Anda di halaman 1dari 38

Kode/Nama Rumpun Ilmu* :373/Ilmu Keperawatan

PENELITIAN

Pengaruh Emotional Freedom Technique (EFT)

terhadap perubahan harga diri pada lansia dengan rematik

Di Sub-Unit RPSTW Karawang

Oleh :
Ns Yumi Dian Lestari, M.Kep , NIDN: 0408027702 ( Ketua Tim )
Ai Maemunah NIM : 0433131420114037 ( Anggota Tim)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARAWANG


TAHUN 2014
HALAMAN PENGESAHAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Judul Penelitian : Pengaruh Emotional Freedom Technique (EFT) terhadap


perubahan harga diri pada lansia dengan rematik Di Sub-Unit
RPSTW Karawang.
Kode / Nama Rumpun Ilmu : 373/Keperawatan
Peneliti (Ketua)
a. Nama : Ns Yumi Dian Lestari, M.Kep
b. NIDN : 0408027702
c. Jabatan/Golongan : Ketua Unit Lembaga Penjamin Mutu/IIIB
d. Program Studi : S I Keperawatan dan Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karawang
e. Alamat email : yumihamsah@gmail.com

Anggota Peneliti
a. Nama Lengkap : Ai Maemunah
b. NIM : 0433131420114037
c. Perguruan Tinggi : STIKes Kharisma Karawang
d. Alamat email : aimaemunah333@yahoo.com

Mengetahui, Karawang, 12 Desember 2014


Ketua STIKes Ketua Peneliti

Uun Nurjanah, M.Kep Ns Yumi Dian Lestari, M.Kep


NIDN NIDN : 0408027702

Mengetahui

Ketua LPPM

Risma Indraswari, SSt, M.Kes


NUPM :
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

Judul Penelitian : Pengaruh Emotional Freedom Technique (EFT) terhadap


perubahan harga diri pada lansia dengan rematik Di Sub-Unit
RPSTW Karawang.
1. Tim Peneliti
No Nama Jabatan Bidang Instansi Asal Alokasi Waktu
Keahlian (jam/minggu)

1 Yumi Dian Lestari Ketua Keperawatan STIKes Kharisma 6 Bulan


2 Ai Maemunah Anggota Keperawatan STIKes Kharisma 6 Bulan

2. Objek Penelitian (jenis material yang akan diteliti dan segi penelitian) :
3. Masa Pelaksanaan
Mulai : Bulan Juli tahun 2014
Berakhir : Bulan Desember tahun 2014

4. Usulan Biaya STIKes Kharisma Karawang


Tahun ke-1 : Rp. 3000.000

Lokasi Penelitian (lab/studio/lapangan) : Di Sub-Unit RPSTW Karawang.


5. Instansi lain yang terlibat (jika ada, dan uraikan apa kontribusinya)
Tidak ada.
6. Temuan yang ditargetkan (penjelasan gejala atau kaidah, metode, teori, produk, atau
rekayasa)
7. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu (uraikan tidak lebih dari 50 kata, tekankan
pada gagasan fundamental dan orisinal yang akan mendukung pengembangan iptek)

8. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran (tuliskan nama terbitan berkala ilmiah
internasional bereputasi, nasional terakreditasi, atau nasional tidak terakreditasi dan
tahun rencana publikasi)

9. Rencana luaran HKI, buku, modul terapi komplementer Emotional Freedom


Tehknique.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehiduapan manusia.
Proses menua ialah proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berati seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa
dan tua. (Nugroho, 2006).

WHO dan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan tua.

Rematik adalah kumpulan gejala (syndrom) yang berjalan secara kronik dengan ciri:
radang non spesifik sendi perifer(diluar axis skeletal), biasanya simetris, mengakibatkan
kerusakan yang progresif (makin lama makin rusak), tergolong penyakit yang tidak
diketahui penyebabnya, awal radang sering disertai stres baik fisik maupun emosi
(Suhadi, Stephanus, 2000 dalam Reni Yuli Aspiani, 2014).

Angka kejadian rematik pada tahun 2008 yang dilaporkan olah Organisasi Kesehatan
Dunia WHO adalah mencapai 20% dari penduduk dunia yang telah terserang rematik,
dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% adalah mereka yang
berusia 55 tahun ( Wiyono, 2010 ). Berdasarkan penelitian terakhir dari Zeng QY et. al
2008, prevalensi nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3%. Angka ini
menunjukan bahwa nyeri akibat rematik sudah sangat mengganggu aktivitas masyarakat
Indonesia.

Dalam dunia keperawatan, terapi komplementer bukanlah hal yang baru Florence
Nightingale menyatakan bahwa terapi komplementer sudah digunakan dalam dunia
keperawatan, diantaranya terapi musik untuk perawatan holistik klien, lebih lanjut beliau
menyarankan menggunakan terapi komplementer dalam merawat pasien (Nightingale,
1860/1969). Dalam hal ini terapi komplementer sangat berguna untuk mengontrol dan
menaikan harga diri lansia yang mengalami penurunan harga diri karena proses penyakit
rematik. Salah satu terapi komplementer yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
Emotional Freedom Technique (EFT).

EFT adalah salah satu bentuk terapi komplementer yang dikembangkan oleh Gary Craig
pada pertengahan tahun 1990-an merupakan salah satu varian dari satu cabang ilmu baru
psikologi yang dinamakan Energy Psychology, dimana teknik psikoterapi dan akupuntur
dengan metode tapping (ketuk) pada beberapa bagian tubuh untuk memperbaiki sistem
energi tubuh yang berpengaruh terhadap kondisi pikiran, emosi dan perilaku. EFT sangat
bermanfaat untuk mengatasi berbagai macam masalah fisik dan masalah emosi, hanya
dengan langkah yang sederhana semua masalah fisik maupun emosi dapat teratasi.

B. Rumusan Masalah
Secara umum dampak rematik ialah nyeri pada persendian atau alat gerak, kaku dan ada
kalanya disertai bengkak, sedangkan gejala utama ialah nyeri sendi atau muskulo-skeletal
gangguan fungsi gerak disertai kemungkinan bengkak dan panas pada sendi yang terkena.
Meskipun tidak langsung menyebabkan kematian, penyakit rematik mempunyai
konsekuensi penting untuk pelayanan kesehatan karena mengakibatkan permasalahan
medik psikologik, ekonomi dan sosial.

