Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Seiring dengan kemajuan jaman, dunia kesehatan dituntut untuk
dapat mengatasi jenis-jenis penyakit yang timbul, diantaranya harus mampu
memberikan diagnosa yang akurat terhadap kasus-kasus yang dihadapi.
Sejak ditemukannya sinar-x pertama kali oleh seorang ilmuwan Jerman
bernama Wilhelm Conrad Roentgent pada tahun 1985, perkembangan ilmu
pengetahuan dibidang imaging semakin pesat. Diagnosa yang akurat dapat
ditegakkan antara lain dengan ditemukannya teknologi Computed
Tomography Scan (CT Scan), fluoroscopy, maupun Magnetic Resonance
Imaging (MRI).
Salah satu pemanfaatan sinar-x untuk mendiagnosa suatu penyakit
adalah pemeriksaan BNO IVP. Pemeriksaan BNO IVP adalah pemeriksaan
secara radiology dari saluran perkemihan dengan memasukkan media
kontras positif secara intra vena dengan tujuan untuk melihat anatomi,
fungsi, dan kelainan lain pada traktus urinarius. Pemeriksaan BNO IVP
dapat digunakan pada kasus kolik ginjal, hipertensi, batu ginjal, dan lain-
lain. (Amstrong, 1987).
Urolithiasis merupakan salah satu bentuk kelainan pada pemeriksaan
BNO IVP, yaitu adanya batu baik radioopaque maupun radiolooscent pada
ureter. Batu radioopaque akan tampak pada foto polos abdomen. Untuk
mengamati adanya batu radiolooscent secara lebih mendetail diperlukan
antara lain pemeriksaan dengan media kontras, pemeriksaan laborat dan
pemeriksaan USG sebagai pemeriksaan penunjang. Batu radiolooscent dapat
terjadi akibat sedimen kalsium oksalat, fosfat, tripel fosfat, maupun asam
urat pada ureter akibat bentuk ureter yang tidak lurus. Kelainan bentuk
ureter yang tidak lurus ini disebut sebagai Kin King yang merupakan
kelainan herediter. Teknik pemeriksaan BNO IVP pada penderita
urolithiasis di RSUD Brebes meliputi foto abdomen polos, selanjutnya foto

1
post injeksi kontras AP 5 menit, 15 menit, 30 menit, dan foto post miksi.
Pada dasarnya teknik pemeriksaan yang digunakan sesuai dengan standar
hanya terdapat beberapa perbedaan pada proyeksi yang digunakan.
Berdasarkan uraian di atas dan untuk mengkaji lebih jauh tentang
pemeriksaan BNO IVP pada kasus urolithiasis, penulis mengangkatnya pada
laporan kasus dengan judul “TEKNIK PEMERIKSAAN BNO IVP
PADA PENDERITA UROLITHIASIS DI RSUD BREBES”.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana prosedur pemeriksaan BNO IVP pada penderita
urolithiasis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah
Brebes ?
1.2.2 Mengapa pada pemeriksaan BNO IVP foto post miksi dibuat
proyeksi AP supine ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk :
1.3.1 Mengetahui prosedur pemeriksaan BNO IVP pada penderita
urolithiasis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah
Brebes.
1.3.2 Mengetahui anatomi dan gambaran patologi traktus urinarius dengan
indikasi urolithiasis.
1.3.3 Mengetahui peranan proyeksi Postero Anterior pada foto post injeksi
15 menit pada pemeriksaan BNO IVP pada penderita urolithiasis di
Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Brebes.

2
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN berisi Latar belakang masalah, Rumusan
masalah, Tujuan penulisan, dan Sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA berisi Anatomi, Fisiologi, Patologi,
Prosedur pemeriksaan, Indikasi dan Kontra indikasi, Teknik
pemeriksaan
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN berisi tentang Hasil penelitian dan
Pembahasan
BAB IV PENUTUP berisi tentang Kesimpulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TRACTUS URINARIUS


Yang dimaksud dengan system urinaria adalah suatu system tentang
pembentukan urine mulai dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
(Pearce, 1999).

6 7

5 2

2
1
3
3
4
4
8
9
10
1. Si1. Sistem Urinaria stem Urinaria 2. Sistem Urinaria

Keterangan Gambar :
1. Ginjal Kanan
2. Ginjal Kiri
3. Ureter
4. Vesika Urinaria
5. Suprarenal Gland
6. Vena Cava Inferior
7. Aorta
8. Rectum
9. Prostat
10. Anal

2.1.1 Ginjal (Syaifuddin, 1997)


Ginjal biasa juga disebut dengan ren, kidney, terletak di
belakang rongga peritoneum dan berhubungan dengan dinding

4
belakang dari rongga abdomen, dibungkus lapisan lemak yang tebal.
Ginjal terdiri dari dua buah yaitu bagian kanan dan bagian kiri.
Ginjal kanan lebih rendah dan lebih tebal dari ginjal kiri, hal ini
karena adanya tekanan dari hati. Letak ginjal kanan setinggi lumbal I
sedangkan letak dari ginjal kiri setinggi thorakal XI dan XII.
Bentuknya seperti biji kacang tanah dan margo lateralnya berbentuk
konveks dan margo medialnya berbentuk konkav. Panjangnya sekitar
4,5 inchi (11,25 cm), lebarnya 3 inchi (7,5cm), dan tebalnya 1,25
inchi (3,75cm). Bagian luar dari ginjal disebut dengan substansia
kortikal sedang bagian dalamnya disebut substansia medularis dan
dibungkus oleh lapisan yang tipis dari jaringan fibrosa. Nefron
merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerulus,
tubulus proksimal, lengkung hendle, tubulus distal, dan tubulus
urinarius (papilla vateri). Pada setiap ginjal diperkirakan ada
1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter,
arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal. Lubang-
lubang yang terdapat pada pyramid renal masing-masing membentuk
simpul dan kapiler suatu badan malphigi yang disebut glomerulus.
Pembuluh afferent bercabang membentuk kapiler menjadi vena
renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior.
Fungsi ginjal antara lain :
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik
atau racun
b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh
d. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain
dalam tubuh
e. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein
ureum, kreatinin, dan amoniak.

5
2

1 4

6
8

Keterangan Gambar :
1. Papilla Renal
2. Substansi Kortikal
3. Sinus Renal
4. Substansi Medulary
5. Pyramid
6. Kalik Minor
7. Kalik Mayor
8. Pelvik Renal

2.1.2 Kalik (Calises)


Bentuknya seperti cawan yang bertangkai yang bermula dari
apises piramidis dari ginjal. Permulaan dari bentuk tangkai itu
disebut kalik minor dan jumlahnya 7 sampai 12 buah. Kumpulan dari
kalik minor yang jumlahnya 2 sampai 5 buah dinamakan renal
pelvis. Bagian yang lebar dari renal pelvis terletak pada sinus renal,
sedangkan bagian bawahnya berbentuk lonjong berjalan melalui
hilus dan dilanjutkan menjadi ureter.

