Anda di halaman 1dari 71

MODUL

PELATIHAN CLTS UNTUK TIM KABUPATEN

Draft Akhir
Tanggal: 16 Juni 2005

JUNI 2005
KURIKULUM
KURIKULUM
PELATIHAN CLTS BAGI TIM KABUPATEN

POKOK BAHASAN TUJUAN POKOK BAHASAN METODE WAKTU PEMANDU


A. Pem o Pelatihan dibuka secara resmi dan memperoleh Upacara 30 menit Panitia Kabupaten
bukaan Pelatihan dukungan dari Pemerintah Kabupaten

B. Perk o Peserta, fasilitator dan panitia saling mengenal, Permainan 45 menit Panitia/Fasilitator
enalan dan sehingga terbangun komunikasi yang kondusif
Pencairan Suasana dalam pelatihan

C. Rum o Diperolehnya gambaran harapan yang ingin dicapai Penugasan Individual 45 menit Fasilitator
usan Harapan dan peserta selama pelatihan Diskusi Kelompok
Kekhawatiran Peserta o Diperolehnya gambaran ranah harapan peserta Diskusi Pleno
(pemahaman, ketrampilan, strategi, metode, langkah-
langkah, dll.)
o Diperolehnya gambaran kekhawatiran peserta yang
perlu dieliminir selama pelatihan.

D. Tuju 1. Disepakatinya tujuan dan alur pelatihan, terkait Presentasi/Penjelasan 30 menit Fasilitator
an dan Alur Pelatihan dengan tujuan program CLTS serta rumusan harapan
Diskusi Pleno
peserta

E. Kont 2. Terbangunnya komitmen pembelajaran bersama Presentasi/Penjelasan 30 menit Fasilitator


rak Belajar seluruh komponen pelatihan, dalam bentuk:
Diskusi Pleno
a. Kesepakatan waktu/jadwal
b. Tata tertib dan sanksi.
1. Refleksi 3. Peserta memperoleh informasi tentang Diskusi Kelompok 120 menit Fasilitator
Pengalaman Proyek keberhasilan - kekuatan - kelemahan dan
Presentasi Kelompok (2 jam)
Sanitasi keberlanjutan proyek-proyek sanitasi sebelumnya.
Sebelumnya Diskusi Pleno
4. Peserta memahami perbedaan-perbedaan
POKOK BAHASAN TUJUAN POKOK BAHASAN METODE WAKTU PEMANDU
paradigma antara program-program sanitasi yang Presentasi/Penjelasan
lalu dengan kecenderungan yang dikembangkan
saat ini.
2. Pengenalan CLTS o Peserta mampu memahami CLTS o Presentasi/Penjelasan 150 menit Fasilitator
dan Pengalaman di
o Peserta memperoleh gambaran pengalaman o Pemutaran film/video (21/2 jam)
Berbagai Negara
penerapan di berbagai negara/daerah o Diskusi Pleno
3. Prinsip-prinsip o Peserta menerima dan berkomitmen meme gang o Presentasi/Penjelasan 90 menit Fasilitator
CLTS, 3 Pilar PRA prinsip-prinsip CLTS – o Diskusi Kelompok
dalam CLTS,
o Peserta memahami konsep tiga pilar PRA dalam o Penugasan
Perubahan
Perilaku dan CLTS
o Diksusi Pleno
Tingkatan o Peserta memahami dan berkomitmen meru- bah sikap
Partisipasi dalam dalam memfasilitasi masyarakat dari konsep atas
CLTS bawah menjadi pembela- jaraan bersama
o Mengeksplorasi variasi dan wilayah sudut pandang
peserta pelatihan tentang keikut- sertaan masyarakat,
dan mendapatkan pe- ngertian umum pada tipe dan
tingkat parti- sipasi masyarakat yang dibutuhkan pada
CLTS.
4. Fasilitasi di
Komunitas:
4.1. Alat-alat Utama o Peserta memahami dan menyepakati alat- alat PRA o Diskusi Pleno 30 menit Fasilitator
PRA dalam CLTS utama yang tepat digunakan dalam memfasilitasi
CLTS sesuai dengan setiap elemen yang akan dipicu
4.2. Elemen-elemen o Peserta menemukan dan menyepakati elemen-elemen o Diskusi Kelompok 60 menit
Pemicu dan Faktor- pemicu dan faktor-faktor penghambat pemicuan, baik
faktor Penghambat yang berlaku umum maupun yang spesifik lokal
Pemicuan
POKOK BAHASAN TUJUAN POKOK BAHASAN METODE WAKTU PEMANDU
4.3. "Apa yang o Peserta memahami dan berkomitmen ten- tang "apa o Diskusi Pleno 30 menit
seharusnya yang seharusnya dilakukan" dan"apa yang seharusnya
Dilakukan dan dihindari"
Dihindari" dalam
CLTS
SIMULASI ALAT-ALAT o Peserta memiliki ketrampilan dasar memfa- silitasi o Simulasi 150 menit
UTAMA PARA CLTS dengan alat-alat utama yang disepakati.

5. Sanitatio o Peserta mampu menjelaskan tahapan per- o Penjelasan 30 menit


n Ladder kembangan sanitasi yang bisa dikembang- kan oleh o Diskusi Pleno
masyarakat

6. Praktek Lapang:
a. Pembentukan o Tersusunnya kelompok-kelompok praktek o Pemilihan demokratis 30 menit Fasilitator
Kelompok lapang yang komposisinya mencakup selu- ruh
komponen tim kabupaten
b. Persiapan: Panduan o Tersusunnya panduan praktek lapang o Penugasan dan 2-4 jam Fasilitator
dan Simulasi Praktek pendamping an
Lapang
c. Pelaksanaan: o Peserta siap memfasilitasi proses CLTS di o Simulasi
masyarakat
c.1. Pemicuan o Masyarakat memahami permasalahan sanitasi di o Pemetaan 4 jam Fasilitator dan
komunitasnya dan berkomitmen untuk o Transek Tim Kabupaten
memecahkannya secara swadaya o FGD
o Simulasi
o dll.
c.2. Perencanaan  Tersusunnya rencana kegiatan o FGD 4 jam Fasilitator dan
masyarakat dalam rangka pemecahan masalah Tim Kabupaten
o Pemilihan demokratis
sanitasi di komunitasnya
o Terpilihnya panitia lokal komunitas yang
POKOK BAHASAN TUJUAN POKOK BAHASAN METODE WAKTU PEMANDU
mengkoordinir kegiatan masyarakat
d. Kompilasi Temuan o Tersusunnya item-item pembelajaran dari o Diskusi Kelompok 2 jam Fasilitator dan
dan Pelaporan praktek lapang setiap kelompok Tim Kabupaten
o Tersusunnya laporan proses dan hasil praktek
lapang setiap kelompok
e. Refleksi Temuan o Ditemukannya item-item pembelajaran yang o Presentasi Kelompok 2 jam Fasilitator
Praktek Lapang perlu diperhatikan dalam proses memfasilitasi CLTS o Diskusi Pleno
selanjutnya
o Ditemukannya item-item pembelajaran yang
spesifik lokal yang perlu dikembangkan dalam
rangka optimalisasi CLTS.
7. Diskusi Pleno o Dipahaminya rencana kegiatan masyarakat oleh o Presentasi Masyarakat 2 jam Fasilitator
dengan Masyarakat seluruh komponen tim kabupaten o Diskusi Pleno
o Meningkatnya motivasi masyarakat untuk o Feedback progresif
melaksanakan rencana kegiatan yang mereka susun
o Disepakatinya komitmen semua pihak untuk
keberhasilan pencapaian rencana kegiatan
masyarakat.
8. Penyusunan o Tersusunnya rencana tindak lanjut tim o Diskusi Kelompok 2 jam Fasilitator
Rencana Tindak kabupaten dalam rangka: o Diskusi Pleno
Lanjut
o Pendampingan implementasi rencana kegiatan
masyarakat yang telah terpicu
o Pengembangan kegiatan CLTS di lokasi lainnya.

Evaluasi o Diperolehnya masukan dari peserta tentang o Pemilihan Demokratis 30 menit Fasilitator
tingkat keberhasilan pelatihan dan saran-saran untuk o Diskusi Pleno
perbaikan
Penutupan o Pelatihan ditutup secara resmi oleh Pemerintah o Upacara 30 menit Panitia
POKOK BAHASAN TUJUAN POKOK BAHASAN METODE WAKTU PEMANDU
Kabupaten Kabupaten
o Pemerintah Kabupaten berkomitmen men-
dukung tindak lanjut penerapan CLTS
ALUR PELATIHAN
Refleksi Pengalaman
Program Sanitasi Persiapan
Pembukaan
Sebelumnya Praktek
Lapang: Pleno dengan
Pengenalan Pembagian Masyarakat
CLTS dan Kelompok
Pengalaman di Persiapan
Berbagai Kelompok
Negara/Daerah
Prinsip-2 CLTS,
3 Pilar PRA &
Perkenalan dan
Perubahan Sikap - RTL
Pencairan KONTRAK Perilaku
PRAKTEK Kabupaten
Suasana dan
BELAJAR LAPANG
Fasilitasi di Evaluasi
Komunitas: Pelatihan
Alat-2 Utama PRA Pemicuan
dalam CLTS Rencana
Elemen pemicu dan
faktor penghambat
Kerja
Rumusan Yang harus dilaku-kan Masyarak
Harapan
dan dihindari at
vs
Tujuan & Alur Kompilasi
SIMULASI Temuan Penutupan
Pelatihan
Refleksi dan
Pelaporan
Sanitation
Ladder
JADWAL PELATIHAN
JADWAL PELATIHAN CLTS BAGI TIM KABUPATEN
(ALTERNATIF B - 4 hari efektif 5 session per hari)
JAM HARI I HARI II HARI III HARI IV
o Pembukaan o Review Hari I
08.00 -
10.00 o Perkenalan o Prinsip-2 CLTS & Tiga Pilar PRA Refleksi Temuan
o Pencairan suasana dalam CLTS Praktek Lapang
o Perumusan Harapan o Perubahan perilaku dan sikap
10.00 -
10.30 Coffee break Coffee break Praktek Lapang: Pemicuan Coffee break
o Tujuan & Alur Pelatihan o Elemen pemicu dan faktor peng-
10.30 -
12.30 o Kontrak Belajar Hambat Diskusi Pleno
o Refleksi pengalaman proyek dengan
sani- o Apa yang seharusnya dan tidak? Masyarakat
tasi sebelumnya (Diskusi
Kelp.) o Alat-alat PRA utama
12.30 -
13.30 Ishoma Ishoma Ishoma Ishoma
o Refleksi pengalaman proyek
sani- Penyusunan
13.30 - tasi sebelumnya (Diskusi
15.30 Pleno) Simulasi-simulasi Rencana
o Pengenalan CLTS dan
Pengalam- Tindak
an di Berbagai Negara/Daerah Praktek Lapang: Perencanaan Lanjut
15.30 -
16.00 Coffee break Coffee break Coffee break
o Simulasi-simulasi (lanjutan)
16.00 - o Pengenalan CLTS dan
17.30 Pengalam- o Sanitation Ladder o Evaluasi
an di Berbagai Negara/Daerah o Pembagian Kelompok (4-6 klp.) o Penutupan
(Lanjutan) dan penjelasan tugas
17.30 -
19.30 Ishoma Ishoma Ishoma
19.30 - Persiapan Kelompok: Panduan dan Kompilasi Temuan Praktek Lapang &
21.30 Simulasi-simulasi Pelaporan
PANDUAN PROSES
o PEMBUKAAN PELATIHAN

 TUJUAN:
Pelatihan dibuka secara resmi dan memperoleh dukungan dari Pemerintah
Kabupaten.

 WAKTU:
30-45 menit

 METODE:
(sesuai dengan kebijakan lokal, namun umumnya dalam bentuk upacara sederhana)

 MATERI:
 Laporan Ketua Panitia
 Sambutan Tim Pusat
 Sambutan Bupati
 Doa
 Sekilas tentang Program Uji Coba CLTS

 ALAT BANTU:
 OHP atau LCD

 PROSES:
Sangat tergantung dengan pola acara yang ditentukan dan dipilih oleh Pemerintah
Kabupaten, namun secara umum proses pembukaan adalah sebagai berikut:
 Salam pembuka
 Laporan Ketua Panitia tentang Kerangka Acuan Pelatihan dan kesiapan
pelaksanaan pelatihan
 Sambutan Tim Pusat untuk menegaskan kebijakan-kebijakan khususnya
yang terkait dengan pelaksanaan program uji coba CLTS dan pelatihan ini
 Sambutan Bupati untuk menegaskan dukungan Pemerintah Kabupaten
dalam rangka pelaksanaan program ini, sehingga meningkatkan motivasi
peserta dan pihak terkait dalam mensukseskan program ini. Sekaligus pada
kesempatan ini, Bupati membuka secara resmi pelatihan, juga peluncuran
program ini.
 Pembacaan doa.
 Penjelasan singkat tentang Program Uji Coba CLTS oleh Konsultan.
 Salam penutup.

Acara kemudian diistirahatkan (15 menit) untuk memberi waktu kepada para tamu
undangan beristirahat sejenak sebelum meninggalkan tempat pelatihan.

 CATATAN PENTING:
Acara pembukaan ini bila perlu bisa dimanfaatkan untuk sosialisasi program uji coba
CLTS ini kepada para pihak di tingkat kabupaten, sehingga pemahaman dan
dukungan terhadap program di tingkat kabupaten bisa optimal.
oo PERKENALAN DAN PENCAIRAN SUASANA

 TUJUAN:
Peserta, fasilitator dan panitia saling mengenal, sehingga terbangun komunikasi
yang kondusif dalam pelatihan.

 WAKTU:
45 menit

 METODE:
Permainan

 MATERI:
-----

 ALAT BANTU:
Tergantung kepada permainan yang digunakan.

 PROSES:

1. Untuk acara perkenalan peserta bisa dilakukan dengan beberapa cara,


berikut ini 2 alternatif yang bisa digunakan:

 Bagilah seluruh partisipan (peserta, fasilitator dan panitia) menjadi


beberapa kelompok (5-6 kelompok). Di setiap kelompok setiap
individu memperkenalkan dirinya kepada anggota kelompok lainnya
(nama lengkap, nama panggilan dan lembaga asalnya serta bisa
ditambahkan hal-hal lain seperti: tanggal lahir, status perkawinan,
jumlah anak, hobby, bintang film ynag disukai, dll.). Perkenalan bisa
dilanjutkan ke tingkat pleno, misalnya dengan cara meminta
kesediaan anggota-anggota kelompok yang memiliki keyakinan bisa
memperkenalkan seluruh anggota kelompoknya. Jika seluruh anggota
kelompok telah diperkenalkan, cobalah bersama dengan seluruh
partisipan untuk menghafal bersama nama seluruh partisipan
pelatihan. Perkenalan bisa dipuncaki dengan langkah menanyakan:
siapa yang paling banyak hafal nama partisipan? Dan mintalah
kepada partisipan yang mengatakan paling banyak hafal nama
partisipan untuk membuktikan kemampuannya menghafal nama
partisipan dengan cara menyebut nama dan menunjuk orangnya satu
per satu.

