Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FARMASETIKA II

SUPPOSITORIA IBUPROFEN

Dosen Pengampu :

Muhammad Walid.S.Si.,Apt.

Disusun Oleh :

Nahrul Ikhsan ( 1116004431 )

Aulia Rokhmah (1116004161)

PROGRAM STUDI D-III FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2017

1
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia serta taufik dan hidayahnya  saya dapat menyelesaikan
makalah tentang Suppositoria Ibuprofen. Meskipun banyak kekurangan di
dalamnya. Dan juga banyak berterima kasih kepada Dosen mata farmasetika II
yang telah memberikan tugas ini kepada  saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai penggunaan supositoria, dan juga
bagaimana membuat supositoria. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, saya berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah saya buat.
Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami bagi siapapun yang
membacanya. Dan sekiranya dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan mohon kritik dan saran yang membangun demi
perrbaikan makalah ini.

Pekalongan, Oktober 2017

                                                                                                                 penyusun
3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan tekhnologi,
perkembangan di dunia farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari
semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang muncul. Perkembangan
pengobatan pun terus di kembangkan. Berbagai macam bentuk sediaan
obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli
farmasi dan industri.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis
yang sesuai untuk di konsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan
semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim, salep, gel, pasta
dan suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan
semisolid ini yaitu, mudah dibawa, mudah pada pengabsorbsiannya. Juga
untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit tubuh.
Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan,
salah satu diantaranya yaitu mudah di tumbuhi mikroba. Untuk
meminimalisir kekurangan tersebut, para ahli farmasis harus bisa
memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat. Dengan
demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk
meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan,
menentukan formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi
serta karakteristik bahan yang digunakan dan dikombinasikan dengan
baik dan benar.
4

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari suppositoria ?
2. Bagaimana penggunaan suppositoria
3. Bagaimana karakteristik suppositoria ibuprofen ?

1.3 Tujuan Makalah


Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Mengetahui tentang suppositoria
2. Mengetahui karakteristik ibuprofen
3. Mengetahui contoh suppositoria ibuprofen

1.4 Kegunaan Makalah


Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik
secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna
sebagai pengembangan pengetahuan tentang senyawa saponin. Secara
praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai wahana penambah wawasan dan pengetahuan
khususnya tentang senyawa saponin
2. Pembaca/dosen, sebagai media informasi tentang senyawa saponin
secara teoritis maupun secara prakti
5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Suppositoria


Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur,
berbentuk torpedo, dapat melunak, melarut atau meleleh pada suhu tubuh.
(Moh. Anief. 1997)
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rectal, vagina atau uretra.
(Farmakope Indonesia Edisi IV)
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur,
umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu
tubuh.(Farmakope Indonesia Edisi III)
Suppositoria adalah sediaan padat, melunak, melumer dan larut pada suhu
tubuh, digunakan dengan cara menyisipkan ke dalam rectum, berbentuk sesuai
dengan maksud penggunaannya, umumnya berbentuk torpedo.
(Formularium Nasional)
Jadi, suppositoria dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan padat yang
berbentuk torpedo yang biasanya digunakan melalui rectum dan dapat juga
melalui lubang di area tubuh, sediaan ini ditujukan pada pasien yang mudah
muntah, tidak sadar atau butuh penanganan cepat.
(Farmakope Indonesia Edisi III hal 32)
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya
berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh.
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 16)
2.2 Macam-macam Suppositoria
a.    Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan.
Biasanya suppositoria rektum panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk
silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rektum antara lain
bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung kepada bobot jenis
6

bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 g
untuk yang menggunakan basis oleum cacao (Ansel, 2005).
b.   Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk
bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 g,
apabila basisnya oleum cacao.
c.    Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Suppositoria untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie,
bentuknya rampiung seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin
pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm
dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan
yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao beratnya ± 4 g. Suppositoria
untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria,
panjang ± 70 mm dan beratnya 2 g, inipun bila oleum cacao sebagai basisnya.
d.   Suppositoia untuk hidung dan telinga
Suppositoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut
telinga, keduanya berbentuk sama dengan suppositoria saluran urin hanya
ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm. Suppositoria telinga
umumnya diolah dengan suatu basis gelatin yang mengandung gliserin.
Seperti dinyatakan sebelumnya, suppositoria untuk obat hidung dan telinga
sekarang jarang digunakan.

2.3 Tujuan Penggunaan Supositoria


1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan
penyakit infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan
sistemik karena dapat diserap oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal
ini dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan
seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan.
2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih
cepat karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke
dalam sirkulasi pembuluh darah.
7

3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran


gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati
(Syamsuni, 2005).

2.4 Keuntungan dan Kerugian Supositoria


2.4.1 Keuntungan Supositoria:
a. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
b. Dapat menghindari keruskan obat oleh enzim pencernaan dan asam
lambung.
c. Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga obat dapat
berefek lebih cepat daripada penggunaan obat peroral.
d. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
2.4.2 Kerugian Supositoria:
a. Pemakaiannya tidak menyenangkan.
b. Tidak dapat disimpan pada suhu ruang.

2.4.3 Persyaratan Supositoria


Sediaan supositoria memiliki persyaratan sebagai berikut:
1. Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh
atau melarut (persyaratan kerja obat).
2. Pembebasan dan responsi obat yang baik.
3. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan,
pewarnaan, pengerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik, dan
stabilitas yang memadai dari bahan obat).
4. Daya serap terhadap cairan  lipofil dan hidrofil.
2.5 Basis supositoria
Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan melebur,
melarut dan terdispersi. Dalam hal ini, basis supositoria memainkan peranan
penting. Maka dari itu basis supositoria harus memenuhi syarat utama, yaitu basis
harus selalu padat dalam suhu ruangan dan akan melebur maupun melunak
dengan mudah pada suhu tubuh sehingga zat aktif atau obat yang dikandungnya
dapat melarut dan didispersikan merata kemudian menghasilkan efek terapi lokal
8

maupun sistemik. Basis supositoria yang ideal juga harus mempunyai beberapa
sifat seperti berikut:
1. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
2. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
3. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau
serta pemisahan obat.
4. Kadar air mencukupi.
5. Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan
penyabunan harus diketahui jelas.

2.6 Ibuprofen sebagai zat aktif suppositoria


2.6.1 Mekanisme kerja
Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase
sehingga konversi asam arakidonat menjadi terganggu. Ada dua jenis
siklooksigenase, yang dinamakan COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat
pada pembuluh darah, lambung, dan ginjal, sedangkan COX- 2
keberadaannya diinduksi oleh terjadinya inflamasi oleh sitokin dan
merupakan mediator inflamasi. Aktivitas antipiretik, analgesik, dan anti
inflamasi dari ibuprofen.
Berhubungan dengan kemampuan inhibisi COX-2, dan adapun
efek samping seperti perdarahan saluran cerna dan kerusakan ginjal adalah
disebabkan inhibisi COX-1. Ibuprofen menghambat COX-1 dan COX-2
dan membatasi produksi prostaglandin yang berhubungan dengan respon
inflamasi.
2.6.2 Farmakodinamik
Ibuprofen hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah
sampai sedang, dan efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi
atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek
analgesik opioat, tetapi tidak menimbulkan ketagihan dan tidak
menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Untuk menimbulkan
efek analgesik, ibuprofen bekerja pada hipotalamus, menghambat
9

pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah


sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.
Ibuprofen akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan
demam. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua
mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan
syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek
interleukin-1 pada hipotalamus. Ibuprofen menghambat baik pirogen yang
diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun respon susunan syaraf
pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali
“thermostat” di hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan
jalan vasodilatasi.
Sebagai antiinflamasi, efek inflamasi dari ibuprofen dicapai apabila
penggunaan pada dosis 1200-2400 mg sehari. Inflamasi adalah suatu
respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak.
Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti
histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang
menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan
disertai gangguan fungsi.
Ibuprofen dapat dimanfaatkan pada pengobatan muskuloskeletal
seperti artritis rheumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa. Namun,
ibuprofen hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan
dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki,
atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal.
2.6.3 Farmakokinetik
Absorbsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum
dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar
2 jam. Sembilan puluh persen ibuprofen terikat pada protein plasma. Onset
sekitar 30 menit. Durasi ibuprofen berkisar antara 6-8 jam.
Absorpsi jika diberikan secara oral mencapai 85%. Metabolit
utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi dimetabolisme dihati
untuk dua metabolit utama aktif yang dengan cepat dan lengkap
dikeluarkan oleh ginjal.
10

Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari


dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai metabolit atau
konyugata (1% sebagai obat bebas), beberapa juga diekskresi melalui
feses. Ibuprofen masuk ke ruang synovial dengan lambat. Konsentrasinya
lebih tinggi di ruang synovial dibandingkan diplasma.
2.6.4 Indikasi
Efek analgesik dan antiinflamasi ibuprofen dapat digunakan untuk
meringankan gejala-gejala penyakit rematik tulang, sendi, gejala arthritis,
osteoarthritis, dan non-sendi. Juga dapat digunakan untuk meringankan
gejala-gejala akibat trauma otot dan tulang atau sendi (trauma
muskuloskeletal).
Meringankan nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada
dismenore primer (nyeri haid), nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan
gigi, nyeri setelah operasi dan sakit kepala Ibuprofen juga umumnya
bertindak sebagai vasodilator, dapat melebarkan arteri koroner dan
beberapa pembuluh darah lainnya. Ibuprofen diketahui memiliki efek
antiplatelet, meskipun relatif lebih lemah bila dibandingkan dengan aspirin
atau obat lain yang lebih dikenal sebagai antiplatelet. Dapat digunakan
pada neonatus dengan paten duktus arteriosus, disfungsi ginjal, nekrotizing
enterokolitis, perforasi usus, dan perdarahan intraventrikular, efek
protektif neuronal.
Ibuprofen lisin diindikasikan untuk penutupan duktus arteriosus.
paten pada bayi prematur dengan berat antara 500 dan 1.500 gram, yang
tidak lebih dari 32 minggu usia kehamilan saat restriksi cairan, diuretik,
dukungan pernafasan tidak efektif.

2.6.5 Efek samping


Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase
sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu.
Prostaglandin terlibat dalam pelepasan renin, vaskular lokal, sirkulasi
regional, keseimbangan air, dan keseimbangan natrium. Prostaglandin juga
menstimulasi perbaikan sel epitelial gastrointestinal dan menstimulasi
11

sekresi bikarbonat dari sel epitelial. Hal ini menyebabkan ibuprofen dapat
menurunkan sekresi mukus yang berfungsi sebagai pelindung dalam
lambung dan usus kecil, dan juga dapat menyebabkan vasokonstriksi pada
mukosa lambung.
Selain itu efek samping pada gastrointestinal meliputi stress
lambung, kehilangan darah tiba-tiba, diare, mual, muntah, heartburn,
dispepsia, anoreksia, konstipasi, distress atau karma atau nyeri abdominal,
kembung, kesukaran mencerna, dan rasa penuh pada perut juga dapat
disebabkan oleh penggunaan ibuprofen.
Efek samping pada sistem kardiovaskular antara lain edema
perifer, retensi air, dan perburukan CHF. Pada sistem saraf pusat antara
lain dizzines, mengantuk, vertigo, sakit kepala ringan, dan aseptik
meningitis. Pada mata, telinga dan nasofaring antara lain gangguan
penglihatan, fotopobia, dan tinnitus.
Pada genitourinaria antara lain menometrorrhagia, hematuria,
cistisis, acute renal insufisiensi; interstitial nephritis; hiperkalemia;
hiponatremia; nekrosis papillar renal. Pada kulit antara lain rash, pruritus,
dan eritema. Efek samping yang lain seperti kram otot.
Hampir sama dengan jenis OAINS lain, ibuprofen juga dapat
meningkatkan risiko palpitasi, ventrikular aritmia dan infark miokard
(serangan jantung), khususnya di antara mereka yang menggunakan dosis
tinggi dalam jangka waktu lama. Studi pada tahun 2010 menunjukkan
bahwa kebiasaan menggunakan OAINS dikaitkan dengan peningkatan
gangguan pendengaran.
Penggunaan pada paten duktus arteriosus saat neonatal dengan
masa gestasi kurang dari 30 minggu dapat mengakibatkan peningkatan
hiperbilirubinemia pada neonatal, karena dapat menggeser kedudukan
bilirubin dari albumin, sehingga dapat mengakibatkan kerniikterus dan
ensefalopati. Namun hal ini, dapat dikurangi dengan cara pemberian
bersama dengan indometasin.
Efek samping yang umum ditemukan antara lain sembelit,
epistaksis, sakit kepala, pusing, ruam, retensi garam dan cairan mual,
12

kenaikkan enzim hati,dispepsia, ulserasi gastrointestinal atau perdarahan,


diare, dan hipertensi. Ibuprofen dapat menghambat aliran darah renal,
GFR, dan transprtasi ion tubular. Prostaglandin juga mengatur aliran darah
ginjal sebagai fungsional dari antagonis angiotensin II dan norepinefrin.
Jika pengeluaran dua zat tersebut meningkat (misalnya, dalam
hipovolemia), inhibisi produksi PG mungkin mengakibatkan berkurangnya
aliran darah ginjal dan kerusakan ginjal. Namun, efek samping yang
terkait dengan ginjal jarang terjadi pada dosis ibuprofen yang ditentukan.
Waktu paruh yang pendek pada ibuprofen terkait dengan menurunnya
resiko efek ginjal daripada OAINS lain dengan waktu paruh yang panjang.
Dari penelitian-penelitian yang Penggunaan jangka pendek dari
ibuprofen tidak signifikan meningkatkan risiko kerusakan ginjal pada
sukarelawan sehat atau pada anak dengan penyakit demam. Pengobatan
jangka panjang dengan ibuprofen dengan dosis 1200 mg / hari tidak
meningkatkan risiko kerusakan ginjal pada orang lanjut usia. Ibuprofen
juga bisa mempengaruhi agregasi trombosit. Efek ini ditimbulkan karena
adanya penghambatan biosintesis tromboksan A2 (TXA2).
2.6.6 Sediaan dan Posologi
Bentuk sediaan generik yang tersedia yaitu berupa sediaan tablet
200 mg, 400 mg, 600 mg; tablet salut selaput 200 mg, 400 mg; kaptabs
salut selaput 200 mg. Bentuk sediaan paten yang tersedia yaitu berupa
sediaan tablet 200 mg, 400 mg, 600 mg; tablet salut selaput 200 mg, 400
mg, 600 mg; kaptabs salut selaput 200 mg, 400 mg; suspensi 100 mg/5
mL, 200 mg/5 mL; tablet kunyah 100 mg ; suppositoria 125 mg.
Sediaan kombinasi yang tersedia yaitu berupa kombinasi ibuprofen
dengan parasetamol; ibuprofen dengan parasetamol dan kafein; dan
ibuprofen dengan Vitamin B6 B1 dan B12.
Posologi : Ibuprofen dosis rendah (200 mg dan 400 mg) banyak
tersedia. Ibuprofen memiliki durasi tergantung dosis yaitu sekitar 4-8 jam,
yang lebih lama dari yang disarankan dari waktu paruh. Dosis yang
dianjurkan bervariasi tergantung massa tubuh dan indikasi. Umumnya,
dosis oral 200-400 mg (5 10 mg / kg BB pada anak-anak) setiap 4-6 jam,
13

dapat ditambahkan sampai dosis harian 800-1200 mg. Jumlah maksimum


ibuprofen untuk orang dewasa adalah 800 miligram per dosis atau 3200
mg per hari (4 dosis maksimum). Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kgBB dengan
interval pemberian 4-6 jam, mereduksi demam 15% lebih cepat
dibandingkan parasetamol dosis 10-15 mg/kgBB.

2.6.7 Keamanan untuk kehamilan dan menyusui


Kontraindikasi kehamilan tiga bulan terakhir dan menyusui.
Interaksi obat
14

2.6.8 Toksisitas
Gejala -gejala overdosis ibuprofen mirip dengan gejala yang disebabkan
oleh overdosis OAINS lain. Korelasi antara tingkat keparahan gejala dengan kadar
ibuprofen dalam plasma pernah ditemukan. Efek racun tidak mungkin muncul
pada dosis di bawah 100 mg/kg tetapi saat di atas 400mg/kg; (sekitar 150 tablet
dari 200 unit mg). Dosis letal sukar ditentukan karena bervariasi tergantung pada
usia, berat badan, dan penyakit pada pasien. Terapi untuk overdosis dalam kasus
awal adalah dekontaminasi lambung menggunakan arang aktif, jarang menyerap
obat sebelum bisa masuk ke sirkulasi sistemik. Lavage lambung sekarang jarang
digunakan, namun dapat dipertimbangkan jika jumlah yang dikonsumsi secara
potensial mengancam kehidupan dan dapat dilakukan dalam waktu 60 menit
setelah menelan. Emesis tidak dianjurkan.
Mayoritas konsumsi ibuprofen hanya menghasilkan efek ringan dan pengelolaan
overdosis sangatlah mudah. Standar langkah-langkah untuk mempertahankan
output urine normal harus dilakukan dan fungsi ginjal harus dipantau. Ibuprofen
memiliki sifat asam dan juga diekskresikan dalam urin, diuresis paksa alkaline
secara teori menguntungkan. Namun, karena ibuprofen sangat terikat protein
dalam darah, sehingga ekskresi dari ginjal minimal. Diuresis paksa alkalin
mempunyai manfaat yang terbatas. Terapi simtomatis untuk hipotensi, perdarahan
GI, asidosis, dan toksisitas ginjal dapat diindikasikan. Kadang-kadang,
pemantauan ketat di unit perawatan intensif selama beberapa hari diperlukan. Jika
seorang pasien bertahan pada keracunan akut, mereka biasanya tidak akan
mengalami gejala ulangan.
15

BAB III
SIMPULAN

3.1 Kesimpulan

1. Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan


bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina atau uretra.
2. Efek analgesik dan antiinflamasi ibuprofen dapat digunakan untuk
meringankan gejala-gejala penyakit rematik tulang, sendi, gejala
arthritis, osteoarthritis, dan non-sendi.
3. Suppostoria pada sediaan ibuprofen sangat diperuntunkan untuk
pasien yang tidak bisa menelan kapsul,tablet atau pasien yg muntah
muntah saya meminum obat dan pada pasien keadaan tidak
sadarkan diri atau koma
16

Lampiran
17

Anda mungkin juga menyukai