6
2.1.3 Ureter
Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya
antara 10 sampai 12 inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm
sampai 1 cm. Ureter terdiri atas dinding luar yang fibrus, lapisan
tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter
mulai sebagai pelebaran hilum ginjal, dan letaknya menurun dari
ginjal sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan di
depan dari muskulus psoas dan prosesus transversus dari vertebra
lumbal dan berjalan menuju ke bawah dan belakang serta di depan
dari sayap os sacral, kemudian melengkung pada bagian anterior dan
medialnya dan selanjutnya masuk ke kandung kemih melalui bagian
posterior lateral. Pada ureter terdapat 3 daerah penyempitan
anatomis, yaitu :
a. Uretropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari
renal pelvis sampai bagian ureter yang mengecil
b. Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh
darah arteri iliaka
c. Uretropelvico junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam
vesika urinaria (kandung kemih)
Ureter berfungsi untuk menyalurkan urine dari ginjal ke
kandung kemih. Gerakan peristaltic mendorong urine melalui ureter
yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk
pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
(Syaifuddin, 1997).

2.1.4 Kandung Kemih


Kandung kemih merupakan muskulus membrane yang
berbentuk kantong yang merupakan tempat penampungan urine yang
dihasilkan oleh ginjal, organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi).
Letaknya di dalam panggul besar, sekitar bagian postero superior
dari simfisis pubis. Bagian kandung kemih terdiri dari fundus

7
(berhubungan dengan rectal ampula pada laki-laki, serta uterus
bagian atas dari kanalis vagina pada wanita), korpus, dan korteks.
Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan peritoneum (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis (lapisan otot), tunika submukosa,
dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Kandung kemih
bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan posisinya, tergantung dari
volume urine yang ada di dalamnya. Secara umum volume dari
vesika urinaria adalah 350-500 ml.
Kandung kemih berfungsi sebagai tempat penampungan
sementara (reservoa) urine, mempunyai selaput mukosa berbentuk
lipatan disebut rugae (kerutan) dan dinding otot elastis sehingga
kandung kencing dapat membesar dan menampung jumlah urine
yang banyak. (Pearce, 1999).

3
4
5

Keterangan Gambar :
1. Ureter
2. UV Junction
3. Trigone
4. Uretra
5. Prostate

8
2.1.5 Uretra
Uretra adalah saluran sempit yang terdiri dari mukosa
membrane dengan muskulus yang berbentuk spinkter pada bagian
bawah dari kandung kemih. Letaknya agak ke atas orivisium internal
dari uretra pada kandung kemih, dan terbentang sepanjang 1,5 inchi
(3,75 cm) pada wanita dan 7-8 inchi (18,75 cm) pada pria. Uretra
pria dibagi atas pars prostatika, pars membrane, dan pars kavernosa.
Uretra berfungsi untuk transport urin dari kandung kemih ke
meatus eksterna, uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari
leher kandung kemih ke lubang air. (Pearce, 1999).

2.2 PATOLOGI GINJAL


2.2.1 Batu Ginjal
Jenis batu yang ditemukan dalam traktus urinarius umumnya
adalah kalsium oksalat, fosfat, tripel fosfat, asam urat, sistin, disertai
papilla yang mengapur. Gambaran klinis batu di dalam traktus
urinarius bermacam-macam dapat berupa gambaran opak maupun
looscent. Batu kecil di dalam kalik tidak selalu memberikan keluhan,
jadi dapat tanpa gejala. Keluhan yang paling banyak bila batu berada
di dalam ureter.
Batu parenkim ginjal merupakan klasifikasi jinak dalam
ginjal. Sedang yang patologik adalah parut ginjal dan kalsifikasi
abses, penyakit granuloma tua, abses ginjal, atau hematoma.
Batu dalam kandung kencing dapat terbentuk di tempat atau
berasal dari ginjal masuk ke dalam kandung kencin, karena kandung
kencing berkontraksi untuk mengeluarkan air kencing maka batu
akan tertekan pada trigonum yang peka menyebabkan rasa yang
sangat sakit, biasanya terdapat sedikit hematuria dan infeksi yang
sering menyertai keadaan ini.

9
2.2.2 Infeksi Ginjal
Termasuk pielitis, pielonefritis, dan nefritis suppuratif akuta
dapat ditimbulkan oleh penyakit tuberkulosa atau penyakit ganas
pada ginjal.

2.2.3 Tumor Ginjal


a. Karsinoma sel ginjal
Disebut juga hipernefroma, adenokarsinoma ginjal,
karsinoma sel terang. Tumor ini banyak terjadi pada orang
dewasa. Berasal dari mana saja dalam substansi ginjal, mungkin
dari sel epitel atau tubuli ginjal.
b. Tumor wilm
Tumor ini berasal dari kongenital. Timbul dalam
parenkim ginjal, mungkin dari sisa blastoma nefrogen dan
biasanya dari fokus tunggal, kadang-kadang lebih dari satu area.
c. Tumor pelvis renalis
Tumor ini berasal dari epitel. Gamabaran rontgentnya
berbeda dengan adenokarsinoma dan parenkim ginjal normal.
Tidak tampak kelainan pada foto polos abdomen, dengan gejala
utama berupa hematuria. Tumor ini menyebabkan kekurangan
pengisian dalam pelvis atau kalik. Jika tumor kecil sukar untuk
diketahui.
d. Hamartoma
Hamartoma ini penting, sebab ada tendensi untuk
terjadinya infark spontan atau perdarahan dalam substansi ginjal.
Tumor ini dapat terjadi pada kedua ginjal, terutama pada pasien
dengan tubrous sklerosis.
e. Ginjal polikistik
Kelainan ini jarang, dan merupakan hasil metastasis
bilateral, angiomiolimfoma ganda, atau obstruksi sambungan
ureteropelvis kedua ginjal. Penyakit ini diturunkan inherditas.

10
f. Kista tunggal
Kista tunggal berada di dalam parenkim, kelainan ini
didapat. Adanya radang harus dipertimbangkan jika nilai densitas
tinggi ditas 20 HU, terutama jika ditemukan penebalan dinding.
Hal ini juga dapat didemonstrasikan pada hipernefroma yang
nekroik.

2.2.4 Kelainan Kongenital


Di dalam kehidupan janin, ginjal naik dari tempay asalnya
dalam pelvis ke tempat akhirnya setinggi vertebra lumbal II. Ginjal
kemudian mengadakan rotasi 900.
Perubahan letak ginjal biasanya berupa ginjal ektopik
menyilang (cross ectopic kidney), ginjal ektopik dalam pelvis,
nefroptosis, malrotasi dan ginjal tapal kuda. Kelainan kongenital lain
adalah agenesis, aplasia atao hipoplasia ginjal.