 Mintalah partisipan berpasang-pasangan, tetapi disarankan untuk


berpasangan dengan partisipan lain yang belum/kurang dikenal.
Kemudian setiap individu saling memperkenalkan diri kepada
pasangannya (nama lengkap, nama panggilan, lembaga asal, tanggal
lahir, status perkawinan, jumlah anak, dsb.). Jika setiap pasangan
sudah selesai saling memperkenalkan dirinya, mintalah setiap
pasangan untuk memperkenalkan ke tingkat pleno dengan cara
setiap orang memperkenalkan secara rinci tentang pasangannya. Jika
seluruh pasangan telah diperkenalkan, cobalah bersama dengan
seluruh partisipan untuk menghafal bersama nama seluruh partisipan
pelatihan. Perkenalan bisa dipuncaki dengan langkah menanyakan:
siapa yang paling banyak hafal nama partisipan? Dan mintalah
kepada partisipan yang mengatakan paling banyak hafal nama
partisipan untuk membuktikan kemampuannya menghafal nama
partisipan dengan cara menyebut nama dan menunjuk orangnya satu
per satu.

2. Pencairan suasana ditujukan untuk membangun hubungan antar partisipan


yang kondusif (suasana kesetaraan: tidak kaku, tidak formal, tidak ada sekat-
sekat) untuk mencapai tujuan pelatihan dalam tingkat optimal.
Ada beberapa permainan yang bisa digunakan untuk mencairkan suasana
ini, diantaranya:

 Berhitung bersama cara ‘India’


Dalam formasi lingkaran berdiri, mintalah peserta berhitung mulai dari
1, 2, 3 dan seterusnya dengan ketentuan sebagai berikut:
- Saat menyebut angka setiap individu harus meletakkan salah
satu
tangannya di dada secara menyilang. Angka akan diteruskan
oleh individu di sampingnya sesuai dengan arah silang
tangannya. Jika tangan kanan yang diangkat dan menyilang
ke kiri (atau sebaliknya), maka individu sebelah kiri (atau
sebaliknya) harus meneruskan ke angka berikutnya.
- Individu yang mendapati dirinya harus menyebut angka lima
(dan kelipatannya) harus memperagakan aktivitas lain,
misalnya: menunduk sembari memberi salam, kemudian
angka berikutnya diteruskan sesuai dengan arah
penghitungan yang sedang berkembang.
- Partisipan yang salah atau terlambat dalam menyebut angka
dirinya dikeluarkan dari lingkaran dan setelah terkumpul
sekitar 3-5 orang diberikan hukuman sesuai kesepakatan.
- Lakukan refleksi bersama tentang apa yang memperlancar
dan menghambat dalam permainan ini.
 Tujuh ‘boom’
Langkah-langkahnya sama, namun pada hitungan 7 (atau
kelipatannya) peserta tidak menyebut angka melainkan berteriak
‘boom’.
 Berbaris sesuai kriteria
Mintalah partisipan berbagi menjadi 4 atau 5 kelompok, dan mintalah
setiap kelompok berbaris memanjang ke belakang.
Tugaskanlah dalam beberapa kali tahapan agar setiap kelompok
membuat barisan sesuai kriteria yang anda tentukan, misal: berurutan
dari depan ke belakang dari yang paling tua sampai yang paling
muda, dari yang paling pendek sampai yang paling tinggi, dari yang
paling panjang rambutnya sampai yang paling pendek, dan
seterusnya.
Sediakan waktu 10 detik untuk setiap tugas (kriteria), kemudian
periksalah kebenaran barisan setiap kelompok dan buatlah scoring di
papan tulis. Setelah beberapa tahap, hitunglah bersama seluruh
partisipan score masing-masing kelompok. Sepakatilah siapa Juara I,
II, III dan seterusnya.
Lakukan refleksi bersama dengan pertanyaan: Apa yang membuat
sukses para juara? Apa yang menghambat kelompok dengan score
terendah?
 dan banyak lagi permainan lainnya.

3. Pada akhir session ini, pastikanlah bahwa seluruh partisipan sudah saling
mengenal dan memiliki hubungan yang akrab.

 CATATAN PENTING:
Ada kemungkinan beberapa partisipan tidak mau terlibat dalam perkenalan dan
pencairan suasana ini. Ajaklah secara persuasif (dengan melibatkan partisipan
lainnya) agar mereka mau terlibat. Jangan paksa mereka, tetapi jangan pula
membatalkan proses karena beberapa individu tidak bersedia terlibat.
ooo RUMUSAN HARAPAN PESERTA

 TUJUAN:
o Diperolehnya gambaran harapan yang ingin dicapai peserta selama
pelatihan.
o Diperolehnya gambaran ranah harapan peserta (pemahaman, ketrampilan,
strategi, metode, langkah-langkah, dll.)
o Diperolehnya gambaran kekhawatiran peserta yang perlu dieliminir, agar
tidak mengganggu pencapaian tujuan pelatihan.

 WAKTU:
45 menit

 METODE:
o Penugasan individual
o Diskusi kelompok
o Diskusi pleno.

 MATERI:
-----

 ALAT BANTU:
o Kertas potong untuk menuliskan pernyataan-pernyataan (1 lembar untuk
1 pernyataan) sejumlah sesuai keperluan, dalam 2 warna yang berbeda
untuk pernyataan HARAPAN dan KEKHAWATIRAN.
o Spidol (jika mungkin untuk setiap peserta)
o Sticky cloth untuk menempelkan kertas-kertas pernyataan.

 PROSES:

1. Bagilah peserta ke dalam 4 kelompok. Setiap kelompok diminta


mendiskusikan tentang HARAPAN dan KEKHAWATIRAN setiap individu
dalam pelatihan. Setiap pernyataan ditulis dalam 1 lembar kertas potong
dengan membedakan antara pernyataan HARAPAN dan KEKHAWATIRAN.
Pernyataan yang sama cukup dituliskan 1 kali, sehingga tidak perlu terjadi
duplikasi dalam kelompok.

2. Mintalah peserta meletakkan hasil diskusinya di lantai, pisahkan dalam area


yang berbeda antara pernyataan-pernyataan HARAPAN dan
KEKHAWATIRAN.

3. Ajaklah peserta untuk berkonsentrasi pada pernyataan-pernyataan


HARAPAN. Sambil mengklarifikasi kejelasan setiap pernyataan, ajaklah
peserta mengelompokkan rumusan-rumusan tersebut ke dalam beberapa
jenis, yakni: PEMAHAMAN, KETRAMPILAN, STRATEGI, METODE,
LANGKAH-LANGKAH, dan lain-lain. Tempelkanlah pernyataan-pernyataan
sesuai jenisnya pada sticky cloth yang telah disiapkan.
4. Lanjutkan dengan membahas pernyataan-pernyataan KEKHAWATIRAN,
namun sebatas mengklarifikasikan maksudnya dan membahas secara cepat
tentang langkah untuk mengeliminirnya, serta kemudian menempelkannya di
sticky cloth.

 CATATAN PENTING:
o Bisa jadi rumusan HARAPAN peserta ada yang hanya bisa dicapai pasca
pelatihan. Hal ini tidak perlu dipermasalahkan, karena akan terklarifikasi pada
saat pembahasan Tujuan dan Alur Pelatihan.
o Demikian pula untuk pernyataan KEKHAWATIRAN, bisa jadi muncul
pernyataan yang terlalu jauh ke depan, misalnya: takut uji coba gagal.
Tetaplah melakukan pembahasan pernyataan serupa itu, karena akan
menjadi modal untuk implementasi program.
oooo TUJUAN DAN ALUR KEGIATAN

 TUJUAN:
Disepakatinya tujuan dan alur pelatihan, terkait dengan tujuan program CLTS serta
rumusan harapan peserta.

 WAKTU:
30 menit

 METODE:
o Presentasi/penjelasan
o Diskusi pleno.

 MATERI:
o Rumusan tujuan pelatihan
o Lembar alur pelatihan.

 ALAT BANTU:
o OHP/LCD/Papan flipchart

 PROSES:

1. Jelaskanlah rumusan tujuan pelatihan yang telah


direncanakan. Kemudian lanjutkan dengan pembahasan sejauh mana
rumusan tujuan tersebut mampu menjawab rumusan harapan peserta.
Bilamana ada harapan-harapan yang tidak mungkin tercapai oleh tujuan
pelatihan tersebut, bahaslah bagaimana pencapaiannya.

2. Jelaskanlah alur pelatihan yang akan dikembangkan dalam


rangka mencapai tujuan tersebut.

3. Buatlah kesepakatan untuk bersama-sama mencapai tujuan


pelatihan dengan mengikuti alur yang sudah disusun.

 CATATAN PENTING:
oooooKONTRAK BELAJAR

 TUJUAN:
Terbangunnya komitmen pembelajaran bersama seluruh komponen pelatihan,
dalam bentuk:
a. kesepakatan
waktu/jadwal
b. tata tertib dan sanksi.

 WAKTU:
30 menit.

 METODE:
o Presentasi/penjelasan
o Diskusi pleno.

 MATERI:
Jadwal pelatihan.

 ALAT BANTU:
o Papan dan kertas flipchart atau laptop dan LCD.

 PROSES:

1. Jelaskanlah jadwal pelatihan yang sudah dirancang. Berikanlah kesempatan


kepada peserta untuk bertanya, tetapi lebih terfokus untuk mempertajam
penjelasan, bukan untuk mengusulkan perubahan substansial atas jadwal.
Buatlah kesepakatan jika jadwal telah dipahami peserta.

2. Diskusikanlah secara pleno berbagai hal yang perlu diatur bersama dan
menentukan keberhasilan pelatihan, misalnya: penggunaan handphone,
kebiasaaan merokok, pakaian, dan sebagainya. Buatlah kesepakatan
tentang tata tertib pelatihan beserta sanksinya. Tuliskanlah dalam flipchart
untuk ditempel di tempat strategis yang bisa dibaca semua partisipan.

3. Jelaskanlah pula peran berbagai pihak (peserta, fasilitator dan panitia) dalam
rangka keberhasilan pelatihan ini.

 CATATAN PENTING:
POKOK BAHASAN:
1. REFLEKSI PENGALAMAN
PROYEK/PROGRAM SANITASI SEBELUMNYA

 TUJUAN:
a. Peserta memperoleh informasi tentang keberhasilan, kekuatan, kelemahan
dan keberlanjutan proyek sanitasi sebelumnya.
b. Peserta memahami perbedaan paradigma antara program-program yang lalu
dengan kecenderungan saat ini.

 WAKTU:
Maksimal 120 menit

 METODE:
Alternatif 1 Alternatif 2
 Diskusi kelompok  Presentasi tentang proyek
 Presentasi Kelompok  Diskusi kelompok
 Diskusi Pleno  Diskusi pleno
 Presentasi / penjelasan

 MATERI:
 Pengalaman pengelolaan proyek-proyek sanitasi pernah dilaksanakan di
kabupaten dan telah selesai.

 ALAT BANTU:
 Sarana dan prasarana untuk presentasi sesuai dengan ketersediaan
setempat: kertas plano + spidol atau transparansi + spidol + proyektor, dll.

 PROSES:
Alternatif 1
(jika mayoritas peserta telah memiliki pengalaman terlibat dalam pelaksanaan
proyek/program sanitasi sebelumnya):
1. Ajukan pertanyaan kepada peserta tentang proyek sanitasi yang pernah dan
sudah selesai dilaksanakan di kabupaten ini. Sepakatilah dengan peserta 2-3
program/proyek yang akan dianalisa bersama tentang KELEBIHAN,
KEKURANGAN, KEBERLANJUTAN dan PERUBAHAN YANG TERJADI DI
LOKASI pasca proyek tersebut.
2. Mintalah peserta berbagi dalam 2-3 kelompok sesuai dengan keterlibatan
atau pemahamannya terhadap program/proyek yang akan dianalisa. Mintalah
kepada peserta yang tidak pernah terlibat atau kurang paham terhadap
program/proyek yang akan dianalisa untuk bergabung di salah satu
kelompok. Aturlah agar jumlah peserta setiap kelompok relative berimbang.
3. Mintalah kepada setiap kelompok untuk menganalisa/mendiskusikan
program/proyek yang menjadi pilihannya (selama 30 menit) dengan pokok-
pokok kajian, sebagai berikut:
o KELEBIHAN
o KEKURANGAN
o KEBERLANJUTAN
o PERUBAHAN YANG TERJADI DI LOKASI

4. Setelah seluruh kelompok menyelesaikan diskusinya, mintalah masing-


masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya selama 10 menit.
Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk mengajukan pertanyaan
klarifikasi, tetapi bukan pertanyaan diskusi.

5. Kembangkanlah diskusi pleno untuk mengkaji setiap program/proyek yang


sudah dipresentasikan terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
o Perkembangan apa yang diharapkan terjadi di
masyarakat?
o Dukungan apa yang diberikan oleh program/proyek
kepada masyarakat?
o Siapa yang memberikan contoh-contoh model sarana?
o Siapa sasaran utama (penerima manfaat)
program/proyek?
o Bagaimana pendekatan yang dikembangkan?
o Siapa yang merancang kegiatan program/proyek?

6. Di akhir diskusi, bersama-sama dengan peserta fasilitator merangkum


perubahan paradigma proyek sanitasi pengalaman terdahulu dan orientasi ke
depan. Sebagai contoh perubahan yang terjadi dari program terdahulu ke
kecenderungan saat ini adalah

Program-program terdahulu Kecenderungan saat ini


(biasanya Target Oriented)
Perkembangan jumlah sarana Perubahan perilaku dan kesehatan
Subsidi Solidaritas social
Model-model sarana disarankan oleh Model-model sarana digagas dan
pihak luar dikembangkan oleh masyarakat
Sasaran utama adalah kepala Sasaran utama adalah masyarakat
keluarga desa secara utuh
Top down Bottom up
Fokus pada: Jumlah jamban Fokus pada: Berhentinya BAB di
sembarang tempat
Pendekatannya bersifat ‘blue print’ Pendekatannya lebih fleksibel.

Alternatif 2
(Jika hanya sebagian kecil peserta yang memiliki pengalaman terlibat dalam
pelaksanaan proyek/program sanitasi sebelumnya)
Sebelum proses di dalam kelas (bisa sehari atau beberapa jam sebelumnya),
mintalah kepada beberapa peserta (3-4 orang) yang berpengalaman dalam
pengelolaan proyek/program sanitasi (yang telah selesai) untuk mempersiapkan
presentasi pengalamannya tentang proyek/program tersebut, terutama mengenai
hal-hal sebagai berikut:
o KELEBIHAN
o KEKURANGAN
o PENCAPAIAN PADA AKHIR PROYEK/PROGRAM
1. Berikanlah kesempatan kepada beberapa peserta yang telah ditugasi, untuk
mempresentasikan pengalamannya tentang proyek/program sanitasi yang
pernah dikelolanya, masing-masing sekitar 10 menit.

2. Jika presentasi sudah selesai, berikanlah kesempatan (10 menit) kepada


peserta yang ingin mengajukan pertanyaan klarifikasi (memperjelas
informasi saja). Jagalah proses agar tidak masuk ke tingkat analisa.

