun tidak digunakan dan dipelihara oleh
masyarakat. Banyak faktor penyebab mengenai kegagalan tersebut, salah satu diantaranya
adalah tidak adanya demand atau kebutuhan yang muncul ketika program dilaksanakan,
dan pendekatan yang digunakan oleh program tersebut tidak berhasil memunculan
demand.dari masyarakat sasaran program.
Di India dan beberapa negara berkembang lainnya termasuk Indonesia terdapat kenyataan
bahwa di beberapa desa yang mendapat bantuan untuk sanitasi, rata-rata belum terbebas
dari kebiasaan BAB di sembarang tempat atau open defecation. Milyaran rupiah telah
dikeluarkan, banyak tenaga kerja yang bergerak dari 1 proyek ke proyek lainnya, dan
banyak pihak (kecuali masyarakat) sedikit banyak telah diuntungkan dari proyek-proyek
tersebut.
Pendekatan ini muncul berawal dari sebuah “participatory impact assessment” yang
dilakukan pada tahun 1999 terhadap program air bersih dan sanitasi yang telah dijalankan
selama 10 tahun yang disponsori oleh Water Aid, sebuah lembaga swadya masyarakat
internasional, yang menghasilkan dua rekomendasi utama1. Salah satu rekomendasi
1
Institute for Development Studies, Working Paper 184, Subsidy or Self-Respect? Total Community Sanitation
in Bangladesh, Kamal Kar, September 2003.
tersebut adalah mengembangkan sebuah strategi untuk secara perlahan-lahan mencabut
subsidi untuk pembangunan toilet.
Ciri utama dari pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban
keluarga), dan tidak menetapkan blue print jamban yang nantinya akan dibangun oleh
masyarakat.
Pada dasarnya CLTS adalah “pemberdayaan” dan “tidak membicarakan masalah subsidi”.
Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru” dengan tidak memberikan subsidi sama sekali.
Community lead tidak hanya dalam sanitasi, tetapi dapat dalam hal lain seperti dalam
pendidikan, pertanian, dan lain – lain, yang terpenting adalah:
inisiatif masyarakat
Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif
adalah kunci utama.
Solidaritas masyarakat (laki perempuan, kaya miskin) sangat terlihat dalam
pendekatan ini.
Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut campur pihak luar, dan biasanya akan
muncul “natural leader”.
Waktu yang Seperti yang ditargetkan oleh proyek Ditentukan oleh masyarakat
dibutuhkan
Model penyebaran Oleh organisasi luar / formal Oleh masyarakat melalui hubungan
Criteria Sistem Target Driven CLTS
persaudaraan, perkawanan dan lain-lain
Personal
Perubahan
perilaku &
kebiasaan
Metode Berbagi
Profesional Institusional
Ketiganya merupakan pilar utama yang harus diperhatikan dalam pendekatan CLTS, namun
dari ketiganya yang paling penting adalah perubahan perilaku dan kebiasaan, karena jika
perilaku dan kebiasaan tidak berubah maka kita tidak akan pernah mencapai tahap
“sharing” dan sangat sulit untuk menerapkan metode.
Perilaku dan kebiasaan yang dimaksud dan harus berubah adalah perilaku fasilitator.
Perilaku dan kebiasaan yang harus diubah diantaranya:
Pandangan bahwa ada kelompok yang berada di tingkat atas (upper) dan kelompok
yang berada di tingkat bawah (lower). Cara pandang upper lower harus dirubah
menjadi “pembelajaran bersama”, bahkan menempatkan masyarakat sebagai “guru”
karena masyarakat sendiri yang paling tahu apa yang terjadi dalam masyarakat itu.
Cara pikir bahwa kita datang bukan untuk “memberi” sesuatu tetapi “menolong”
masyarakat untuk menemukan sesuatu.
Bahasa tubuh atau gesture; sangat berkaitan dengan pandangan upper lower.
Bahasa tubuh yang menunjukkan bahwa seorang fasilitator mempunyai
pengetahuan atau ketrampilan yang lebih dibandingkan masyarakat, harus dihindari.
.
Perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut harus total, dimana didalamnya meliputi:
perilaku personal atau individual,
perilaku institusional atau kelembagaan dan
perilaku profesional atau yang berkaitan dengan profesi,
Ketika perilaku dan kebiasaan (termasuk cara pikir dan bahasa tubuh) dari fasilitator telah
berubah maka “sharing” akan segera dimulai. Masyarakat akan merasa bebas untuk
mengatakan tentang apa yang terjadi di komunitasnya dan mereka mulai merencanakan
untuk melakukan sesuatu.
Setelah masyarakat dapat berbagi, maka metode mulai dapat diterapkan. Masyarakat
secara bersama-sama melakukan analisa terhadap kondisi dan masalah masyarakat
tersebut.
Dalam CLTS fasilitator tidak memberikan solusi. Namun ketika metode telah diterapkan
(proses pemicuan telah dilakukan) dan masyarakat sudah terpicu sehingga diantara mereka
sudah ada keinginan untuk berubah tetapi masih ada kendala yang mereka rasakan
misalnya kendala teknis, ekonomi, budaya, dan lain-lain maka fasilitator mulai memotivasi
mereka untuk mecapai perubahan ke arah yang lebih baik, misalnya dengan cara
memberikan alternatif pemecahan masalah-masalah tersebut. Tentang usaha atau alternatif
mana yang akan digunakan, semuanya harus dikembalikan kepada masyarakat tersebut.
Tingkatan partisipasi masyarakat, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi
adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat hanya menerima informasi; keterlibatan masyarakat hanya
sampai diberi informasi (misalnya melalui pengumuman) dan bagaimana
informasi itu diberikan ditentukan oleh si pemberi informasi (pihak tertentu).
2. Masyarakat mulai diajak untuk berunding; Pada level ini sudah ada
komunikasi 2 arah, dimana masyarakat mulai diajak untuk diskusi atau
berunding. Dalam tahap ini meskipun sudah dilibatkan dalam suatu perundingan,
pembuat keputusan adalah orang luar atau orang-orang tertentu
3. Membuat keputusan secara bersama-sama antara masyarakat dan pihak luar;
4. Masyarakat mulai mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya dan
keputusan
Dari ke empat tingkatan partisipasi tersebut, yang diperlukan dalam CLTS adalah
tingkat partisipasi tertinggi dimana masyarakat tidak hanya diberi informasi, tidak
hanya diajak berunding tetapi sudah terlibat dalam proses pembuatan keputusan
dan bahkan sudah mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya masyarakat
itu sendiri serta terhadap keputusan yang mereka buat.
Dalam prinsip community lead telah disebutkan bahwa “keputusan bersama dan
action bersama” dari masyarakat itu sendiri merupakan kunci utama.
.
POKOK BAHASAN 4
FASILITASI CLTS DI KOMUNITAS
Transect Walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling
sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana
dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan
bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa
malunya.
Langkah kerja dari masing-masing alat PRA tersebut dapat dilihat (untuk dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan lapangan) dalam lampiran “PANDUAN FASILITASI DI TINGKAT
KOMUNITAS”
Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat – alat PRA yang
digunakan untuk pemicuan faktor-faktor tersebut.
Dalam memicu elemen-elemen di atas, dalam suatu komunitas biasanya ada juga
faktor-faktor penghambat pemicuan. Salah satunya adalah bahwa masyarakat sudah
terbiasa dengan subsidi, sementara dalam pendekatan CLTS tidak ada unsur
subsidi sama sekali. Berikut adalah beberapa hal yang biasanya menjadi
penghambat pemicuan di masyarakat, dengan alternatif solusi untuk mengurangi
atau mengatasi faktor penghambat tersebut.
Dalam CLTS, faktor penentu keberhasilan dan kegagalan (dapat diterapkan dan
tidaknya) pendekatan ini sangat tergantung dari masyarakat.
Mengajari Memfasilitasi
Dalam CLTS, masyarakat tidak diminta atau disuruh untuk membuat sarana sanitasi tetapi
hanya mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika
masyarakat sudah mau merubah kebiasaan BAB nya, sarana sanitasi menjadi suatu hal
yang tidak terpisahkan.
Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah bangunan yang
kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini
sedikit banyak menghambat animo masyarakat untuk membangun jamban, karena alasan
ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat
yang tidak seharusnya tetap berlanjut. .
Pada prinsipnya sebuah sarana sanitasi terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan letak
konstruksi dan kegunaannya. Pertama adalah bangunan bawah tanah yang berfungsi
sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk melokalisir
tinja dan mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua adalah bangunan di permukaan tanah
(landasan). Bangunan di permukaan ini erat kaitannya dengan keamanan saat orang
tersebut membuang hajat. Terminologi aman disini dapat diartikan aman dari terperosok
kepada lubang kotoran, aman saat membuang hajat (malam hari/saat hujan/ aman
digunakan oleh orang jompo). Ketiga adalah bangunan dinding. Bangunan atau dinding
penghalang erat kaitannya dengan faktor kenyamanan, psikologis dan estetika.
Definisi jamban adalah bagian bangunan landasan yang dipasang di muka tanah untuk
tempat orang buang air besar. Jamban di bawah ini adalah jamban/sarana sanitasi yang
umumnya dikenal.
Cemplung Plengsengan Leher Angsa
- Bentuk bangunan sangat sederhana, - Tidak terdapat air dalam kloset, - Terdapat air di dalam kloset
hanya berupa lubang yang tetapi permukaan kloset dibuat - Hanya dapat dibeli di toko (secara
Konstruksi
menyalurkan tinja ke dalam tanah. dengan kemiringan tertentu satuan), atau membuat sendiri tetapi
- Dapat menggunakan material dengan permukaan halus. membutuhkan cetakan/biasanya
setempat yang ada seperti batu, - Dapat dibuat sendiri dengan dibuat dalam jumlah yg besar.
kayu, dll. jumlah satuan, tanpa
- Tidak permanen, umur bangunan membutuhkan cetakan atau dibuat
lebih pendek dibandingkan dengan dalam jumlah yang banyak.
jenis bangunan yang lain.
- Hanya menyalurkan tinja ke dalam - Kemiringan tersebut berguna - Air berfungsi untuk menahan gas
tanah. supaya jatuhan tinja tidak dari bawah. Sehingga bau yang
- Lubang tinja terlihat dari atas langsung jatuh searah kebawah ditimbulkan dari tinja dapat
Fungsi
(secara estetis tidak nyaman). tetapi melalui media kloset. dikurangi dan tidak terdapat lalat
- Bau yang ditimbulkan tidak yang dapat menjangkau tinja.
langsung menuju atas, karena - Media air bisa dilihat sebagai ciri
terhalang media miring. kebersihan atau berfungsi tidaknya
- Lubang tinja tidak serta merta kloset.
terlihat dari atas.
Ilustrasi
Gambar
- Biasa digunakan di daerah yang - Terkadang dibutuhkan air untuk - Membutuhkan cukup banyak air
Kondisi
kurang air, karena kloset jenis ini pembilasan pada media miring. untuk pembilasan.
tidak membutuhkan air untuk
pembilasan.
- Sebaiknya pada lubang disediakan - Sebaiknya pada lubang disediakan - Penutup hanya dibutuhkan untuk
Syarat
penutup yang mudah untuk penutup yang mudah untuk menjaga kebersihan (misalnya:
diangkat/ dipindahkan (tutup diangkat/ dipindahkan (tutup kloset terletak dibawah pohon,
bergagang) bergagang) sehingga banyak daun gugur, adanya
hewan spt: ayam, itik)
Matriks Tangga Sanitasi
No. 1 2 3 4 5 6
Bangunan
Penutup
A
Tanah/ Landasan
Di Permukaan
B
Di Dalam Tanah/
Septic Tank
Keterangan Gambar
Bangunan
A.1. Tanpa dinding sama sekali
A.2. Dinding gedeg/bilik
A.3. <50% permanent, atau dinding hanya setengah
A.4. Permanent luar rumah
A.5. Dalam Rumah tapi tanpa pemisah (didapur, ruang tamu dll), tidak ada privacy
A.6. Kamar mandi sendiri di dalam rumah (ada unsur privacy)
Landasan
B.1. Kayu/slab/bata
B.2. Sanplat (slab/kloset) cemplung
B.3. Kloset semen/plengsengan
B.4. Leher angsa buatan dari semen (sentra produksi)
B.5. Leher angsa keramik, polypropelene, toko (swadaya)
Bawah Tanah
C.1. Tanpa dinding (dapat dibuat jika kondisi tanah cukup stabil)
C.2. Dengan dinding pasangan bata yang berfungsi untuk menahan longsoran dinding tanah, tanah dasar
tidak dilapis campuran semen sehingga dasar cubluk tidak kedap air
C.3. Dengan dinding cor semen berfungsi untuk menahan longsoran dinding, dasar tanah tidak kedap air