2.3 INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI PEMERIKSAAN


2.3.1 Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2001)
a. Benigna Prostatica Hyperplasi (pembesaran prostat jinak), adalah
suatu tumor prostate yang disebabkan oleh adanya penyempitan
atau obstruksi uretra.
b. Bladder calculi/vesico lithiasis/batu kandung kemih
c. Polinephritis, adalah peradangan pada ginjal dan renal pelvis
yang disebabkan oleh pyogenic bakteri (pembentukan nanah)
d. Ren calculi (batu pada ginjal), adalah kalkulus yang terdapat
pada ginjal atau pada parenchim ginjal.
e. Hidronefrosis, adalah distensi dari renal pelvis dan system kalises
dari ginjal yang disebabkan oleh obstruksi renal pelvis atau
ureter.
f. Hipertensi ginjal (renal hypertension), adalah meningkatnya
tekanan darah pada ginjal melalui renal arteri.

11
g. Obstruksi ginjal (renal obstruction), adalah obstruksi pada ginjal
yang disebabkan oleh batu, trombosis, atau trauma.
h. Penyakit ginjal polikistik (polycystic kidney disease), yaitu suatu
penyakit ginjal yang ditandai dengan banyaknya kista yang tidak
teratur pada satu atau kedua ginjal.
i. Cystitis, yaitu peradangan pada vesika urinaria

2.3.2 Kontra Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2001)


a. Hipersensitif terhadap media kontras
b. Tumor ganas
c. Gangguan pada hepar
d. Kegagalan jantung
e. Anemia
f. Gagal ginjal akut maupun kronik
g. Diabetes, khususnya diabetes mellitus
h. Pheochrocytoma
i. Multiple myeloma
j. Anuria (tidak adanya ekskresi dari urine)
k. Perforasi ureter

2.4 PERSIAPAN PEMERIKSAAN


2.4.1 Persiapan Alat dan Bahan (Media Kontras)
2.4.1.1 Persiapan Alat
Alat untuk pemeriksaan BNO IVP yang harus
dipersiapkan antara lain pesawat roentgent siap pakai, kaset
dan film, grid, marker, pengatur waktu, tensi meter, tabung
oksigen, baju pasien, dan gonad shield.
Pada persiapan pemeriksaan BNO IVP perlu
dipersiapkan alat untuk memasukkan media kontras, terdiri
dari alat bantu steril dan non steril. Alat steril yang
diperlukan antara lain spuit 20 cc, kassa, kapas alcohol, anti

12
histamine, dan infuse set. Sedangkan alat bantu non steril
antara lain bengkok, plester, dan handscoen.

2.4.1.2 Persiapan Bahan ( Media Kontras)


Media kontras merupakan bahan yang dapat
digunakan untuk menampakkan struktur gambar suatu
organ tubuh dalam pemeriksaan radiology, dengan foto
polos biasa organ tersebut kurang dapat dibedakan dengan
jaringan sekitarnya karena mempunyai densitas yang
relative sama. Jenis bahan kontras yang sering digunakan
untuk pemeriksaan traktus urinarius adalah kontras positif
yaitu bahan kontras yang mempunyai nomor atom dan
kerapatan tinggi, sehingga pada gambar akan tampak lebih
opak. Berdasar kelarutannya, bahan kontras positif untuk
pemeriksaan traktus urinarius adalah jenis water soluable
yang mengandung senyawa iodium organic.
Penyuntikan media kontras dapat menimbulkan
reaksi pada tubuh pasien. Berikut reaksi-reaksi yang dapat
timbul akibat penyuntikan media kontras.
a. Reaksi Ringan (Mild)
Jenis reaksi ringan yang ditimbulkan bahan
kontras antara lain mual, muntah, dan untuk itu selalu
dipersiapkan nierbekken (bengkok) dan juga handuk
yang dibasahi untuk kompres jika pasien merasa mual.
Dalam keadaan pasien yang mau muntah maka
jangan diposisikan dalam keadaan telentang, tapi
usahakan dalam posisi miring ataupun duduk. Selain
reaksi mual dan muntah, maka jenis reaksi ringan lain
adalah terasa gatal disertai bintik merah (hives) dan
kadang-kadang bisa terjadi bersin. Bentuk lain dari

13
reaksi ringan ini bisa disebabkan adanya rasa takut
terhadap suntikan (response to fear).
Reaksi ringan sifatnya tidak menimbulkan
bahaya dan jarang digunakan obat anti histamine.
b. Reaksi Sedang (Moderate)
Jenis reaksi sedang antara lain timbul
kemerahan yang telah melampaui batas (excessive
urticaria) ataupun muntah yang jumlahnya melebihi
keadaan biasa walaupun yang dimuntahkan berupa
cairan, dan bisa juga timbul bintik-bintik kemerahan
yang besar dan gatal. Bintik kemerahan ini biasanya
terlihat pada lengan atas dekat ketiak, pada daerah
pangkal paha, dan juga di belakang daun telinga.
Pasien yang mengalami reaksi sedang diberikan
pertolongan sederhana dengan diberikan suntikan anti
histamine untuk menetralisir bahan kontras tersebut.
c. Reaksi Berat (Severe)
Reaksi berat biasanya ditandai dengan
menurunnya tekanan darah, berhentinya detak jantung
dan juga pernafasan (cardiac or respiratory arrest),
kesadaran akan hilang, timbul kebiru-biruan, susah
bernafas, sesak. Keterlambatan menolong pasien dalam
reaksi kontras yang berat ini akan menimbulkan
kematian. Pemunculan dari reaksi bahan kontras ini
sifatnya bisa segera dan bisa juga timbul belakangan.
Untuk mengetahui timbulnya reaksi dari bahan kontras
maka sejak penyuntikan pasien jangan ditinggalkan
sendirian dan selalu tanyakan apakah ada reaksi yang
dirasakan akibat dari penyuntikan bahan kontras
tersebut.

14
Jenis reaksi ini sifatnya segera mendapatkan
pertolongan baik dengan pemberian obat-obatan
ataupun alat bantu lainnya. Sebagai penanggulangan
maka pada bagian instalasi radiology harus tersedia
suatu trolly (emergency respons cart) dan dilengkapi
antara lain jarum suntik dan berbagai jenis obat-obatan
emergency, peralatan untuk pemulihan jantung
(cardiovascular resuscitation equipment), oksigen
portable, penyedot (suction), alat pengukur tekanan
darah, alat monitor, dan obat anti histamine seperti
deladryl, kortison, avil, kalmetason dan lain-lain.
Untuk mencegah terjadinya berbagai reaksi
yang mungkin ditimbulkan maka perlu dilakukan test
sensitifitas dengan memasukkan media kontras ke tubuh
pasien untuk melihat kerentanan terhadap media
kontras. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Skin Test
Memasukkan media kontras beberapa cc di
bawah kulit secara intrakutan kemudian ditunggu
beberapa menit, jika timbul benjolan merah berarti
sensitive. Untuk pasien ruangan dilakukan dengan
cara memoleskan yodium di permukaan kulit,
ditutup kassa dan diplester.
b. Test Langsung
Memasukkan media kontras 2 cc melalui
intravena. Pada pasien yang tidak tahan terhadap
media kontras dapat terjadi reaksi mayor atau
minor. Reaksi minor ditunjukkan dengan gejala-
gejala seperti mual, gatal, mata merah, sesak nafas,
muka menjadi sembab. Reaksi mayor dapat