3. Bagilah peserta ke dalam beberapa kelompok sesuai jumlah proyek/program


yang telah dipresentasikan. Mintalah kepada setiap kelompok untuk berperan
sebagai Konsultan Internasional dari negara lain yang sedang melakukan
kajian, dan mintalah kepada setiap peserta yang telah mempresentasikan
pengalamannya untuk berperan sebagai Project Director. Tugaskanlah
kepada setiap kelompok Konsultan Internasional untuk melakukan
wawancara mendalam (selama 15 menit) kepada Project Director (satu
kelompok mewawancarai satu project director). Adapun topik wawancara
terutama berpusat kepada topik:

a. KEBERLANJUTAN
b. PERUBAHAN YANG TERJADI DI LOKASI
c. APAKAH ADA DESA YANG SUDAH 100% BEBAS DARI BAB DI
TEMPAT TERBUKA?

4. Berikanlah kesempatan kepada setiap kelompok (Konsultan Internasional)


untuk mempresentasikan temuan-temuannya dari hasil wawancara yang
dilakukannya, termasuk kesimpulannya tentang keberhasilan proyek/program
yang dikaji utamanya terkait dengan keberlanjutan (operation and
maintenance serta pengembangan) dan keberhasilan memfasilitasi
masyarakat mencapai 100% bebas dari BAB di tempat terbuka. Waktu untuk
presentasi setiap kelompok sekitar 5 menit saja.

5. Setelah seluruh kelompok (Konsultan Internasional) mempresentasikan hasil


kajiannya, kembangkanlah diskusi pleno untuk membahas beberapa hal
berikut ini:
a. Perkembangan apa yang diharapkan terjadi di masyarakat?
b. Dukungan apa yang diberikan oleh program/proyek kepada masyarakat?
c. Siapa yang memberikan contoh-contoh model sarana?
d. Siapa sasaran utama (penerima manfaat) program/proyek?
e. Bagaimana pendekatan yang dikembangkan?
f. Siapa yang merancang kegiatan program/proyek?
g. Bagaimana keberlanjutan program? Jika tidak berlanjut, mengapa?
h. Apakah ada yang berhasil memfasilitasi desa yang 100% bebas dari BAB
di tempat terbuka? Jika tidak mengapa?

6. Di akhir diskusi, bersama-sama dengan peserta fasilitator merangkum


perubahan paradigma proyek sanitasi pengalaman terdahulu dan orientasi ke
depan. Sebagai contoh perubahan yang terjadi dari program terdahulu ke
kecenderungan saat ini adalah:
Program-program terdahulu Kecenderungan saat ini
(biasanya Target Oriented)
Perkembangan jumlah sarana Perubahan perilaku dan kesehatan
Subsidi Solidaritas social
Model-model sarana disarankan oleh Model-model sarana digagas dan
pihak luar dikembangkan oleh masyarakat
Sasaran utama adalah kepala Sasaran utama adalah masyarakat
keluarga desa secara utuh
Top down Bottom up
Fokus pada: Jumlah jamban Fokus pada: Berhentinya BAB di
sembarang tempat
Pendekatannya bersifat ‘blue print’ Pendekatannya lebih fleksibel.

 CATATAN PENTING:
Berikanlah tekanan-tekanan pada beberapa hal berikut ini:
 Perubahan sikap dan perilaku lebih memungkinkan untuk terjadinya
perkembangan sarana dibandingkan sebaliknya.
 Dukungan subsidi sanitasi mendorong ketergantungan, sehingga
keberlanjutan melemah
 Program/proyek yang dirancang oleh masyarakat sendiri, akan meningkatkan
rasa percaya diri dan tanggung jawab mereka.
POKOK BAHASAN:
2. PENGENALAN CLTS DAN PENGALAMAN DI BERBAGAI
NEGARA / DAERAH

 TUJUAN:
a. Peserta mampu memahami CLTS
b. Peserta memperoleh gambaran pengalaman penerapan di berbagai
negara/daerah

 WAKTU:
Maksimal 150 menit (21/2 jam)

 METODE:
 Pemutaran film/VCD CLTS di India
 Refleksi atas pengalaman program sanitasi di Indonesia
 Penjelasan konsep CLTS dan pengalaman di berbagai negara/daerah
 Diskusi Pleno

 MATERI:
a. Film/VCD: CLTS di Maharashtra – India
b. Materi: CLTS
c. Pengalaman CLTS di Lumajang dan Sumbawa.

 ALAT BANTU:
VCD Player, screen.

 PROSES:
1. Putarlah film/VCD CLTS di Maharashtra – India (sebelumnya berikan
pengantar bahwa peserta diminta untuk menyimak apa yang dilihatnya di film
tersebut).
2. Diskusikan dengan peserta pengalaman atau pengetahuann apa yang
didapat dari film tersebut.
3. Lanjutkanlah dengan penjelasan tentang Konsep CLTS dan Pengalaman di
Berbagai Negara/Daerah (materi dari Kamal Kar)
4. Lengkapilan pemahaman dan komitmen peserta dengan penjelasan
mengenai pengalaman penerapan CLTS di Indonesia yaitu di Kabuapetn
Lumajang dan Sumbawa.
5. Bukalah ruang bagi proses tanya jawab dan diskusi pleno untuk memperjelas
berbagai hal yang mungkin diragukan oleh peserta.
POKOK BAHASAN:
3. PRINSIP – PRINSIP CLTS, 3 PILAR PRA DALAM CLTS,
PERUBAHAN PERILAKU, DAN TINGKATAN PARTISIPASI
DALAM CLTS
 TUJUAN:
a. Peserta memahami, menerima dan berkomitmen untuk memegang prinsip-
prinsip CLTS.
b. Peserta memahami konsep 3 pilar PRA dalam CLTS.
c. Peserta memahami dan berkomitmen merubah sikap dan kebiasaan dalam
memfasilitasi masyarakat dari “konsep atas – bawah” (upper – lower) menjadi
“pembelajaran bersama”.
d. Mengeksplorasi variasi dan wilayah sudut pandang peserta pelatihan tentang
keikutsertaan masyarakat dan mendapatkan pengertian umum pada tipe dan
tingkat partisipasi masyarakat yang dibutuhkan pada CLTS

 WAKTU:
Maksimal 120 menit.

 METODE:
 Presentasi / penjelasan
 Diskusi kelompok
 Diskusi pleno

 MATERI:
 Prinsip – prinsip CLTS:
 non subsidi,
 masyarakat sebagai pemimpin,
 tidak mengajari, tidak memaksa dan tidak mempromosikan,
 totalitas
 Visualisasi 3 pilar PRA
Segitiga komponen perubahan perilaku (personal, institusional dan
profesional), sharing dan methode.
 Visualisasi 4 tingkatan partisipasi masyarakat

 ALAT BANTU:
Potongan – potongan kartu (metaplan), spidol, flipchart, kertas A4 untuk
menggambar dan sticky cloth..

 PROSES:

1. Fasilitator menjelaskan tentang prinsip dasar CLTS, dan membuka diskusi yang
berkaitan dengan materi.
2. Fasilitator menjelaskan tentang 3 pilar PRA yang menjadi dasar CLTS. Fokuskan
pada perubahan perilaku dan kebiasaan. Mulai arahkan peserta bahwa perubahan
sikap dan kebiasaan dari fasilitator (di komunitas) adalah hal yang terpenting, karena
jika perubahan telah terjadi maka 2 komponenn lainnya yaitu akan terjadi sharing
dan metode bisa dilaksanakan.

Perubahan Perilaku
3. Minta peserta untuk membagi dalam 3 kelompok kecil, dan masing-masing
kelompok membahas sekurang-kurangnya 5 point siapa yang dianggap upper dan
lower (1 kelompok membahas personal, 1 kelompok membahas
institusional dan yang lainnya membahas dari segi profesional).

4. Setelah diskusi dalam kelompok kecil, minta masing-masing mempresentasikan dan


kelompok lain memanggapi atau memberi masukan.

5. Kembangkanlah diskusi tentang mengapa seseorang atau sesuatu dianggap “upper”


dan yang lainnya dianggap “lower”.

6. Di akhir diskusi sepakati bahwa dalam pendekatan CLTS cara pandang tersebut
harus diubah sehingga tidak ada pendapat siapa upper dan siapa lower (tidak ada
yang memposisikan dirinya sebagai upper dan tidak ada pula pihak lain yang
dipandang sebagai lower).

7. Setelah diskusi pleno 1 selesai, minta kelompok yang sama untuk membuat skenario
melalui bahasa tubuh (gesture),, masing-masing kelompok menggambarkan
kegiatan yang top – down, partisipatif dan friendly.

8. Minta masing-masing kelompok untuk menampilkan skenarionya (hanya melalui


bahasa tubuh) dan kelompok lain menjadi pengamat.

9. Di setiap akhir penampilan kelompok, tanyakan kepada kelompok pengamat apa


yang menjadi karakteristik dari bahasa tubuh yang ditampilkan.

10. Pada diskusi pleno, tanyakan kepada peserta bahasa tubuh yang bagaimana yang
sesuai untuk pendekatan CLTS (didasarkan pada pemahaman bahwa tidak ada
yang dianggap upper dan lower).
Tingkat partisipasi
11. Minta masing-masing peserta menggambarkan contoh partisipasi masyarakat dari
pengalaman sendiri yang mereka pahami dalam bentuk gambar (masing-masing
mengambil selembar kertas dan alat tulis/gambar).

12. Sementara mereka membuat gambar, trainer menyiapkan kartu-kartu yang


bertuliskan tingkatan partisipasi yang terdiri dari 4 kriteria (tingkat terendah sampai
dengan tertinggi):

Menerima Informasi

Membuat keputusan secara


Diajak Berunding bersama-sama antara
masyarakat dan pihak luar

Mendapatkan wewenang
atas kontrol sumber daya
dan keputusan

13. Tempelkan keempat tingkatan kelompok tersebut pada dinding atau kain yang sudah
diberi perekat (sticky cloth). Tanpa memberikan tingkatan partisipasi

14. Saat peserta telah selesai menggambar, tempelkan gambar-gambar tersebut di


dinding. Setelah itu minta mereka menjelaskan maksud dari gambar-gambar
tersebut, lalu mereka diminta untuk mengelompokkan gambar mereka kedalam
kelompok-kelompok tingkat partisipasi mana yang ada dalam keempat kelompok
tersebut.

15. Minta peserta untuk membuat peringkat tingkat partisipasi dari yang terendah
sampai tertinggi (dimulai dengan tingkat terendah dan tertinggi, baru kemudian yang
ada diantaranya)

16. Tanyakan pada tingkat partisipasi mana yang dibutuhkan dalam proses pelaksanaan
CLTS. Fasilitasikan beberapa diskusi tentang hal tersebut sekitar 5-10 menit,
kemudian minta peserta untuk memilih (voting) tentang tingkatan yang seharusnya
ada, Akhiri dengan consensus dari hasil pilihan tersebut.
POKOK BAHASAN:
4. FASILITASI CLTS DI KOMUNITAS
4.1 ALAT – ALAT UTAMA PRA DALAM CLTS
4.2 ELEMEN-ELEMEN PEMICU DAN FAKTOR-FAKTOR
PENGHAMBAT PEMICUAN
4.3 “ APA HARUS DILAKUKAN (DO) DAN DIHINDARI
(DON’T) ” DALAM CLTS

 TUJUAN:
a. Peserta mengetahui dan menyepakati alat-alat PRA yang digunakan.
b. Peserta akan dapat menemukan dan menyepakati elemen-elemen pemicu
dan faktor-faktor penghambat pemicuan (serta alat yang paling sesuai untuk
masing-masing elemen pemicuan) baik yang bersifat umum maupun spesifik
lokal, serta memahami dan berkomitmen tentang apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus dihindari saat fasilitasi (do dan don’t).
c. Peserta memiliki ketrampilan dasar memfasilitasi CLTS dengan alat-alat
utama yang disepakati.

 WAKTU:
Sekitar 270 menit (termasuk simulasi alat-alat PRA oleh peserta)

 METODE:
 Diskusi kelompok
 Simulasi
 Diskusi pleno

 MATERI:
Pengalaman peserta dalam memfasilitasi masyarakat di bidang sanitasi.

 ALAT BANTU:
- Kertas potong (metaplan) untuk menuliskan pernyataan-pernyataan dan simulasi
alur kontaminasi
- Bubuk kapur/tepung beberapa warna (untuk peta sosial)
- Air minum untuk peragaan kontaminasi
- Air bersih untuk peragaan kontaminasi
- Spidol warna-warni

 PROSES:
1. Tanyakan kepada peserta siapa yang pernah mengenal dan mengimplemen-
tasikan metode Participatory Rural Appraisal (PARA).
o Jika sebagian ada yang sudah mengenal, minta peserta untuk
menyebutkan alat-alat PRA apa saja yang dipakai untuk fasilitasi di
masyarakat, yang berkaitan dengan program sanitasi.
o Jika belum ada yang mengenal PRA, kenalkan secara ringkas alat-alat
utama PRA yang akan dipakai seperti pemetaan, transect walk, alur
kontaminasi, dll.
4. Bagilah peserta menjadi 4 kelompok, kemudian mintalah mereka
mendiskusikan dalam kelompok masing-masing (selama 15-20 menit) topik
berikut ini:
o Kelompok 1 dan 2
Elemen-elemen apa yang bisa digunakan untuk memicu masyarakat
dalam perubahan di bidang sanitasi?
o Kelompok 3 dan 4
Hal-hal apa saja yang menjadi penghambat dalam pemicuan di
masyarakat?
Mintalah agar setiap jawaban dituliskan dalam lembar-lembar kertas
(metaplan), setiap lembar untuk 1 pernyataan.

5. Jika diskusi telah selesai, mintalah masing-masing kelompok untuk


mempresentasikan hasil diskusinya:
o Mulailah dengan kelompok 1 dan 2, lakukanlah klarifikasi dan
pendalaman agar tidak ada elemen-elemen yang relevan namun tidak
terungkap
o Kembangkan diskusi pleno untuk merumuskan bersama alat-alat PRA
yang tepat untuk digunakan dalam pemicuan setiap elemen.
o Lanjutkan dengan kelompok 3 dan 4, lakukan juga klarifikasi dan
pendalaman agar tidak ada hal-hal yang relevan namun tidak terungkap.
o Kembangkan diskusi pleno untuk menegaskan bahwa hal-hal tersebut
harus kita hindari dalam proses pemicuan disertai alasannya.

6. Kembangkanlah diskusi mendalam untuk menemukan elemen-elemen dan


hal-hal yang spesifik terkait dengan komunitas tertentu yang mungkin tidak
tepat pada komunitas lainnya. Lakukan penggalian juga tentang metode-
metode pemicuan lain yang bisa dikembangkan, misalnya: penggunaan
pertunjukan/kesenian rakyat, pelibatan anak-anak dalam kampanye, lembaga
dan kegiatan keagamaan, dll.

7. Kumpulkanlah pernyataan-pernyataan yang telah disepakati (elemen pemicu


dan hal penghambat) atau mintalah peserta/panitia menuliskannya kembali
dalam bentuk yang lebih besar/menyolok, dan tempatkanlah di area yang
strategis, sehingga peserta akan bisa terus membaca dan
menginternalisasikan dalam diri masing-masing.

8. Lanjutkanlah dengan simulasi-simulasi (sebagai sarana belajar langsung bagi


peserta dalam memfasiltasi masyarakat) dan diskusi-diskusi tentang hal-hal
penting yang terkait, mencakup tools berikut ini:
a. Pemetaan sosial
b. Transect walk
c. Penghitungan jumlah tinja per hari, minggu, bulan, dst.
d. Alur kontaminasi
e. Pencemaran air minum
f. Pencemaran air mandi dan cuci
g. Gangguan pada privacy perempuan
h. dll.

