Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyelenggaraan program pokok pembangunan kesehatan memerlukan
pengorganisasian yang luas dan seksama pada berbagai tingkat administrasi.
UU Nomor 22 / 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 25 / 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta
berbagai peraturan pelaksanaan yang relevan telah memberi dimensi baru
dalam tata hubungan baru antara pusat dan daerah dalam pembangunan
kesehatan. 
Konsekuensi logis perubahan politik dan ekonomi dari penerapan otonomi
daerah adalah perlunya transformasi pelayanan kesehatan yang semula bersifat
one-size-fits-all menjadi lebih local spesifik. Ciri transformasi ini adalah
penerapan manajemen pelayanan kesehatan yang semula sangat sentralistik
menjadi lebih berorientasi pada kebutuhan lokal. Tiga indikator utama
transformasi pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut: 
Semakin berkurangnya intervensi pemerintah pusat terhadap penentuan
prioritas pelayanan kesehatan di suatu daerah 
Semakin berkurangnya kontrol pemerintah pusat terhadap penentuan
besarnya alokasi sumber daya untuk suatu jenis pelayanan kesehatan 
Semakin besarnya penyerahan wewenang pemerintah pusat dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada pemerintah kabupaten / kota
setempat. 

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Strategi Pemberdayaan Kader dan Dukun
2. Apa itu Materi Pembinaan Kader dan Dukun?
3. Apa itu Pendampingan sosial Kader dan Dukun?
4. Apa itu Bidan tugas Pendampingan ?
5. Apa itu Peran Bidan sebagai Pendamping ?

1
2

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Strategi Pemberdayaan Kader dan Dukun
2. Untuk mengetahui Materi Pembinaan Kader dan Dukun
3. Untuk mengetahui Pendampingan sosial Kader dan Dukun
4. Untuk mengetahui Bidan tugas Pendampingan
5. Untuk mengetahui Peran Bidan sebagai Pendamping
3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Strategi Pemberdayaan Kader dan Dukun
1. Pengertian Pemberdayaan
Dalam bukunya, Edi Suharto menjelaskan bahwa pemberdayaan
adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas
diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya.
Pemberdayaan dilakukan agar masyarakat dapat lebih berani untuk
menghadapi kehidupannya, bahkan dia juga mampu mengeluarkan
kemampuan-kemampuan yang dia miliki agar kehidupannya menjadi
lebih baik. Pemberdayaan dikhususkan terhadap kelompok masyarakat
lemah yang memiliki ketidakberdayaan baik itu internal (karena
persepsi dirinya sendiri) ataupun eksternal (karena struktur sosial yang
tidak adil).
Keadaan berdaya dapat masyarakat peroleh dari dirinya sendiri
bukan dari orang lain, karena meskipun pemberdayaan tersebut
datang dari orang lain tapi jika dirinya sendiri menolak akan
adanya pemberdayaan tersebut atau merasa dirinya tidak mampu
untuk melakukan hal tersebut maka semua hal tersebut akan sia-sia.
Maka dari itu pemberdayaan itu ada agar rakyat mampu untuk
menguasai dirinya sendiri bukan pihak lain yang
menguasainya.
Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat
dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan
(empowerment setting) : mikro, mezzo dan makro.
1. Aras Mikro, pemberdayaan pada aras ini dilakukan terhadap klien
secara individu yang mana melalui bimbingan, konseling, stress
management, dan crisis intervention. Dengan tujuan untuk
membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas
kehidupannya.
4

2. Aras Mezzo, pemberdayaan pada aras ini dilakukan terhadap


sekelompok klien yang mana menggunakan kelompok sebagai
media intervensi. Pendidikan, pelatihan, pengetahuan dan
keterampilan merupakan strategi dalam meningkatkan kesadaran
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
3. Aras Makro, aras ini disebut juga sebagai strategi sistem besar
karena perubahannya lebih terhadap lingkungan yang lebih luas
seperti perumusan kebijakan, kampanye, aksi sosial, dan
pengorganisasian masyarakat. Aras ini juga memandang klien
sebagai orang yangmemiliki kompetensi untuk memahami situasi-
situasi mereka sendiri,dan juga untuk memilih serta menentukan
strategi yang tepat untuk bertindak.