15
ditunjukkan dengan gejala-gejala seperti kolaps
pembuluh darah tepi, kejang, dan denyut jantung
berhenti, keadaan ini diikuti dengan badan terasa
dingin. (Rassad, 1998).
Berikut adalah jenis-jenis bahan kontras
yang biasa digunakan pada pemeriksaan system
urinaria, baik jenis ionic maupun non ionic.
a. Urografin 60 % dan 76 %
b. Iopamiro 300
c. Urovison 58 %
d. Triosil 75 %
e. Hypaque 45 %
f. Conray 280, 325, 420
g. Telebrix 35

2.4.2 Persiapan Pasien


Persiapan pasien pada IVP hamper sama dengan persiapan
pada pemeriksaan barium enema. Dalam hal ini usus harus bersih
dari udara ataupun feses. Kadang-kadang jika kedua pemeriksaan ini
dilakukan bersamaan maka IVP terlebih dahulu dilakukan baru
kemudian diikuti dengan pemeriksaan barium enema.
Adapun persiapan yang dilakukan sebagai berikut :
a. Pada malam hari sebelum pemeriksaan hanya boleh makan
makanan ringan dan tidak mengandung serat, misalnya bubur
kecap.
b. Pada tengah malam tidak boleh makan lagi atau minimal 8 jam
sebelum pemeriksaan tidak boleh.
c. Penderita kalau pada malam hari diberi obat pencahar yaitu
sulfas magnesikus atau garam inggris sebanyak 30 gram, atau
dulkolak tablet sebanyak 4 kapsul.

16
d. Pada pagi harinya pasien diberi dulkolak supositoria 2 butir
untuk lavement.
e. Pasien dilarang merokok dan banyak bicara.
f. Pasien disuruh buang air kecil sebelum pemeriksaan dimulai.
g. Kadar ureum dan kreatinin harus dalam keadaan normal.

2.5 TEKNIK PEMERIKSAAN


2.5.1 Foto Polos Abdomen (Scout Film)
Tujuan : ÿ Untuk melihat persiapan pasien
ÿ Untuk
mengetahui ketepatan posisi
ÿ Untuk
mengetahui faktor eksposi pesawat dan
kekerasan larutan pencucian
ÿ Untuk
mengetahui organ-organ ynag ada dalam
abdomen secara keseluruhan
Faktor teknik : ÿ Menggunakan kaset 30 x 40 cm
ÿ Menggunakan grid bergerak atau diam
Proteksi radiasi : ÿ Gunakan gonad shield baik pada laki-laki
ataupun wanita asal tidak menutupi organ-
organ yang akan dilihat
ÿ Usahakan
luas lapangan penyinaran sebesar obyek
Posisi pasien : ÿ Pasien berbaring telentang di atas meja
pemeriksaan
ÿ Tempatkan
kedua lengan di samping tubuh dan agak
menjauhi

17
ÿ Ganjal
kedua lutut untuk mengurangi ketegangan
dan pergerakan
Posisi obyek : ÿ Mid Sagittal Plane ditempatkan pada
pertengahan kaset/meja pemeriksaan
ÿ Usahakan
daerah simfisis pubis tidak terpotong
Tidak ada rotasi pada pelvis dan anggota
gerak lainnya
Arah sinar : Arah sinar vertical tegak lurus kaset
Pusat sinar : Titik bidik pada Mid Sagittal Plane tubuh
setinggi garis yang menghubungkan Krista
illiaka kanan kiri
FFD : 100 cm
Eksposi : Saat ekspirasi dan tahan nafas
Kriteria radiograf : ÿ Tampak organ abdomen secara keseluruhan
ÿ Tidak ada
rotasi tubuh
ÿ Simetris
kanan kiri
ÿ Gambaran
vertebrae berada pada pertengahan radiograf
ÿ Tampak
jaringan fat line
ÿ Thoracal
12 harus tampak
ÿ Simfisi
pubis masuk dalam lapangan penyinaran

2.5.2 Penyuntikan Media Kontras

18
2.5.2.1 Jenis Penyuntikan Media Kontras
Penyuntikan media kontras pada pemeriksaan BNO
IVP dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Secara Bolus
Yaitu penyuntikan yang dilakukan dengan
manual yaitu menggunakan spuit. Kecepatan dari
mendorong spuit pada saat penyuntikan dapat dikontrol
melalui :
ÿ Besarnya jarum suntik
ÿ Jumlah bahan kontras yang disuntikkan
ÿ Kekentalan bahan kontras
ÿ Kestabilan dari vena
ÿ Kekuatan seseorang untuk mendorong spuit
b. Secara Drip Infus
Metode drip infuse dilakukan pada penggunaan
bahan kontras yang jumlahnya banyak dan waktu
pemasukannya cukup lama. Pemasukan bahan kontras
baisanya dilakukan melalui drip infuse yang telah
terpasang dengan kateter yang telah terpasang pada
pembuluh darah vena. Kecepatan dari aliran bahan
kontras melalui jarum yang telah dipasang dan
dihubungkan dengan kateter/slang infuse dapat diatur
dengan klem yang terletak di bawah flakon infuse.

2.5.2.2 Tempat Penyuntikan Media Kontras


Secara umum penyuntikan pada vena dapat
dilakukan pada vena kubiti, karena venanya besar dan
mudah diraba. Selain itu dapat pula dilakukan pada vena
medial kubiti, vena cepalik, vena basilaris, vena radial, dan
vena basilik.

19
2.5.3 Foto Post Penyuntikan Media Kontras
2.5.3.1 Foto Antero Posterior 5 Menit Setelah Penyuntikan Media
Kontras
Tujuan : ÿ Untuk melihat fungsi ginjal
ÿ Untuk melihat pengisian media
kontras pada pelviokalises
Faktor teknik : ÿ Menggunakan kaset ukuran 24 x 30
cm
ÿ Menggunakan grid diam atau
bergerak
Proteksi radiasi : ÿ Gunakan gonad shield baik pada
laki-laki ataupun wanita asal tidak
menutupi organ-organ yang akan
dilihat
ÿ Usahakan luas lapangan
penyinaran sebesar obyek
Posisi pasien : ÿ Pasien berbaring telentang di atas
meja pemeriksaan
ÿ Tempatkan kedua lengan di
samping tubuh dan agak menjauhi
ÿ Ganjal kedua lutut untuk
mengurangi ketegangan dan
pergerakan
Posisi obyek : ÿ Mid Sagittal Plane tubuh
ditempatkan pada pertengahan
meja/kaset
ÿ Pelvis dan anggota gerak lainnya
tidak boleh mengalami perubahan
ÿ Batas atas prosesus xypoideus dan
batas bawah krista illiaka
Arah sinar : Vertikal tegak lurus terhadap kaset

20
Pusat sinar : Pada pertengahan antara prosesus
xypoideus dan pertengahan kedua
Krista iliaka pada Mid sagittal
Plane tubuh
FFD : 100 cm
Eksposi : Saat ekspirasi dan tahan napas
Kriteria radiograf : Tampak parenchim ginjal, kalik
mayor, renal pelvis