 CATATAN PENTING:

 Elemen-elemen Pemicu dan Hal-hal yang Menghambat untuk setiap


komunitas bisa jadi ada perbedaan. Hal ini menjadi penting untuk digali, agar
pemicuan bisa terlaksana secara optimal, selain elemen-elemen yang umum
berlaku di komunitas mana pun.
 Pastikan peserta paham alur fasilitasi umumnya dimulai dengan
Pemetaan Sosial, namun seterusnya sangat fleksibel dengan situasi
yang berkembang.
POKOK BAHASAN:
5. SANITATION LADDER

 TUJUAN:
Peserta mampu menjelaskan tahapan perkembangan sanitasi yang bisa
dikembangkan oleh masyarakat.

 WAKTU:
Maksimal 30 menit

 METODE:
 Penjelasan
 Diskusi Pleno

 MATERI:
 Matriks/Bagan Sanitation Ladder

 ALAT BANTU:

 PROSES:

1. Dengan menggunakan matriks/bagan Sanitation Ladder yang diperbesar


(sehingga bisa dilihat secara jelas oleh peserta dalam 1 kelas), jelaskanlah
tahapan-tahapan sarana sanitasi yang bisa dikembangkan oleh masyarakat
mulai dari tingkatan yang paling sederhana sampai yang memenuhi standard
kesehatan. Variasi lain yang bisa dilakukan adalah dengan menggambar
langsung di papan/kertas tentang tahapan tersebut sambil diskusi secara
pleno dengan peserta.

2. Tegaskanlah beberapa hal penting berikut ini:


 Penjelasan tentang sanitation ladder ini hendaklah disampaikan bilamana
proses fasilitasi masyarakat memang sudah sampai pada tingkatan sulit
menggali ide-ide dan pengalaman masyarakat dalam membangun sarana
sanitasi. Bilamana masyarakat masih bisa sharing pengalaman dan
informasi, fasilitator hendaknya mengembangkan proses bertumpu pada
sharing tersebut, agar kepercayaaan diri dan solidaritas antar masyarakat
bisa ditingkatkan.
 Tahapan-tahapan yang ada tidaklah berarti proses pengembangan harus
dimulai dari tingkat paling dasar ke tingkat-tingkat berikutnya secara
berurutan. Pengembangan bisa dimulai dari tahapan manapun sesuai
kemampuan masyarakat. Namun, penjelasan tahapan yang dari paling
sederhana sangatlah diperlukan untuk meyakinkan masyarakat (terutama
yang paling tidak mampu), bahwa pengembangan sanitasi bisa dimulai
dari tahapan yang paling sederhana itu.
POKOK BAHASAN:
6. PRAKTEK LAPANG
6.a. PEMBENTUKAN KELOMPOK PRAKTEK LAPANG

 TUJUAN:
Tersusunnya kelompok-kelompok praktek lapang yang komposisinya mencakup
seluruh komponen tim kabupaten.

 WAKTU:
30 menit.

 METODE:
Pemilihan demokratis.

 MATERI:
-----

 ALAT BANTU:
Kertas plano

 PROSES:

1. Jelaskanlah kepada peserta, bahwa pada hari ketiga akan dilaksanakan


Praktek Lapang Fasilitasi CLTS (Pemicuan dan Perencanaan) di Komunitas di
4-6 lokasi di 2 desa, sehingga peserta akan dibagi menjadi 4-6 kelompok.
Setiap kelompok diharapkan merupakan gabungan dari individu-individu yang
mewakili berbagai komponen yang ada, sehingga diharapkan semua kelompok
memikili kapasitas yang berimbang.

2. Laksanakanlah proses pembentukan/pembagian kelompok, dengan cara


membentuk barisan memanjang ke belakang sebanyak 4-6 kelompok.
Mulailah, misalnya dari peserta yang berbasis kerja bidang kesehatan
berpencar dalam 4-6 kelompok tersebut, lalu lanjutkan dengan yang berbasis
kerja bidang perencana, selanjutnya pengembangan masyarakat desa, teknis
sanitasi, dst. Perhatikanlah pula aspek gender, sehingga tidak terjadi sebaran
tidak merata jenis kelamin tertentu.

3. Pastikanlah bersama seluruh peserta, bahwa seluruh kelompok telah


mengambarkan kelengkapan berbagai komponen yang ada. Tulislah di papan
tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok.
POKOK BAHASAN:
6. PRAKTEK LAPANG
6.b. Persiapan: Panduan dan Simulasi Praktek Lapang

 TUJUAN:
o Tersusunnya panduan praktek lapang
o Peserta siap memfasilitasi proses CLTS di masyarakat.

 WAKTU:
2-4 jam

 METODE:
o Simulasi
o Penugasan dan pendampingan.

 MATERI:
o Komposisi tim dalam memfasilitasi CLTS di komunitas
o Panduan Fasilitasi CLTS di Komunitas

 ALAT BANTU:
o Bahan-bahan untuk simulasi Pemetaan Sosial
o Kertas potong (metaplan)
o Kertas plano
o Spidol besar dan kecil
o Flagband
o Ember berisi air bersih
o Air mineral dalam kemasan gelas (2 gelas)

 PROSES:

1. Mintalah sekitar 10 orang peserta sukarelawan untuk berperan sebagai warga


masyarakat suatu dusun dalam simulasi yang akan difasilitasi fasilitator
pelatihan.

2. Sebelum proses simulasi dimulai, mintalah kepada peserta yang lain untuk
menyimak proses simulasi dengan cermat, dan bila perlu mencatat langkah-
langkahnya serta kata-kata kunci penting dalam proses ini.

3. Mulai simulasi dengan Pemetaan Sosial, sehingga tergambarkan: batas


wilayah pemukiman dan lahan pertanian/usaha, sebaran rumah warga, lokasi
jamban dan BAB terbuka, akses setiap rumah terhadap jamban atau lokasi
BAB terbuka, lokasi dan jenis sumber air minum dan air untuk keperluan rumah
tangga lainnya, serta informasi lain yang relevan.
4. Lanjutkan dengan simulasi Transect dalam bentuk yang sederhana, dengan
tekanan pada kunjungan ke lokasi BAB terbuka, dan tekankan bahwa tidak
seorang pun boleh menutup hidungnya saat kunjungan ini.

5. Lanjutkanlah simulasi: Menghitung jumlah tinja (per hari, minggu, bulan, tahun),
alur oral faecal, kontaminasi air bersih, kontaminasi air minum, dan gangguan
privacy pada perempuan serta pandangan agama tentang BAB terbuka.

6. Bangunlah suasana klimaks dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan


bertingkat dalam rangka mendorong perubahan:
Bagaimana perasaan saudara-saudara hidup dengan suasana seperti ini?
Apakah saudara-saudara ingin berubah?
Bilamana komunitas menyatakan tak akan berubah, kembangkan pertanyaan-
pertanyaan yang lebih tajam untuk memicu rasa malu –takut penyakit – rasa
bersalah, dst. Bila tetap tidak ada perubahan sikap, (ini upaya akhir) lanjutkan
dengan pernyataan: “Ya sudah kalau saudara-saudara tidak mau berubah.
Saya akan pulang dan menuliskan laporan ke kabupaten bahwa saudara-
saudara tidak mau berubah.”

7. Lanjutkanlah dengan proses memfasilitasi perencanaan oleh masyarakat,


dengan pertanyaan-pertanyaan bertingkat:

o Siapa saja yang akan memulai perubahan?


o Dalam bentuk apa?
o Kapan dimulai? Kapan selesai?
o Kapan masyarakat mentargetkan komunitas ini bebas BAB di tempat
terbuka?

8. Tegaskanlah pada bagian akhir simulasi ini, bahwa perwakilan masyarakat


(sekitar 6 orang dari setiap dusun) akan diundang dalam lokakarya di
kabupaten untuk membagikan pengalamannya kepada peserta lokakarya.
Simulasi berakhir.

9. Jelaskanlah bahwa besok peserta akan melaksanakan praktek lapang. Untuk


itu setiap kelompok harus mempersiapkan diri (menyusun panduan dan
berlatih bila perlu). Berikanlah gambaran tentang komposisi tim fasilitasi yang
biasanya digunakan dalam memfasilitasi CLTS di komunitas, sebagai berikut:

o Lead facilitator :fasilitator utama, yang menjadi motor


utama proses fasilitasi, biasanya 1 orang
o Co – facilitator :membantu fasilitator utama dalam
memfasilitasi proses sesuai dengan
kesepakatan awal atau tergantung pada
perkembangan situasi
o Content recorder :perekam proses, bertugas mencatat proses
dan hasil untuk kepentingan dokumentasi
/pelaporan program
o Process facilitator :penjaga alur proses fasilitasi, bertugas
mengontrol agar proses sesuai alur dan waktu,
dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan
kode-kode yang disepakati) bilamana ada hal-
hal yang perlu dikoreksi.

o Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana


‘serius’ proses fasilitasi, misalnya
dengan: mengajak anak-anak bermain
agar tidak mengganggu proses
(sekaligus juga bisa mengajak mereka
terlibat dalam kampanye sanitasi,
misalnya dengan: menyanyi bersama,
meneriakkan slogan, dsb.), mengajak
berdiskusi terpisah partisipan yang
mendominasi atau mengganggu proses,
dsb.

10. Mintalah panitia untuk menjelaskan lokasi praktek lapang dan gambaran awal
jika tersedia, rencana keberangkatan (waktu, perlengkapan yang harus dibawa,
kendaraan, alur perjalanan, dll.)

11. Berikanlah penugasan kepada setiap kelompok untuk mempersiapkan diri dan
dampingilah sesuai dengan keperluan.

 CATATAN PENTING:

o Dalam fasilitasi sebenarnya, urutan tidaklah dibakukan, namun pemetaan


sosial semestinya dilakukan pertama
o Lokasi pemetaan sosial sebaiknya di lahan terbuka (halaman), namun hasilnya
hasrus segera dipindahkan ke kertas plano
o Lokasi pemicuan dengan alat-alat oral faecal, menghitung tinja, dll. tidaklah
harus di ruang pertemuan tertutup, tetapi sebaiknya di lokasi-lokasi yang bisa
mengoptimalkan rasa jijik, takut penyakit, berdosa, dll.
POKOK BAHASAN:
6. PRAKTEK LAPANG
6.c. Pelaksanaan: 6.c.1. Pemicuan; 6.c.2. Perencanaan

 TUJUAN:
o Masyarakat memahami permasalahan sanitasi di komunitasnya dan
berkomitmen untuk memecahkannya secara swadaya
o Tersusunnya rencana kegiatan masyarakat dalam rangka pemecahan
masalah sanitasi di komunitasnya
o Terpilihnya panitia lokal komunitas yang mengkoordinir kegiatan masyarakat.

 WAKTU:
7-8 jam di komunitas

 METODE:

Praktek Lapang:
o Pemetaan
o Transek
o FGD
o Simulasi
o Pemilihan demokratis

Pemantauan:
Observasi dan asistensi terhadap praktek fasilitasi yang dilakukan peserta.

 MATERI:
-----

 ALAT BANTU:
-----

 PROSES:

Karena kegiatan praktek lapang yang dilakukan peserta ini merupakan kegiatan riil
(bukan simulasi), maka kesalahan proses dan hasil sedapat mungkin diminimalisir.
Fungsi fasilitator yang melakukan observasi dan asistensi adalah menjamin agar
proses dan hasil fasilitasi yang dilakukan peserta benar dan optimal. Langkah-
langkah yang bisa ditempuh perlu disepakati dengan para peserta yang
memfasilitasi di tingkat komunitas, agar proses dan hasil sesuai yang diharapkan
namun eksistensi peserta sebagai fasilitator haruslah dijaga (apalagi akan terus
memfasilitasi komunitas tersebut). Bila memungkinkan, setiap kelompok sebaiknya
didampingi oleh 1-2 fasilitator yang hanya berkonsentrasi untuk kelompok tersebut.

Ingatkanlah, bahwa esok hari perwakilan masyarakat (6 orang per dusun atau
total 12 orang per desa, dengan perimbangan laki-laki dan perempuan)
diundang
dan akan dijemput (jam 09.00 pagi) untuk menyampaikan pengalamannya
(kondisi sanitasi hingga saat ini) dan rencana ke depan kepada seluruh
peserta
pelatihan di tempat penyelenggaraan pelatihan, sekaligus makan siang
bersama. Wakil masyarakat akan diantar kembali ke dusun/desa sekitar jam
14.00 dari tempat pelatihan.

Untuk itu, peta lapangan dan rencana kegiatan sebaiknya disalin ke kertas
(plano) sebagai bahan presentasi masyarakat.
POKOK BAHASAN:
6. PRAKTEK LAPANG
6.d. Kompilasi Temuan dan Pelaporan

 TUJUAN:
o Tersusunnya item-item pembelajaran dari praktek lapang setiap kelompok
o Tersusunnya laporan proses dan hasil praktek lapang setiap kelompok

 WAKTU:
2 jam

 METODE:
Diskusi kelompok

 MATERI:
Hasil praktek lapang.

 ALAT BANTU:
Kertas plano dan peralatan lain sesuai kreatifitas peserta

 PROSES:

1. Jelaskanlah, bahwa esok hari sebelum bertemu dengan masyarakat akan


dilakukan refleksi temuan praktek lapang. Untuk itu setiap kelompok perlu
menyusun laporan yang menggambarkan proses dan hasil serta pembelajaran
yang diperoleh dari praktek lapang tersebut. Berikan penegasan, bahwa
peserta boleh berkreasi dalam menyajikan laporannya. Untuk membantu dalam
memetik pembelajaran, berikanlah penjelasan tentang analisis yang bisa
membantu menemukan pembelajaran dimaksud, misalnya: analisa SWOT
(kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman).

2. Persilahkanlah masing-masing kelompok melaksanakan tugasnya, tetapi


tetaplah mendampingi agar tugas benar-benar terselesaikan dengan baik.

 CATATAN PENTING:

Fasilitator pendamping dalam penyusunan laporan sebaiknya adalah fasilitator yang


mendampingi dalam praktek lapang.
POKOK BAHASAN:
6. PRAKTEK LAPANG
6.e. Refleksi Temuan Praktek Lapang

 TUJUAN:
o Ditemukannya item-item pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam proses
memfasilitasi CLTS selanjutnya
o Ditemukannya item-item pembelajaran yang spesifik lokal yang perlu
dikembangkan dalam rangka optimalisasi CLTS.

 WAKTU:
2 jam

 METODE:
o Presentasi kelompok
o Diskusi pleno

 MATERI:
Laporan praktek lapang masing-masing kelompok

 ALAT BANTU:
Sesuai keperluan presentasi

 PROSES:

1. Jelaskanlah tujuan dari session ini dan tegaskanlah bahwa waktu yang tersedia
untuk setiap kelompok hanya sekitar 25 menit (10 menit presentasi dan 15
menit untuk diskusi penajaman)

2. Berikanlah kesempatan kepada kelompok yang ingin memulai presentasi dan


tanya jawab pendalaman khususnya tentang pembelajaran yang diperoleh
(total 25 menit), lanjutkan sampai seluruh kelompok mempresentasikan
laporannya.