EFT sangat bermanfaat untuk mengatasi berbagai macam masalah fisik dan masalah
emosi, hanya dengan langkah yang sederhana semua masalah fisik maupun emosi dapat
teratasi. Penelitian yang berkaitan dengan efektifitas EFT sudah banyak dilakukan dan
dibuktikan manfaatnya di luar negeri. Tetapi di Indonesia penelitian tentang EFT
khususnya pada lansia dengan penurunan harga diri karena reumatik belum pernah
dilakukan, sehingga hal inilah yang melatarbelakangi pentingnya penelitian ini dilakukan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini
adalah : “Pengaruh Emotional Freedom Technique (EFT) terhadap perubahan harga
diri pada lansia dengan rematik di Sub-Unit RPSTW Karawang”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh EFT terhadap perubahan harga diri pada lansia dengan rematik
di Sub-Unit RPSTW Karawang
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi distribusi frekuensi harga diri lansia sebelum dan sesudah
dilakukan EFT.
b. Mengidentifikasi tingkat harga diri lansia dengan rematik sebelum dilakukan
EFT.
c. Mengidentifikasi tingkat harga diri lansia dengan rematik sesudah dilakukan
EFT.
d. Menganalisa pengaruh EFT terhadap perubahan status harga diri lansia
dengan rematik di Sub-Unit RPSTW Karawang.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi mahasiswa
dalam melakukan tindakan keperawatan dengan menggunakan terapi modalitas.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Memberi informasi pada pelayanan kesehatan mengenai pengaruh EFT tehadap
perubahan harga diri pada lansia dengan Rematoid Arthritis agar menjadi bahan
pertimbangan penambahan tindakan keperawatan pada asuhan keperawatan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Memberikan tambahan informasi yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Rematik
1. Definisi Rematik
Arthritis reumatoid atau yang sering disebut rematik adalah suatu penyakit inflamasi
sistemik kronik dengan manifestasi utama poliarthritis progresif dan melibatkan
seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien arthritis reumatoid terjadi setelah
penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya. (Mansjoer,
A 2000, dalam Reny Yuli Aspiani 2014).

2. Penyebab Rematik
Penyebab rematik belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai
patogenesisnya telah terungkap. Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah
lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kecendrungan wanita untuk
menderita rematik dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil
menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap penyakit ini.

Hipotesis terbaru tentang penyebab penyakit ini adalah faktor genetik yang akan
menjurus pada penyakit setelah terjangkit beberapa penyakit virus seperti infeksi virus
Epstein-Barr. Heat Shock Protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang
(60-90 kDa) yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respon terhadap stres.
Walaupun telah diketahui terdapat hubungan antara Heat Shock Protei dan sel T pada
pasien rematik namun mekanisme hubungan ini belum diketahui dengan jelas (Reny
Yuli Aspiani, 2014).
3. Tanda dan Gejala Rematik
Beberapa gejala klinis yang lazim ditemukan pada penderita arthritis rheumatoid :
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anorexia, berat badan menurun dan
demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
b. Poliarthritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi - sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir
semua sendi diartrodial dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalisata tetapi
terutama menyerang sendi-sendi, kekauan ini berbeda dengan kekauan sendi pada
osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsungselama beberapa menit dan selalu
kurang dari 1 jam.
d. Arthritis erosive merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi tulang.
e. Deformitas : kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi `dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari sublukasi sendi metakarpofalangeal,
leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada
penderita.
f. Nodula-nodula reumatoid adalah masa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi paling sering dari deformitas ini
adalah bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari
lengan, walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-
tempat lainnya. Adapun nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu
penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manifestasi ekstra artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ
lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata dan pembuluh
darah dapat rusak.

4. Patofisiologi

Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis Arthritis reumatoid terjadi akibat
rantai peristiwa imunologis sebagai berikut : Suatu antigen penyebab rematik yang berada
pada membran sinovial akan diproses oleh antigen presenting cells (APC). Antigen yang
telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-
DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut dan membentuk suatu
komplek trimolekular.

Pada tahap selanjutnya komplek antigen trimolekular tersebut akan mengekpresikan


reseptor interleukin-2 (IL-2) pada permukaan CD4+ . IL-2 yang disekresi oleh CD4+ akan
mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya tersebut. Selain IL-2, CD 4+
yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma – interferon,
tumor necrosis faktor β (TNF- β), interleukin 3 (IL-3) interleukin 4 (IL-4), granulocyte –
makrofage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang
bekerja merangsang makrofage untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan
merangsang poliferasi dan aktivasi sel β untuk memproduksi antibody (Saefullah, Noer
1996, dala, Reny Yuli Aspiani 2014).

Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan komplek imun
yang menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen paling destruktif dalam
patogenesis Arthritis reumatoid. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari
sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskuler dan berbagai jenis sel radang, pannus
akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya adalah
menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut
terkena karena serabut elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. Selain itu juga akan
timbul rasa nyeri, pembengkakan, panas , eritema, dan gangguan fungsi pada sendi akibat
proses inflamasi ( Brunner & Suddarth, 2002).

5. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat :

a. Tes faktor reumathoid biasanya positif pada lebih dari 75% pasien arthritis reumatoid
terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien leprae, tuberkolosis paru,
sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen dan
sarkoidosis.
b. Protein C-rektif biasanya meningkat.
c. LED meningkat.
d. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
e. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
f. Trombosit meningkat.
g. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
h. Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tetapi yang tersering adalah
metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Pada
awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi jukstra artikular
kemudaian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi.

6. Penatalaksanaan
a. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan
dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk
tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
b. OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) diberikan sejak dini untuk mengatasi
nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang diberikan :
1) Aspirin , pasien dibawah umur 65 tahun dapat dimulai dengan dosis 3 – 4 x 1
g/hr, kemudian dinaikkan 0,3 – 0,6 perminggu sampai terjadi perbaikan atau
gejala toksik. Dosis terapi 20 – 30 mg/dl.
2) Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
c. DMARD (Disease Modifying Antirheumatoid Drugs) digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat arthritis
rheumatoid.
1) Klorokuin fosfat 250 mg/hr atau hidroksiklorokuin 400 mg/hr.
2) Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enterik digunakan dalam dosis 1
x 500 mg/hari, ditinggikan 500 mg/minggu sampai mencapai dosis 4 x 500
mg.
3) D – penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan
dalam dosis 250 – 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap 2 – 4
minggu sebesar 250 – 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250 –
300 mg/hari.
4) Garam emas adalah gold standart bagi DMARD.
5) Obat imunosupresif atau imunoregulator; metoreksat dosis dimulai 5 –
7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan,
dosis harus ditingkatkan.
6) Kortikosteroid, hanya digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid
dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa seperti vaskulitis, karena
obat ini memiliki efek samping yang sangat berat.
d. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan atau terapi
yang tepat.
e. Mandi dengan air hangat untuk mengurangi nyeri.
f. Rehabilitasi
Bertujuan meningkatkan kualitas harapan hidup pasien. Caranya antara lain
dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan pemanasan dan sebagainya.
Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit pada sendi berkurang atau minimal.
Bila tidak juga berhasil mungkin diperlukan pertimbanganuntuk tindakan operatif.
Sering pula diperlukan alat-alat karena itu pengertian tentang rehabilitasi :
1) Pemakaian alat bidai, tongkat penyangga, kursi roda, sepatu dan alat.
2) Alat ortotik protetik lainnya.
3) Terapi mekanik.
4) Pemanasan: baik hidroterapi maupun elektroterapi.
5) Occupatinal therapy.

g. Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat
alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis
pengobatan ini pada pasien arthritis rheumatoid umumnya bersifat orthopedic,
misalnya sinovektomi, artrodesis memperbaiki deviasi ulnar.
Untuk menilai kemajuan pengobatan dipakai parameter :
1) Lamanya morning stiffness.
2) Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakan atau berjalan.
3) Kekuatan menggenggam (dinilai dengan tensimetera).
4) Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10 – 15 meter.
5) Peningkatan LED.
6) Jumlah obat-obatan yang digunakan.