2.5.3.2 Foto Antero Posterior 15 Menit Setelah Penyuntikan Media


Kontras
Tujuan : Untuk melihat pengisian media
kontras di kandung kemih dan
sebagian sisanya masih di ureter
Faktor teknik : ÿ Menggunakan kaset ukuran 30 x 40
cm
ÿ Menggunakan grid diam atau
bergerak
Proteksi radiasi : ÿ Gunakan gonad shield baik pada
laki-laki ataupun wanita asal tidak
menutupi organ-organ yang akan
dilihat
ÿ Usahakan luas lapangan
penyinaran sebesar obyek
Posisi pasien : ÿ Pasien berbaring telentang di atas
meja pemeriksaan
ÿ Tempatkan kedua lengan di
samping tubuh dan agak menjauhi

21
ÿ Ganjal kedua lutut untuk
mengurangi ketegangan dan
pergerakan
Posisi obyek : ÿ Mid Sagittal Plane tubuh
ditempatkan pada pertengahan
meja/kaset
ÿ Pelvis dan anggota gerak lainnya
tidak boleh mengalami perubahan
ÿ Batas atas prosesus xypoideus dan
batas bawah krista illiaka
Arah sinar : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Pusat sinar : Titik bidik pada Mid Sagittal Plane
tubuh setinggi garis yang
menghubungkan Krista illiaka
kanan kiri
FFD : 100 cm
Eksposi : Saat ekspirasi dan tahan napas
Kriteria radiograf : Tampak media kontras di dalam
ureter, sebagian sudah mencapai
kandung kemih. Gambaran
vertebrae di pertengahan radiograf
dan simetris kanan kiri

2.5.3.3 Foto Postero Anterior 15 Menit Setelah Penyuntikan Media


Kontras
Tujuan : Agar posisi kandung kemih dan
ureter lebih dekat dengan kaset.
Faktor teknik : ÿ Menggunakan kaset ukuran 30 x 40
cm
ÿ Menggunakan grid diam atau
bergerak

22
Proteksi radiasi : ÿ Gunakan gonad shield baik pada
laki-laki ataupun wanita asal tidak
menutupi organ-organ yang akan
dilihat
ÿ Usahakan luas lapangan
penyinaran sebesar obyek
Posisi pasien : ÿ Pasien tidur tengkurap di atas meja
pemeriksaan
ÿ Tempatkan kedua lengan di
samping tubuh
ÿ Ganjal kedua lutut untuk
mengurangi ketegangan dan
pergerakan
Posisi obyek : ÿ Mid Sagittal Plane tubuh
ditempatkan pada pertengahan
meja/kaset
ÿ Batas atas prosesus xypoideus dan
batas bawah krista illiaka
Arah sinar : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Pusat sinar : Titik bidik pada Mid Sagittal Plane
tubuh setinggi garis yang
menghubungkan Krista illiaka
kanan kiri
FFD : 100 cm
Eksposi : Saat ekspirasi dan tahan napas
Kriteria radiograf : Tampak media kontras di dalam
ureter, sebagian sudah mencapai
kandung kemih. Gambaran
vertebrae di pertengahan radiograf
dan simetris kanan kiri

23
2.5.3.4 Foto Antero Posterior 30 Menit Setelah Penyuntikan Media
Kontras
Tujuan : Untuk melihat kandung kemih
yang terisi oleh media kontras
Faktor teknik : ÿ Menggunakan kaset ukuran 30 x 40
cm
ÿ Menggunakan grid diam atau
bergerak
Proteksi radiasi : ÿ Gunakan gonad shield baik pada
laki-laki ataupun wanita asal tidak
menutupi organ-organ yang akan
dilihat
ÿ Usahakan luas lapangan
penyinaran sebesar obyek
Posisi pasien : ÿ Pasien berbaring telentang di atas
meja pemeriksaan
ÿ Tempatkan kedua lengan di
samping tubuh dan agak menjauhi
ÿ Ganjal kedua lutut untuk
mengurangi ketegangan dan
pergerakan
Posisi obyek : ÿ Mid Sagittal Plane tubuh
ditempatkan pada pertengahan
meja/kaset
ÿ Batas atas prosesus xypoideus dan
batas bawah krista illiaka
Arah sinar : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Pusat sinar : Titik bidik pada Mid Sagittal Plane
tubuh setinggi garis yang
menghubungkan Krista illiaka
kanan kiri

24
FFD : 100 cm
Eksposi : Saat ekspirasi dan tahan napas
Kriteria radiograf : Tampak kandung kemih terisi
penuh oleh media kontras

2.5.3.5 Foto Post Miksi


Tujuan : ÿ Untuk melihat residu urine di
kandung kemih (keadaan dari
vesika urinaria)
ÿ Melihat adanya ren mobile (terlihat
pada foto AP erect) serta
pembesaran dari prostate
ÿ Dilakukan setelah pasien buang air
kecil
Faktor teknik : ÿ Menggunakan kaset ukuran 24 x 30
cm membujur
ÿ Menggunakan grid diam atau
bergerak
Proteksi radiasi : ÿ Gunakan gonad shield baik pada
laki-laki ataupun wanita asal tidak
menutupi organ-organ yang akan
dilihat
ÿ Usahakan luas lapangan
penyinaran sebesar obyek
Posisi pasien : ÿ Pasien berdiri pada standart kaset
ÿ Kedua tangan berada di samping
tubuh
ÿ Ganjal kedua lutut untuk
mengurangi ketegangan dan
pergerakan

25
Posisi obyek : ÿ Mid Sagittal Plane tubuh
ditempatkan pada pertengahan
meja/kaset
ÿ Daerah pelvis persis di atas kaset
Arah sinar : Tegak lurus terhadap obyek dan
disudutkan 10-150 kaudal
Pusat sinar : Titik bidik 5 cm di atas simfisis
pubis
FFD : 100 cm
Eksposi : Saat ekspirasi dan tahan napas
Kriteria radiograf : Tampak gambaran dari vesika
urinaria

2.5.4 Proyeksi Pada Pemeriksaan BNO IVP (Ballinger, 1999)


2.5.4.1 Proyeksi Antero Posterior
Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan

dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat pada

garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus di

samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Objek diatur

dengan menentukan batas atas processus xypoideus dan batas

bawah adalah symphisis pubis.

Titik bidik pada pertengahan kedua crista iliaca

dengan arah sinar vertikal tegak lurus dengan kaset. Eksposi

dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan napas.

Foto polos dan foto post injeksi umumnya diperoleh

dengan posisi supine. Posisi prone direkomendasikan untuk

penggambaran uretropelvico junction dan untuk pengisian

26
ureter yang mengalami obstruksi pada kasus hydronephrosis.

Pengisian ureter akan lebih baik pada posisi prone karena

mengacu pada kurva atau lengkungan pada bagian inferior

saluran atau traktus. Posisi supine memungkinkan

penempatan kalik bagian atas lebih ke posterior untuk

pengisian yang lebih jelas, bagian anterior dan inferior sistem

pelvis calises terisi lebih mudah dengan posisi prone

16. Posisi Pasien AP

Kriteria radiograf posisi supine maupun prone

menampakkan seluruh bayangan ginjal, bladder dan simfisi

pubis pada radiograf terlihat terpisah,daerah prostat terlihat

pada bagian inferior simfisis pubis pada pasien laki-laki tua,

kontras dengan skala rendah (short scale) secara jelas

menggambarkan media kontras pada daerah ginjal, ureter,

dan bladder.

27
17. Radiograf Foto AP

2.5.4.2 Proyeksi Antero Posterior Oblik (Posisi RPO dan LPO)


Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan

kemudian dirotasikan ke salah satu sisi dengan sudut

kemiringan 300 dari bidang film. Ketika memposisikan

proyeksi AP Oblik, ginjal yang dekat dengan film akan

tampak tegak lurus sedangkan bagian ginjal yang jauh dari

film akan paralel dengan bidang film. Shoulder dan hip diatur

sehingga terletak pada bidang yang sama dan penyokong

yang sesuai ditempatkan di bawah sisi yamg diangkat atau

ditinggikan sesuai keperluan. Titik bidik memasuki  2 inchi

dari lateral menuju midline pada sisi pasien yang diangkat.

Dengan arah sinar vertikal tegak lurus terhadap film pada

krista illiaka. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh

dan tahan napas.

28
18. Posisi Pasien Oblik Kanan

Kriteria radiograf proyeksi AP Oblik sistem urinaria

menggambarkan ginjal, ureter dan bladder terisi media

kontras. Ginjal yang diangkat akan parallel dengan film,

ginjal yang menempel akan tegak lurus dengan film.

19. Radiograf Foto Oblik

2.5.4.3 Proyeksi Lateral

29
Pasien diposisikan lateral atau tidur miring ke sisi kiri

atau kanan tergantung indikasi, dengan Mid Coronal Plane

(MCP) diatur pada pertengahan grid, genu sedikit fleksi

untuk fiksasi. Arah sinar tegak lurus terhadap film menuju ke

MCP pada krista illiaka. Eksposi dilakukan saat pasien

ekspirasi dan tahan napas.

20. Posisi Pasien Lateral

Proyeksi lateral abdomen menggambarkan ginjal, ureter dan

bladder terisi media kontras. Proyeksi lateral digunakan

untuk menggambarkan kondisi seperti rotasi atau tekanan

displacement pada ginjal, menempatkan bayangan calacarous

dan massa tumor.

30
21. Radiograf Foto Lateral

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Identitas Pasien


Dalam mengumpulkan identitas Responden, penulis mendapatkan
data sebagai berikut :
1. Nama : Tn. Nh
2. Umur : 32 tahun
3. Alamat : Randusari, Brebes
4. Pekerjaan : Pegawai swasta
5. Jenis kelamin : Laki-laki
6. Nomor registrasi : 195182
7. Tensi : 120 / 80
8. Permintaan foto : BNO IVP
9. Ureum : 63
10 Kreatinin : 1,9

3.2 Riwayat Penyakit


Diperoleh data riwayat penyakit pasien sebagai berikut :
1. Pasien menderita penyakit tersebut kira-kira selama 3 bulan setelah
menjalani operasi usus buntu.
2. Pasien sering mengalami kesakitan pada perutnya.
3. Kalau kencing terasa sakit dan berwarna merah.

31
4. Pasien datang ke RSUD Brebes melalui IGD dalam keadaan perut
kesakitan, kemudian dokter memberikan permintaan foto BNO polos.
5. Pasien dirawat inap di bangsal Utama II RSUD Brebes.
6. Pasien mendapat pemeriksaan USG.
7. Dokter memberikan permintaan foto BNO IVP di RSUD Brebes pada 30
Juli 2005.

3.3 Jenis Tindakan Pemeriksaan


3.3.1 Pendaftaran Pasien
Pasien mendaftar di Instalasi Radiologi RSUD Brebes pada tanggal
29 Juli 2005.

3.3.2 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28 Juli 2005, dengan
hasil sebagai berikut :
ÿ Kadar ureum 63
ÿ Kadar kreatinin 1,9
ÿ Urine mengandung kristal kalsium
oksalat.

3.3.3 Persiapan Pasien


Persiapan pasien dimulai pada tanggal 29 Juli 2005, namun
pemeriksaan BNO IVP yang semula dijadwalkan akan dilaksanakan
tanggal 30 Juli 2005 ditunda karena pasien panas. Persiapan pasien
kembali dimulai pada tanggal 31 Juli 2005. Karena pasien tersebut
adalah pasien rawat inap maka persiapan dilakukan di bangsal Utama
II. Radiografer menyampaikan kepada perawat bangsal tahapan
persiapan yang harus dilakukan pasien dan resep yang harus
dipersiapkan.
Resep tersebut adalah :

32
1. Media kontras positif Telebrix 35
2. Dulcolak tablek 4 butir
3. 2 capsule dulcolax supp
4. Spuit 20 cc 2 buah
5. Jarum suntik
6. Dexametason 2 amp
7. 2 buah spuit 3 cc

Tahapan persiapan
1. Pada pukul 20.00 pasien menelan dulcolax tablet 2 butir,
dilanjutkan dengan puasa, boleh minum air putih.
2. Pada pukul 21.00 pasien menelan dulcolax tablet 2 butir,
dilanjutkan dengan puasa, boleh minum air putih.
3. Pada pukul 06.00 pagi dimasukkan dulcolax supp ke dalam anus
pasien.
4. Pada pukul 09.00 pagi, pasien sudah berada di Ruang Radiologi
untuk pemeriksaan BNO IVP.

3.3.4 Pelaksanan Pemeriksaan


3.3.4.1 Foto Polos Abdomen
Posisi Pasien : ÿ Pasien berbaring telentang di atas meja
pemeriksaan
ÿ Kedua lengan ditempatkan disamping
tubuh dan agak menjauh.
Posisi Obyek : ÿ Mid Sagittal Plane ditempatkan pada
pertengahan kaset.
ÿ Tidak ada rotasi pada pelvis dan anggota
gerak lainnya.
Penyinaran : ÿ Central ray vertikal tegak lurus kaset

33
ÿ Central point pada Mid Sagittal Plane
tubuh setinggi garis yang
menghubungkan kedua krista illiaka
Faktor teknik : ÿ Kaset dipasang membujur sesuai meja
pemeriksaan
ÿ Ukuran kaset 30 x 40 cm dengan grid
yang sesuai

Faktor eksposi : ÿ kV : 58 kV
ÿ mA : 320 mA
ÿ mS : 160 mS
ÿ FFD : 100 cm

3.3.4.2 Penyuntikan Media Kontras


Penyuntikan media kontras dilakukan oleh dokter yang
berwenang dengan dibantu oleh radiografer. Kontras yang
dipakai adalah Telebrix 35 sebanyak 40 cc, disuntikkan 2 kali
masing-masing 20 cc, secara bolus. Telebrix merupakan media
kontras positif yang bersifat ionik. Kurang lebih 10 menit
setelah kontras disuntikkan pasien mengalami gatal-gatal,
terlihat dengan adanya bintik-bintik merah pada wajah
(urticaria). Untuk mengatasi reaksi kontras yang bersifat ringan
tersebut (mild) diberikan suntikan antihistamin dexametason
sebanyak 1 ampul.

3.3.4.3 Foto Antero Posterior 5 Menit Setelah Penyuntikan Media


Kontras
Posisi Pasien : ÿ Pasien berbaring telentang diatas meja
pemeriksaan

34
ÿ Kedua lengan disamping tubuh dan agak
menjauh
Posisi Obyek : ÿ Mid Sagittal Plane tubuh ditempatkan
pada pertengahan kaset.
ÿ Tidak ada rotasi pada pelvis dan anggota
gerak lainnya.

Penyinaran : ÿ CP vertikal tegak lurus terhadap kaset


ÿ CP pada pertengahan antara prosesus
xypoideus dan pertengahan kedua krista
illiaka pada mid Sagital Plane tubuh.
Faktor teknik : ÿ Kaset dipasang melintang meja
pemeriksaan
ÿ Ukuran kaset 24 x 30 cm dengan grid
yang sesuai.
Faktor eksposi : ÿ kV : 58 kV
ÿ mA : 320 mA
ÿ mS : 160 mS
ÿ FDD : 100 cm

3.3.4.4 Foto Postero Anterior 15 Menit Setelah Penyuntikan Media


Kontras
Posisi Pasien : ÿ Pasien tidur tengkurap di atas meja
pemeriksaan.
ÿ Kedua lengan di samping kanan kiri
kepala
Posisi Obyek : ÿ Mid Sagittal Plane tubuh ditempatkan
pada pertengahan kaset

35
Penyinaran : ÿ Central Ray vertikal tegak lurus terhadap
kaset
ÿ Central Point pada Mid Sagittal Plane
tubuh setinggi garis yang
menghubungkan Krista illiaka kanan kiri
Batas kaset : ÿ Batas atas kaset prosessus xypoideus
(thoracal 10 – thoracal 11)
ÿ Batas bawah kaset simpisis pubis (2-3
jari inferior cokcigis)
Faktor teknik : ÿ Kaset dipasang membujur sesuai meja
pemeriksaan
ÿ Ukuran kaset 30 x 40 cm dengan grid
yang sesuai
Faktor eksposi : ÿ kV : 58 kV
ÿ mA : 320 mA
ÿ mS : 160 mS
ÿ FDD : 100 cm

3.3.4.5 Foto Antero Posterior 30 Menit Setelah Penyuntikan Media


Kontras
Posisi pasien : ÿ Pasien berbaring telentang di atas meja
pemeriksaan
ÿ Kedua lengan disamping tubuh dan agak
menjauhi
Posisi obyek : ÿ Mid Sagittal Plane tubuh ditempatkan
pada pertengahan kaset
Penyinaran : ÿ Central Ray vertikal tegak lurus terhadap
kaset
ÿ Central Point pada Mid Sagittal Plane
tubuh setinggi garis yang
menghubungkan krista illiaka kanan kiri

36
Batas kaset : ÿ Batas atas kaset prosessus xypoideus
ÿ Batas bawah kaset simpisis pubis
Faktor teknik : ÿ Kaset dipasang membujur sesuai meja
pemeriksaan
ÿ Ukuran kaset 30 x 40 cm dengan grid
yang sesuai

Faktor eksposi : ÿ kV : 58 kV
ÿ mA : 320 mA
ÿ mS : 160 ms
ÿ FDD : 100 cm

3.4 Pembahasan
Dari paparan kasus di atas diperoleh uraian sebagai berikut :
a. Pada tanggal 27 Juli 2005 pasien datang ke rumah sakit dalam keadaan
perut kesakitan. Dari IGD pasien dirujuk ke radiology dengan
permintaan foto polos abdomen sebelum diantar ke bangsal untuk rawat
inap. Foto polos abdomen tidak menunjukkan kelainan.
b. Pada hari itu juga dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk tes urine.
Dari pemeriksaan tersebut menunjukkan kadar ureum dan kreatinin
dalam urine pasien dan terdapat sedikit kristal oksalat.
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium (hasil tes urine), dilakukan
pemeriksaan USG. Dari pemeriksaan USG dokter mendiagnosa cystitis
dan batu pasir pada pelvic calises kedua ginjal.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium dan USG diduga pasien menderita
urolithiasis. Karena pada foto polos abdomen tidak tampak batu
radioopaque maka dokter merujuk pemeriksaan BNO IVP curiga batu
radiolooscent.
d. Pemeriksaan BNO IVP dilaksanakan pada 1 Agustus 2005. Pasien
datang ke Instalasi Radiologi pada pukul 09.00 pagi dengan tensi

37
normal, kadar ureum dan kadar kreatinin dalam batas ambang masih bisa
dikerjakan BNO IVP.
d.1 Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen dibuat sebelum pengambilan foto 5
menit, dengan tujuan :
1. Untuk melihat persiapan pasien
Tujuan utama dari foto polos abdomen adalah untuk melihat
persiapan pasien, apabila persiapan pasien bagus/bersih maka
pemeriksaan dapat dilanjutkan. Banyak sekali kasus
pemeriksaan BNO IVP gagal/batal karena persiapan yang jelek,
ini mungkin urus-urus pasien yang kurang baik atau mungkin
obatnya diminum tidak tepat waktu dan lain-lain. Fecalith dan
udara sangat mengganggu pembacaan radiograf.
2. Untuk mengetahui ketepatan posisi dan keadaan dalam rongga
abdomen.
Batas atas kaset setinggi prosessus xypoideus dan batas bawah
kaset sympisis pubis dimaksudkan agar ginjal dan blass tidak
terpotong. Yang dimaksud keadaan dalam rongga abdomen
disini adalah misalnya jika ditemukan batu radioopaque dalam
organ-organ traktus urinarius atau jika ditemukan massa yang
tampak dalam foto polos abdomen.
3. Untuk mendapatkan faktor eksposi yang sesuai (tepat)
Sebuah radiograf yang berkualitas baik harus mampu
memberikan banyak informasi pada organ yang dinilai. Pada
foto BNO polos jaringan fatline dan juga psoas muscularis
harus tampak. Untuk mendapatkan densitas yang optimal maka
faktor eksposi harus tepat, sesuai dengan ketebalan jaringan
atau organ. Pemilihan faktor eksposi yang tepat selain untuk
menghindari dosis radiasi berlebihan juga akan menambah
efisiensi penggunaan film serta larutan pencucian.

38
4. Untuk mengetahui organ-organ yang ada dalam abdomen
secara keseluruhan
Pada rongga abdomen terdapat organ-organ vital seperti organ
traktus urinarius, organ traktus digestivus, hati, pancreas dan
lain-lain
Dari radiograf foto polos abdomen dapat dinilai :
ÿ Batas atas dan batas bawah kaset tepat
ÿ Tampak ginjal dan organ-organ traktus
urinarius yang lain
ÿ Tidak tampak batu radioopaque pada
traktus urinarius
ÿ Tampak kedua psoas muscularis kurang
simetris. Seharusnya dalam memposisikan pasien harus
setepat mungkin (MSP tubuh tepat berada pada
pertengahan kaset) sehingga kedua ginjal dan psoas
muscularis simetris kanan kiri serta collumna vertebrae
berada pada pertengahan kaset.
ÿ Tampak penis mengarah ke superior
sehingga superposisi dengan blass bagian distal. Dalam
membuat foto BNO jangan lupa agar penis diturunkan pada
pasien laki-laki agar tidak mengganggu gambaran blass.
ÿ Tidak tampak feses pada usus
menunjukkan persiapan pasien baik, namun tampak banyak
udara hal ini dimungkinkan karena pasien banyak bicara
atau mungkin karena adanya gangguan kontraksi usus.

d.2 Foto 5 Menit


Hasil radiograf 5 menit :
ÿ Tampak kalisses, pelvic kalisses, dan proksimal ureter ginjal
kanan dan kiri terisi kontras.

39
ÿ Tidak tampak batu radioopaque pada ginjal kanan maupun
ginjal kiri.
ÿ Samar-samar terlihat gambaran radiolooscent pada pelvic
kalisses ginjal kanan.
ÿ Pelvic kalisses ginjal kiri berlekuk-lekuk, kontrasnya tidak
penuh (licin)
ÿ Tampak gambaran radiolooscent di daerah pelvic kalisses
ginjal kiri.
ÿ Bentuk dan besar ginjal normal.

d.3 Foto 15 Menit


Foto 15 menit dibuat dengan proyeksi postero anterior
pasien diposisikan prone, hal ini bertujuan agar :
ÿ Ureter terisi kontras lebih jelas.
ÿ Dengan posisi prone ureter terbebas dari tekanan psoas
muscularis sehingga fungsi ekskresi ureter maksimal.
ÿ Jika ada sumbatan yang disebabkan oleh massa ataupun batu
akan tampak lebih jelas.
Hasil radiograf 15 menit :
ÿ Tampak kedua ureter berfungsi dengan baik.
ÿ Tampak sumbatan pada 1/3 proksimal ureter kanan.
ÿ Blass sudah terisi dengan kontras.
ÿ Fungsi sekresi dan ekskresi kedua ginjal baik.

d.4 Foto 30 Menit


Hasil radiograf 30menit :
ÿ Tampak kedua ureter berfungsi baik.
ÿ Di daerah lumbal 3/lumbal 4 tampak adanya batas tegas
(bendungan).

40
ÿ Blass terisi penuh.
ÿ Tidak tampak indentasi/pendesakan prostate.
ÿ Dinding blass rata.
ÿ Tidak tampak batu radioopaque pada blass.

d.5 Foto Post Miksi


Pada foto post miksi pasien diposisikan supine tanpa
penyudutan kearah kaudal. Foto post miksi berdiri bertujuan untuk
melihat adanya diagnosa renmobil yang biasanya diakibatkan oleh
trauma. Trauma dapat mengakibatkan ruptur jaringan ikat tempat
ginjal sehingga ginjal mengalami pergeseran kearah cranial
maupun kaudal berjarak 2 corpus. Pada kasus ini pasien tidak
diposisikan berdiri karena pasien tidak mengalami trauma.
Alasan arah sinar tidak disudutkan kearah kaudal adalah
dengan arah sinar vertical tegak lurus sudah dapat menampakkan
gambaran yang diinginkan.
Dari pemeriksaan yang telah dilakukan diperoleh kesan :
ÿ Adanya urolithiasis (batu radiolooscent)
ÿ Infeksi di daerah saluran kencing kiri terutama daerah pelvic
kalisses kiri (ureter proksimal).
ÿ Tidak tampak kelainan pada kedua ginjal.
ÿ Kin king dari ureter kiri.
Sesuai dengan riwayat pasien jika kencing terasa sakit dan
berwarna merah atau yang disebut dengan hematuria, disebabkan
oleh batu radiolooscent pada ureter kiri. Akibat batu tersebut
menimbulkan pergesekan dinding-dinding traktus urinarius (dalam
kasus ini dinding ureter) sehingga menimbulkan luka dan terjadi
perdarahan. Selain itu luka-luka tersebut mengakibatkan terjadinya
infeksi. Gambaran infeksi tampak dari kontras yang tidak mengisi
penuh dinding ureter (dinding ureter terlihat licin).

41
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pemeriksaan BNO IVP adalah pemeriksaan secara radiology dari saluran
kemih dengan memasukkan media kontras positif secara intra vena
dengan tujuan untuk melihat anatomi, fungsi, dan kelainan lain pada
traktus urinarius.
2. Pemeriksaan BNO IVP dapat digunakan pada kasus kolik ginjal,
hipertensi, batu ginjal, dan lain-lain.
3. Pemeriksaan BNO IVP tidak dapat dilakukan dalam kondisi pasien
panas, tensi darah tinggi, kadar ureum dan kreatinin tinggi.
4. Kelainan bentuk ureter yang berlekuk-lekuk (tidak lurus) disebut kin
king. Akibatnya mudah terbentuk sediment kristal pada daerah lekukan
yang menimbulkan terjadinya batu.
5. Untuk mengamati adanya lithiasis secara lebih mendetail dan akurat
diperlukan antara lain pemeriksaan media kontras, pemeriksaan laborat
dan pemeriksaan USG sebagai pemeriksaan penunjang.

42
6. Teknik pemeriksaan BNO IVP yang dilakukan di RSUD Brebes sesuai
dengan standar hanya pada foto post miksi posisi pasien supine arah
sinar tidak disudutkan.

4.2 Saran
1. Pasien RSUD Brebes pada umumnya berasal dari ekonomi kelas bawah,
media kontras yang sering digunakan adalah Telebrix jenis media
kontras ionic. Hal ini merupakan pilihan tepat untuk mencegah
terjadinya kasus pembatalan pemeriksaan akibat harga media kontras
yang mahal. Namun tidak ada salahnya jika disediakan media kontras
jenis non ionic seperti Iopamiro. Walaupun harganya agak lebih mahal
namun lebih aman digunakan berkaitan dengan reaksi yang ditimbulkan.
2. Pada foto post miksi jika dibuat supine sebaiknya disudutkan kearah
kaudal agar gambaran blass lebih jelas (tidak overlapping dengan
simpisis pubis), atau jika tidak disudutkan maka pasien dipossisikan
prone agar blass lebih dekat dengan kaset.
3. Dalam membuat foto BNO sebaiknya eksposi dilakukan saat ekspirasi
dan tahan napas untuk menghindari kekaburan radiograf akibat gerakan
organ-organ dalam abdomen.

43

Anda mungkin juga menyukai