Dalam pemberdayaan selain mengarahkan masyarakat untuk


beranimenguasai diri mereka sendiri tanpa bergantung pada orang
lain, tapi kita juga harus mampu untuk membangkitkan keinginan dari
masyarakat secara aktif dan juga mampu untuk meneguhkan
komitmen sosial terhadap stakeholder agar melakukan sesuatu yang
menguntungkan bagi masyarakat yang biasa kita sebut dengan sebutan
mobilisasi sosial.
Akan tetapi dalam skripsi ini menggunakan Aras Mezzo yaitu
sebagai berikut: Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap
sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan
kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan,
dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam
meningkatkan kesadaran pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap
klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang
dihadapinya.
2. Konsep pemberdayaan masyarakat
Konsep pemberdayaan dapat dipandang sebagai bagian atau
sejiwasedarah dengan aliran yang muncul pada abad ke-20 yang lebih
5

dikenal dengan aliran post modernisme. Aliran ini menitikberatkan


pada sikap dan pendapat yang berorientasi pada antisistem,
antistruktur, dan antideterminisme yang diaplikasikan pada dunia
kekuasaan. Munculnya konsep pemberdayaan merupakan akibat dari
reaksi terhadap alam pikiran, tata masyarakat dan tata budaya
sebelumnya yang berkembang disuatu negara. Parson menyatakan
bahwa konsep power dalam masyarakat adalah variable jumlah atau
kekuatan dalam masyarakat secara keseluruhan yang memiliki tujuan
yang kolektif, misalnya dalam pembangunan ekonomi.
Secara umum, ada 4 strategi pemberdayaan masyarakat, yaitu
meliputi :
1. The growth strategy
Penerapan strategi pertumbuhan ini pada umumnya dimaksudkan
untuk mencapai peningkatan yang cepat dalam nilai ekonomis
melalui peningkatan pendapatan perkapita penduduk, produktifitas,
sektor pertanian, pemodalan dan kesempatan kerja yang dibarengi
dengan kemampuan konsumsi masyarakat terutama di pedesaan.
2. The responsive strategy
Strategi ini merupakan reaksi terhadap strategi kesejahteraan yang
dimaksudkan untuk menanggapi kebutuhan yang dirumuskan
masyarakat sendiri dengan bantuan pihak luar (self need
assistance) untuk memperlancar usaha sendiri melalui pengadaan
teknologi serta sumber-sumber yang sesuai dengan kebutuhan
proses pembangunan. Tetapi karena pemberdayaan masyarakat
(people empowerment) sendiri belum dilakukan, maka strategi
yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat ini terlalu idealistik
dan sulit untuk ditransformasikan kepada masyarakat. Satu hal
yang perlu diperhatikan kecepatan teknologi seringkali bahkan
selalu tidak diimbangi dengan kesiapan masyarakat dalam
menerima dan memfungsikan teknologi itu sendiri, akibatnya
6

teknologi yang dipakai dalam penerapan strategi ini menjadi


disfungsional.
3. The walfare strategy
Strategi kesejahteraan ini pada dasarnya dimaksudkan untuk
memperbaiki kesejahteraan masyarakat, tetapi karena tidak
dibarengi dengan pembangunan kultural dan budaya mandiri dalam
diri masyarakat, maka yang terjadi adalah tingginya sikap
ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Karena itulah
dalam setiap usaha pengembangan masyarakat salah satu aspek
yang harus diperhatikan penanganannya adalah persoalan kultur
dan budaya masyarakat.
4. The integrated or holistic strategy
Untuk mengatasi dilema pengembangan masyarakat karena
kegagalan ketiga strategi seperti hal di atas, maka konsep
kombinasi dari unsur-unsur pokok ketiga strategi di atas menjadi
alternatif terbaik. Strategi ini secara sistematis mengintegrasikan
seluruh komponen dan unsur yang diperlukan, yakni ingin
mencapai secara simultan tujuan- tujuan yang menyangkut
kelangsungan pertumbuhan, persamaan,kesejahteraan dan
partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan
masyarakat. Karena itulah dalam strategi ini terdapat 3 prinsip
dasar yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Persamaan, keadilan pemerataan dan partisipasi merupakan
tujuan yang secara eksplisit harus ada strategi menyeluruh,
maka badan publik yang ditugasi untuk melaksanakan harus:
a. Memahami dinamika sosial masyarakat sebagai
interversinya
b. Intervensi dilakukan untuk memperoleh
kemampuan masyarakat sendiri dalam pemecahkan
masalah yang dihadapi. Serta untuk mengambil
langkah instrumental yang membutuhkan
7

kemampuan aparatur untuk melakukan intervensi


sosial.
2. Memerlukan perubahan-perubahan mendasar, baik dalam
komitmen maupun dalam gaya dan cara bekerja, maka badan
publik yang belum memiliki kemampuan intervensi sosial akan
melakukan pemimpin yang kuat komitmen pribadinya,
tercapainya tujuan strategi holistik tersebut, yaitu untuk:
a. Menentukan arah nilai organisasi, energi dan
proses menuju strategi
b. Memelihara integritas organisasi yang didukung
oleh “Institusionalleadership”.
3. Keterlibatan badan publik dan organisasi sosial secara terpadu,
maka memerlukan suatu pedoman untuk memfungsikan supra
organisasi yang berfungsi antara lain:
a. Membangun dan memelihara perspektif
menyeluruh
b. Melaksanakan rekrutmen dan pengembangan
pimpinan kelembagaan.
c. Membantu mekanisme kontrol untuk saling
mengatur keterkaitan antara organisasi formal dan
informal melalui sistem manajemen strategi. Untuk
menjaga prinsip tersebut, maka dalam strategi itu
diperlukan keterlibatan semua masyarakat yang
berkompeten dan bekerja secara profesional sesuai
dengan bidang masing-masing.\
8

2.2 Materi Pembinaan Kader dan Dukun


Berikut adalah klasifikasi materi yang di berikan untuk melakukan pembinaan
dukun:
1) Promosi Bidan Siaga
Salah satu cara untuk melakukan promosi bidan siaga, yaitu
dengan melakukan pendekatan dengan dukun bayi yang ada di desa
untuk bekerja sama dalam pertolonganpersalinan. Bidan dapat
memberikan imbalan jasa yang sasuai apabila dukun menyerahkan ibu
hamil untuk bersalin ke tempat bidan. Dukun bayi dapat di libatkan
dalam perawatan bayi baru lahir. Apabila cara tersebut dapat di
lakukan dengan baik, maka dengan kesadaran, dukun akan
memberitaukan ibu hamil untuk melakukan persalinan di tenaga
kesehatan (bidan). Ibu dan bayi selamat, derajat kesehatan ibu dan bayi
di wilayah tersebut semakin meningkat.
2) Pengenalan Tanda Bahaya Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Rujukan
Kader dan Dukun perlu mendapatkan peningkatan pengetahuan
tentang perawatan pada ibu hamil, sehingga materi tentang pengenalan
terhadap ibu hamil yang beresiko tinggi, tanda bahaya kehamilan,
persalinan, nifas, dan rujukan merupakan materi yang harus di berikan,
agar dukun bayi dapat melakukan deteksi dini kegawatan atau tanda
bahaya pada ibu hamil, bersalin, nifas dan segera mendapatkan rujukan
cepat dan tepat.
Berikut ini adalah materi-materi dalam pelaksanaan pembinaan:
a. Pengenalan golongan resiko tinggi
Ibu yang termasuk dalam golongan resiko tinggi adalah ibu
dengan umur terlalu muda (kurang 16 tahun) atau terlalu
tua (lebih 35 tahun), tinggi badan kurang dari 145 cm, jarak
antara kehamilan terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) atau
terlalu lama (lebih dari 10 tahun), ibu hamil dengan anemia,
dan ibu dengan riwayat persalinan buruk (perdarahan,
operasi, dan lain-lain)
9