C.4. Dengan dinding pasangan batu kali berfungsi untuk menahan longsoran dinding, dasar tanah tidak
kedap air
C.5. Dinding berpori (dari pasangan bata yang diberi jarak)
C.6. Septic tank komplit berkompartemen, kedap air, dan dilengkapi dengan sumur resapan pada bangunan
terpisah
Panduan ini bukan merupakan suatu alur yang “harus” diikuti atau dilakukan pada saat fasilitasi,
karena tidak ada aturan yang baku dalam proses pemicuan. Proses implementasi di masyarakat lebih
berkaitan dengan kemampuan dan inisiatif fasilitator. Fasilitator bisa memulai dengan kegiatan
pemetaan dilanjutkan dengan transek, alur kontaminasi, kemudian ke pemetaan lagi, atau
memulainya dengan transek, kemudian ke pemetaan, transek lagi, dan seterusnya. Fasilitator tidak
harus menunggu sampai 1 komponen, 2 atau 3 komponen PRA selesai, namun setiap saat bisa
langsung melakukan pemicuan jika kesempatan terbuka (misalnya masyarakatnya sudah mulai
menunjukkan ke arah itu).
HAL - HAL YANG HARUS DIPICU DAN ALAT PEMICU YANG DIGUNAKAN (selain
pemetaan wilayah BAB)
Hal yang harus Alat yang digunakan
dipicu
Rasa jijik Transect walk
Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka,
kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan /
beras, wudlu, dll
Rasa malu Transect walk (meng-explore pelaku open defecation)
FGD (terutama untuk perempuan)
Takut sakit FGD
Perhitungan jumlah tinja
Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan didukung data
puskesmas
Alur kontaminasi (oral fecal)
Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan
(rasa berdosa) dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu
sendiri.
Privacy FGD (terutama dengan perempuan)
Kemiskinan Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan dengan
masyarakat “termiskin” seperti di Bangladesh atau India.
2. BINA SUASANA
Untuk menghilangkan “jarak” antara fasilitator dan masyarakat sehingga proses fasilitasi
berjalan lancar, sebaiknya lakukan pencairan suasana. Pada saat itu temukan istilah
setempat untuk “tinja” (misalnya tai, dll) dan BAB (ngising, naeng, dll)
5. MONITORING
Lebih kepada “memberikan energi” bagi masyarakat yang sedang dalam masa perubahan di
bidang sanitasinya.
PEMETAAN
Tujuan
Mengetahui / melihat peta wilayah BAB masyarakat
Sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada mobilisasi masyarakat)
Proses
1. Ajak masyarakat untuk membuat outline desa / dusun / kampung, seperti batas
desa/dusun/kampung, jalan, sungai dan lain-lain.
2. Siapkan potongan-potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya, menuliskan
nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya sebagai rumah, kemudian
peserta berdiri di atas rumah masing-masing.
3. Minta mereka untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. JIka seseorang BAB di
luar rumahnya baik itu di tempat terbuka maupun “numpang di tetangga”, tunjukkan
tempatnya dan tandai dengan bubuk kuning. Beri tanda (garis akses) dari masing-masing KK
ke tempat BAB nya.
4. Tanyakan pula di mana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti pada saat
malam hari, saat hujan atau saat terserang sakit perut.
Catatan:
Untuk kepentingan masyarakat dalam memonitor kondisi wilayahnya sendiri, peta di atas
lahan “harus” disalin ke dalam kertas (flipchart).
Jika tempat tidak memungkinkan, pemetaan bisa dilakukan dengan menggunakan kertas
yang cukup besar.
TRANSEK
Tujuan
Melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak
masyarakat berjalan ke sana dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan
merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa
malunya.
Proses
1. Ajak masyarakat untuk mengunjungi wilayah-wilayah yang sering dijadikan tempat BAB
(didasarkan pada hasil pemetaan).
2. Lakukan analisa partisipatif di tempat tersebut.
3. Tanya siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang hari ini telah BAB di
tempat tersebut.