7. Komplikasi

a. Sistem Respiratori
Peradangan pada sendi krikoaritenoid tidak jarang dijumpai pada Arthritis rheumatoid.
Gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat berupa nyeri tenggorokan, nyeri menelan,
atau disfonia yang umumnya terasa lebih berat pada pagi hari.

b. Sistem Kardiovaskuler
Seperti halnya pada sistem respiratorik, pada Arthritis rheumatoid jarang dijumpai gejala
perikarditis berupa nyeri dada atau gangguan faal jantung. Akan tetapi pada beberapa
pasien dapat pula dijumpai gejala perikarditis yang berat.

c. Sistem Gastrointestinal
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptic yang
merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau
obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirheumatoid drugs DMARD )
yang menjadi faktor penyebab morbilitas dan mortalitas utama pada arthritis rheumatoid.

d. Sistem Persarafan
Komplikasi neurologis yang sering dijumpai pada Arthritis rheumatoid umumnya tidak
memberikan gambaran yang jelas sehingga sukar untuk membedakan komplikasi
neurologis akibat lesi artikular dari lesi neuropatik. Patogenesis komplikasi neurologis
pada umumnya berhubungan dengan mielopati akibat instabilitas vertebre, servikal
neuropati jepitan atau neuropati iskemik akibat vaskulitis.
e. Sistem Perkemihan : Ginjal
Berbeda dengan lupus eritematosus sistemik pada Arthritis rheumatoid jarang sekali
dijumpai kelainan glomelular. Jika pada pasien Arthritis rheumatoid dijumpai
proteinuria, umumnya hal tersebut lebih sering disebebkan karena efek samping
pengobatan seperti garam emas dan D – penisilamin atau terjadi sekunder akibat
amiloidosis.

B. Harga Diri ( Self-Esteem )


1. Pengertian Harga Diri ( Self- Esteem )
Menurut Dariuszky (2004), unsur penting dalam pertumbuhan perasaan berguna dan
self-esteem seseorang adalah pengakuan (approval). Penerimaan orang lain
menimbulkan rasa aman, penerimaan diri (self-acceptance) dan peneguhan diri (self-
affirmation) lansia sebagai pribadi yang unik dan tetap terjaga eksitensinya.

Menurut Maslow (Maramis, 2004), self-esteem merupakan salah satu kebutuhan dari
setiap individu yang harus dipenuhi untuk mencapai aktualisasi diri sebagai puncak
kebutuhan individu. Tetapi kebutuhan itu baru akan dicapai apabila kebutuhan yang
lebih dasar sudah terpenuhi seperti kebutuhan biologis, kebutuhan sandang, pangan
dan papan kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan kasih sayang. Kebutuhan
akan self-esteem berpengaruh terhadap motivasi seseorang untuk beraktifitas dan
kreatifitas untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain untuk pecapaian
kebutuhan yang paling tinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri.

2. Karakteristik Harga Diri


Dariuszky (2004) memberikan karakteristik individu yang memiliki self-esteem tinggi
sebagai berikut :
a. Mempunyai harapan yang positif dan realitas atas usahanya maupun hasil dari
usahanya.
b. Bersedia mempertanggungjawabkan kegagalan maupun kesalahannya.
c. Memandang dirinya sama dan sederajat dengan orang lain.
d. Cenderung melakukan aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki atau
menyempurnakan dirinya.
e. Tidak kuatir akan keselamatan hidupnya dan lebih berani mengambil resiko.
f. Mempunyai bukti dan alasan yang kuat untuk menghargai dirinya sendiri atas
keberhasilan yang telah diraihnya.
g. Relatif puas dan bahagia dengan hidupnya dan kemampuannya cukup bagus
dalam hal penyesuaian diri.

Sedangkan ciri-ciri orang yang memiliki self-esteem yang rendah menurut Dariuszky
(2004) adalah :

a. Sulit menemukan hal-hal yang positif dalam tindakan yang mereka lakukan.
b. Cenderung cemas mengenai hidupnya dan kurang berani mengambil resiko.
c. Kurang menghargai keberhasilan yang mereka raih.
d. Mereka terlalu peduli akan tanggung jawab atas kegagalan yang mereka perbuat
dan mencari alasan untuk membuktikan bahwa mereka salah.
e. Merasa rendah diri ketika berhadapan dengan orang lain.
f. Tidak termotivasi untuk memperbaiki dan menyempurnakan diri.
g. Merasa kurang puas dan tidak bahagia dengan hidupnya, dan tidak mampu
menyesuaikan diri.
h. Pikiran cenderung mudah terserang perasaan putus asa, depresi dan niat bunuh
diri.

3. Tanda dan Gejala Gangguan Harga Diri


Tanda dan gejala gangguan self-esteem menurut Carpenito (2001) sebagai berikut :
a. Pengungkapan diri negatif.
b. Rasa bersalah atau malu.
c. Evaluasi diri tidak mampu menangani kejadian.
d. Menghindari diskusi tentang topik dirinya.
e. Ketidakmampuan untuk menentukan tujuan.
f. Merasionalisasi penolakan/menolak umpan balik positif dan membesarkan
umpan balik megatif tantang diri.
g. Ragu-ragu untuk mencoba sesuatu yang baru.
h. Hipersensitif terhadap kritik ringan.
i. Tanda dari keresahan seperti marah, mudah tersinggung, keputusasaan, dan
menangis.
j. Mengingkari masalah nyata.
k. Perilaku penyalahgunaan diri (pengerusakan, usaha bunuh diri, penyalahgunaan
zat, dan menjadi korban).