3. Diskusikanlah secara pleno tentang pembelajaran bersama yang diperoleh,


khususnya tentang ‘apa yang seharusnya dilakukan’, ‘apa yang seharusnya
dihindari’ serta ‘apa yang spesifik bisa dikembangkan di daerah setempat’.

 CATATAN PENTING:
POKOK BAHASAN:
7. DISKUSI PLENO DENGAN MASYARAKAT

 TUJUAN:
o Dipahaminya rencana kegiatan masyarakat oleh seluruh komponen tim
kabupaten.
o Meningkatnya motivasi masyarakat untuk melaksanakan rencana kegiatan
yang mereka susun.
o Disepakatinya komitmen semua pihak untuk keberhasilan pencapaian
rencana kegiatan masyarakat.

 WAKTU:
2 jam

 METODE:
o Presentasi masyarakat
o Diskusi pleno
o Feedback progresif.

 MATERI:
Presentasi kondisi sanitasi saat ini dan rencana ke depan dari setiap komunitas.

 ALAT BANTU:
Sesuai keperluan.

 PROSES:

1. Jelaskanlah kepada seluruh partisipan tentang tujuan session ini, khususnya


tujuan 1 dan 3.

2. Persilakanlah kepada wakil masyarakat yang akan memulai presentasi untuk


mempresentasikan kondisi sanitasi di komunitasnya dan rencana mereka ke
depan (waktu tersedia sekitar 20 menit untuk setiap kelompok). Jika diperlukan
berikan kesempatan kepada peserta yang telah memfasilitasi kemarin untuk
menambahkan.

3. Pada setiap akhir presentasi kelompok, lakukanlah penegasan-penegasan


untuk meningkatkan motivasi masyarakat, misalnya: mengajak peserta
memberi applaus, menegaskan tentang tanggal bebas BAB terbuka untuk
setiap komunitas, menunjukkan para natural leader yang akan memotori
gerakan masyarakat, dll.
4. Pada akhir session berikanlah penegasan-penegasan untuk membangun
komitmen bersama semua pihak dalam upaya pencapaian bebas BAB terbuka
di tingkat yang lebih luas.

POKOK BAHASAN:
8. PENYUSUNAN RENCANA TINDAK LANJUT

 TUJUAN:
Tersusunnya rencana tindak lanjut tim kabupaten dalam rangka:
o Pendampingan implementasi rencana kegiatan masyarakat yang telah
terpicu
o Pengembangan kegiatan CLTS di lokasi lainnya.

 WAKTU:
2 jam

 METODE:
o Diskusi kelompok
o Diskusi pleno

 MATERI:
-----

 ALAT BANTU:
Kertas plano

 PROSES:

1. Jelaskanlah tujuan session ini, kemudian bagilah peserta ke dalam 3


kelompok: Kelompok Desa I, Kelompok Desa II dan Kelompok Kabupaten.
Mintalah peserta yang lain untuk membagi diri ke dalam ketiga kelompok.

2. Tugaskanlah kepada setiap kelompok untuk menyusun Rencana Tindak Lanjut


(RTL) dalam rangka pendampingan kepada palaksanaan rencana masyarakat
yang telah terpicu dan pengembangan ke area yang lebih luas. Sediakan
waktu 30 menit untuk menyusun RTL ini.
Format yang bisa digunakan, contohnya:
Kegiatan Tujuan Waktu Biaya Penanggungjawab
3. Mintalah setiap kelompok mempresentasikan RTLnya dan berikanlah
kesempatan untuk klarifikasi bersama agar tidak terjadi tumpang tindih dan
pertentangan rencana. Waktu setiap kelompok 20 menit.

4. Gunakanlah sisa waktu untuk memberikan penegasan-penegasan dan


pengembangan yang mungkin dilakukan dalam RTL bersama di tingkat
kabupaten. Tegaskanlah bahwa motor utama kegiatan adalah mereka, karena
merekalah yang akan teus bersama masyarakat di kabupaten ini.

o EVALUASI

 TUJUAN:
Diperolehnya masukan dari peserta tentang tingkat keberhasilan pelatihan dan
saran-saran untuk perbaikan.

 WAKTU:
30 menit

 METODE:
o Pemilihan demokratis
o Diskusi pleno

 MATERI:
-----

 ALAT BANTU:
Sesuai metode yang digunakan.

 PROSES:

Proses evaluasi tergantung kepada metode yang digunakan (tertulis, lisan,


kombinasi gerakan dan lisan, dsb.). Komponen-komponen yang perlu dievaluasi,
biasanya mencakup: pencapaian tujuan pelatihan, kegunaan/manfaat pelatihan
terhadap pekerjaan peserta, partisipasi peserta selama pelatihan, ketrampilan
fasilitator dalam mendinamisir proses, tingkat layanan panitia, dukungan materi
tertulis, dukungan konsumsi dan akomodasi, dll. Skala penilaian bisa menggunakan:
prosentase atau gradasi kepuasan (sangat puas s/d sangat tidak puas).
o PENUTUPAN PELATIHAN

 TUJUAN:
o Pelatihan ditutup secara resmi dan memperoleh dukungan dari Pemerintah
Kabupaten.
o Pemerintah kabupaten berkomitmen mendukung tindak lanjut penerapan
CLTS

 WAKTU:
30 menit

 METODE:
(sesuai dengan kebijakan lokal, namun umumnya dalam bentuk upacara sederhana)

 MATERI:
 Laporan Ketua Panitia
 Sambutan Tim Pusat
 Sambutan Bupati
 Doa

 ALAT BANTU:
-----

 PROSES:
Sangat tergantung dengan pola acara yang ditentukan dan dipilih oleh Pemerintah
Kabupaten, namun secara umum proses penutupan adalah sebagai berikut:
 Salam pembuka
 Laporan Ketua Panitia tentang telah selesainya kegiatan pelatihan (proses
dan hasilnya)
 Sambutan Tim Pusat untuk menegaskan dukungan dan harapan akan
keberhasilan pelaksanaan program uji coba CLTS
 Sambutan Bupati untuk menegaskan kembali dukungan Pemerintah
Kabupaten dalam rangka pelaksanaan program ini, sehingga meningkatkan
motivasi peserta dan pihak terkait dalam mensukseskan program ini.
Sekaligus pada kesempatan ini, Bupati menutup secara resmi pelatihan.
 Pembacaan doa.
 Salam penutup.

Acara kemudian diistirahatkan (15 menit) untuk memberi waktu kepada para tamu
undangan beristirahat sejenak sebelum meninggalkan tempat pelatihan.
 CATATAN PENTING:
Acara bisa dilanjutkan dengan penyelesaian administrasi peserta.

MATERI
MATERI
PELATIHAN PENDEKATAN CLTS

Pokok Bahasan 1
Refleksi Pengalaman Proyek / Program Sanitasi
sebelumnya yang ada di daerah / negara Indonesia

Pokok Bahasan 2
2.1 Pengenalan CLTS
2.2 Pengalaman di berbagai negara
2.3 Pengalaman di Kabupaten Lumajang dan Sumbawa

Pokok Bahasan 3
3.1 Prinsip – Prinsip CLTS
3.2 3 pilar PRA dalam CLTS dan Perubahan Perilaku
3.3 Tingkatan Partisipasi

Pokok Bahasan 4
4.1 Alat – alat utama PRA untuk CLTS
4.2 Elemen Pemicu dan Faktor Penghambat Pemicuan
4.3 Apa yang HARUS DILAKUKAN dan JANGAN
DILAKUKAN oleh fasilitator dalam implementasi CLTS
di masyarakat

Pokok Bahasan 5
Sanitation Ladder
POKOK BAHASAN 1
PENGALAMAN PROYEK/PROGRAM SANITASI YANG PERNAH
DIIMPLEMENTASIKAN DI INDONESIA

Berdasarkan beberapa proyek sanitasi yang ada seperti ESWS (Environment, Sanitation
and Water Supply), WSLIC 1, UNICEF, dan lain-lain seperti yang terjadi di Lumajang dan
Sumbawa, maka program-program tersebut faktor keberlanjutannya sangat rendah. Proyek
– proyek tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing namun secara
umum proyek-proyek tersebut masih bersifat target oriented.

Perlu adanya perubahan pendekatan dari proyek terdahulu menjadi kecenderungan saat ini,
termasuk yang digunakan dalam CLTS yaitu:

Program-program terdahulu Kecenderungan saat ini


(biasanya Target Oriented)
Perkembangan jumlah sarana Perubahan perilaku dan kesehatan

Subsidi Solidaritas social

Model-model sarana disarankan oleh pihak Model-model sarana digagas dan


luar dikembangkan oleh masyarakat

Sasaran utama adalah kepala keluarga Sasaran utama adalah masyarakat desa
secara utuh

Top down Bottom up

Fokus pada: jumlah jamban Fokus pada: berhentinya BAB di sembarang


tempat

Pendekatannya bersifat ‘blue print’ Pendekatannya lebih fleksibel.


POKOK BAHASAN 2

2.1 PENGENALAN CLTS


Gambaran tentang CLTS dapat diperoleh melalui VCD tentang implementasi CLTS di
Propoinsi Maharashtra di India.

Latar Belakang CLTS


CLTS atau Community Lead Total Sanitation (dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih
sanitasi total yang dipimpin oleh masyarakat) dilatar belakangi oleh adanya “kegagalan” dari
proyek-proyek sanitasi sebelumnya .

Dari beberapa studi evaluasi terhadap beberapa program pembangunan sanitasi pedesaan
didapatkan hasil bahwa banyak sarana yang dibangun tidak digunakan dan dipelihara oleh
masyarakat. Banyak faktor penyebab mengenai kegagalan tersebut, salah satu diantaranya
adalah tidak adanya demand atau kebutuhan yang muncul ketika program dilaksanakan,
dan pendekatan yang digunakan oleh program tersebut tidak berhasil memunculan
demand.dari masyarakat sasaran program.

Di India dan beberapa negara berkembang lainnya termasuk Indonesia terdapat kenyataan
bahwa di beberapa desa yang mendapat bantuan untuk sanitasi, rata-rata belum terbebas
dari kebiasaan BAB di sembarang tempat atau open defecation. Milyaran rupiah telah
dikeluarkan, banyak tenaga kerja yang bergerak dari 1 proyek ke proyek lainnya, dan
banyak pihak (kecuali masyarakat) sedikit banyak telah diuntungkan dari proyek-proyek
tersebut.

Apa yang dimaksud CLTS.


CLTS adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan dan mulai
berkembang pada tahun 2001. Pendekatan ini berawal di beberapa komunitas di
Bangladesh dan saat ini sudah diadopsi secara massal di negara tersebut. Bahkan India, di
satu negara bagiannya yaitu Provinsi Maharasthra telah mengadopsi pendekatan CLTS ke
dalam program pemerintah secara massal yang disebut dengan program Total Sanitation
Campaign (TSC). Beberapa negara lain seperti Cambodia, Afrika, Nepal, dan Mongolia
telah menerapkan dalam porsi yang lebih kecil.

Pendekatan ini muncul berawal dari sebuah “participatory impact assessment” yang
dilakukan pada tahun 1999 terhadap program air bersih dan sanitasi yang telah dijalankan
selama 10 tahun yang disponsori oleh Water Aid, sebuah lembaga swadya masyarakat
internasional, yang menghasilkan dua rekomendasi utama1. Salah satu rekomendasi
1
Institute for Development Studies, Working Paper 184, Subsidy or Self-Respect? Total Community Sanitation
in Bangladesh, Kamal Kar, September 2003.
tersebut adalah mengembangkan sebuah strategi untuk secara perlahan-lahan mencabut
subsidi untuk pembangunan toilet.

Ciri utama dari pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban
keluarga), dan tidak menetapkan blue print jamban yang nantinya akan dibangun oleh
masyarakat.
Pada dasarnya CLTS adalah “pemberdayaan” dan “tidak membicarakan masalah subsidi”.
Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru” dengan tidak memberikan subsidi sama sekali.

2.2 PENGALAMAN DI BERBAGAI NEGARA

Pendekatan CLTS dimulai dari negara-negara yang sangat miskin. Pengalaman


implementasi dengan pendekatan CLTS di India dan Bangladesh yang telah dijalankan 3 –
4 tahun terakhir, telah membebaskan masyarakat dari kebiasaan BAB di sembarang
tempat.

Keberhasilan pendekatan CLTS di berbagai negara dapat ditampilkan melalui dokumentasi


 VCD MAHARASTHRA
 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PERGERAKAN SANITASI TOTAL DI
BANGLADESH, INDIA, KAMBOJA, NEPAL dan INDONESIA (dalam power point).

2.3 PENGALAMAN CLTS DI KABUPATEN LUMAJANG DAN


SUMBAWA
POKOK BAHASAN 3

3.1 PRINSIP – PRINSIP CLTS,


Prinsip – prinsip CLTS, adalah :
1. Tanpa subsidi kepada masyarakat
2. Tidak menggurui, tidak memaksa dan tidak mempromosikan jamban
3. Masyarakat sebagai pemimpin
4. Totalitas; seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan -
perencanaan – pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan

Community lead tidak hanya dalam sanitasi, tetapi dapat dalam hal lain seperti dalam
pendidikan, pertanian, dan lain – lain, yang terpenting adalah:
 inisiatif masyarakat
 Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif
adalah kunci utama.
 Solidaritas masyarakat (laki perempuan, kaya miskin) sangat terlihat dalam
pendekatan ini.
 Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut campur pihak luar, dan biasanya akan
muncul “natural leader”.

Perubahan dari Sistem Target Driven menjadi Community Lead Proses


Approach
Criteria Sistem Target Driven CLTS
Input dari luar Subsidi benda-benda untuk jamban Pemberdayaan masyarakat
masyarakat
Model ditentukan Muncul inovasi lain dari masyarakat.

Cakupan Sebagian Menyeluruh


Indikator Menghitung jamban Tidak ada lagi kebiasaan BAB di
keberhasilan sembarang tempat
Bahan yang Semen, Porslain, batu bata, dan lain-lain Dimulai dengan bambu, kayu, dan lain-
digunakan lain

Biaya 500.000 sampai 1.000.000 per model Relatif lebih murah

Pemanfaat Yang punya uang Masyarakat yang sangat miskin

Waktu yang Seperti yang ditargetkan oleh proyek Ditentukan oleh masyarakat
dibutuhkan

Motivasi utama Subsidi / bantuan Harga diri

Model penyebaran Oleh organisasi luar / formal Oleh masyarakat melalui hubungan
Criteria Sistem Target Driven CLTS
persaudaraan, perkawanan dan lain-lain

Keberlanjutan Sulit untuk dipastikan Dipastikan oleh masyarakat


Sangsi bila Tidak ada Disepakati oleh masyarakat. Contoh
melakukan BAB yang terjadi di India 20 rupee (10 rupee
sembarangan untuk pengelola dan 10 rupee untuk
yang menemukan pelaku open
defecation)
Tipe monitoring Oleh proyek Oleh masyarakat (bisa harian, bulanan,
mingguan)
3.2 TIGA PILAR PRA DALAM CLTS dan PERUBAHAN PERILAKU

Personal

Perubahan
perilaku &
kebiasaan

Metode Berbagi

Profesional Institusional

3 pilar utama dalam PRA yang merupakan basis CLTS


1. Attitude and Behaviour Change (perubahan perilaku dan kebiasaan)
2. Sharing (berbagi)
3. Method (metode)

Ketiganya merupakan pilar utama yang harus diperhatikan dalam pendekatan CLTS, namun
dari ketiganya yang paling penting adalah perubahan perilaku dan kebiasaan, karena jika
perilaku dan kebiasaan tidak berubah maka kita tidak akan pernah mencapai tahap
“sharing” dan sangat sulit untuk menerapkan metode.

Perilaku dan kebiasaan yang dimaksud dan harus berubah adalah perilaku fasilitator.
Perilaku dan kebiasaan yang harus diubah diantaranya:
 Pandangan bahwa ada kelompok yang berada di tingkat atas (upper) dan kelompok
yang berada di tingkat bawah (lower). Cara pandang upper lower harus dirubah
menjadi “pembelajaran bersama”, bahkan menempatkan masyarakat sebagai “guru”
karena masyarakat sendiri yang paling tahu apa yang terjadi dalam masyarakat itu.
 Cara pikir bahwa kita datang bukan untuk “memberi” sesuatu tetapi “menolong”
masyarakat untuk menemukan sesuatu.
 Bahasa tubuh atau gesture; sangat berkaitan dengan pandangan upper lower.
Bahasa tubuh yang menunjukkan bahwa seorang fasilitator mempunyai
pengetahuan atau ketrampilan yang lebih dibandingkan masyarakat, harus dihindari.
.

Perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut harus total, dimana didalamnya meliputi:
 perilaku personal atau individual,
 perilaku institusional atau kelembagaan dan
 perilaku profesional atau yang berkaitan dengan profesi,

Ketika perilaku dan kebiasaan (termasuk cara pikir dan bahasa tubuh) dari fasilitator telah
berubah maka “sharing” akan segera dimulai. Masyarakat akan merasa bebas untuk
mengatakan tentang apa yang terjadi di komunitasnya dan mereka mulai merencanakan
untuk melakukan sesuatu.

Setelah masyarakat dapat berbagi, maka metode mulai dapat diterapkan. Masyarakat
secara bersama-sama melakukan analisa terhadap kondisi dan masalah masyarakat
tersebut.

Dalam CLTS fasilitator tidak memberikan solusi. Namun ketika metode telah diterapkan
(proses pemicuan telah dilakukan) dan masyarakat sudah terpicu sehingga diantara mereka
sudah ada keinginan untuk berubah tetapi masih ada kendala yang mereka rasakan
misalnya kendala teknis, ekonomi, budaya, dan lain-lain maka fasilitator mulai memotivasi
mereka untuk mecapai perubahan ke arah yang lebih baik, misalnya dengan cara
memberikan alternatif pemecahan masalah-masalah tersebut. Tentang usaha atau alternatif
mana yang akan digunakan, semuanya harus dikembalikan kepada masyarakat tersebut.

3.3 TINGKATAN PARTISIPASI DALAM CLTS

Dalam pendekatan CLTS, dan pendekatan partisipatif lainnya, partisipasi atau


keterlibatan masyarakat merupakan hal yang mutlak diperlukan.

Tingkatan partisipasi masyarakat, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi
adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat hanya menerima informasi; keterlibatan masyarakat hanya
sampai diberi informasi (misalnya melalui pengumuman) dan bagaimana
informasi itu diberikan ditentukan oleh si pemberi informasi (pihak tertentu).
2. Masyarakat mulai diajak untuk berunding; Pada level ini sudah ada
komunikasi 2 arah, dimana masyarakat mulai diajak untuk diskusi atau
berunding. Dalam tahap ini meskipun sudah dilibatkan dalam suatu perundingan,
pembuat keputusan adalah orang luar atau orang-orang tertentu
3. Membuat keputusan secara bersama-sama antara masyarakat dan pihak luar;
4. Masyarakat mulai mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya dan
keputusan

Dari ke empat tingkatan partisipasi tersebut, yang diperlukan dalam CLTS adalah
tingkat partisipasi tertinggi dimana masyarakat tidak hanya diberi informasi, tidak
hanya diajak berunding tetapi sudah terlibat dalam proses pembuatan keputusan
dan bahkan sudah mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya masyarakat
itu sendiri serta terhadap keputusan yang mereka buat.

Dalam prinsip community lead telah disebutkan bahwa “keputusan bersama dan
action bersama” dari masyarakat itu sendiri merupakan kunci utama.
.

POKOK BAHASAN 4
FASILITASI CLTS DI KOMUNITAS

ALAT – ALAT UTAMA PRA DALAM CLTS


Implementasi CLTS di masyarakat pada intinya adalah “pemicuan” setelah
sebelumnya dilakukan analisa partisipatif oleh masyarakat itu sendiri. Untuk
memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa alat PRA
yang diperlukan, seperti:

 Pemetaan, yang bertujuan untuk mengetahui / melihat peta wilayah BAB


masyarakat serta sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada
mobilisasi masyarakat)

 Transect Walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling
sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana
dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan
bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa
malunya.

 Alur Kontaminasi (Oral Fecal); mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana


kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.

 Simulasi air yang telah terkontaminasi; mengajak masyarakat untuk melihat


bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya

 Diskusi Kelompok (FGD); bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi


yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya
masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak
dilakukan. Pembahasannya meliputi:
o FGD untuk menghitung jumlah tinja dari masyarakat yang BAB di sembarang
tempat selama 1 hari, 1 bulan, dan dalam 1 tahunnya.
o FGD tentang privacy, agama, kemiskinan, dan lain-lain
Adapun alat PRA yang digunakan dalam proses monitoring, diantaranya:
 Pemetaan dan skoring pemetaan, untuk melihat akses masyarakat terhadap
tempat-tempat BAB (dengan cara membandingkan antara tali akses sebelum
pemicuan dan akses yang terlihat pasca pemicuan dan tindak lanjut masyarakat).
 Rating Scale atau Convinient, yang bertujuan untuk:
 melihat dan mengtehui apa yang dirasakan masyarakat (bandingkan antara yang
dirasakan dulu ketika BAB di sembarang tempat dengan yang dirasakan
sekarang ketika sudah BAB di tempat yang tetap dan tertutup).
 mengetahui apa yang masyarakat rasakan dengan sarana sanitasi yang dipunyai
sekarang, dan hal lain yang ingin mereka lakukan Hal ini berkaitan dengan
ladder sanitasi di masyarakat.

Langkah kerja dari masing-masing alat PRA tersebut dapat dilihat (untuk dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan lapangan) dalam lampiran “PANDUAN FASILITASI DI TINGKAT
KOMUNITAS”

ELEMEN-ELEMEN PEMICU DAN FAKTOR- FAKTOR PENGHAMBAT


PEMICUAN

Dalam pemicuan di masyarakat terdapat beberapa faktor yang harus dipicu


sehingga target utama yang diharapkan dari pendekatan CLTS yaitu: merubah
perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di
sembarang tempat dapat tercapai.

Secara umum faktor-faktor yang harus dipicu untuk menumbuhkan perubahan


perilaku sanitasi dalam suatu komunitas, diantaranya:
o Perasaan jijik
o Perasaan malu dan kaitannya dengan privacy seseorang
o Perasaan takut sakit
o Perasaan takut berdosa
o Perasaan tidak mampu dan kaitannya dengan kemiskinan.

Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat – alat PRA yang
digunakan untuk pemicuan faktor-faktor tersebut.

Hal – hal yang Alat yang digunakan


harus dipicu
Rasa jijik  Transect walk
 Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan
cuci muka, kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci
pakaian, cuci makanan / beras, wudlu, dll
Rasa malu  Transect walk (meng-explore pelaku open
defecation)
 FGD (terutama untuk perempuan)
Takut sakit FGD
 Perhitungan jumlah tinja
 Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan
didukung data puskesmas
 Alur kontaminasi
Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama
yang relevan dengan perilaku manusia yang dilarang karena
merugikan manusia itu sendiri.
Privacy FGD (terutama dengan perempuan)
Kemiskinan Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan
dengan masyarakat “termiskin” seperti di Bangladesh atau
India.

Dalam memicu elemen-elemen di atas, dalam suatu komunitas biasanya ada juga
faktor-faktor penghambat pemicuan. Salah satunya adalah bahwa masyarakat sudah
terbiasa dengan subsidi, sementara dalam pendekatan CLTS tidak ada unsur
subsidi sama sekali. Berikut adalah beberapa hal yang biasanya menjadi
penghambat pemicuan di masyarakat, dengan alternatif solusi untuk mengurangi
atau mengatasi faktor penghambat tersebut.

Hal-hal yang menjadi penghambat Solusi


pemicuan di masyarakat
Kebiasaan dengan subsidi / bantuan Jelaskan dari awal bahwa kita tidak punya
apa-apa, kita tidak membawa bantuan

Faktor gengsi; malu untuk Gali model-model jamban menurut


membangun jamban yang sangat masyarakat dan jangan memberikan 1
sederhana (ingin jamban permanen) pilihan model jamban

Tidak ada tokoh panutan Munculkan natural leader, jangan


mengajari dan biarkan masyarakat
mengerjakannya sendiri.

4.3 “APA YANG HARUS DILAKUKAN (DO) DAN DIHINDARI


(DON’T)” DALAM CLTS

Dalam CLTS, faktor penentu keberhasilan dan kegagalan (dapat diterapkan dan
tidaknya) pendekatan ini sangat tergantung dari masyarakat.

Meskipun bukan merupakan kesalahan fasilitator jika masyarakat “menolak” untuk


mengimplementasikan pendekatan CLTS dalam komunitas mereka, namun peran
fasilitator sangat berpengaruh. Sehingga, ada beberapa hal yang harus dihindari
oleh fasilitator dan beberapa hal yang sebaiknya dilakukan saat memfasilitasi
masyarakat. Misalnya:

JANGAN LAKUKAN LAKUKAN


Menawarkan subsidi Memicu kegiatan setempat.
Dari awal katakan bahwa tidak akan pernah
ada subsidi dalam kegiatan ini. Jika
masyarakat bersedia maka kegiatan bisa
dilanjutkan tetapi jika mereka tidak bisa
menerimanya, hentikan proses.

Mengajari Memfasilitasi

Menyuruh membuat jamban Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa


kondisi mereka, yang memicu rasa jijik dan
malu dan mendorong orang dari BAB di
sembarang tempat menjadi BAB di tempat
yang tetap dan tertutup.

Memberikan alat-alat atau petunjuk Melibatkan masyarakat dalam setiap


kepada orang perorangan pengadaan alat untuk proses fasilitasi.
Menjadi pemimpin, mendominasi Fasilitator hanya menyampaikan
proses diskusi. (selalu “ pertanyaan sebagai pancingan” dan
menunjukkan dan menyuruh biarkan masyarakat yang berbicara/diskusi
masyarakat melakukan ini dan itu lebih banyak.
pada saat fasilitasi). (masyarakat yang memimpin).
Memberitahukan apa yang baik dan Membiarkan mereka menyadarinya sendiri
apa yang buruk

Langsung memberikan jawaban Kembalikan setiap pertanyaan dari


terhadap pertanyaan-pertanyaan masyarakat kepada masyarakat itu sendiri,
masyarakat misalnya: “jadi bagaimana sebaiknya
menurut bapak/ibu?”
POKOK BAHASAN 5
SANITATION LADDER
Sanitation Ladder atau tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan sarana sanitasi
yang digunakan masyarakat, dari sarana yang sangat sederhana sampai sarana sanitasi
yang sangat layak dilihat dari aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi
penggunanya.

Dalam CLTS, masyarakat tidak diminta atau disuruh untuk membuat sarana sanitasi tetapi
hanya mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika
masyarakat sudah mau merubah kebiasaan BAB nya, sarana sanitasi menjadi suatu hal
yang tidak terpisahkan.

Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah bangunan yang
kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini
sedikit banyak menghambat animo masyarakat untuk membangun jamban, karena alasan
ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat
yang tidak seharusnya tetap berlanjut. .

Pada prinsipnya sebuah sarana sanitasi terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan letak
konstruksi dan kegunaannya. Pertama adalah bangunan bawah tanah yang berfungsi
sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk melokalisir
tinja dan mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua adalah bangunan di permukaan tanah
(landasan). Bangunan di permukaan ini erat kaitannya dengan keamanan saat orang
tersebut membuang hajat. Terminologi aman disini dapat diartikan aman dari terperosok
kepada lubang kotoran, aman saat membuang hajat (malam hari/saat hujan/ aman
digunakan oleh orang jompo). Ketiga adalah bangunan dinding. Bangunan atau dinding
penghalang erat kaitannya dengan faktor kenyamanan, psikologis dan estetika.

Definisi jamban adalah bagian bangunan landasan yang dipasang di muka tanah untuk
tempat orang buang air besar. Jamban di bawah ini adalah jamban/sarana sanitasi yang
umumnya dikenal.
Cemplung Plengsengan Leher Angsa
- Bentuk bangunan sangat sederhana, - Tidak terdapat air dalam kloset, - Terdapat air di dalam kloset
hanya berupa lubang yang tetapi permukaan kloset dibuat - Hanya dapat dibeli di toko (secara
Konstruksi

menyalurkan tinja ke dalam tanah. dengan kemiringan tertentu satuan), atau membuat sendiri tetapi
- Dapat menggunakan material dengan permukaan halus. membutuhkan cetakan/biasanya
setempat yang ada seperti batu, - Dapat dibuat sendiri dengan dibuat dalam jumlah yg besar.
kayu, dll. jumlah satuan, tanpa
- Tidak permanen, umur bangunan membutuhkan cetakan atau dibuat
lebih pendek dibandingkan dengan dalam jumlah yang banyak.
jenis bangunan yang lain.

- Hanya menyalurkan tinja ke dalam - Kemiringan tersebut berguna - Air berfungsi untuk menahan gas
tanah. supaya jatuhan tinja tidak dari bawah. Sehingga bau yang
- Lubang tinja terlihat dari atas langsung jatuh searah kebawah ditimbulkan dari tinja dapat
Fungsi

(secara estetis tidak nyaman). tetapi melalui media kloset. dikurangi dan tidak terdapat lalat
- Bau yang ditimbulkan tidak yang dapat menjangkau tinja.
langsung menuju atas, karena - Media air bisa dilihat sebagai ciri
terhalang media miring. kebersihan atau berfungsi tidaknya
- Lubang tinja tidak serta merta kloset.
terlihat dari atas.
Ilustrasi
Gambar

- Biasa digunakan di daerah yang - Terkadang dibutuhkan air untuk - Membutuhkan cukup banyak air
Kondisi

kurang air, karena kloset jenis ini pembilasan pada media miring. untuk pembilasan.
tidak membutuhkan air untuk
pembilasan.

- Sebaiknya pada lubang disediakan - Sebaiknya pada lubang disediakan - Penutup hanya dibutuhkan untuk
Syarat

penutup yang mudah untuk penutup yang mudah untuk menjaga kebersihan (misalnya:
diangkat/ dipindahkan (tutup diangkat/ dipindahkan (tutup kloset terletak dibawah pohon,
bergagang) bergagang) sehingga banyak daun gugur, adanya
hewan spt: ayam, itik)
Matriks Tangga Sanitasi
No. 1 2 3 4 5 6
Bangunan
Penutup

A
Tanah/ Landasan
Di Permukaan

B
Di Dalam Tanah/
Septic Tank

Keterangan Gambar
Bangunan
A.1. Tanpa dinding sama sekali
A.2. Dinding gedeg/bilik
A.3. <50% permanent, atau dinding hanya setengah
A.4. Permanent luar rumah
A.5. Dalam Rumah tapi tanpa pemisah (didapur, ruang tamu dll), tidak ada privacy
A.6. Kamar mandi sendiri di dalam rumah (ada unsur privacy)

Landasan
B.1. Kayu/slab/bata
B.2. Sanplat (slab/kloset) cemplung
B.3. Kloset semen/plengsengan
B.4. Leher angsa buatan dari semen (sentra produksi)
B.5. Leher angsa keramik, polypropelene, toko (swadaya)

Bawah Tanah
C.1. Tanpa dinding (dapat dibuat jika kondisi tanah cukup stabil)
C.2. Dengan dinding pasangan bata yang berfungsi untuk menahan longsoran dinding tanah, tanah dasar
tidak dilapis campuran semen sehingga dasar cubluk tidak kedap air
C.3. Dengan dinding cor semen berfungsi untuk menahan longsoran dinding, dasar tanah tidak kedap air
C.4. Dengan dinding pasangan batu kali berfungsi untuk menahan longsoran dinding, dasar tanah tidak
kedap air
C.5. Dinding berpori (dari pasangan bata yang diberi jarak)
C.6. Septic tank komplit berkompartemen, kedap air, dan dilengkapi dengan sumur resapan pada bangunan
terpisah

Modul Pelatihan CLTS / Juni – 2005, hal 60


PANDUAN FASILITASI CLTS
DI KOMUNITAS

Modul Pelatihan CLTS / Juni – 2005, hal 61


PANDUAN FASILITASI CLTS
DI TINGKAT KOMUNITAS
Proses fasilitasi CLTS di masyarakat pada prinsipnya adalah “pemicuan” terhadap rasa jijik, rasa
malu, rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggung jawab yang berkaitan dengan kebiasaan BAB
di sembarang tempat. Dan untuk membantu proses pemicuan tersebut digunakan beberapa
komponen PRA seperti pemetaan, transek, alur kontaminasi dan simulasi lainnya.

Panduan ini bukan merupakan suatu alur yang “harus” diikuti atau dilakukan pada saat fasilitasi,
karena tidak ada aturan yang baku dalam proses pemicuan. Proses implementasi di masyarakat lebih
berkaitan dengan kemampuan dan inisiatif fasilitator. Fasilitator bisa memulai dengan kegiatan
pemetaan dilanjutkan dengan transek, alur kontaminasi, kemudian ke pemetaan lagi, atau
memulainya dengan transek, kemudian ke pemetaan, transek lagi, dan seterusnya. Fasilitator tidak
harus menunggu sampai 1 komponen, 2 atau 3 komponen PRA selesai, namun setiap saat bisa
langsung melakukan pemicuan jika kesempatan terbuka (misalnya masyarakatnya sudah mulai
menunjukkan ke arah itu).

HAL - HAL YANG HARUS DIPICU DAN ALAT PEMICU YANG DIGUNAKAN (selain
pemetaan wilayah BAB)
Hal yang harus Alat yang digunakan
dipicu
Rasa jijik  Transect walk
 Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka,
kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan /
beras, wudlu, dll
Rasa malu  Transect walk (meng-explore pelaku open defecation)
 FGD (terutama untuk perempuan)
Takut sakit FGD
 Perhitungan jumlah tinja
 Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan didukung data
puskesmas
 Alur kontaminasi (oral fecal)
Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan
(rasa berdosa) dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu
sendiri.
Privacy FGD (terutama dengan perempuan)
Kemiskinan Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan dengan
masyarakat “termiskin” seperti di Bangladesh atau India.

LANGKAH - LANGKAH FASILITASI DI MASYARAKAT


1. PERKENALAN DAN PENYAMPAIAN TUJUAN
Perkenalkan terlebih dahulu anggota tim fasilitator dan sampaikan tujuan bahwa tim ingin
“melihat” kondisi sanitasi dari kampung tersebut. Jelaskan dari awal bahwa kedatangan tim
bukan untuk memberikan penyuluhan apalagi memberikan bantuan. Tim hanya ingin melihat
dan mempelajari bagaimana kehidupan masyarakat, bagaimana masyarakat mendapat air
bersih, bagaimana masyarakat melakukan kebiasaan buang air besar, dan lain-lain.
Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka mau menerima tim dengan maksud dan
tujuan yang telah disampaikan

2. BINA SUASANA
Untuk menghilangkan “jarak” antara fasilitator dan masyarakat sehingga proses fasilitasi
berjalan lancar, sebaiknya lakukan pencairan suasana. Pada saat itu temukan istilah
setempat untuk “tinja” (misalnya tai, dll) dan BAB (ngising, naeng, dll)

Modul Pelatihan CLTS / Juni – 2005, hal 62


3. ANALISA PARTISIPATIF DAN PEMICUAN
Memulai proses pemicuan di masyarakat, yang diawali dengan analisa partisipatif misalnya
melalui pembuatan peta desa/dusun/kampung yang akan menggambarkan wilayah BAB
masyarakatnya.

4. TINDAK LANJUT OLEH MASYARAKAT


Jika masyarakat sudah terpicu dan kelihatan ingin berubah, maka saat itu juga susun
rencana tindak lanjut oleh masyarakat. Semangati masyarakat bahwa mereka dapat 100%
terbebas dari kebiasaan BAB di sembarang tempat.

5. MONITORING
Lebih kepada “memberikan energi” bagi masyarakat yang sedang dalam masa perubahan di
bidang sanitasinya.

ANALISA PARTISIPATIF, PEMICUAN DAN TINDAK LANJUT OLEH


MASYARAKAT

PEMETAAN
Tujuan
 Mengetahui / melihat peta wilayah BAB masyarakat
 Sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada mobilisasi masyarakat)

Alat yang diperlukan


 Tanah lapang atau halaman
 Bubuk putih untuk membuat batas desa.
 Potongan – potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk.
 Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran.
 Spidol.
 Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi
Bahan tersebut bisa digantikan dengan bahan lokal seperti: daun, batu, ranting kayu, dll.

Proses
1. Ajak masyarakat untuk membuat outline desa / dusun / kampung, seperti batas
desa/dusun/kampung, jalan, sungai dan lain-lain.
2. Siapkan potongan-potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya, menuliskan
nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya sebagai rumah, kemudian
peserta berdiri di atas rumah masing-masing.
3. Minta mereka untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. JIka seseorang BAB di
luar rumahnya baik itu di tempat terbuka maupun “numpang di tetangga”, tunjukkan
tempatnya dan tandai dengan bubuk kuning. Beri tanda (garis akses) dari masing-masing KK
ke tempat BAB nya.
4. Tanyakan pula di mana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti pada saat
malam hari, saat hujan atau saat terserang sakit perut.

Pendalaman / analisa partisipatif dari kegiatan pemetaan.


1. Tanyakan berapa kira-kira jumlah “tinja” yang dihasilkan oleh setiap orang setiap harinya.
Sepakati jumlah rata-ratanya.
2. Minta masyarakat untuk menulis jumlah anggota keluarga di atas kertas yang berisi nama KK
dan berapa jumlah total “tinja” yang dihasilkan oleh 1 keluarga/rumah setiap harinya.
3. Ajak masyarakat untuk melihat rumah mana (yang masih BAB di sembarang tempat) yang
paling banyak menghasilkan tinja. (beri tepuk tangan).
4. Pada penduduk yang BAB di sungai, tanyakan ke mana arah aliran airnya.

Modul Pelatihan CLTS / Juni – 2005, hal 63


5. Pada penduduk yang berada di daerah hilir, tanyakan dimana mereka mandi. Picu
masyarakat bahwa bapak/ibu telah mandi dengan air yang ada tinjanya.
6. Ajak masyarakat menghitung jumlah “tinja” dari masyarakat yang masih BAB di sembarang
tempat per hari, dan kemudian per bulan. Berapa banyak “tinja” yang ada di desa / dusun
tersebut dalam 1 tahun? Berapa lama kebiasaan BAB semabrang tempat berlangsung?.
7. Tanyakan kemana Kira-kira “perginya” tinja – tinja tersebut.
8. Di aKhir kegiatan tanyakan: kira-kira kemana besok mereka akan BAB? Apakah mereka
akan melakukan hal yang sama?

Catatan:
 Untuk kepentingan masyarakat dalam memonitor kondisi wilayahnya sendiri, peta di atas
lahan “harus” disalin ke dalam kertas (flipchart).
 Jika tempat tidak memungkinkan, pemetaan bisa dilakukan dengan menggunakan kertas
yang cukup besar.

TRANSEK
Tujuan
Melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak
masyarakat berjalan ke sana dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan
merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa
malunya.

Proses
1. Ajak masyarakat untuk mengunjungi wilayah-wilayah yang sering dijadikan tempat BAB
(didasarkan pada hasil pemetaan).
2. Lakukan analisa partisipatif di tempat tersebut.
3. Tanya siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang hari ini telah BAB di
tempat tersebut.
4. Jika di antara masyarakat yang ikut transek ada yang biasa melakukan BAB di tempat
tersebut, tanyakan:
bagaimana perasaannya,
berapa lama kebiasaan itu berlangsung,
apakah besok akan melakukan hal yang sama?
5. Jika di antara masyarakat yang ikut transek tidak ada satupun yang biasa melakukan BAB di
tempat tersebut tanyakan pula bagaimana perasaannya melihat wilayah tersebut. Tanyakan
hal yang sama pada warga yang rumahnya berdekatan dengan tempat yang sering dipakai
BAB tersebut.
6. Jika ada anak kecil yang ikut dalam transek atau berada tidak jauh dengan tempat BAB itu,
tanyakan apakah mereka senang dengan keadaan itu? Jika anak-anak kecil menyatakan
tidak suka, ajak anak-anak itu untuk menghentikan kebiasaan itu, yang bisa dituangkan
dalam nyanyian, slogan, puisi, dan bentuk-bentuk kesenian (lokal) lainnya.
Catatan:
Jika masyarakat sudah terpicu tetapi belum total (yang mau berubah baru sebagian), natural
leader dan anggota masyarakat lainnya dapat melakukan kembali transek dengan membawa
“peta”. Transek ini dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah dan menanyakan kepada
mereka kapan mereka mau berubah seperti masyarakat lainnya yang sudah mulai berubah?
Minta waktu yang detil, misalnya tanggal berapa. Tandai rumah masing-masing dengan
tanggal sesuai kesiapan mereka.

ALUR KONTAMINASI (ORAL FECAL)


Tujuan
Mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia
yang lainnya.

Modul Pelatihan CLTS / Juni – 2005, hal 64


Alat yang digunakan
 Gambar tinja dan gambar mulut
 Potongan – potongan kertas
 Spidol

Proses
1. Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam
mulut?
2. Tanyakan bagaimana tinja bisa “dimakan oleh kita”? melalui apa saja? Minta masyarakat
untuk menggambarkan atau menuliskan hal – hal yang menjadi perantara tinja sampai ke
mulut.
3. Analisa hasilnya bersama – sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi (misalnya
FGD untuk memicu rasa takut sakit)

SIMULASI AIR YANG TELAH TERKONTAMINASI


Simulasi dengan menggunakan air ini dapat dilakukan pada saat transek, saat pemetaan atau pada
saat diskusi kelompok lainnya.

Tujuan
Mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air yang biasa mereka gunakan seharí –
hari.

Alat yang digunakan


 Ember yang diisi air (air mentah/sungai atau air masak/minum)
 Polutan air (tinja)

Proses
 Dengan disaksikan oleh seluruh peserta, ambil 1 ember air sungai dan minta salah seorang
untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur, cuci pakaiann dan lain-lain
yang biasa dilakukan oleh warga di sungai.
 Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, dan minta salah seorang peserta untuk
melakukan hal yang dilakukan sebelumnya.
 Tunggu reaksinya. Jika ia menolak melakukannya, tanyakan apa alasannya? Apa bedanya
dengan kebiasaan masyarakat yang sudah terjadi dalam kurun waktu tertentu? Apa yang
akan dilakukan masyarakat di kemudian hari?

Peragaan ini bisa ditambahkan dengan hal-hal lain seperti mencampur sedikit kotoran ke dalam gelas
dan minta mereka untuk meminumnya, meminta masyarakat untuk mencuci beras, sikat gigi atau
berwudlu dengan air sungai yang telah dicampur dengan kotoran, dan lain-lain.

Bila peragaan ini dilakukan pada saat transek ke wilayah sungai, untuk menunjukkan bahwa air telah
terkontaminasi tidak perlu memasukkan kotoran ke dalam air dalam ember, melainkan bisa langsung
mengambil air yang di sekitar air tersebut terdapat tinja.

Kegiatan-kegiatan pemicuan tersebut dilakukan dengan cara simulasi dan dilanjutkan dengan
DISKUSI KELOMPOK (FGD).
Tujuan
Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga
diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan
atau tidak dilakukan.

Modul Pelatihan CLTS / Juni – 2005, hal 65


Banyak hal yang harus dipicu yang dapat dilakukan melalui diskusi dengan masyarakat, diantaranya:

FGD untuk memicu rasa “malu” dan hal-hal yang bersifat “pribadi”
 Tanyakan seberapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka dan
alasan mengapa mereka melakukannya.
 Bagaimana perasaan kaum perempuan ketika BAB di tempat terbuka yang tidak terlindung
dan kegiatan yang dilakukan dapat dilihat oleh setiap orang?
 Bagaimana perasaan laki-laki ketika istrinya, anaknya atau ibunya melakukan BAB di tempat
terbuka dan dapat dilihat oleh siapapun juga yang kebetulan melihatnya secara sengaja atau
tidak sengaja?
 Apa yang dilakukan perempuan ketika harus BAB (di tempat terbuka) padahal ia sedang
mendapatkan rutinitas bulanan. Apa yang dirasakan?
 Apa yang akan dilakukan besok hari? Apakah tetap akan melakukan kebiasaan yang sama?

Catatan
Dalam kebiasaan BAB di sembarang tempat, perempuan adalah pihak yang paling terbebani
(kehilangan privacy), jadi perempuan termasuk kelompok yang paling kompeten untuk dipicu.

FGD untuk memicu rasa “jijik” dan “takut sakit”


 Ajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah “tinja di kampungnya”, dan kemana
perginya sejumlah tinja tersebut.
 Jika dalam diagram alur terdapat pendapat masyarakat bahwa lalat adalah salah satu media
penghantar kotoran ke mulut, lakukan probing tentang lalat. Misalnya: jumlah dan anatomi
kaki lalat, bagaimana lalat hinggap di kotoran dan terbang ke mana saja dengan membawa
kotoran di kaki-kakinya, bagaimana memastikan bahwa rumah–rumah dan makanan-
makanan di dalam kampung itu dijamin bebas dari lalat, dan sebagainya.
 Ajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian tanyakan rumah mana saja yang pernah
terkena diare (2 – 3 tahun lalu), berapa biaya yang dikeluarkan untuk berobat, adakah
anggota keluarga (terutama anak kecil) yang meninggal karena diare, bagaimana perasaan
bapak/ibu atau anggota keluarga lainnya.
 Apa yang akan dilakukan kemudian?

FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan


(contohnya dalam komunitas yang beragama Islam)
 Bisa dengan mengutip hadits atau pendapat para alim ulama yang relevan dengan larangan atau
dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan, seperti yang dilakukan oleh salah seorang
fasilitator di Sumbawa, yang intinya kurang lebih: “bahwa ada 3 kelompok yang karena
perbuatannya termasuk orang-orang yang terkutuk, yaitu orang yang biasa membuang air
(besar) di air yang mengalir (sungai/kolam), di jalan dan di bawah pohon (tempat berteduh)”.
 Bisa dengan mengajak untuk mengingat hukum berwudlu, yaitu untuk menghilangkan “najis”.
Tanyakan air apa yang selama ini digunakan oleh masyarakat untuk wudlu”? apakah benar-
benar bebas dari najis?
 Apa yang akan dilakukan kemudian?

FGD menyangkut kemiskinan


FGD ini biasanya berlangsung ketika masyarakat sudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat
dengan tidak adanya uang untuk membangun jamban.
 Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu dana besar, fasilitator
bisa menanyakan apakah benar jamban itu mahal? Bagaimana dengan bentuk ini (berikan
alternatif yang paling sederhana).
 Apabila masyarakat tetap beralasan mereka cukup miskin untuk bisa membangun jamban
(meskipun dengan bentuk yang paling sederhana), fasilitator bisa mengambil perbandingan
dengan masyarakat yang “jauh lebih miskin” daripada masyarakat Indonesia, misalnya

Modul Pelatihan CLTS / Juni – 2005, hal 66


Bangladesh. Bagaimana masyarakat miskin di Bangladesh berupaya untuk merubah
kebiasaan BAB di sembarang tempat.
 Apabila masyarakat masih mengharapkan bantuan, tanyakan kepada mereka: tanggung
jawab siapa masalah BAB ini? Apakah untuk BAB saja kita harus menunggu diurus oleh
pemerintah dan pihak luar lainnya?

Catatan penting pada saat pemicuan.

Di setiap akhir fasilitasi (FGD) tanyakan kepada mereka


 “bagaimana perasaan ibu/bapak terhadap kondisi ini?”
 “apakah bapak/ibu ingin terus dalam kondisi seperti ini?”

Fasilitator menyampaikan kesimpulan atas analisa yang telah dilakukan oleh masyarakat.
Jika masyarakat masih senang dengan kondisi sanitasi mereka, artinya tidak mau berubah
dengan berbagai macam alasan, fasilitator bisa menyampaikan :
Terima kasih telah memberikan kesempatan untuk melakukan analisa tentang sanitasi di
desa bapak/ibu, silakan bapak/ibu meneruskan kebiasaan ini, dan ibu/bapak adalah satu-
satunya kelompok masyarakat yang masih senang untuk membiarkan masyarakatnya
saling mengkonsumsi kotoran.

Dengan senang hati kami akan menyampaikan hasil analisa bapak/ibu ini kepada bapak
camat/bupati/dst, bahwa di wilayah kerja mereka masih terdapat masyarakat yang mau
bertahan dengan kondisi sanitasi seperti ini.

PENTING UNTUK FASILITATOR


Pada saat memfasilitasi, ada hal-hal yang JANGAN DILAKUKAN dan HARUS DILAKUKAN oleh
seorang fasilitator, diantaranya :

JANGAN LAKUKAN LAKUKAN


Menawarkan subsidi Memicu kegiatan setempat.
Dari awal katakan bahwa tidak akan pernah ada subsidi dalam
kegiatan ini. Jika masyarakat bersedia maka kegiatan bisa
dilanjutkan tetapi jika mereka tidak bisa menerimanya, hentikan
proses.
Mengajari Memfasilitasi
Menyuruh membuat jamban Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa kondisi mereka,
yang memicu rasa jijik dan malu dan mendorong orang dari
BAB di sembarang tempat menjadi BAB di tempat yang tetap
dan tertutup.
Memberikan alat-alat atau petunjuk Melibatkan masyarakat dalam setiap pengadaan alat untuk
kepada orang perorangan proses fasilitasi.
Menjadi pemimpin, mendominasi Fasilitator hanya menyampaikan “ pertanyaan sebagai
proses diskusi. (selalu pancingan” dan biarkan masyarakat yang berbicara/diskusi
menunjukkan dan menyuruh lebih banyak.
masyarakat melakukan ini dan itu (masyarakat yang memimpin).
pada saat fasilitasi).
Memberitahukan apa yang baik Membiarkan mereka menyadarinya sendiri
dan apa yang buruk
Langsung memberikan jawaban Kembalikan setiap pertanyaan dari masyarakat kepada
terhadap pertanyaan-pertanyaan masyarakat itu sendiri, misalnya: “jadi bagaimana sebaiknya
masyarakat menurut bapak/ibu?”

Modul Pelatihan CLTS / Juni – 2005, hal 67


FASILITASI DI AKHIR PEMICUAN (dimana masyarakat sudah terpicu)
Tujuan
Memberikan dukungan, semangat dan apresiasi kepada masyarakat yang mau melakukan
perubahan di bidang sanitasi.

Proses
 Jika masyarakat sudah kelihatan ingin berubah, minta masyarakat untuk merumuskan upaya-
upaya apa. Biarkan mereka merumuskan apa upaya mereka untuk berubah. Jika mereka
menanyakan pendapat fasilitator, kembalikan pertanyaan itu kepada masyarakat, apa yang
sebaiknya diupayakan? Atau jika masyarakat terlihat sangat mengharapkan solusi dari
fasilitator, kita sebaiknya berpura-pura sibuk sendiri (sehingga bukan kita yang memberikan
solusi) tetapi dengan tetap memperhatikan dan mendengarkan apa yang mereka diskusikan.
 Jika diskusi di antara mereka terlihat sudah selesai, tanyakan : siapa yang ingin berubah dan
membuat jamban esok hari ? Buat daftar namanya. Berikan apresiasi dengan memberikan
selamat dan bertepuk tangan.

Orang yang pertama menyatakan ingin berubah, itulah yang diharapkan menjadi natural leader
untuk memicu masyarakat lainnya untuk merubah kebiasaan BAB di sembarang tempat.

Dorong masyarakat yang mampu untuk membantu keluarga yang kurang mampu dalam mencari
jalan keluar untuk menghentikan kebiasaan BAB di sembarang tempat.

Dukung masyarakat yang termasuk dalam pressure group untuk bisa memfasilitasi masyarakatnya
agar terjadi perubahan kebiasaan secara total. Contoh di Sumbawa, masyarakat yang punya kebun
dan kebunnya sering digunakan sebagai tempat BAB sementara ia sendiri sudah mempunyai jamban
adalah salah seorang yang termasuk dalam pressure group karena ia merasa dirugikan dengan
perilaku masyarakatnya tersebut.

Jika sudah mencapai tahap ini dan masyarakat mengharapkan bantuan fasilitator dalam hal teknis,
fasilitator bisa mulai membantu mereka dengan menggambarkan bentuk-bentuk jamban, mulai dari
yang paling sederhana sampai yang paling layak (sehat, aman dan nyaman) -- LADDER SANITASI

FASILITASI UNTUK RENCANA TINDAK LANJUT MASYARAKAT


Tujuan
Mendampingi masyarakat dalam menyusun rencana tindak lanjut untuk memperbaiki kondisi
sanitasinya.

Proses
 Tanyakan kembali siapa yang akan berubah (dengan membuat jamban) esok hari? Buat
daftar nama orang-orang yang akan berubah.
 Tegaskan kepada orang-orang yang pertama kali akan berubah bahwa mereka adalah
“pemimpin” yang diharapkan dapat membawa perubahan sanitasi secara keseluruhan di
desanya (sepakati dengan mereka kemungkinan orang-orang tersebut untuk menjadi
semacam “panitia” dalam rangka perubahan sanitasi ke arah yang lebih baik.
 Tanyakan pula, siapa yang akan mulai merubah kebiasaan BAB sembarangan 3 hari
kemudian, 1 minggu kemudian, 10 hari, 2 minggu, 1 bulan, dan seterusnya.
 Berdasarkan kesepakatan, apa sebaiknya yang akan dilakukan oleh masyarakat (yang akan
berubah) kepada masyarakat lain di desanya jika kesanggupan mereka untuk berubah
(setelah masing-masing menyanggupi waktunya) tiba-tiba saja tertunda? - misalnya
dengan membantu secara gotong royong, sanksi, dll sesuai kesepakatan.

Modul Pelatihan CLTS / Juni – 2005, hal 68


 Tanyakan pula, kapan kira-kira seluruh masyarakat kampung/dusun/desa ini akan berubah
dan menjadi salah satu desa yang menyatakan diri 100% telah bebas dari kebiasaan BAB
sembarangan ? Fasilitasikan kepada mereka berdasarkan hasil analisa sebelumnya, bahwa
sebagian kecil saja masyarakat yang masih BAB sembarangan dampaknya tetap akan
dirasakan oleh seluruh masyarakat.
 tanyakan apakah yang dapat mereka lakukan terhadap masyarakat kampung lain di dalam
desanya atau desa lain yang masih mempunyai kebiasaan BAB di sembarang tempat?
(apakah mereka bersedia untuk menyebarkan kepada masyarakat kampung lain tentang
upaya yang mereka lakukan untuk merubah kebiasaan?)

Fasilitasikan kepada masyarakat bahwa fasilitator akan membantu masyarakat dalam


mendeklarasikan kempung mereka sebagai kampung yang 100% bebas dari kebiasaan BAB
sembarangan misalnya dengan mendatangkan kepala daerah (bupati), pers, masyarakat kampung
lain, dan sebagainya.

LADDER SANITATION
Tujuan
Melihat tangga/tahap-tahap sarana sanitasi masyarakat, dari sarana yang paling sederhana
sampai sarana yang paling lengkap/layak (sehat, aman, nyaman)

Proses
1. Ajak masyarakat untuk menggambarkan sarana sanitasi apa yang mereka ketahui.
2. Atau, ajukan pertanyaan kepada mereka (yang sudah punya jamban) kira-kira 10 tahun yang
lalu BAB di mana, atau jamban seperti apa yang digunakan dulu, atau jamban apa yang
digunakan sekarang?
3. Kembangkanlah diskusi yang berkaitan dengan sarana-sarana tersebut, tanyakan apakah
faktor pendukung dan faktor penghambat setempat (teknis dan non teknis) dalam
mewujudkan bentuk-bentuk sarana tersebut?
4. Lalu kembalikan kepada mereka, bentuk sarana apa yang bisa mereka wujudkan, yang
sesuai dengan kondisi alam serta kemampuan mereka masing-masing.

Catatan
 Ladder sanitasi penting untuk diketahui dan menjadi bekal bagi fasilitator, namun baru
disampaikan kepada masyarakat jika masyarakat memerlukannya, misalnya jika mereka
merasa perlu saran atau pendapat yang berhubungan dengan sarana sanitasi yang akan
mereka bangun.
 Fasilitator bisa membawa alat bantu tentang ladder sanitasi, biasanya dalam bentuk gambar
dengan spesifikasi teknis, serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sarana
tersebut.

TAHAP MONITORING

Modul Pelatihan CLTS / Juni – 2005, hal 69


Dalam CLTS monitoring yang paling efektif adalah pengawasan diantara mereka sendiri, sehingga
monitoring oleh pendamping lebih kepada memberikan energi atau dorongan kepada masyarakat.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka monitoring (energising) adalah:
 Cross visit di antara kelompok masyarakat (kelompok yang sudah terpicu kepada kelompok
yang belum terpicu atau sebaliknya).
 Mengembangkan konsultan masyarakat; memfasilitasi masyarakat yang belum terpicu untuk
mengundang natural leader yang ada untuk melakukan pemicuan di kelompok tersebut.

Selain itu, beberapa tools PRA yang bisa digunakan dalam tahap monitoring (setelah 1 – 2 bulan
perubahan kebiasaan), diantaranya:

PEMETAAN

Tujuan
 Melihat akses masyarakat terhadap tempat-tempat BAB (dengan cara membandingkan
antara tali akses sebelum pemicuan dan akses yang terlihat pasca pemicuan dan tindak
lanjut masyarakat).

Proses
 Ajak masyarakat untuk menandai rumah-rumah mana saja yang telah berhasil merubah
kebiasaan. (dimana pada peta awal tercantum kapan waktunya mereka akan berubah,
sampai pada tanggal berapa mereka menyanggupi untuk terbebas dari kebiasaan BAB di
sembarang tempat (kegiatan ini bisa dilengkapi dengan transek walk).
 Mengajak masyarakat untuk “menilai” kondisi sanitasi di desa/dusunnya dengan
menggunakan skoring (ada penilaian, misalnya ketika pencapaian dibawah 25% berapa
skornya, pencapaian 20 – 40%,, pencapaian 50% dan seterusnya sampai skor tertinggi untuk
pencapaian 100% masyarakat telah mempunyai tempat yang tetap dan tertutup untuk
melakukan BAB).

RATING SCALE (CONVINIENT)

Tujuan
 Untuk melihat dan mengtehui apa yang dirasakan masyarakat (bandingkan antara yang
dirasakan dulu ketika BAB di sembarang tempat dengan yang dirasakan sekarang ketika
sudah BAB di tempat yang tetap dan tertutup).
 Untuk mengetahui apa yang masyarakat rasakan dengan sarana sanitasi yang dipunyai
sekarang, dan hal lain yang ingin mereka lakukan Hal ini berkaitan dengan ladder sanitasi di
masyarakat.

Proses
 Ajak masyarakat untuk menggambar sesuatu yang dapat menunjukkan perasaan
puas/senang/bahagia, perasaan biasa-biasa saja, dan perasaan tidak puas/tidak
senang/sedih, misalnya:


  
Sepakati makna dari masing-masing gambar tersebut, (bila perlu sepakati pula berapa nilai
dari masing-masing gambar tersebut, misalnya gambar sedih nilainya 0 dan gambar tertawa
nilainya 100, dan ada interval nilai di antara gambar-gambar tersebut).
 Minta masyarakat (satu persatu) untuk berdiri diantara gambar-gambar itu, tanyakan:

Modul Pelatihan CLTS / Juni – 2005, hal 70


o apa yang dirasakan dulu ketika BAB di sembarang tempat?
o Apa yang dirasakan sekarang?
o Tanyakan apa perasaannya terhadap sarana sanitasi yang mereka punyai (mungkin
masyarakat ada yang menjawab senang punya jamban tetapi kurang senang karena
masih belum dipasang dinding, dll)
 Bila diperlukan, sepakati juga dengan masyarakat, bahwa masyarakat tidak harus berdiri
tepat pada gambar tersebut, tetapi mungkin dapat berdiri diantara 2 gambar yang ada untuk
menunjukkan apa yang mereka rasakan.
 Untuk setiap pertanyaan, lihat jawaban mereka dengan melihat di gambar mana mereka
berdiri. Perdalam alasannya, sehingga dari hal itu akan terbentuk sebuah diskusi yang dapat
menggambarkan apa yang terjadi dan dirasakan oleh masyarakat secara umum berkaitan
dengan kondisi sanitasinya.

Modul Pelatihan CLTS / Juni – 2005, hal 71

Anda mungkin juga menyukai