4. Jika di antara masyarakat yang ikut transek ada yang biasa melakukan BAB di tempat
tersebut, tanyakan:
bagaimana perasaannya,
berapa lama kebiasaan itu berlangsung,
apakah besok akan melakukan hal yang sama?
5. Jika di antara masyarakat yang ikut transek tidak ada satupun yang biasa melakukan BAB di
tempat tersebut tanyakan pula bagaimana perasaannya melihat wilayah tersebut. Tanyakan
hal yang sama pada warga yang rumahnya berdekatan dengan tempat yang sering dipakai
BAB tersebut.
6. Jika ada anak kecil yang ikut dalam transek atau berada tidak jauh dengan tempat BAB itu,
tanyakan apakah mereka senang dengan keadaan itu? Jika anak-anak kecil menyatakan
tidak suka, ajak anak-anak itu untuk menghentikan kebiasaan itu, yang bisa dituangkan
dalam nyanyian, slogan, puisi, dan bentuk-bentuk kesenian (lokal) lainnya.
Catatan:
Jika masyarakat sudah terpicu tetapi belum total (yang mau berubah baru sebagian), natural
leader dan anggota masyarakat lainnya dapat melakukan kembali transek dengan membawa
“peta”. Transek ini dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah dan menanyakan kepada
mereka kapan mereka mau berubah seperti masyarakat lainnya yang sudah mulai berubah?
Minta waktu yang detil, misalnya tanggal berapa. Tandai rumah masing-masing dengan
tanggal sesuai kesiapan mereka.
Proses
1. Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam
mulut?
2. Tanyakan bagaimana tinja bisa “dimakan oleh kita”? melalui apa saja? Minta masyarakat
untuk menggambarkan atau menuliskan hal – hal yang menjadi perantara tinja sampai ke
mulut.
3. Analisa hasilnya bersama – sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi (misalnya
FGD untuk memicu rasa takut sakit)
Tujuan
Mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air yang biasa mereka gunakan seharí –
hari.
Proses
Dengan disaksikan oleh seluruh peserta, ambil 1 ember air sungai dan minta salah seorang
untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur, cuci pakaiann dan lain-lain
yang biasa dilakukan oleh warga di sungai.
Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, dan minta salah seorang peserta untuk
melakukan hal yang dilakukan sebelumnya.
Tunggu reaksinya. Jika ia menolak melakukannya, tanyakan apa alasannya? Apa bedanya
dengan kebiasaan masyarakat yang sudah terjadi dalam kurun waktu tertentu? Apa yang
akan dilakukan masyarakat di kemudian hari?
Peragaan ini bisa ditambahkan dengan hal-hal lain seperti mencampur sedikit kotoran ke dalam gelas
dan minta mereka untuk meminumnya, meminta masyarakat untuk mencuci beras, sikat gigi atau
berwudlu dengan air sungai yang telah dicampur dengan kotoran, dan lain-lain.
Bila peragaan ini dilakukan pada saat transek ke wilayah sungai, untuk menunjukkan bahwa air telah
terkontaminasi tidak perlu memasukkan kotoran ke dalam air dalam ember, melainkan bisa langsung
mengambil air yang di sekitar air tersebut terdapat tinja.
Kegiatan-kegiatan pemicuan tersebut dilakukan dengan cara simulasi dan dilanjutkan dengan
DISKUSI KELOMPOK (FGD).
Tujuan
Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga
diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan
atau tidak dilakukan.
FGD untuk memicu rasa “malu” dan hal-hal yang bersifat “pribadi”
Tanyakan seberapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka dan
alasan mengapa mereka melakukannya.
Bagaimana perasaan kaum perempuan ketika BAB di tempat terbuka yang tidak terlindung
dan kegiatan yang dilakukan dapat dilihat oleh setiap orang?
Bagaimana perasaan laki-laki ketika istrinya, anaknya atau ibunya melakukan BAB di tempat
terbuka dan dapat dilihat oleh siapapun juga yang kebetulan melihatnya secara sengaja atau
tidak sengaja?
Apa yang dilakukan perempuan ketika harus BAB (di tempat terbuka) padahal ia sedang
mendapatkan rutinitas bulanan. Apa yang dirasakan?
Apa yang akan dilakukan besok hari? Apakah tetap akan melakukan kebiasaan yang sama?
Catatan
Dalam kebiasaan BAB di sembarang tempat, perempuan adalah pihak yang paling terbebani
(kehilangan privacy), jadi perempuan termasuk kelompok yang paling kompeten untuk dipicu.
Fasilitator menyampaikan kesimpulan atas analisa yang telah dilakukan oleh masyarakat.
Jika masyarakat masih senang dengan kondisi sanitasi mereka, artinya tidak mau berubah
dengan berbagai macam alasan, fasilitator bisa menyampaikan :
Terima kasih telah memberikan kesempatan untuk melakukan analisa tentang sanitasi di
desa bapak/ibu, silakan bapak/ibu meneruskan kebiasaan ini, dan ibu/bapak adalah satu-
satunya kelompok masyarakat yang masih senang untuk membiarkan masyarakatnya
saling mengkonsumsi kotoran.
Dengan senang hati kami akan menyampaikan hasil analisa bapak/ibu ini kepada bapak
camat/bupati/dst, bahwa di wilayah kerja mereka masih terdapat masyarakat yang mau
bertahan dengan kondisi sanitasi seperti ini.
Proses
Jika masyarakat sudah kelihatan ingin berubah, minta masyarakat untuk merumuskan upaya-
upaya apa. Biarkan mereka merumuskan apa upaya mereka untuk berubah. Jika mereka
menanyakan pendapat fasilitator, kembalikan pertanyaan itu kepada masyarakat, apa yang
sebaiknya diupayakan? Atau jika masyarakat terlihat sangat mengharapkan solusi dari
fasilitator, kita sebaiknya berpura-pura sibuk sendiri (sehingga bukan kita yang memberikan
solusi) tetapi dengan tetap memperhatikan dan mendengarkan apa yang mereka diskusikan.
Jika diskusi di antara mereka terlihat sudah selesai, tanyakan : siapa yang ingin berubah dan
membuat jamban esok hari ? Buat daftar namanya. Berikan apresiasi dengan memberikan
selamat dan bertepuk tangan.
Orang yang pertama menyatakan ingin berubah, itulah yang diharapkan menjadi natural leader
untuk memicu masyarakat lainnya untuk merubah kebiasaan BAB di sembarang tempat.
Dorong masyarakat yang mampu untuk membantu keluarga yang kurang mampu dalam mencari
jalan keluar untuk menghentikan kebiasaan BAB di sembarang tempat.
Dukung masyarakat yang termasuk dalam pressure group untuk bisa memfasilitasi masyarakatnya
agar terjadi perubahan kebiasaan secara total. Contoh di Sumbawa, masyarakat yang punya kebun
dan kebunnya sering digunakan sebagai tempat BAB sementara ia sendiri sudah mempunyai jamban
adalah salah seorang yang termasuk dalam pressure group karena ia merasa dirugikan dengan
perilaku masyarakatnya tersebut.
Jika sudah mencapai tahap ini dan masyarakat mengharapkan bantuan fasilitator dalam hal teknis,
fasilitator bisa mulai membantu mereka dengan menggambarkan bentuk-bentuk jamban, mulai dari
yang paling sederhana sampai yang paling layak (sehat, aman dan nyaman) -- LADDER SANITASI
Proses
Tanyakan kembali siapa yang akan berubah (dengan membuat jamban) esok hari? Buat
daftar nama orang-orang yang akan berubah.
Tegaskan kepada orang-orang yang pertama kali akan berubah bahwa mereka adalah
“pemimpin” yang diharapkan dapat membawa perubahan sanitasi secara keseluruhan di
desanya (sepakati dengan mereka kemungkinan orang-orang tersebut untuk menjadi
semacam “panitia” dalam rangka perubahan sanitasi ke arah yang lebih baik.
Tanyakan pula, siapa yang akan mulai merubah kebiasaan BAB sembarangan 3 hari
kemudian, 1 minggu kemudian, 10 hari, 2 minggu, 1 bulan, dan seterusnya.
Berdasarkan kesepakatan, apa sebaiknya yang akan dilakukan oleh masyarakat (yang akan
berubah) kepada masyarakat lain di desanya jika kesanggupan mereka untuk berubah
(setelah masing-masing menyanggupi waktunya) tiba-tiba saja tertunda? - misalnya
dengan membantu secara gotong royong, sanksi, dll sesuai kesepakatan.
LADDER SANITATION
Tujuan
Melihat tangga/tahap-tahap sarana sanitasi masyarakat, dari sarana yang paling sederhana
sampai sarana yang paling lengkap/layak (sehat, aman, nyaman)
Proses
1. Ajak masyarakat untuk menggambarkan sarana sanitasi apa yang mereka ketahui.
2. Atau, ajukan pertanyaan kepada mereka (yang sudah punya jamban) kira-kira 10 tahun yang
lalu BAB di mana, atau jamban seperti apa yang digunakan dulu, atau jamban apa yang
digunakan sekarang?
3. Kembangkanlah diskusi yang berkaitan dengan sarana-sarana tersebut, tanyakan apakah
faktor pendukung dan faktor penghambat setempat (teknis dan non teknis) dalam
mewujudkan bentuk-bentuk sarana tersebut?
4. Lalu kembalikan kepada mereka, bentuk sarana apa yang bisa mereka wujudkan, yang
sesuai dengan kondisi alam serta kemampuan mereka masing-masing.
Catatan
Ladder sanitasi penting untuk diketahui dan menjadi bekal bagi fasilitator, namun baru
disampaikan kepada masyarakat jika masyarakat memerlukannya, misalnya jika mereka
merasa perlu saran atau pendapat yang berhubungan dengan sarana sanitasi yang akan
mereka bangun.
Fasilitator bisa membawa alat bantu tentang ladder sanitasi, biasanya dalam bentuk gambar
dengan spesifikasi teknis, serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sarana
tersebut.
TAHAP MONITORING
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka monitoring (energising) adalah:
Cross visit di antara kelompok masyarakat (kelompok yang sudah terpicu kepada kelompok
yang belum terpicu atau sebaliknya).
Mengembangkan konsultan masyarakat; memfasilitasi masyarakat yang belum terpicu untuk
mengundang natural leader yang ada untuk melakukan pemicuan di kelompok tersebut.
Selain itu, beberapa tools PRA yang bisa digunakan dalam tahap monitoring (setelah 1 – 2 bulan
perubahan kebiasaan), diantaranya:
PEMETAAN
Tujuan
Melihat akses masyarakat terhadap tempat-tempat BAB (dengan cara membandingkan
antara tali akses sebelum pemicuan dan akses yang terlihat pasca pemicuan dan tindak
lanjut masyarakat).
Proses
Ajak masyarakat untuk menandai rumah-rumah mana saja yang telah berhasil merubah
kebiasaan. (dimana pada peta awal tercantum kapan waktunya mereka akan berubah,
sampai pada tanggal berapa mereka menyanggupi untuk terbebas dari kebiasaan BAB di
sembarang tempat (kegiatan ini bisa dilengkapi dengan transek walk).
Mengajak masyarakat untuk “menilai” kondisi sanitasi di desa/dusunnya dengan
menggunakan skoring (ada penilaian, misalnya ketika pencapaian dibawah 25% berapa
skornya, pencapaian 20 – 40%,, pencapaian 50% dan seterusnya sampai skor tertinggi untuk
pencapaian 100% masyarakat telah mempunyai tempat yang tetap dan tertutup untuk
melakukan BAB).
Tujuan
Untuk melihat dan mengtehui apa yang dirasakan masyarakat (bandingkan antara yang
dirasakan dulu ketika BAB di sembarang tempat dengan yang dirasakan sekarang ketika
sudah BAB di tempat yang tetap dan tertutup).
Untuk mengetahui apa yang masyarakat rasakan dengan sarana sanitasi yang dipunyai
sekarang, dan hal lain yang ingin mereka lakukan Hal ini berkaitan dengan ladder sanitasi di
masyarakat.
Proses
Ajak masyarakat untuk menggambar sesuatu yang dapat menunjukkan perasaan
puas/senang/bahagia, perasaan biasa-biasa saja, dan perasaan tidak puas/tidak
senang/sedih, misalnya:
Sepakati makna dari masing-masing gambar tersebut, (bila perlu sepakati pula berapa nilai
dari masing-masing gambar tersebut, misalnya gambar sedih nilainya 0 dan gambar tertawa
nilainya 100, dan ada interval nilai di antara gambar-gambar tersebut).
Minta masyarakat (satu persatu) untuk berdiri diantara gambar-gambar itu, tanyakan: