Anda di halaman 1dari 11

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S

PALSY SINISTRA DI RS. PKU MUHAMMADIYAH


SURAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III
pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

IZKI AULIA
J 100 160 005

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019
i
ii
iii
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADAKASUS BELL’S
PALSY SINISTRA DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Abstrak

Bell’s palsy merupakan suatu kelumpuhan saraf perifer secara akut pada
separuh wajah. Kondisi ini menyebabkan penderita tidak dapat
menggerakkan separuh wajah secara volunteer. Untuk mengetahui
manfaat dari infra red, electrical stimulation dan facial exercise pada
kasus bell’s palsy sinistra. Setelah dilakukan terapi sebanyak 3 kali di
dapatkan hasil pengukuran MMT wajah pada M.Frontalis dan
M.Orbicularis Oculi mengalami kenaikan kekuatan MMT wajah dari T1: 1
menjadi T3: 3.Dan adanya peningkatan skala fungsional yaitu
mengerutkan dahi dari T1: 0 menjadi T3: 3. Pemberian modalitasdari infra
red, electrical stimulation dan facial exercisedapat meningkatkan kekuatan
otot dan kemampuan fungsional.

Kata kunci: Bell’s palsy, infrared, electrical stimulation dan facial


exercise.

Abstract

Bell's palsy is half of the peripheral nerve palsy in the face. This condition
causes sufferers to be unable to move half the faces of volunteers. To
benefit from infrared, electrical stimulation and facial exercises in the case
of a left bell.After 3 times the therapy was obtained, the results of facial
measurements obtained on M. Frontalis and M.Orbicularis T3: 3.
Administration of infra red modalities, electrical stimulation and facial
exercises can improve muscle strength and functional ability

Keywords: Bell's palsy, infrared, electrical stimulation and facial


exercises.

1. PENDAHULUAN
Bell’s palsy merupakan suatu kelumpuhan saraf perifer secara akut pada separuh
wajah. Kondisi ini menyebabkan penderita tidak dapat menggerakkan separuh
wajah secara volunteer (Mujadidah, 2018). Faktor yang resiko terjadinya bell’s
palsy ialah diabetes, obesitas, hipertensi, preeklamasi berat dan kehamilan (Patel
et al.,2015). Dari seluruh gangguan neuropati pada 4 rumah sakit besar di
Indonesia menjelaskan frekuensi penderita bell’s palsy sebesar 19,55%
(Mujaddidah, 2018).

1
Bell’s palsy sendiri ialah kelumpuhan wajah sementara pada separuh wajah
yang disebabkan oleh traumatic, tekan, infeksi dan inflamasi yang melibatkan
saraf diwajah. Hal ini menyebabkan kontrol saraf di wajah seperti berkedip,
menutup mata, ekspresi wajah sampai sensasi rasa pengecap di lidah mengalami
gangguan (Prabasheela et al., 2017).
Dalam hal ini pasien penderita bell’s palsy mengalami permasalahan
produktivitasnya dalam berkomunikasi dan bersosialisasi juga menurun karena
kepercayaan diri pasien menjadi menurun akibat wajah yang tidak simetris.
Sehingga penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini sebagai Karya Tulis Ilmiah
Dengan modalitas yang akan digunakan oleh penulis untuk mengatasi kasus pada
kondisi bell’s palsy antara lain adalah Infrared (IR), ES (electrical stimulation)
dan facial exercise. Pertama adalah sinar infared yang gunanya untuk vasodilatasi
pembuluh darah sehingga sirkulasi darah meningkat dan meningkatkan efek
viskoelatik jaringan kolagen.Yang kedua, ES (electrical stimulation) yang
digunakan untuk menstimulus untuk menimbulkan kontraksi pada wajah yang
digunakan untuk memfasilitasi gerak pada wajah dan meningkatkan kekuatan otot
pada wajah. Ketiga facial exercise yang digunakan untuk merangsang gerakan
fungsional wajah dan ekspresi wajah, untuk mempromosikan simetri wajah,untuk
mengintegrasikan kembali ekspresi emosional dan untuk fvmempertahankan otot
aktif (Van et al., 2014).
Akan tetapi facial exercise tidak begitu disarankan untuk penderita bell’s
palsy karena kurangnya bukti peningkatan secara mendasar dan kurangnya bukti
dari latihan ini efektif atau tidak dalam mengatasi kasus bell’s palsy (Van et al.,
2014).

2. METODE
Pasien dengan nama Tn.S dengan usia 68 tahun, dengan diagnosis bell’s palsy
sinistra.Setelah melakukan fisioterapi selama 3 kali terapi dengan modalitas yang
diberikan yaitu: pemberian IR, ES dan Facial Exercise. Metode tersebut
digunakan untuk dapat meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan aktivitas
fungsional pada penderita bell’s palsy.

2
Selain dari terapi diatas untuk edukasi yang dapat dilakukan adalah Edukasi
merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pasien untuk mengurangi atau
pun menghindari munculnya problematika. Edukasi yang diberikan pada pasien
ini adalah: Pasien disarankan untuk memberikan kompres hangat pada bagian
wajah yang mengalami kelemahan setiap pagi dan sore hari, saat berkendara
diluar lebih baik menggunakan masker, pasien disarankan menghindari tempat
yang dingin, dan melakukan latihan yang telah diberikan oleh terapis.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil

Pasien dengan nama Tn. S, umur 68 tahun, dengan diagnosa medis bell’s
palsy sinistra merasakan adanya rasa tidak nyaman pada pipi bagian kiri dan
rasa kencang pada pipi bagian kanan. Setelah melakukan terapi sebanyak 3
kali dengan menggunakan infrared (ir), electrical stimulation (es) dan facial
exercise hasil peningkatan skala fungsional ugo fish scale.
3.1.1 Kekuatan Otot dengan MMT Wajah

3,5
3
2,5
2
1,5
1 T1
0,5 T2
0
T3

Grafik1.Hasil Evaluasi MMT Wajah

Setelah dilakukan terapi sebanyak 3 kali di dapatkan hasil pengukuran


MMT wajah pada kasus bell’s palsy sinistra didapat hasil peningkatan
kekuatan otot, yaitu pada peningkatan otot wajah pada bagian
M.Frontalis, dari T1: 1 menjadi T3: 3, dan didapat pula hasil peningkatan

3
kekuatan otot pada wajah bagian M.Orbicularis Oculi, dari T1: 1 menjadi
T3.
3.1.2 Kemampuan Fungsional dengan Skala Ugo Fish

25
20
15
10 T1
5 T2
0 T3

Grafik 2. Hasil Evaluasi skala Ugo Fish

Setelah dilakukan terapi sebanyak 3 kali didapat adanya peningkatan


skala fungsional dengan menggunakan pengukuran skala Ugo Fish Scale
, yaitu saat mengerutkan dahi saja dari T1: 0% menjadi T4: 3%.
3.1.3 Hasil Akhir Pengukuran dengan Skala Ugo Fish Scale
43

42

41 T1
40 T2

39 T3

38

37

Grafik 3. Hasil Akhir Evaluasi Skala Ugo Fish

Pada grafik .3 terlihat hasil pengukuran menggunakan skala


ugo fisch sebagai berikut: kekuatan otot menggunakan skala ugo
fisch pada T1 didapatkan jumlah 39%, kekuatan otot

4
menggunakan skala ugo fisch pada T2 didapatkan jumlah 39%,
Kekuatan otot menggunakan skala ugo fisch pada T3 didapatkan
jumlah42%.
3.2 Pembahasan
Pasien atas nama Tn S dengan usia diagnose bell’s palsy sinistra dengan
keluhan rasa tidak nyaman pada pipi sebelah kiri dan rasa tertarik atau tegang
pada pipi sebelah kanan yang menyebabkan tingkat kepercayaan diri pasien
dalam bersosial turun dan menyebabkan bicara menjadi cadel.
Peningkatan Kekuatan Otot Wajah dan Ugo Fish Scale. Pada pasien ini
di dapat pemeriksaan Kekuatan Otot Wajah pada bagian M.Frontalis T1: 1
menjadi T3: 3 dan pada bagian otot wajah M.Orbicularis Oculi, dari T1: 1
menjadi T3. Hal tersebut membuktikan bahwa adalah sinar infared yang
gunanya untuk vasodilatasi pembuluh darah sehingga sirkulasi darah
meningkat dan meningkatkan efek viskoelatik jaringan kolagen (Nurcipto &
Gandha, 2017). Selain itu juga pasien juga melaksanakan anjuran fisioterapi
untuk melakukan kompres hangat pada wajahnya.
Electrical Stimulation memiliki peran penting dalam peningkatan
kekuatan otot dan memfasilitasi gerak fungsional pada wajah karena memberi
kontraksi pada wajah yang mengalami kelemahan dan dapat meningkatkan
nilai otot secara bertahap (Arnulfo, 2015).
Facial Exercise juga berperan dalam meningkatkan kekuatan otot dan
penigkatan skala ugo fish karena fungsi dari facial exercise sendiri adalah
untuk merangsang gerakan fungsional wajah,mimic wajah, mengintegrasikan
kembali ekspresi emosional dan yang digunakan untuk merangsang gerakan
fungsional wajah dan ekspresi wajah,mengintegrasikan kembali ekspresi
emosionaldan untuk mempertahankan otot aktif (Van et al., 2014).
Hal ini membuktikan bahwa adanya peningkatan dalam kekuatan otot
M.Frontalis dan pada bagian otot wajah M.Orbicularis Oculi hal ini juga dapat
meningkatkan skala ugo fish scale yaitu bagian M.Frontalis yang sebelumnya
nilai skornya adalah 0% menjadi 3% yaitu mengerutkan dahi karena adanya

5
peningkatan otot di bagian M.Frontalis dengan modalitas fisioterapi yang
digunakan adalah infrared, electrical stimulation dan facial exercise.
Sedangkan belum adanya peningkatan pada T1 dan T2 pada kemampuan
fungsional dengan menggunakan skala ugo fish dikarenakan usia pasien lebih
dari 60 tahun, usia tersebut merupakan faktor resiko yang dapat memperburuk
progonosis bell’s palsy (Bahrudin, 2011) sehingga hanya terjadi peningkatan
saat T3.

4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adanya manfaat pemberian interverensi infrared, Electrical Stimulation dan
Facial Exercise dalam peningkatan MMT wajah pasien dalam kondisi bell’s
palsy sinistra dan adanya manfaat pemberian interverensi infrared, electrical
stimulation dan facial exercise dalam peningkatan skala Ugo Fish Scale pada
pasien dalam kondisi bell’s palsy sinistra.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Pasien
Suatu proses keberhasilan tidak akan berhasil bila tidak ada kerjasama
antara terapis dengan pasien, maka dari itu pasien juga harus mematuhi
anjuran dan larangan dari terapis agar hasil yang diperoleh maksimal.
4.2.2 Bagi Keluarga Pasien
Kesembuhan pasien berasal dari factor lingkungan terdekat pasienya itu
keluarga, yaitu untuk memberikan motivasi kepada pasien untuk segera
sembuh, memberikan motivasi agar pasien mau bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar dan tidak mengucilkan diri dan mengingatkan pasien
agar melakukan latihan sendiri dirumah.

DAFTAR PUSTAKA

Arnulfo, R. J. (2015). Effectiveness of Electro-stimulation as a Treatment for


Bell’s Palsy: An Update Review. Journal of Novel Physiotherapies, 05(02).
https://doi.org/10.4172/2165-7025.1000260
Bahrudin, M. (2011). Vol . 7 No . 15 Desember 2011 Bell ’ s Palsy ( BP ). 7(15),

6
20–25.

Mujaddidah, N. (2018). Tinjauan Anatomi Klinik dan Manajemen Bell’s Palsy.


Nurcipto, D., & Gandha, G. I. (2017). Pengendalian Dosis Inframerah pada Alat
Terapi Menggunakan Pulse Width Modulation (PWM). 6(2), 194–204.
Patel, D. K., & Levin, K. H. (2015). Bell palsy: Clinical examination and
management. Cleveland Clinic Journal of Medicine, 82(7), 419–426.
https://doi.org/10.3949/ccjm.82a.14101
Prabasheela, B., Sakithya, V., Nandhini, V., & Logeshwari, M. (2017).
Understanding Bell ’ s palsy – a review. 4(3), 130–134.
Van Borsel, J., De Vos, M. C., Bastiaansen, K., Welvaert, J., & Lambert, J.
(2014). The effectiveness of facial exercises for facial rejuvenation: A
systematic review. Aesthetic Surgery Journal, 34(1), 22–27.
https://doi.org/10.1177/1090820X13514583

Anda mungkin juga menyukai