b. Pengenalan tanda-tanda bahaya pada kehamilan


Pengenalan tanda-tanda bahaya pada kehamilan meliputi
perdarahan pada kehamilan sebelum waktunya; ibu demam
tinggi; bengkak pada kaki, tangan dan wajah; sakit kepala
atau kejang; keluar air ketuban sebelum waktunya;
frekuensi gerakan bayi kurang atau bayi tidak bergerak;
serta ibu muntah terus menerus; dan tidak mau makan
c. Pengenalan tanda-tanda bahaya pada persalinan
Tanda-tanda bahaya pada persalinan, yaitu bayi tidak lahir
dalam 12 jam sejak ibu merasakan mulas, perdarahan
melalui jalan lahir, tali pusat atau tangan bayi keluar dari
jalan lahir, ibu tidak kuat mengejan atau mengalami kejang,
air ketuban keruh dan berbau, plasenta tidak keluar setelah
bayi lahir, dan ibu gelisah atau mengalami kesakitan yang
hebat.
d. Pengenalan tanda-tanda kelainan pada nifas
Tanda-tanda kelainan pada nifas meliputi: perdarahan
melalui jalan lahir; keluarnya cairan berbau dari jalan lahir;
demam lebih dari dua hari; bengkak pada muka, kaki atau
tangan; sakit kepala atau kejang-kejang; payudara bengkak
disertai rasa sakit; dan ibu mengalami gangguan jiwa.
e. Penyuluhan Gizi dan KB
Gizi pada ibu hamil.
 Ibu hamil makan makanan yang bergizi yang
mengandung empat sehat lima  sempurna.
 Makan satu piring lebih banyak dari sebelum hamil.
 Untuk menambah tenaga, makan makanan selingan
pagi dan sore hari seperti kolak, kacang hijau, kue-
kue dan lain-lain.
 Tidak ada pantangan makan selama hamil
10

 Minum 1 tablet tambah darah selama hamil


dan nifas.
Gizi pada bayi
f. Pencatatan Kelahiran dan Kematian bayi/Ibu
 Angka Kematian Bayi (AKB)
 Angka Kematian Balita (AKABA)
 Angka Kematian Ibu (AKI)
 Angka Kematian Kasar (AKK)
g. Promosi Tabulin, Donor Darah Berjalan dan Ambulance

2.2.1 Survey Kebutuhan Kader dan Dukun


Jumlah kebutuhan kader dan dukun setiap wilayah berbeda
pada setiap wilayah. Hal itu terjadi karena kebutuhan dan atau
keberasaan kader serta dukun bayi setiap wilayah berbeda
disesuaikan dengan kondisi keadaan di masyarakatnya
.
2.2.2 Penyusunan Kompetensi Kader dan Dukun
a. Kompetensi yang harus dimiliki oleh Kader
1) Menggerakan masyarakat untuk menerapkan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2) Bekerjasama dengan masyarakat dalam
pengamatan masalah kesehatan di desa
3) Mengupayakan penyehatan lingkungan
4) Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
5) Mensosialisasikan mengenai Keluarga sadar gizi
(Kadarzi)
6) Mampu melakukan pembinaan masyarakat di
bidang kesehatan melalui kegiatan di Posyandu
7) Merencanakan kegiatan survey mawas diri dan
penanggulangan masalah kesehatan
11

8) Membantu tenaga kesehatan memberikan


pelayanan kesehatan seperti membagikan obat,
pemantauan penyakit serta pertolongan pertama
pada kecelakaan
b. Kompetensi yang harus dimiliki oleh Dukun Bayi
1) Kehamilan
a) Mengusahakan para ibu hamil di
wilayahnya untuk memeriksakan diri ke
tenaga kesehatan di faskes terdekat
dengan memotivasi ibu hamil saat
kunjungan rumah
b) Mengobservasi ibu hamil dan
mengetahui secara dini kehamilan
dengan risiko tinggi untuk dirujuk segera
c) Membantu tenaga kesehatan untuk
menanggulangi masalah pada ibu hamil
seperti anemia pada ibu hamil dengan
membagi tablet Fe
2) Persalinan
a) Merujuk ibu yang akan melahirkan ke
tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan agar pertolongan persalinan
dilakukan secara bersih dan aman
3) Nifas dan Bayi Baru Lahir
a) Melakukan perawatan tali pusat dengan
baik dan benar serta mengajarkan pada
keluarga bayi
b) Membersihkan tubuh bayi dan menjaga
agar tubuhnya tetap hangat
c) Memotivasi ibu untuk menyusui secara
eksklusif
12