Stuart dan Sudeen (1993); Kliat (1994), mengemukakan 10 cara individu


mengekspresikan secara langsung harga diri rendah yaitu:

a. Mengejek dan mengkritik pandangan negatif tentang dirinya. Sering mengatakan


dirinya “bodoh”, “tidak tahu apa-apa” dan sikap negatif terhadap dirinya.
b. Merendahkan /mengurangi martabat diri.
c. Menghindari, mengabaikan atau menolak kemampuan yang nyata dimiliki dan
merasa tidak mampu melakukan apapun.
d. Rasa bersalah dan khawatir.
e. Individu menolak diri dan menghukum diri sendiri, iritabel dan pesimis terhadap
kehidupan. Kadang timbul perasaan dirinya penting yang berlebih-lebihan. Dapat
juga ditemukan gejala fobia dan obsesi.
f. Keluhan tidak punya tenaga, cepat lelah, gejala psikosomatis, tekanan darah
tinggi, dan penyalahgunaan zat.
g. Menunda keputusan.
h. Sangat ragu-ragu dalam mengambil keputusan, rasa aman terancam dan
ketegangan peran.
i. Masalah dalam berhubungan dengan orang lain.
j. Menarik diri dan isolasi sosial karena perasaan tidak berharga. Kadang menjadi
kejam dan mengeksploitasi orang lain.
k. Menarik diri dari realitas.
l. Kecemasan karena penolakan diri mencapai tingkat berat atau panik individu
mungkinmengalami gangguan asosiasi, halusinasi, curiga,cemburu dan paranoid.
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri
Menurut Stuart dan Sudeen (1993); Keliat (1994), stressor yang mempengaruhi self
esteem adalah penolakan dan kurangnya penghargaan dari orang lain, persaingan,
kesalahan dan kegagalan yang berulang, cita-cita yang tidak dapat dicapai, ideal self
yang tidak realistik dan gagal bertanggung jawab terhadap diri.
Faktor yang mempengaruhi harga diri ( Carpenito, 2001 ) :
a. Patofisiologi
Berhubungan dengan perubahan penampilan, sekunder akibat dari kehilangan
citra tubuh.
b. Situasional (personal, lingkungan)
Berhubungan dengan tidak terpenuhinya kebutuhan, perasaan diabaikan akibat
kematian orang terdekat.
c. Maturasional
Pada usia bayi dan bermain berhubungan dengan kurangnya stimulasi dan
kedekatan dengan orangtuanya, perpisahan dari orang tua/orang terdekat, evaluasi
negatif yang terus menerus oleh orang tua, ketidakadekuatan dukungan orang tua,
dan ketidakmampuan untuk mempercayai orang terdekat.
d. Sumber eksternal dan internal (keluarga , masyarakat)
Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap Self-
esteem. Pada sumber internal, misalnya orang yang humoris koping individunya
lebih efektif. Sumber eksternal misalnya adanya dukungan masyarakat, dan
ekonomi yang kuat.
e. Pengalaman sukses dan gagal
Ada kecendrungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan self-esteem
seseorang, dan frekuensi gagal yang sering mengakibatkan rendahnya self-esteem.

5. Klasifikasi Gangguan Harga Diri


Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara
(Keliat, Budi Anna,1998) :
a. Harga diri rendah situasional
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi kecelakaan, dicerai
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja perasaan malu karena sesuatu terjadi
(korban perkosaan, dituduh Korupsi Kolusi Nepotisme dipenjara tiba-tiba).
b. Harga diri rendah kronis
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.

6. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi gangguan harga diri (Suliswati, 2005) :
a. Penolakan dari orang lain.
b. Kurang penghargaan.
c. Pola asuh yang salah : Terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu
dituntut dan tidak konsisten.
d. Persaingan antar saudara.
e. Kesalahan dan kegagalan yang berulang.

7. Faktor Presipitasi (Stresor Pencetus)


a. Trauma
b. Ketegangan Peran

8. Manifestasi Klinis Harga Diri Rendah


a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat
terapi sinar pada kanker.
b. Rasa bersalah pada diri sendiri. Misalnya : Ini tidak akan terjadi jika saya segera
ke rumah sakit, menyalahkan / mengejek dan mengkritik diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya : Saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
oramg bodoh dan tidak tahu apa-apa.
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
C. Emotional freedom technique (EFT)
1. Pengertian EFT
Emotional Freedom technique (EFT) adalah salah satu bentuk terapi komplementer
yang dikembangkan oleh Gary Craig pada pertengahan tahun 1993-an, merupakan
salah satu varian dari satu cabang ilmu baru psikologi yang dinamakan Energy
Psychology, dimana teknik ini menggabungkan teknik psikoterapi dan akupuntur
dengan metode tapping (ketuk) pada beberapa bagian tubuh untuk memperbaiki
sistem energi tubuh yang berpengaruh terhadap kondisi pikiran, emosi, dan perilaku.

2. Fungsi dan Manfaat EFT


EFT ditemukan untuk lebih mengefektifkan proses penyembuhan pada beberapa
penyakit seperti : Kecanduan (Makanan, Rokok, Alkohol Obat-obatan), allergi,
kegelisahan dan panik, mudah marah, tekanan dan gangguan pikiran, depresi dan
sedih merubah citra diri, takut dan fobia kehilangan dan kesedihan, rasa bersalah,
insomnia, ingatan buruk, rasa sakit dan nyeri, penyembuhan fisik, meningkatkan
kinerja (olahraga berbicara didepan umum), trauma, pelecehan seksual, dan
menghilangkan rasa nyeri seperti migrain, radang sendi, dll.

3. Cara Kerja EFT Mempengaruhi Harga Diri


Emotional Freedom technique (EFT) adalah terapi meridian energy seperti halnya
akupuntur, hal ini bekerja langsung pada sistem meridian di tubuh. Namun seperti
halnya menggunakan jarum, anda menstimulasi titik meridian utama dengan
mengetuknya dengan ringan. Analoginya bayangkan meridian seperti sungai.
Permasalahan dalam emosi atau fisik sama halnya dengan menghambat jalannya
sungai.

4. Proses EFT
Cara yang digunakan sangatlah mudah, sama prosedurnya dengan prosedur dalam
melakukan perawatan untuk gangguan emosi atau fisik. Setelah belajar, setiap putaran
hanya dilakukan dalam satu atau dua menit. Prosedur yang harus dilakukan terdiri
dari:
a. Set Up ( persiapan )
Tahapan ini dalam EFT sangat berguna. Pada tahap ini anda diharuskan mengetuk
dengan ringan (tapping) Karate Chop Point atau mengusap dengan telapak tangan
pada “sore point” sambil mengucapkan permasalahan anda sebanyak 3 kali.
Pada tahap ini, diusahakan masalah anda dijelaskan sejelas mungkin, seperti
contoh berikut :
“walaupun saya (jelaskan masalah anda), saya pasrah dan iklhas kepada-Mu*”
Contoh dengan menggunakan masalah adalah sebagai berikut :
“walaupun saya menderita sakit punggung, saya pasrah dan iklhas kepada-Mu*”
“walaupun saya mudah marah pada saat bekerja, saya pasrah dan iklhas kepada-
Mu*”
“walaupun rahang saya sakit, saya pasrah dan iklhas kepada-Mu*”
“walaupun saya takut ketinggian saya pasrah dan iklhas kepada-Mu*”
Catatan : *Mu ... sebutkan Allah SWT bagi yang beragama Islam atau menurut
kepercayaan masing-masing.

Gambar 2.1 Karate chop


b. Sequence ( putaran )
Sementara anda fokus pada permasalahan anda dalam pikiran, anda melakukan
ketukan 7 atau 8 kali pada titik meridian. Untuk meningkatkan permasalahan
anda, anda sebutkan secara singkat pada saat melakukan ketukan sebagai kalimat
pengingat. Kalimat pengingat diatas dapat berupa :
Gambar 2.2 Titik Meridian (Tapping

c. 9 gamut procedure ( 9 prosedur gamut )


Titik gamut ada dipunggung tangan, tepat diantara jari kelingking dan jari manis.
Sementara anda melakukan pada titik ini, anda melakukan beberapa gerakan,
untuk menyeimbangkan saraf otak agar dapat membantu menyelesaikan
permasalahan.
d. Putaran (lagi), lakukan 2 putaran
Putaran ini dilakukan sama persis seperti sebelumnya, hal ini disebut satu siklus
pada resep EFT.
e. Putaran lanjutan ( sesuai kebutuhan )
Dalam beberapa kasus, anda dapat menghilangkan masalah anda dalam satu
siklus. Namun apabila masih berlanjut, maka lakukan lagi siklus tersebut dengan
melakukan penyesuaian pada kalimat anda seperti :
“walaupun saya masih memiliki (masukan permasalahan anda), saya pasrah dan
iklhas pada-Mu”
Sebagai contoh alaupun saya masih takut pada ketinggian, saya pasrah dan
iklhaskan pada pada-Mu.
Dan ubah pada kalimat pengingat seperti contoh “masih (masukan masalah
anda)”. Sebagai contoh, masih takut pada ketinggian.
f. Tarik nafas dan keluarkan secara pelan-pelan, lalu minum air putih secukupnya.
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain
dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,2010).

Skema 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Emotional Freedoms Technique (EFT) Terhadap Perubahan Harga
Diri Pada Lansia Dengan Rematik.

Emotional Freedom
Technique (EFT) :

1. Set Up
2. Tapping
3. The 9 gamut
procedure
4. Tapping

Status Harga Diri Status Harga Diri

( Sebelum ) ( Setelah )

B. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Biasanya hipotesis
ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel, variabel bebas dan variabel
terikat. Hipotesis berfungsi untuk menentukan ke arah pembuktian, artinya hipotesis ini
merupakan pernyataan yang harus dibuktikan. Kalau hipotesis tersebut terbukti maka
menjadi thesis, lebih dari itu rumusan hipotesis itu sudah akan tercermin variabel-variabel
yang akan diamati atau diukur, dan bentuk hubungan antara variabel-variabel yang akan
dihipotesiskan. Oleh sebab itu, hipotesis seyogyanya : spesifik, konkret, dan observabel
(dapat diamati atau diukur) (Notoatmodjo, 2010).
C. Definisi operasional
Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau
diteliti, perlu sekali variabel-variabel tersebut diberi batasan atau “Definisi Operasional”.
Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau
pengamatan terhadap variabel -variabel yang bersangkutan serta pengembangan
instrumen (Notoatmodjo,2010).
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat ukur dan Cara Hasil Ukur Skala ukur
ukur
Independen Suatu teknik terapi Dilakukan dalam 4 Diberikan
Emotional dengan metode ketuk langkah : set up,
Freedom (tapping) pada titik-titik tapping, the 9
Technique (EFT) meridian tubuh yang gamut procedure,
berguna untuk tapping. Dengan
menyeimbangkan sistem waktu 30 menit – 1
energi tubuh yang jam setiap putaran.
terganggu yang dapat
menyebabkan masalah
pada pikiran, perilaku
dan emosi, yang
bertujuan untuk
meningkatkan harga diri.
Dependen Tingkat penerimaan diri Alat Ukur : Dinyatakan dalam Rasio
Harga Diri yang ditunjukkan secara Kuesioner A skore/nilai yang
kognitif, prilaku dan Cara Ukur : didapat responden
emosi yang dapat Dengan dengan rentan
diungkapkan, dilihat dan menghitung nilai/skor 0-21.
dirasakan oleh klien jawaban responden .
tentang dirinya. pada kuesioner
(angket) terdiri dari
21 pernyataan, dari
2 kategori yaitu
kategori harga diri
tinggi dan harga
diri rendah,
pernyataan bersifat
ya/tidak, untuk
jawaban dikategori
harga diri tinggi
jawaban ya diberi
nilai 1 dan tidak
diberi nilai 0,
sedangkan di
kategori harga diri
rendah jawaban ya
diberi nilai 0 dan
tidak diberi nilai 1.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan desain Quasi Experiment. Desain Quasi Experiment dengan
rancangan yang digunakan adalah rancangan One Group Pretest – Postest Design tanpa
adanya kelompok kontrol tetapi sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang
memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya
eksperimen (posttest), (Notoatmodjo,2002).

Rancangan One Group Pretest – Posttest Design menggunakan satu kelompok subyek.
Pertama – tama dilakukan pengukuran, lalu dikenakan perlakuan untuk jangka waktu
tertentu, kemudian dilakukan pengukuran untuk ke dua kalinya (Suryabrata, 2003).
Bentuk rancangan penelitian ini sebagai berikut :

Proses Input
Intervensi X Output

X (Pre-Test) (Post-Test)

o1 Skema 4.1 Desain Penelitian o2

Keterangan :

o1 : Tingkat Harga diri lansia sebelum dilakukan EFT.

o2 : Tingkat Harga diri lansia setelah dilakukan EFT.

o1-o2 : Perbedaan tingkat harga diri lansia antara sebelum dan setelah dilakukan EFT.

X : Intervensi yang berupa pemberian tindakan EFT.

B. Populasi dan sampel penelitian


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti sedangkan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi disebut sampel (Notoatmodjo, 2010).

2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan menurut
pendapat lainnya, yang dimaksud sampel atau contoh adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti (Arikunto 2010).
a. Kriteria Inklusi
1) Lansia yang menderita rematik
2) Mampu berkomunikasi dan mau memberikan jawaban yang sesuai dengan
pertanyaan peneliti.
b. Kriteria Eksklusi
1) Lansia yang tidak menderita rematik
2) Lansia yang tidak bersedia menjadi responden

3. Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus ukuran sampel
untuk menguji hipotesis satu sisi tentang beda dua mean populasi (Lemeshow et al.,
1990).
Rumus :
2 2
η = 2 S ( Zα + Zβ)
¿¿¿
Keterangan :
η = Besar sampel
S = Standar Deviasi
Zα = alpha = 5%, Zα = 1,96
Zβ = beta 80%, Zβ = 0,84
X0 = Nilai mean sebelum dilakukan tindakan EFT
X1 = Nilai mean setelah dilakukan tindakan EFT

Diketahui :
Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Hidayati Nur Oktavia, 2009 di dapatkan informasi sebagai
berikut;
Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan tingkat harga diri sebelum dan sesudah EFT di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor (n=30)

Variabel Mean Modus Standar Min-mak 95%CI


Harga Diri deviasi
Sebelum 21,16 22 1,167 18 - 22 20,74-21,58
EFT
Sesudah EFT 24,72 25 1,224 23 - 28 24,28-25,16
Di ambil dari jurnal : Hidayati Nur Oktavia, 2009
Diketahui :
S = 1,224
Zα = 1,96
Zβ = 0,84
X0 = 21,16
X1 = 24,72
η ?

Hitung :
2 2
η = 2 S ( Zα + Zβ)
¿¿¿
2.1,222 (1,96+0,84 )2
η=
(24,72−21,16)❑

2.1,48(2,8)2
η=
(3,56)❑
2,96(7,84)❑
η=
3,56
23,2
η = 3,56

η = 6,51
η=7

4. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang peneliti gunakan adalah Random dengan
pendekatan Simple Random Sampling, dimana pengambilan anggota sampel dari
populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu (Sugiyono, 2012).
Simple Random Sampling dilakukan apabila anggota populasi dianggap homogen.
Simple Random Sampling dapat dilakukan dengan cara undian, memilih bilangan dari
daftar bilangan secara acak, dsb.

Cara pengambilan sampel yaitu dengan menulis nama responden yang mengalami
rematik, berjumlah 37 responden. Lalu dikumpulkan dan diundi menggunakan gelas
yang ditutup kertas dan dikocok, sampel yang diambil adalah nama responden yang
keluar pada kocokan ke 1 sampai ke 7.

C. Etika penelitian
Menurut Hidayat (2007), Adapun etika penelitian meliputi :
1. Persetujuan Responden (Informed Consent)
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang diteliti. Selanjutnya, peneliti
menjelaskan maksud serta tujuan dari penelitian yang dilakukan, termasuk dampak
yang mungkin terjadi selama proses penelitin maupun setelahnya.
2. Tanpa Nama (Anonymity)
Berusaha untuk menjaga kerahasiaan responden dalam penelitian dengan cara tidak
mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner dan digantikan dengan
memberi nomor kode pada masing – masing lembar yang hanya diketahui oleh
peneliti.
3. Beneficience
Pada prinsip ini, penelitian yang dilakukan haruslah mempunyai keuntungan baik
bagi peneliti maupun responden. Sebelum pengisian kueisioner dilakukan, responden
diberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian.
4. Maleficence
Penelitian ini tidak menimbulkan bahaya bagi responden, penelitian memperhatikan
kondisi - kondisi responden saat penelitian berjalan.
5. Justice
Prinsipnya semua responden mendapatkan penjelasan tentang prosedur penelitian
dengan lengkap dan jujur.
6. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, dan hanya kelompok data
tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset.

D. Alat dan cara pengumpulan data


1. Alat Pengumpulan Data
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indek yang menunjukan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur ( Notoatmodjo, 2010).
Keputusan penguji validitas item instrumen, adalah sebagai berikut :
1) Item pertanyaan yang diteliti dikatakan valid jika r hitung > r tabel.
2) Item pertanyaan yang diteliti dikatakan tidak valid jika jika r hitung < r tabel.
3) Hasil uji validitas dapat dilihat hasilnya pada nilai r hitung, jika nilai r
hitung >r tabel maka semua item pertanyaan sudah valid. Pada penelitian ini
jumlah pertanyaan yang akan dijadikan kuesioner untuk poin pengaruh
EFT terhadap perubahan status harga diri lansia dengan rematik pretes dan
postes yaitu pertanyaan tentang harga diri dan keluarga.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauhman suatu alat pengukur
dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo,2010). Pengujian reliabilitas
instrumen dilakukan dengan menggunakan metode belah dua (split-half
method). Pengujian reliabilitas kuesioner penelitian dilakukan dengan rumus
alpha. Uji reliabilitas dapat dilihat hasilnya pada nilai Cronbach’s Alpha, jika
nilai Cronbach’s Alpha > 0.632 maka semua item pertanyaan sudah reliabel.

2. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas


Alat ukur yang telah diuji cobakan kepada individu yang memiliki karakterisitik
seperti kriteria inklusi. Uji coba kuesioner dilakukan di Sub-Unit RPSTW Karawang
dengan 30 responden. Untuk menentukan validitas tiap butir soal atau pernyataan
terhadap keseluruhan alat ukur. Dengan jumlah responden 30 orang, maka uji
validitas adalah 0,361. Bila r hitung lebih besar dari r tabel (0,361), artinya variabel
valid, dan bila r hitung lebih kecil dari r tabel artinya variabel tidak valid. Variabel
yang tidak valid tidak digunakan kedalam alat pengumpulan data. Dalam uji validitas
kuesioner tersebut terdapat 30 pernyataan pada kuesioner harga diri.

Pengolahan uji validitas dan relibilitas secara komputerisasi dengan nilai ketetapan r
tabel berdasarkan jumlah sampel validitas sebanyak 30 orang di dapatkan nilai r tabel
0.361. Hasil dari uji validitas pada kuesioner harga diri dengan 30 pernyataan ada 9
pernyataan yang tidak valid, dan 9 pernyataan itu kemudian dibuang dan
pengumpulan data menggunakan 21 pernyataann yang valid dengan nilai cronbach’s
Alpha 0,877.

3. Cara Pengumpulan Data


Pada penelitian ini pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang
dibagikan kepada responden. Adapunlangkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a. Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Ketua STIKes Kharisma
Karawang setelah proposal penelitian di setujui oleh pembimbing.
b. Menyerahkan surat pengantar izin penelitian ke Badan Kesatuan Bangsa Politik
Provinsi Jawa Barat
c. Menyerahkan surat pengantar izin penelitian ke Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat.
d. Menyerahkan surat pengantar izin penelitian di Sub-Unit RPSTW Karawang
kepada Kepala Tresna Werdha Karawang, serta menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian ini.
e. Menanyakan jadual kegiatan yang ada di di Tresna Werdha untuk bisa
menentukan waktu luang untuk melakukan penelitian atau intervensi kepada
responden, dan untuk memenuhi jumlah target responden, peneliti akan
mendatangi responden ke setiap ruangan atau setiap wisma tempat responden
tinggal untuk melakukan pendekatan pada responden serta memberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan dari penelitian kemudian meminta
kesediaan responden dengan mentandatangani surat pernyataan bersedia menjadi
responden.
f. Memberikan kuesioner kepada responden dan menjelaskan cara mengisi
kuesioner (pretest).
g. Menunggu responden mengisi kuesioner, jika tidak bisa membaca di bacakan oleh
peneliti.
h. Memberikan tindakan Emotional Freedom Technique (EFT) kepada responden
selama 1 minggu berturut-turut, yaitu dalam sehari 7 responden. 4 responden
dilakukan dilakukan tindakan EFT ditempat yang sunyi dan sepi sedangkan 3
responden lagi dilakukan tindakan EFT ditempat berisik karena ruangan yang
sempit dan dan berdekatan dengan ruang tamu, tempat lansia berkumpul.
Tindakan dilakukan selama 7 hari dengan memperhatikan posisi duduk responden
yang dilakukan EFT, yaitu saling berhadapan dengan pemberi terapi.
i. Setelah dilakukan EFT, responden diberikan kuesioner untuk diisi kembali setelah
1 minggu dilakukan tindakan EFT (postest ).
j. Setelah selesai peneliti mengakhiri pertemuan dengan responden.

E. Pengolahan data
Menurut Notoatmodjo, (2010) : Pengolahan data hasil penelitian dilakukan melalui
tahap-tahap sebagai berikut :
1. Editing
Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan
isian formulir atau kuesioner tersebut :
a. Kelengkapan, dalam artian semua pertanyaan sudah terisi
b. Apakah jawaban atau tulisan cukup jelas atau terbaca
c. Apakah jawaban relevan dengan pertanyaannya
d. Apakah jawaban kuesioner konsisten dengan jawaban pertanyaan lainnya.
2. Coding
Setelah semua kuesioner diedit, selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding, yakni
mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Misal
jenis kelamin: 1 = laki-laki, 2 = perempuan.
3. Entry dan Processing
Jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode di masukan ke
dalam program komputer.
4. Cleaning
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukan untuk mendeteksi apabila
ada kesalahan dalam memasukkan data.

F. Analisa data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian yaitu pengetahuan, tersedianya sarana pelayanan kesehatan
dan kemudahan untuk mencapainya, dan perilaku petugas kesehatan.
2. Analisis Bivariat
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh Emotional Freedom
Technique (EFT) terhadap perubahan status harga diri lansia dengan rematik.
Menurut ( Riwidikdo, 2008 ) dalam analisa ini untuk mengetahui apakah hipotesis
diterima atau ditolak adalah dengan Uji t dependen (paired t test ). Penggunaan
paired t test adalah untuk menguji efektifitas suatu perlakuan terhadap suatu besaran
variabel yang ingin ditentukan. Rancangan ini paling umum dikenal dengan
rancangan pre-post, artinya membandingkan rata-rata nilai pre-test dan rata-rata nilai
post-test dari suatu sampel.

d
Rumus paired t test adalah : t = dari rumusan tersebut dapat juga dibuat
sd / √ n

d . √n
rumusan t= dimana d adalah selisih /beda antara nilai pre dengan
sd
post. d adalah rata-rata dari beda antara nilai pre dengan post.

3. Analisis Multivariat
Analisa multivariat menggunakan analisa regresi logistik berganda yang merupakan
analisis hubungan antara beberapa variabel independen dengan variabel dependen.
BAB V

HASIL PENELITIAN

Dari hasil pengambilan data yang dilakukan dari tanggal 10 – 18 juni 2015, dengan sampel yaitu
lansia yang mempunyai Rhematoid Arthritis di Sub-Unit RPSTW Karawang.

A. Analisis Univariat
Hasil analisis univariat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi frekuensi
dari masing-masing karakteristik responden, analisis dari hasil penelitian ditampilkan
sebagai berikut :
1. Distribusi Frekuensi Pre Test
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Tingkat Harga Diri Lansia Sebelum Dilakukan Tindakan Tindakan Emotional
Freedom Technique (EFT) di Sub-Unit RPSTW Karawang.

Harga Diri Frekuensi Percent (%)


Rendah 3 42,9
Normal 4 57,1
Tinggi 0 0
Total 7 100

Berdasarkan Tabel 5.1 dari jumlah responden 7 orang, jumlah yang paling banyak adalah
kelompok harga diri normal sebanyak 4 responden (57,1%).

2. Distribusi Frekuensi Responden Post Test.


Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Tingkat Harga Diri Lansia Sesudah Dilakukan Tindakan Tindakan Emotional
Freedom Technique (EFT) di Sub-Unit RPSTW

Harga Diri Frekuensi Percent (%)


Rendah 1 14,3
Normal 3 42,9
Tinggi 3 42,9
Total 7 100
Berdasarkan Tabel 5.1 dari jumlah responden 7 orang, jumlah yang paling banyak adalah
pada kelompok harga diri normal dan tinggi masing-masing sebanyak 3 orang (42,9 %),
dan yang paling rendah adalah kelompok dengan harga diri rendah sebanyak 1 orang
(14,3%).

3. Distribusi Frekuensi Rata-rata Pre Test – Post Test


Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Rata-rata Perubahan Status Harga diri pada Lansia Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Tindakan Emotional Freedom Technique (EFT) di Sub-Unit RPSTW Karawang.

Harga diri Rata-rata Standar Deviasi StandarError


Pre test 8,00 4,761 1,799
Post test 13,29 3,638 1,375

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa rata-rata nilai harga diri lansia di Sub-Unit
RPSTW Karawang sebelum dilakukan tindakan EFT adalah 8,00 dan standar deviasi
4,761, sedangkan rata-rata nilai harga diri lansia sesudah dilakukan EFT adalah 13,29
dengan standar deviasi 3,638.

B. Analisis Bivariat
Pengaruh Emotional Freedom Technique (EFT) terhadap Perubahan Status Harga diri
Pada lansia dengan Rematik di Sub-Unit RPSTW Karawang.
Tabel 5.4
Perbedaan Rata-rata Nilai Harga Diri Sebelum dan Sesudah dilakukan Tindakan Emotional Freedom
Technique (EFT).

Harga diri Rata-rata 95% IK St. Deviasi P-Value


Pre test 8,00 -7,538
Post test 13,29 -3,038
2,430 0,001

Hasil analisis tabel 5.3 diperoleh rata-rata nilai harga diri sebelum dilakukan tindakan
EFT adalah 8,00 dan rata-rata nilai harga diri sesudah dilakukan tindakan EFT adalah
13,29 dengan standar deviasi 2,430. Beda mean sebelum dan sesudah dilakukan EFT
adalah 5,29.

BAB VI
PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Pembahasan Penelitian
Pengaruh Emotional Freedom Technique (EFT) terhadapa Perubahan Status Harga diri
pada Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Perlakuan.

Berdasarkan hasil analisa bivariat pada harga diri lansia sebelum dilakukan tindakan EFT
didapatkan hasil uji statistik nilai rata-rata sebesar 8,00 (harga diri normal/stabil),
sedangkan sesudah diberikan tindakan EFT didapatkan nilai rata-rata sebesar 13,29
(harga diri tinggi) dan perbedaan mean 5,29 dengan standar deviasi 2,430 serta
menunjukan nilai p = 0,001 (p-value<0,005), hal ini berarti ada perbedaan yang
bermakna sebelum dan sesudah diberikan tindakan secara statistik.

Beberapa penelitian yang sesuai dengan hasil penelitian ini, yaitu penelitian yang
dilakukan Hidayat, Nur Oktavia, 2011 dengan judul Pengaruh Emotional freedom
Technique (EFT) Terhadap Peningkatan Harga Diri Narapidanan Perempuan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor, menunjukkan harga diri sebelum EFT adalah 21,16
dan rata-rata harga diri sesudah dilakukan EFT adalah 24,72. Ada perbedaan yang
signifikan antara harga diri sebelum dan sesudah EFT (p-value = 0,000). Dari hasil
tersebut perlu adanya pelatihan – pelatihan dan seminar tentang EFT bagi tenaga
kesehatan khususnya keperawatan dalam upaya meningkatkan pelayanan keperawatan
bagi komunitas terbatas seperti narapidana yang ada di lapas.

Sejalan dengan pendapat tersebut, harga diri lansia sesudah diberikan tindakan EFT
terbukti meningkat dibandingkan dengan harga diri sebelum diberikan tindakan EFT.
EFT ini dapat digunakan sebagai intervensi keperawatan mandiri, guna menunjang
tercapainya tujuan asuhan keperawatan yang lebih optimal.
Hal ini menunjukkan bahwa EFT sangat bermanfaat untuk meningkatkan harga diri.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara pengaruh Emotional
Freedom Technique (EFT) terhadap perubahan harga diri lansia. Jika EFT sering
dilakukan dengan baik, maka harga diri lansia di Sub-Unit RPSTW Karawang juga akan
selalu baik, dan kejadian penurunan harga diri juga akan menurun.

Implikasi keperawatan dari penelitian ini adalah Emotional Freedom Technique (EFT)
harus ditambahkan dalam melakukan tindakan keperawatan. EFT guna untuk
meningkatkan harga diri seseorang. EFT dapat harus digunakan diberbagai tempat seperti
:
1. Tresna Werdha, karena ditresna werdha lansia kurang dalam kebutuhan fisik, sosial
dan ekonomi. Seperti kurang nya pengobatan dalam mengobati penyakit, tidak
adanya keluarga yang mengurus, serta keuangan yang minim.
2. Rumah sakit, karena pasien di Rumah sakit terganggu kejiwaannya karena takut akan
operasi, hasil dari operasi, menjalani kehidupan setelah dioperasi. Sehingga perlu
tindakan terapi yang mau meningkatkan harga dirinya kembali.
3. Panti Asuhan Anak Yatim Piatu, anak –anak yang ditinggal kan orang tuanya
kebanyakan mengalami masalah mental yang menurun, karena kurang nya kasih
sayang dari orang tua , dan iri melihat orang lain di sekitarnya yang mempunyai
orang tua.

B. Keterbatasan Penelitian
1. Penggunaan Kuesioner
Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur dengan kuesioner yang disusun
secara mandiri dengan tambahan dari kuesioner sebelumnya. Keterbatasan yang
didapat adalah sebagian kuesioner belum digunakan di penelitian yang lain. Hal ini
mungkin akan mempengaruhi keakuratan data yang diperoleh.
2. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah metode Simple Random
Sampling, yaitu sampel di pilih dengan menggunakan undian. Dalam pengundian
terdapat responden yang sering diganti atau diulang, karena mempunyai keterbatasan,
seperti kurang pendengaran. Sehingga responden diganti dengan mengundi kembali
menggunakan undian, untuk mempertahankan metode Simple Random Sampling.

3. Pelaksanaan Tindakan Emotional Freedom Technique (EFT)


Keterbatasan tempat, dan kondisi tempat yang berisik dan respon responden yang
kurang memahami karena gangguan indra pendengaran adalah masalah utama dalam
tindakan EFT ini. Tempat yang terbatas dengan kamar yang sempit dan di isi oleh 2
orang membuat suasana tempat menjadi kurang efisien, karena ada lansia lain yang
berada dalam ruangan, serta suasana yang berisik, sehingga dapat mengganggu
konsentrasi responden. Serta responden yang mempunyai gangguan pendengaran
yang selalu meminta mengulang pertkataan peneliti, sehingga akan terjadi
ketidakakuratan hasil.
BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hasil Penelitian di Sub-Unit RPSTW Karawang tahun 2015 mengenai pengaruh
Emotional Freedom Technique (EFT) terhadap perubahan status harga diri lansia dengan
rematik di Sub-Unit RSPTW adalah sebagai berikut:
1. Hasil distribusi frekuensi responden sebelum dilakukan EFT adalah responden yang
mengalami harga diri rendah berjumlah 3 responden (42,9%), yang mengalami harga
diri normal/sedang berjumlah 4 responden (57,1%) sedangkan yang mengalami harga
diri tinggi berjumlah 0.

2. Sedangkan distribusi frekuensi responden sesudah dilakukan EFT adalah responden


yang mangalami harga diri rendah berjumlah 1 responden (14,3%), yang mengalami
harga diri normal/sedang berjumlah 3 responden (42,9%), dan responden yang
mengalami harga diri tinggi berjumlah 3 responden (42,9%).

3. Teridentifikasi tingkat harga diri lansia dengan Rhemtoid Arthritis sebelum dilakukan
tindakan Emotional Freedom Technique (EFT) dengan rata-rata nilai 8,00 yang
artinya harga diri lansia normal/stabil.

4. Sedangkan tingkat harga diri lansia dengan Rhemtoid Arthritis sesudah dilakukan
tindakan Emotional Freedom Technique (EFT) dengan rata-rata nilai 13,29 yang
artinya harga diri lansia normal/stabil.

5. Hasil analisa dari pengaruh Emotional Freedom Technique (EFT) terhadap perubahan
status harga diri lansia dengan rematik di Sub-Unit RPSTW Karawang pada
penelitian ini menunjukkan nilai p = 0,001 < α (0,05) pada tingkat harga diri lansia.
Hal ini berarti ada pengaruh yang bermakna rata-rata tingkat harga diri lansia dengan
rematik sebelum dan sesudah dilakukan tindakan Emotional Freedom Technique
(EFT).

B. Saran
Saran – saran yang diajukan peneliti dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa dengan pemberian tindankan
EFT dengan sering atau sehari sekali, dapat meningkatkan maupun mempertahankan
tingkat harga diri lansia di panti. Sehingga perlu adanya pelatihan khusus kepada
perawat untuk mengembangkan teknik EFT ini guna untuk memenuhi kebutuhan
fsikologis lansia.

2. Bagi Pendidikan
Perlu ditingkatkan nya latihan teknik EFT dan seminar-seninar tentang EFT untuk
kurikulum pendidikan keperawatan sebagai bagian dari topik terapi komplementer,
untuk intervensi pada lansia maupun klien yang mengalami penurunan harga diri.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat dijadikan awal sekaligus motivasi untuk melakukan
penelitian lebih lanjut di lingkup keperawatan jiwa, baik institusi pelayanan maupun
pendidikan, dengan melakukan pada lansia maupun klien yang mengalami penurunan
harga diri. Selain itu masih jarangnya penelitian yang menggunakan teknik EFT
untuk mengetahui perubahan tingkat harga diri, sehingga dibutuhkan penelitian lebih
lanjut dengan waktu yang lebih lama mengenai tindakan EFT yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai