Anda di halaman 1dari 6

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN ANAK DENGAN KASUS

TORTICOLLIS MUSCULAR CONGENITAL DI POLI REHABILITASI MEDIK RSUD


SIDOARJO: CASE REPORT
Azzahra Anindya Aisyaputri
Program Studi Profesi Fisioterapis, Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia

ABSTRAK
Tortikolis muskular kongenital adalah keadaan dimana terjadi kontraksi otototot leher yang
menyebabkan kepala turn and tilt ke satu sisi dan dagu mengarah ke sisi yang berlawanan,
yang didapat sejak lahir. Tortikolis kongenital merupakan kelainan bentuk pada posisi kepala
dengan insiden diperkirakan 4 per 1000 kelahiran, dan 1 dari setiap 300 kelahiran hidup.
Cheng et al melaporkan bahwa insiden tortikolis kongenital bervariasi dari 0,3-1,9%.
Tortikolis kongenital lebih banyak ditemukan pada anak perempuan dibandingkan dengan
anak laki-laki, dan 75% terdapat pada sisi sebelah kanan. Anatomi abnormal pada congenital
muscular torticollis terjadi karena otot sternocleidomastoid terletak sangat superfisial pada
samping kiri kanan leher bagian depan. Penatalaksanaan fisioterapi pada anak dengan
tortikolis kongenital menggunakan modalitas ultrasound, passive stretching, massage, dan
terapi latihan berupa passive ROM exercise.
Kata kunci: Fisioterapi, Tortikolis Kongenital

PENDAHULUAN
Tortikolis muskular kongenital adalah keadaan dimana terjadi kontraksi otototot leher yang
menyebabkan kepala turn and tilt ke satu sisi dan dagu mengarah ke sisi yang berlawanan,
yang didapat sejak lahir (Maheswara et al., 2023). Congenital Muscular Torticollis ialah
bentuk yang paling umum dari tortikolis kongenital dengan insiden sekitar 4 per 1000
kelahiran, dan 1 dari setiap 300 kelahiran hidup. Pada congenital muscular torticollis terjadi
kontraksi otot-otot leher (75% terbanyak pada sisi kanan) yang menyebabkan posisi kepala
turn dan tilt ke satu sisi dan dagu mengarah ke sisi yang berlawanan. Anatomi abnormal pada
congenital muscular torticollis terjadi karena otot sternocleidomastoid terletak sangat
superfisial pada samping kiri kanan leher bagian depan. Kedua otot ini akan terlihat
berkontraksi bersamaan pada posisi terlentang dengan mengangkat kepala ke atas. Pemberian
tahanan pada saat gerakan memutar dapat dilakukan untuk mengetahui gangguan satu sisi.
Otot ini berfungsi sebagai fleksor kepala bila bekerja serentak, sebagai lateral fleksor dan
rotator bila bekerja pada satu sisi (Amin et al., 2018).
Terdapat beberapa etiologi tortikolis muskular kongenital, antara lain 22-42 % terjadi akibat
trauma persalinan, 17-40 % karena malposisi intrauterin dan 10-20% akibat congenital hip
dysplasia. Faktor resiko lain adalah berat badan lahir yang besar, kelahiran kembar, ibu
primipara, persalinan dengan bantuan vakum atau forsep, nucha cord dan kelainan rahim ibu.
Pada proses persalinan yang sulit, terjadi peregangan berlebihan otot SCM yang
mengakibatkan perdarahan didalam otot dan terdeteksi sebagai ‘tumor’ bulat kecil pada
minggu pertama pasca lahir. Selanjutnya area ini akan diinvasi oleh jaringan fibrosa yang
akan mengkontraksikan dan memendekan otot SCM (Yapen et al., 2020).

Permasalahan fisioterapi yang terjadi pada tortikolis kongenital meliputi adanya kemiringan
kepala ke arah yang sakit dan dagu mengarah kesisi yang berlawanan, adanya spasme otot
sternocleidomastoid , scaleni dan otot upper trapezius , adanya pemendekan panjang otot
sternocleidom astoid , adanya penurunan lingkup gerak sendi pada lateral fleksi dan rotasi
pada cervical (Ariani et al., 2023). Pada suatu studi oleh Emery, dkk (1994), ditemukan
bahwa manajemen konservatif pada anak dengan TMK menunjukan keberhasilan yang sangat
baik jika dimulai sebelum usia 2 tahun. Ada bukti yang kuat bahwa terapi fisik dini
sebelumnya lebih efektif daripada intervensi dimulai kemudian. Jika dimulai sebelum usia 1
bulan, 98% bayi dengan TKM akan mencapai LGS servikal normal dalam 1,5 bulan (Yapen
et al., 2020).

Penatalaksanaan fisioterapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan tortikolils kongenital
adalah modalitas ultrasound yang bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan membantu
proses perbaikan jaringan, passive stretching yang bertujuan untuk meningkatkan elastisitas
dan fleksibilitas otot, massage untuk rileksasi, dan terapi latihan berupa passive ROM
exercise yang brtujuan untuk melatih ROM pasien.

KASUS

Pasien laki – laki atas nama An. E datang ke poli rehab medik RSUD Sidoarjo saat usia 1,5
bulan dengan ibunya. Ketika pertama datang ibu pasien mengeluhkan postur leher anaknya
yang tidak normal yaitu miring ke kanan seperti lengket dan kaku sulit untuk digerakkan,
yang ternyata pasien sudah terdiagnosis tortikolis kongenital oleh dokter spesialis anak dan di
rujuk ke poli rehab medik untuk melakukan terapi. Hingga saat ini pasien berusia 7 bulan dan
sudah menjalani terapi selama kurang lebih 6 bulan.

Riwayat prenatal pasien adalah sepanjang masa kehamilan ibu tidak mengeluhkan dan tidak
terjadi gangguan lain apapun, hanya saja dokter menginfokan bahwa pinggul ibu itu kecil
sehingga kemungkinan untuk lahir dengan pravaginam akan sulit. Riwayat antenatal pasien
lahir section caesarea dengan usia kandungan lama yaitu 42 minggu dan berat badan besar
yaitu 3,8 kg, saat lahir pasien menangis dan selebihnya normal. Riwayat postnatal ibu
menyadari ketika pasien berusia 1 bulan leher pasien terlihat miring ke kanan dan seperti
lengket serta kaku sulit untuk digerakkan, kemudian saat diperiksakan ke dokter terdiagnosis
tortikolis kongenital yang kemungkinan penyebabnya adalah karena posisi bayi dalam
kandungan yang kurang tepat karena bayi yang besar dan pinggul ibu yang kecil sehingga
penyebabkan overstretch pada otot sternocleidomastoid nya sehingga terjadi pemendekan.

Pemeriksaan tanda – tanda vital normal dimana denyut nadi 80x/menit, pernapasan 40x/
menit, temperatur tubuh 36o C, tinggi badan 53 cm, dan berat badan 4,3 kg dimana semua
masih dalam batas normal. Saat inspeksi statis terlihat leher pasien yang miring ke kanan dan
pasien yang rewel dan menangis ketika diperiksa, untuk dinamisnya pasien dapat melakukan
gerakan kepala ringan ketika telentang dan gerakan menatap ibu. Pemeriksaan palpasi
meunjukkan hasil terdapat pemendekan dan spasme pada otot SCM serta ada pembengkakan
lembut namun tidak disertai nyeri, untuk suhu lokal dan tonus otot masih normal.
Pemeriksaan kekuatan otot menggunakan XOTR menunjukkan hasil T pada otot neck yaitu
terdapat kontraksi namun tidak ada gerakan persendian atau tidak full ROM. Pemeriksaan
khusus dengan mengukur panjang otot SCM.

Tujuan penanganan fisioterapi dalam jangka pendek adalah untuk mengurangi spasme dan
pemendekkan otot SCM serta meningkatkan lingkup gerak sendi, dan untuk tujuan jangka
panjangnya adalah menghilangkan spasme dan mengembalikan panjang normal otot SCM
serta mengembalikan ADL normal pasien sesuai dengan usia tumbuh kembangnya.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menggunakan metode case study menunjukkan perbedaan pada hasil
pemeriksaan yang dilakukan setelah menerima intervensi. Beberapa intervensi yang diberikan
antara lain yang pertama adalah modalitas ultrasound diathermy yang digunakan untuk
meningkatkan elastisitas, melancarkan peredaran darah, dan meregenerasi jaringan yang
rusak. Intervensi kedua yang diberikan adalah massage dengan metode friction, gerakan ini
dilakukan sesuai dengan otot yang mengalami spasme/ ketegangan, selanjutnya metode
effleurage yang dilakukan sesuai dengan peredaran darah menuju jantung maupun kelenjar-
kelenjar getah bening. Manfaat gerakan ini adalah merelaksasi otot dan ujung-ujung saraf.
Intervensi yang diberikan selanjutnya adalah gentle passive stretch dan terapi latihan pasif
untuk melatih ROM anak.

Hasil evaluasi untuk kekuatan otot menunjukkan adanya peningkatakn kekuatan otot selama
6 bulan menjalankan terapi. Dalam 2 kali pertemuan dengan pasien kekuatan otot sudah
normal.

T1 T2
X X

Pengukuran panjang otot SCM menggunakan midliner, ditemukan adanya pemanjangan pada
otot SCM meskipun masih belum kembali normal.

T1 T2
5,8 5,8

PEMBAHASAN

Penatalaksanaan pertama yang dilakukan adalah ultrasound diathermy dengan frekuensi 3


MHz dan intensitas 0,6 watt/cm2 selama 5 menit dan 2 kali seminggu. Penatalaksanaan
selanjutnya yang diberikan adalah passive gentle stretch masing-masing dilakukan 3 set 8
repetisi dengan ditahan selama 3 detik, selanjutnya massage dengan metode friction dan
effleurage yang dilakukan selama 5 menit pada otot SCM kanan yang terkena tortikolis.
Terakhir diberi terapi latihan pasif baik ROM dan terapi latihan aktif dengan menggunakan
mainan sebagai pancingan menoleh ke kanan.

Penelitian yang dilakukan oleh Amin et al., 2018 menujukkan hasil bahwa penggunaan Infra
red, Massage dan terapi latihan berupa relax passive movement dan stretching mampu
meningkatkan panjang dan elastisistas otot sternocleidomastoideus secara signifikan.
Peningkatan panjang otot saat netral dan saat terulur juga menunjukkan bahwa spasme otot
berkurang. Prognosis untuk tortikolis pada jurnal oleh Yapen et al., 2020 menyebutkan ada
bukti yang kuat bahwa terapi fisik dini sebelumnya lebih efektif daripada intervensi dimulai
kemudian. Jika dimulai sebelum usia 1 bulan, 98% bayi dengan TKM akan mencapai LGS
servikal normal dalam 1,5 bulan. Menunggu sampai setelah usia 1 bulan memperpanjang
episode terapi fisik hingga 6 bulan, dan menunggu sampai setelah 6 bulan untuk memulai
terapi fisik mungkin membutuhkan 9 sampai 10 bulan intervensi, dengan semakin sedikit
bayi yang mencapai LGS normal.

EDUKASI

- Berikan kompres hangat 2 kali sehari untuk rileksasi dan membantu mengurangi spasme
pada otot
- Lakukan positioning dengan tengkurap dan hadapkan leher ke kanan
- Sering digendong miring yaitu posisi telinga kanan anak menempel pada lengan ibu dan
lengan ibu satunya berada di sela paha anak
- Saat menyusui posisikan anak hadap ke kanan
- Serimg diajak main dengan dipancing untuk menoleh ke kanan.

KESIMPULAN

Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus tortikolis kongenital dengan penggunaan modalitas


ultrasound diathermy, stretching dan terapi latihan selama 6 bulan menunjukkan hasil yang
baik. Adanya meningkatan ROM, pemanjangan otot SCM secara signifikan meskipun masih
belum menyentuh ukuran normal. Prognosisnya sangat baik karena pasien sudah memulai
terapi sejak dini yaitu usia 1,5 bulan sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk ROM
bisa kembali normal.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, A. A., Amanati, S., & Nahdiyah, N. (2018). Pengaruh Infra Red , Massage Dan Terapi
Latihan Pada Congenital Muscular Torticollis Infra Red , Massage and Exercise Therapy
Effect in Congenital Muscular Torticolis. Jurnal Fisioterapi Dan Rehabilitasi (JFR),
2(1).

Ariani, F., & Widodo, A. (2023). Effect of Physiotherapy Interventions Myofascial Release
Techniques and Exercise Therapy in Children with Congenital Torticollis: Case Report.
In Prosiding University Research Colloquium, 662–668.

Maheswara Rakasiwi, A., & Meliana Prasetyo Rini, dan. (2023). Penatalaksanaan Fisioterapi
Pada Kondisi Torticollis Sinistra Et Causa Bell’S Palsy Congenital Dextra Dengan
Modalitas Infra Red, Massage Dan Terapi Latihan Di Ypac Prof. Dr. Soeharso
Surakarta. JarFisMU, 3(1), 1–9.

Yapen, C. O., & Gessal, J. (2020). Rehabilitasi Medik Pada Tortikolis Muskular Kongenital.
Jurnal Rehabilitasi Dan Medik, 2(2), 1–10.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmr/article/view/31120

Anda mungkin juga menyukai