d) Membantu ibu melakukan perawatan


payudara dan cara menyusui
e) Mengenali tanda bahaya nifas
f) Memotivasi ibu tentang gizi ibu nifas,
bayi dan anak, pemberian ASI Eksklusif,
KB, Imunisasi dan kebersihan diri
4) Lain-lain
a) Membantu tenaga kesehatan melakuka
pendataan dan melaporkan setiap
persalinan dan kematian ibu dan bayi
yang ditemukan
b) Membantu tenaga kesehatan untuk
melakukan penyuluhan kesehatan di
masyarakat
2.2.3 Penyusunan Materi Pelatihan Pemberdayaan Kader dan Dukun
a. Materi pelatihan pemberdayaan kader meliputi:
1) Pengantar tetang posyandu
2) Persiapan posyandu
3) Kesehatan ibu dan anak
4) Keluarga berencana
5) Imunisasi
6) Gizi
7) Penanggulangan diare
8) Pencatatan dan pelaporan
b. Materi pelatihan pemberdayaan dukun bayi meliputi:
1) Struktur dan fisiologis sistem reproduksi secara
umum
2) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil
3) Pertolongan persalinan yang aman
4) Asuhan ibu nifas
5) Asuhan pada bayi baru lahir
13

6) Bekerja secara aseptic


7) Penyuluhan kesehatan secara umum
8) Penyakit yang pada umumnya mengganggu
kesehatan ibu dan bayi
9) Cara merujuk pasien

2.3 Pendampingan Sosial Kader dan Dukun

Pendampingan sosial berpijak pada paradigma generalis yang


memfokuskan pada konsultasi pemecahan masalah, manajemen sumber,
dan pendidikan.
1. Konsultasi Pemecahan Masalah
 Merupakan proses yang ditujukan untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik mengenai pemilihan – pilihan dan
mngidentifikasi prosedur – prosedur bagi tindakan – tindakan
yang diperlukan.
 Konsultasi dilakukan sebagai bagian dari kerjasama yang
saling melengkapi antara sistem klien dan pekerja sosial dalam
proses pemecahan masalah.
 Dalam proses pemecahan masalah pendampingan sosial dapat
dilakukan melalui serangkaian tahapan yang biasa dilakukan
dalam praktek pekerjaan sosial pada umumnya yaitu :
pemahaman kebutuhan, perencanaan program,evaluasi dan
pengakhiran.
2. Manajemen sumber
 Sumber adalah segala sesuatu yang dapat digunakan klien dan
pekerja sosial dalam proses pemecahan masalah.
 Pengertian manajemen disini mencakup
pengkoordinasian,pensistematisasian, dan pengintegrasian,
bukan pengawasan dan penunjukkan.
14

 Dengan demikian, tugas utama pekerja sosial dalam


manajemen sumber adalah menghubungkan klien dengan
sumber – sumber sedemikian rupa sehingga dapat
meningkatkan kepercayaan diri klien maupun kapasitas
pemecahan masalahnya.
3. Pendidikan
 Semua pertukaran informasi pada dasarnya merupakan bentuk
pendidikan. Sebagai fungsi dalam pendampingan sosial,
pendidikan lebih menunjuk pada sebuah proses kegiatan,
ketimbang sebagai sebuah hasil dari suatu kegiatan. Pendidikan
sangat terkait dengan pencegahan berbagai kondisi yang dapat
menghambat kepercayaan diri individu serta kapasitas individu
dan masyarakat.

2.4 Bidan Tugas Pendampingan


Pendampingan berpusat pada empat bidang tugas atau fungsi, yaitu :
1. Pemungkinan (enabling) atau fasilitasi
Merupakan fungsi yang berkaitan dengan pemberian motivasi dan
kesempatan bagi masyarakat. Beberapa tugas pekerja sosial yang berkaitan
dengan fungsi ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan
negoisasi, membangun konsensus bersama, serta melakukan manajemen
sumber.
2. Penguatan (empowering)
Berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna memperkuat kapasitas
masyarakat. Pendamping berperan aktif sebagai yang memberikan
masukan positif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta
bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang
didampinginya, membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan
informasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa
tugas yang berkaitan dengan fungsi penguatan.
3. Perlindungan (protecting)
15

Berkaitan dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga – lembaga


eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya.
Dalam kaitan dengan fungsi ini seorang pendamping bertugas mencari
sumber – sumber melakukan pembelaan, menggunakan media,
meningkatkan hubungan masyarakat dan membangun jejaring kerja,
sebagai konsultasi.
4. Pendukungan (supporting)
Mengacu pada keterampilan yang bersifat praktis yang dapat mendukung
terjadinya perubahan positif pada masyarakat. Dalam hal ini, pendamping
dituntut tidak hanya mampu menjadi manajer perubahan yang
mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas –
tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti melakukan
analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, majalin relasi,
bernegosiasi, berkomunikasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.

