Anda di halaman 1dari 26

PANDUAN INFECTION CONTROL RISK ASSESSMENT

(ICRA)

(NO: 357/PR/DIRUT/RSUI/VI/2020)

Rumah Sakit Universitas Indonesia


Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Mei 2020

1
BAB I DEFINISI

1.1 Definisi
1.1.1 Definisi Umum
Berikut merupakan definisi istilah terkait asesmen risiko berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 27 tahun 2017 tentang Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi.
Risiko adalah potensi terjadinya kerugian yang dapat timbul dari proses kegiatan
saat sekarang atau kejadian di masa mendatang.
Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai, dan
menyusun prioritas risiko dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan
dampaknya. Suatu proses penilaian untuk menguji suatu proses secara rinci dan
berurutan, baik kejadian aktual maupun yang potensial berisiko ataupun kegagalan
dan suatu yang rentan melalui proses yang logis, dengan memprioritaskan area yang
akan di perbaiki berdasarkan dampak yang akan di timbulkan baik aktual maupun
potensial dari suatu proses perawatan, pengobatan ataupun pelayanan yang
diberikan.
Pencatatan risiko adalah pencatatan semua risiko yang sudah diidentifikasi, untuk
kemudian dilakukan pemeringkatan (grading) untuk menentukan matriks risiko
dengan kategori merah, kuning dan hijau.
Infection Control Risk Assessment (ICRA) adalah proses multidisiplin yang
berfokus pada pengurangan infeksi, pendokumentasian bahwa dengan
mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas dan program:
a. Fokus pada pengurangan risiko dari infeksi.
b. Tahapan perencanaan, desain, konstruksi, renovasi, pemeliharaan fasilitas, dan
c. Pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan perawatan, yang
memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi dampak potensial.

2
1.2 Tujuan ICRA
Tujuan ICRA adalah untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya HAIs pada
pasien, petugas, dan pengunjung di RSUI dengan cara:
a. Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampak risiko terhadap:
1) Paparan kuman pathogen melalui peugas, pasien dan pengunjung
2) Penularan melalui tindakan/ prosedur invasive yang dilakukan melalui peralatan,
Teknik pemasangan, ataupun perawatan terhadap HAIs
b. Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat ditindaklanjuti
berdasarkan hasil penilaian skala prioritas

1.3 Klasifikasi
ICRA terdiri dari:
a. Eksternal
1) Terkait dengan komunitas: Kejadian KLB di komunitas berhubungan dengan
penyakit menular, misal influenza.
2) Penyakit lain yang berhubungan dengan kontaminasi pada makanan atau air
seperti hepatitis A dan salmonella
3) Terkait dengan bencana alam, seperti banjir, gempa, putting beliung, dan lain-
lain
4) Kecelakaan massal seperti kecelakaan pesawat, bus, dan lain- lain.
b. Internal
1) Risiko terkait pasien: Jenis kelamin, usia, populasi kebutuhan khusus
2) Risiko terkait petugas kesehatan: Kebiasaan kesehatan perorangan, budaya
keyakinan tentang penyakit menular, pemahaman tentang pencegahan dan
penularan penyakit, tingkat kepatuhan dalam mencegah infeksi (kebersihan
tangan, pemakaian APD, teknik isolasi), skrining yang tidak adekuat terhadap
penyakit menular, kebersihan tangan, cedera jarum suntik
3) Risiko terhadap pelaksanaan prosedur: Prosedur invasive yang dilakukan,
peralatan yang dipakai, pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan suatu
tindakan, persiapan pasien yang memadai, kepatuhan terhadap Teknik
pencegahan yang direkomendasikan

3
4) Risiko terkait peralatan: Pembersihan, disinfektan dan sterilisasi untuk proses
peralatan instrument bedah, prosthesis, pemrosesan alat sekali pakai,
pembungkusan kembali alat, dan peralatan yang dipakai
5) Risiko terkait lingkungan: Pembangunan/ renovasi, kelengkapan peralatan,
pembersihan lingkungan

4
BAB II RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan ICRA ini meliputi:

2.1 ICRA HAIs


ICRA HAIs adalah suatu proses pengkajian yang dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif terhadap tindakan/ prosedur invasif yang mencakup penggunaan peralatan,
teknik pemasangan ataupun perawatan yang berisiko terhadap HAIs serta mengenali
ancaman/bahaya dari aktivitas tersebut.
2.2 ICRA Pelayanan Penunjang
ICRA Pelayanan penunjang adalah suatu proses pengkajian yang dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif terhadap pelayanan penunjang RS serta mengenali ancaman/
bahaya dari aktivitas pelayanan tersebut.

2.3 ICRA Renovasi, Konstruksi dan Demolisi


ICRA Konstruksi, Renovasi dan Demolisi adalah suatu proses terdokumentasi yang
dilakukan sebelum memulai kegiatan pemeliharaan, perbaikan, pembongkaran,
konstruksi, maupun renovasi untuk mengetahui risiko dan dampaknya terhadap kualitas
udara dengan mempertimbangkan potensi pajanan pada pasien.

5
BAB III KEBIJAKAN

Kebijakan terkait Panduan Infection Control Risk Assessment adalah SK terkait Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Universitas Indonesia.

3.1 ICRA Prosedur Invasif dan Pelayanan Penunjang


3.1.1 Identifikasi Risiko
Proses manajemen risiko bermula dari identifikasi risiko dan melibatkan:
a. Penghitungan beratnya dampak potensial dan kemungkinan frekuensi
munculnya risiko.
b. Identifikasi aktivitas-aktivitas dan pekerjaan yang menempatkan pasien, tenaga
kesehatan dan pengunjung pada risiko.
c. Identifikasi agen infeksius yang terlibat, dan
d. Identifikasi cara transmisi.
3.1.2 Analisis Risiko
a. Mengapa hal ini terjadi?
b. Berapa sering hal ini terjadi?
c. Siapa saja yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut?
d. Di mana kejadian tersebut terjadi?
e. Apa dampak yang paling mungkin terjadi jika tindakan yang sesuai tidak
dilakukan?
f. Berapa besar biaya untuk mencegah kejadian tersebut?
3.1.3 Kontrol Risiko
a. Mencari strategi untuk mengurangi risiko yang akan mengeliminasi atau
mengurangi risiko atau mengurangi kemungkinan risiko yang ada menjadi
masalah.
b. Menempatkan rencana pengurangan risiko yang sudah disetujui pada masalah.
3.1.4 Monitoring Risiko
a. Memastikan rencana pengurangan risiko dilaksanakan.
b. Hal ini dapat dilakukan dengan audit dan atau surveilans dan memberikan
umpan balik kepada staf dan manajer terkait.
Dalam bentuk skema langka-langkah ICRA digambarkan sebagai berikut:

6
Berikut merupakan detail cara membuat perkiraan risiko, derajat keparahan dan
frekuensi terjadinya masalah:
Tabel 1 Derajat Keparahan
Peringkat Peluang Uraian
4 1:10 Hampir pasti atau sangat mungkin terjadi
3 1:100 Kemungkinan terjadi tinggi
2 1:1000 Mungkin terjadi pada suatu waktu
1 >1:10,000 Jarang terjadi dan tidak diharapkan untuk terjadi

Tabel 2 Derajat Keparahan


Peringkat Deskripsi Uraian Komentar
20-30 Tinggi Dampak yang besar bagi pasien Tindakan segera
atau yang dapat mengarah kepada sangat dibutuhkan
mayor kemarian atau dampak jangka
panjang
10-19 Menengah Dampak yang dpat menyebabkan Dibutuhkan
efek jangka pendek penanganan
1-9 Rendah Dampak minimal dengan/ tanpa Dinilai ulang
atau minor efek minor secara berkala

7
Tabel 3 Keparahan dan Frekuensi Terjadinya Masalah
Keparahan Frekuensi Rendah Frekuensi Tinggi
Tinggi 2- Keparahan tinggi, 1-Keparahan tinggi, frekuensi
frekuensi rendah tinggi (infeksi dalam darah akibat
(infeksi aliran darah penggunaan alat dan jarum suntik
disebabkan kontaminasi ulang)
akses intravena)
Keparahan 4-Keparahan rendah, 3-Keparahan rendah, frekuensi
Rendah frekuensi rendah (infeksi tinggi (infeksi saluran kemih)
dari linen rumah sakit)

Pencatatan risiko adalah pencatatan semua risiko yang sudah diidentifikasi untuk
kemudian dilakukan grading untuk menentukan matrisk risiko dengan kategori
merah, kuning, dan hijau.
Tabel 4 Keparahan dan Frekuensi Terjadinya Masalah
Tingkat Risiko Deskripsi Frekuensi Kejadian
0 Tidak pernah 0
1 Jarang 1-2 kali pertahun
2 Kadang 3-4 kali pertahun
3 Agak sering 4-6 kali pertahun
4 Sering >6-12 kali pertahun

3.2 ICRA Renovasi, Konstruksi dan Demolisi


Ketentuan Umum dari pelaksanaan ICRA renovasi, konstruksi, demolisi, dan perawatan
(maintenance) adalah sebagai berikut:
1. Seluruh proyek konstruksi, renovasi, demolisi, atau perawatan (maintenance)
akan ditinjau oleh Komite PPI di awal fase perencanaan.
2. Komite PPI akan menerima update proyek konstruksi dan renovasi stiap minggu
3. Seluruh pekerja konstruksi, termasuk subkontraktor harus mengikuti prosedur
pengendalian infeksi yang dideskripsikan dalam panduan ini
4. Perluasan atau perubahan ruang lingkup proyek membutuhkan re-asesmen dan
revisi ICRA.

8
3.2.1 Tujuan
1. Untuk meminimalkan risiko HAIs pada pasien yang mungkin dapat terjadi
ketika terdapat penyebaran jamur atau bakteri di udara dengan debu atau
aerosol atau air selama konstruksi/ renovasi/ demolisi di RSUI
2. Mengontrol penyebaran debu dari komponen bangunan selama renovasi di
RSUI
3.2.2 Pihak Yang Terlibat
1. Komite PPI membuat ICRA dan memberikan pendidikan dan pelatihan
2. Subdirektorat Sarana dan Prasarana memfasiltiasi dengan memberikan
peraturan perundangan dan perizinan
3. Unit Sanitasi Lingkungan terkait dengan pembuangan limbah (baku mutu
limbah)
4. Unit K3RS melakukan edukasi dan supervise tentanf keamanan dan
keselamatan
5. Bagian Keamanan untuk penjagaan keamanan
6. Pimpinan proyek.

3.2.3 Langkah- Langkah ICRA


3.2.3.1 Langkah 1: Mengidentifikasi Tipe Proyek Konstruksi
Tahap pertama dalam kegiatan ICRA adalah melakukan identifikasi
tipe proyek konstruksi dengan menggunakan Tabel 1. Tipe proyek
konstruksi ditentukan berdasarkan banyaknya debu yang dihasilkan,
potensi aerosolisasi air, durasi kegiatan konstruksi, dan sistem sharing
HVAC.
Tabel 5 Tipe Proyek Konstruksi
Tipe Aktivitas Inspeksi, Non- Invasif
A Meliputi namun tidak terbatas pada:
1. Pelepasan atau pemasangan plafon untuk pemeriksaan
visual saja, maksimal 1 plafon per 50 m2
2. Pengecatan (bukan pemlesteran)
3. Pemasangan wallpaper, pekerjaan trim listrik,
perbaikan ledeng ringan dan aktivitas yang tidak

9
menghasilkan debu atau membutuhkan atau tidak
membutuhkan pembongkaran dinding atau akses ke
langit- langit selain untuk pemeriksaan visual
Tipe Aktivitas Skala Kecil, Durasi Pendek, Dengan Risiko
B Debu Minimal
Meliputi namun tidak terbatas pada:
1. Instalasi kabel telepon atau komputer
2. Mengakses “chase spaces”
3. Pemotongan dinding atau plafon di mana penyebaran
debu dapat dikontrol
Tipe Aktivitas yang Menghasilkan Debu dengan Jumlah
C Sedang Atau Tinggi atau Aktivitas yang
Membutuhkan Demolisi/ Pemindahan Atau
Pembongkaran Komponen Gedung yang Tetap Atau
Telah Dirakit
1. Pemlesteran dinding untuk pengecatan atau
pemasangan wallpaper/ melindungi dinding
2. Pembongkaran lantai, plafon dan kusen
3. Konstruksi dinding baru
4. Pembuatan saluran/ pipa kecil atau instalasi listrik di
atas plafon
5. Kegiatan pemasangan kabel besar
6. Semua aktivitas yang tidak dapat diselesaikan dalam
satu shift kerja
Tipe Proyek pembongkaran dan konstruksi mayor
D Meliputi namun tidak terbatas pada:
1. Aktivitas yang membutuhkan shift kerja berurutan
2. Kegiatan pemasangan/ pemindahan sistem
perkabelan
3. Konstruksi baru atau pembangunan gedung baru

10
3.2.3.2 Langkah 2: Mengidentifikasi Kelompok Pasien Berisiko
Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi Kelompok Pasien
Berisiko (Tabel 2) yang dapat terkena dampak konstruksi. Bila terdapat
lebih dari satu kelompok pasien berisiko, pilih kelompok berisiko yang
paling tinggi. Pada semua kelas konstruksi, pasien harus dipindahkan
saat pekerjaan dilakukan.
Tabel 6 Kelompok Pasien Berisiko
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Area Kardiologi CCU Area pasien
perkantoran Ekokardiografi IGD penurunan
Endoskopi VK imun
Kedokteran Laboratorium Unit Luka
Nuklir (Spesimen) Bakar
Fisioterapi Perinatologi Cardiac
Radiologi/ Poli Bedah Cathlab
MRI Pediatrik CSSD
Terapi Farmasi ICU
Respirasi PACU/ RR Ruang Isolasi
Ruang Rawat Tekanan
Bedah Negatif
Onkologi
IBS termasuk
C- Section

3.2.3.3 Langkah 3: Menentukan Kelas Kewaspadaan dan Intervensi PPI


Kelas Kewaspadaan ditentukan dengan mencocokkan Kelompok
Pasien Berisiko (R,S,T,ST) dengan Tipe Proyek Konstruksi (A,B,C,D)
berdasarkan matriks pencegahan dan pengendalian infeksi

11
Tabel 7 Kelas Kewaspadaan
Aktivitas Konstruksi
Kelompok Risiko Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D
Kelompok 1: Risiko Rendah I II II III/IV
Kelompok 2: Risiko Sedang I II III IV
Kelompok 3: Risiko Tinggi I II III/IV IV
Kelompok 4: Risiko Paling Tinggi II III/IV III/IV IV

3.2.3.4 Langkah 4: Menentukan Intervensi PPI Berdasarkan Kelas Kewaspadaan


Penentuan intervensi PPI dilakukan setelah Kelas Kewaspadaan diketahui.
Apabila Kelas Kewaspadaan berada pada Kelas III dan IV, maka diperlukan
Perizinan Kerja dari Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dan
dilakukan identifikasi dampak lain di daerah sekitar area proyek.

Tabel 8 Intervensi PPI Berdasarkan Kelas Kewaspadaan


Kelas Selama Proyek Konstruksi Setelah Proyek Konstruksi
I 1. Laksanakan pekerjaan dengan Bersihkan area kerja setelah
metode yang dapat menyelesaikan tugas
meminimalkan peningkatan debu
dari operasional konstruksi
2. Segera ganti plafon yang telah
dilepas untuk inspeksi visual
II 1. Sediakan sarana aktif untuk 1. Bersihkan permukaan
mencegah penyebaran debu ke kerja dengan pembersih/
udara disinfektan
2. Basahi permukaan kerja untuk 2. Tempatkan limbah
mengontrol debu saat melakukan konstruksi dalam wadah
pemotongan yang tertutup rapat
3. Segel pintu yang tidak digunakan sebelum dipindahkan.
dengan menggunakan lakban 3. Lakukan pengepelan
4. Tutup dan segel ventilasi udara basah dan/ atau lakukan
pembersihan area kerja

12
Kelas Selama Proyek Konstruksi Setelah Proyek Konstruksi
5. Tempatkan keset (dust mat) di dengan vakum yang
pintu masuk dan keluar area kerja dilengkapi filter HEPA
6. Isolasi sistem HVAC pada lokasi sebelum meninggalkan
tempat berlangsungnya area kerja
pekerjaan; kembalikan seperti 4. Setelah pekerjaan
semula saat pekerjaan selesai. selesai, rapikan kembali
sistem HVAC
III 1. Isolasi sistem HVAC di area 1. Pembatas area kerja
tempat berlangsungnya pekerjaan harus tetap terpasang
untuk mencegah kontaminasi hingga selesai diperiksa
sistem saluran oleh Unit K3, Komite
2. Siapkan pembatas area kerja atau PPI dan dilakukan
terapkan metode kontrol kubus pembersihan oleh Unit
(menutup area kerja dengan Sanitasi
plastic dan menyegel dengan 2. Lakukan pembongkaran
vakum HEPA untuk menyedot bahan- bahan pembatas
debu keluar) sebelum memulai area kerja dengan hati-
konstruksi hati untuk
3. Pertahankan tekanan udara meminimalkan
negatif dalam area kerja dengan penyebaran kotoran dan
menggunakan unit filtrasi udara puing konstruksi
yang dilengkapi HEPA 3. Lakukan pembersihan
4. Tempatkan limbah konstruksi area kerja dengan
dalam wadah yang tertutup rapat vakum yang dilengkapi
sebelum dipindahkan filter HEPA
5. Tutup tempat sampah atau troli 4. Lakukan pengepelan
yang digunakan untuk basah dengan
transportasi. Plester penutupnya. pembersih/ disinfektan
5. Setelah pekerjaan
selesai, rapikan kembali
sistem HVAC

13
Kelas Selama Proyek Konstruksi Setelah Proyek Konstruksi
IV 1. Isolasi sistem HVAC di area 1. Pembatas area kerja
tempat berlangsungnya pekerjaan harus tetap terpasang
untuk mencegah kontaminasi hingga selesai diperiksa
sistem saluran oleh Unit K3, Komite
2. Siapkan pembatas area kerja atau PPI dan dilakukan
terapkan metode kontrol kubus pembersihan oleh Unit
(menutup area kerja dengan Sanitasi
plastik dan menyegel dengan 2. Lakukan pembongkaran
vakum HEPA untuk menyedot bahan- bahan pembatas
debu keluar) sebelum memulai area kerja dengan hati-
konstruksi hati untuk
3. Pertahankan tekanan udara meminimalkan
negatif dalam area kerja dengan penyebaran kotoran dan
menggunakan unit filtrasi udara puing- puing konstruksi
yang dilengkapi HEPA 3. Tempatkan limbah
4. Segel lubang, pipa dan saluran konstruksi dalam wadah
dengan benar yang tertutup rapat
5. Buat ruang antara (anteroom) dan sebelum dipindahkan.
pastikan semua personel melalui 4. Tutup wadah atau troli
ruang tersebut sehingga dapat limbah konstruksi. Segel
divakum dengan menggunakan dengan plester kecuali
pembersih vakum yang wadah tersebut memiliki
dilengkapi filter HEPA sebelum tutup yang solid.
meninggalkan area kerja atau 5. Lakukan pembersihan
menggunakan pakaian kerja yang area kerja dengan
dilepaskan setiap kali vakum yang dilengkapi
meninggalkan area kerja. filter HEPA
6. Seluruh personel yang memasuki 6. Lakukan pengepelan
area kerja diwajibkan untuk basah dengan
memakai penutup sepatu (shoe pembersih/ disinfektan

14
Kelas Selama Proyek Konstruksi Setelah Proyek Konstruksi
covers). Sepatu harus diganti 7. Setelah pekerjaan
setiap kali keluar dari area kerja, selesai, rapikan kembali
sistem HVAC.

3.2.3.5 Identifikasi Hal Lain Terkait Proyek


Identifikasi hal- hal lain terkait proyek konstruksi, yaitu:
1. Identifikasi area sekeliling area proyek, kaji potensi dampak akibat proyek
konstruksi
Tabel 9 Potensi Dampak di Sekeliling Area Proyek
Lokasi Bawah Atas Samping Samping Belakang Depan
Unit Kiri Kanan

Kelompok
Risiko

2. Identifikasi area dengan aktivitas khusus misalnya kamar pasien, ruang


obat- obatan, dll
3. Identifikasi masalah yang berhubungan dengan ventilasi, pipa air dan
instalasi listrik dengan kemungkinan terjadinya pemadaman listrik akibat
konstruksi
4. Identifikasi tindakan pembatasan menggunakan penilaian sebelumnya.
Apakah jenis pembatas yang digunakan? (Misal dinding pembatas solid).
Apakah memerlukan filter HEPA (Catatan: Area renovasi/ konstruksi harus
diisolasi dari area sekitarnya selama konstruksi dan dibuat bertekanan
negatif dibandingkan area sekitarnya)
5. Pertimbangkan potensi risiko kerusakan air. Apakah terdapat risiko akibat
perubahan struktur? (Misalnya dinding, plafon, atap)
6. Apakah pekerjaan dapat dilakukan di luar jam perawatan pasien?
7. Apakah perencanaan memungkinkan ketersediaan kamar isolasi/ tekanan
udara negative dengan jumlah yang memadai?

15
8. Apakah perencanaan memungkinkan ketersediaan wastafel untuk cuci
tangan dengan jumlah dan jenis yang memadai?
9. Apakah Komite PPI menyetujui jumlah minimum wastafel untuk proyek
ini?
10. Apakah Komite PPI menyetujui rencana relatif terhadap bersih dan kotor
kamar utilitas?
11. Lakukan perencanaan untuk membahas masalah pembatasan dengan tim
proyek, misalnya arus lalu lintas, rumah tangga, pembuangan puing
(bagaimana dan kapan)

3.2.4 Proses Pelaksanaan ICRA


3.2.4.1 PraKonstruksi
Pada fase Pra Konstruksi, Unit Sarana dan Prasarana berkoordinasi
dengan Unit K3 dan Komite PPI untuk melakukan PCRA dan ICRA.
Pertemuan atau diskusi prakonstruksi perlu dilakukan dengan vendor
yang nantinya direncanakan melakukan pengerjaan konstruksi/ renovasi/
demolisi. Pertemuan prakonstruksi bertujuan untuk mengidentifikasi
tipe proyek konstruksi, kelompok pasien berisiko, kelas kewaspadaan
dan rencana intervensi yang akan dilakukan berdasarkan kelas
kewaspadaan proyek. Keputusan Komite PPI untuk menyetujui atau
menolak proses renovasi/ konstruksi/ demolisi akan berfokus pada risiko
HAIs akibat kurang adekuatnya perencanaan strategi PPI yang akan
diterapkan oleh vendor selama fase konstruksi dan pascakonstruksi.
IPCN akan menggunakan form ICRA dan form Izin Konstruksi
Pengendalian infeksi untuk menentukan kelas kewaspadaan dan
intervensi PPI yang dibutuhkan serta izin pelaksanaan konstruksi/
renovasi/ demolisi.

3.2.4.2 Konstruksi
Apabila proyek konstruksi/ renovasi/ demolisi disetujui, maka IPCN
akan melakukan supervisi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan
intervensi PPI oleh vendor. Selain itu, apabila diperlukan, pemeriksaan

16
kualitas air dana tau udara akan dilakukan sebagai bukti objektif. IPCN
akan menggunakan form pemantauan selama konstruksi.

3.2.4.3 PascaKonstruksi
Selama fase pascakonstruksi, IPCN akan melakukan pemantauan
dengan menggunakan form pemantauan pascakonstruksi.

17
BAB IV DOKUMENTASI

Pendokumentasian berupa:
1. Dokumentasi hasil rapat antara Komite PPI, Unit Sarana dan Prasarana, dan Tim Proyek
Konstruksi
2. Register Risiko
3. Form Izin Konstruksi Pengendalian Infeksi

18
DAFTAR PUSTAKA

ASHE. Infection control risk assessment matrix of precautions for construction and renovation. Diakses
pada tanggal 14 November 2019 melalui
http://www.ashe.org/resources/tools/pdfs/assessment_icra.pdf
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 27 tahun 2017 tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

19
LAMPIRAN

20
FORM PRAKONSTRUKSI

21
FORM IZIN KONSTRUKSI PENGENDALIAN INFEKSI

22
23
24
FORM PEMANTAUAN SELAMA KONSTRUKSI

25
FORM CEKLIS PASCAKONSTRUKSI

26

Anda mungkin juga menyukai