2.5 Peran Bidan sebagai Pendamping


a. Fasilitator
Bidan Sebagai fasilitator adalah bidan memberikan bimbingan teknis
dan memberdayakan pihak yang sedang didampingi (dukun bayi,
kader, tokoh masyarakat) untuk tumbuh kembang ke arah pencapaian
tujuan yang diinginkan.
Pendamping adalah petugas yang ditunjuk untuk memfasilitasi dan
melakukan aktifitas bimbingan kepada masyarakat untuk melalui
tahapan-tahapan dalam sebuah program pembangunan.
Nilai - nilai universal dalam fasilitasi:
- Demokrasi
- Tanggung jawab
- Kerjasama
- Kejujuran
- Kesamaan Derajat
16

Keberhasilan pelaku pemberdayaan dalam memfasilitasi proses


pemberdayaan juga dapat diwujudkan melalui peningkatan partisipasi
aktif masyarakat. Fasilitator harus terampil mengintegritaskan tiga hal
penting yakni optimalisasi fasilitasi, waktu yang disediakan, dan
optimalisasi partisipasi masyarakat. Masyarakat pada saat menjelang
batas waktu harus diberi kesempatan agar siap melanjutkan program
pembangunan secara mandiri. Sebaliknya, fasilitator harus mulai
mengurangi campur tangan secara perlahan.
Sebagai tenaga ahli, fasilitator sudah pasti dituntut untuk selalu
terampil melakukan pemecahan persoalan yang diungkapkan
masyarakat saat problem sol0ing tidak secara otomatis harus dijawab
oleh fasilitator tetapi bagaimana fasilitator mendistribusikan dan
mengembalikan persoalan dan pertanyaan tersebut kepada semua pihak
(peserta atau masyarakat). Upayakan bahwa pendapat masyarakatlah
yang mengambil alih keputusan. Hal yang penting juga untuk
diperhatikan pelaku pemberdayaan sebagai fasilitator harus dapat
mengenali tugasnya secara baik, sebagai peran fasilitator. Pendamping
mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan, menkondisikan iklim
kelompok yang harmonis, serta memfasilitasi terjadinya proses saling
belajar dalam kelompok masyarakt.
b. Mediator
Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai
kegiatan pertolongannya.Peran mediator diperlukan terutama pada saat
terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara
berbagai pihak.Lee dan Swenson (1986) memberikan contoh bahwa
pekerja sosial dapat memerankan sebagai “fungsi kekuatan ketiga”
untuk menjembatani antara anggota kelompok dan sistem lingkungan
yang menghambatnya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran
mediator meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga,
serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya
17

yang dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai “solusi


menang-menang” (win-win solution). Hal ini berbeda dengan peran
sebagai pembela dimana bantuan pekerja sosial diarahkan untuk
memenangkan kasus klien atau membantu klien memenangkan dirinya
sendiri.
Compton dan Galaway (1989: 511) memberikan beberapa teknik dan
keterampilan yang dapat digunakan dalam melakukan peran mediator:
a) Mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat konflik.
b) Membantu setiap pihak agar mengakui legitimasi kepentingan
pihak lain.
c) Membantu pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi
kepentingan bersama
d) Hindari situasi yang mengarah pada munculnya kondisi
menang dan kalah.
e) Berupaya untuk melokalisir konflik kedalam isu, waktu dan
tempat yang spesifik.
f) Membagi konflik kedalam beberapa isu.
g) Membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mengakui bahwa
mereka lebih memiliki bermanfaat jika melanjutkan sebuah
hubungan daripada terlibat terus dalam konflik.
h) Memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka
agar mau berbicara satu sama lain.
i) Gunakan prosedur-prosedur persuasi.
Proses mediasi menurut Lewis dan Singer (2005) adalah sebuah proses
penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang independen
yaitu, mediator yang membantu para pihak yang sedang bersengketa
untuk mencapai suatu penyelesaian dalam bentuk suatu kesepakatan
secara sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang
dipersengketakan.
c. Pembela
18

Peran pembelaan dapat dibagi dua: advokasi kasus (case advocacy)


dan advokasi kausal (cause advocacy) (DuBois dan Miley, 1992;
Parsons, Jorgensen dan Hernandez, 1994)
a) Advokasi kasus (case advocacy)
Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang
klien secara individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus.
b) Advokasi kausal (cause advocacy)
Pembelaan kausal terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial
bukanlah individu melainkan sekelompok anggota masyarakat.

Rothblatt (1978) memberikan beberapa model yang dapat dijadikan


acuan dalam melakukan peran pembela:
- Keterbukaan – membiarkan berbagai pandangan untuk
didengar.
- Perwakilan luas – mewakili semua pelaku yang memiliki
kepentingan dalam pembuatan keputusan.
- Keadilan – memiliki sesuah sistem kesetaraan atau kesamaan
sehingga posisi-posisi yang berbeda dapat diketahui sebagai
bahan perbandingan.
- Pengurangan permusuhan – mengembangkan sebuah keputusan
yang mampu mengurangi permusuhan dan keterasingan.
- Informasi – menyajikan masing-masing pandangan secara
bersama dengan dukungan dokumen dan analisis.
- Pendukungan – mendukung patisipasi secara luas.
- Kepekaan – mendorong para pembuat keputusan untuk benar-
benar mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap
minat-minat dan posisi-posisi orang lain.
d. Pelindung
Tanggungjawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh
hukum. Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial
untuk menjadi pelindung (protector) terhadap orang-orang yang lemah
19

dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung (guardian role),


pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon
korban, dan populasi yang berisiko lainnya. Peranan sebagai pelindung
mencakup penerapan berbagai kemampuan yang menyangkut: (a)
kekuasaan, (b) pengaruh, (c) otoritas, dan (d) pengawasan sosial.
Prinsip-prinsip peran pelindung meliputi:
a) Menentukan siapa klien pekerja sosial yang paling utama.
b) Menjamin bahwa tindakan dilakukan sesuai dengan proses
perlindungan.
c) Berkomunikasi dengan semua pihak yang terpengaruh oleh
tindakan sesuai dengan tanggungjawab etis, legal dan rasional
praktek pekerjaan sosial.
20

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Salah satu kasus kesehatan yang masih banyak terjadi di Indonesia, adalah
persalinan yang ditolong oleh dukun bayi. Kenyataannya, hampir semua
masyarakat Indonesia baik yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan
sekalipun lebih senang ditolong oleh dukun. Hal tersebut disebabkan oleh
tradisi dan adat istiadat setempat. Masalah kesehatan bagi penduduk di kota
maupun di pedesaan Indonesia masih saja merupakan masalah yang pelik.
Upaya untuk meyakinkan sasaran agar dapat menerima pelayanan
kesehatan yang memberi manfaat bagi mereka tidak lain adalah melalui
promosi kesehatan. Maka perlu dilakukan pembinaan kader dan dukun desa
untuk memotivasi masyarakat akan pentingnya pemeriksaan ke fasilitas atau
tenaga kesehatan.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami dan
mengerti mengenai isi dari makalah, yaitu tentang Pembinaan Kader dan
Dukun Bayi, Pemberitahuan Ibu Hamil untuk Bersalin di Tenaga Kesehatan
(Promosi Tenaga Kesehatan).
21

DAFTAR PUSTAKA

Dep Kes RI.1994.”Pedoman Supervisi Dukun Bayi


Edi Suharto (2009), Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
Refika Aditama.
Fitramaya, Yogyakarta, 2007, Hal. 78-106.
Hikmat, Harry. 2010. Strategi Pemberdayaan Masyarakat (Edisi Revisi).
Bandung:Humaniora Utama Press (HUP)Penerbit Buku Pendidikan.
Anggota IKAPI.
Machfoedz, Ircham, dkk, Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan,
Syafrudin. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC
Yulifah, Rita. 2009. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai