Anda di halaman 1dari 4

BAB II.

PEMBAHASAN

II.1. Sumber Energi Otot

Untuk mempertahankan kehidupan dan aktivitas ternak, makanan merupakankebutuhan mutlak yang
harus dipenuhi. Kelebihan karbohidrat yang berasal dari pakan yang dikonsumsi akan dirubah dalam
tubuh ternak menjadi glikogen (patihewan) yang akan disimpan didalam hati dan otot. Glikogen ini akan
dirombakmenjadi asam laktat (anaerob) atau asam piruvat (aerob) dan akan menghasilkan
ATP(adenosine tri fosfat). Pada otot ATP akan digunakan untuk proses kontraksi danrelaksasi sehingga
memungkinkan ternak untuk bergerak atau beraktivitas. Dengandemikian otot strip (otot skelet=rangka
tubuh) disebut sebagai alat pergerakan tubuhatau sebagai eneriy mekanik. Karena otot terdiri dari
unsur-unsur kimia (C, H, O)maka disebut juga sebagai energi kimiawi. Pada saat ternak telah
mengalamikematian maka otot yang semasa hidup ternak disebut sebagai energi mekanik danenergi
kimiawi akan disebut sebagi energi kimiawi saja karena setelah rigor mortisterbentuk maka akativitas
kontraksi tidak tejadi lagi.

setelah ternak mati maka sisa-sisa glikogen dan khususnya ATP yangterbentuk menjelang ternak mati
akan tetap digunakan untuk kontraksi otot sampaiATP habis sama sekali dan pada saat itu akan
terbentuk rigor mortis ditandai dengankekakuan otot (tidak ekstensibel lagi).

Produksi ATP dari glikogen melalui tiga jalur (Gambar 1) yakni:

1. Glikolisis; perombakan glikogen menjadi asam laktat (produk akhir) atau melalui pembentukan
terlebih dahulu asam piruvat (dalam keadaan aerob) kemudianmenjadi asam laktat (anaerob). Pada
kondisi ini akan terbentuk 3 mol ATP

2. Siklus asam trikarboksilat (siklus krebs); sebagian asam piruvat hasil perombakanglikogen bersama
produk degradasi protein dan lemak akan masuk kedalam siklusasam trikarboksilat yang menghasilkan
CO2 dan atom H. Atom H kemudian masukke rantai transport elektron dalam mitochondria untuk
menghasilkan H2O serta 30mol ATP.

3. Hasil glikolisis berupa atom H secara aerob via rantai transport elektron dalammitochondria bersama
dengan O2 dari suplai darah akan menghasilkan H2O dan 4mol ATP.

demikian melalui tiga jalur ini glikogen otot pertama-tama dirubahmenjadi glukosa mono fosfat
kemudian dirombak menjadi CO2 dan H2O serta 37 molATP.

Adenosin tri fosfat (ATP) akan digunakan sebagai sumber energi untukkontraksi, memompa ion Ca2
pada saat relaksasi, dan mengatur laju keseimbangan Nadan K.

lambatnya waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortissangat tergantung pada sedikit
banyaknya ATP yang tersedia pada saat ternakdisembelih. Kondisi ternak yang kurang istirahat
menjelang disembelih dan terutama pada kondisi stress atau kecapaian/kelelahan akan mempercepat
terbentuknya rigormortis.

II.2. Rigor Mortis

Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelihdiawali fase prarigor dimana
otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri denganterjadinya kekakuan pada otot. Padas sat kekakuan
otot itulah disebut sebagaiterbentuknya rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat.

yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada jumlah ATP yang tersedia pada saat
ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia terkaitdengan jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang
ternak mati. Pada ternakyang mengalami kecapaian/kelelahan atau stress dan kurang istirahat
menjelangdisembelih akan mengjhasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga proses rigormortis akan
berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada saat ternakdisembelih akan mempercepat
habisnya ATP akibat perombakan oleh enzim ATPasesehingga rogor mortis akan berlangsung cepat.

yang singkat untuk terbentuknya rigor mortis mengakibatkan pHdaging masih tinggi (diatas pH akhir
daging yang normal) pada saat terbentuknyarigor mortis. Jika pH >5.5– 5.8 pada saat rigor mortis
terbentuk dengan waktu yangcepat dari keadaan normal maka kualitas daging yang akan dihasilkan
menjadi rendah(warna merah gelap, kering dan strukturnya merapat) dan tidak bertahan lama dalam
penyimpanan sekalipun pada suhu dingin.

II.2.1.Fase Rigor Mortis

Ada tiga fase pada proses rigor mortis yakni fase prarigor, fase rigor mortisdan fase pascarigor. Pada fase
prarigor dibedakan atas fase penundaan dan fase cepatseperti terlihat pada gambar 2.

Pada gambar 2 terlihat waktu pascamerta yang dibutuhkan untuk proses rigormortis pada otot yang
berasal dari ternak kelinci. Pada grafik memperlihatkan waktu proses rigor mortis yang berlangsung
sempurna; fase penundaan membutuhkan waktu8 jam dan fase cepat 3 jam. Waktu yang dibutuhkan
terbentuknya rigor mortis adalah11 jam. Pada grafik b memperlihatkan waktu rigor mortis pada kelinci
yangmengalami kecapaian/kelelahan dimana waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya

rigor mortis adalah 5 jam. Pada grafik c adalah proses rigor mortis yang terjadi sangatcepat kurang dari 1
jam (30 menit) yang terjadi pada ternak kelinci yang sudah sangatkelelahan (kehabisan sumber energi).
Ketiga grafik ini (a, b, c) menunjukkan bahwawaktu terbentuknya rigor mortis sangat tergantung pada
jenis ternak dan kondisiternak sebelum mati; makin terkuras energi maka makin cepat terbentuknya
rigormortis waktu pascamerta (jam).

II.2.2. Perubahan Fisik Pada Proses Rigor Mortis

Aktomiosin
Aktomiosin adalah pertautan antara miofilamen tebal (myosin) danmiofilamen tipis (aktin) pada
organisasi miofibriler otot (Modul Struktur Otot) danmengakibatkan terjadinya kekakuan otot. Pada saat
ternak masih hidup maka pertautan kedua miofilamen ini (tebal dan tipis) berlangsung secara reversible
(ulangalik) yakni kontraksi dan relaksasi. Ketika kedua miofilamen bergesek maka dikatakan terjadi
kontraksi dan sarkomer (panjang serat) akan memenedeksebaliknya pada saat kedua miofilamen saling
melepas (tidak terjadi pergesekan)maka disebut terjadi relaksasi ditnadai dengan sarkomer memanjang.

Sesaat setelah ternak mati maka kontraksi otot masih berlangsung sampaiATP habis dan aktomiosin
terkunci (irreversible). Otot menjadi kaku (kejang mayat)dan tidak ekstensible; pada ssat ini tidak
dibenarkan untuk memasak daging karenaakan sangat terasa alot.

II.2.3.Perubahan Karakter Fisikokimia

Kekakuan (kejang mayat) yang terjadi pada saat terbentuknya rigor mortismengakibatkan daging
menjadi sangat alot dan disarnkan untuk tidak dikonsumsi.Kekakuan ini secara perlahan akan kembali
menjadi ekstensibel akibat kerjasejumlah enzim pencerna protein diantaranya cathepsin (lihat proses
maturasi).

Pemendekan otot dapat terjadi akibat otot yang masih prarigor (masih berkontraksi) didinginkan pada
suhu mendekati titik nol. Kejadian ini disebutsebagai cold shortening dimana serat otot bisa memendek
sampai 40% danmengakibatkan otot tersebut menjadi alot dan kehilangan banyak cairan pada
saatdimasak (lihat modul V). Pada saat prarigor, otot masih dibenarkan untukdikonsumsi sekalipun
tingkat keempukannya tidak sebaik jika dikonsumsi pada fase pascarigor. Ini dimungkinkan karena
adanya enzim Ca+2 dependence protease(CaDP) atau calpain yang berperan sebagai enzim yang aktif
bekerja mencerna protein jika ada ion Ca+2 Ion ini diperoleh pada saat reticulum sarkoplasmikdipompa
pascakontraksi otot. pH akhir otot menjadi asam akan terjadi setelah rigor mortis terbentuk
secarasempurna. Tapi kebanyakan yang terjadi adalah rigor mortis sudah terbentuk tetapi pH otot masih
diatas pH akhior yang normal (pH>5.5 – 5.8).

pH akhir otot yang tinggi pada saat rigor mortis terbentuk memberikan sifat fungsional yang baik
padaotot yang dibutuhkan dalam pengolahan daging (bakso, sosis, nugget). Demikian pula pada saat
prarigor, dimana otot masih berkontraksi sangat baik digunakandalam pengolahan. pH asam akan
mengakibatkan daya ikat air (water holding capacity) akan menurun, sebaliknya ketika pH akhir tinggi
akan memberikan dayaikat air yang tinggi.

Denaturasi protein miofibriler dapat terjadi pada pH otot dibawah titikisoelektrik mengakibatkan otot
menjadi pucat, berair dan strukturnya longgar(mudah terurai). Hal ini bisa terjadi pada ternak babi atau
ayam yang mengalamistress sangat berat menjelang disembelih dan akibatnya proses rigor mortis
berlangsung sangat cepat; bisa beberapa menit pada ternak babi.

Warna daging menjadi merah cerah pada saat pH mencapai pH akhir normal(5.5– 5.8) pada saat
terbentuknya rigor mortis.

II.2.4. Faktor-faktor penyebab variasi waktu terbentuknya rigor mortis


Jangka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bervariasi dantergantung pada:

1. Spesis; pada ternak babi waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortislebih singkat,
beberapa jam malahan bisa beberapa menmeit pada kasus PSE(pale soft exudative) dibanding dengan
pada sapi yang membutuhkan waktu24 jam pada kondisi rigor mortis sempurna. Dikatakan sempurna
jika rigormortis terjadi selama 24 jam pada ternak dengan kondisi cukup istirahat danfull glikogen
sebelum disembelih dan suhu ruangan sekitar 15°C.

2. Individu; terdapat perbedaan waktu terbentuk rigor mortis pada individu berbedadari jenis ternak
yang sama. Sapi yang mengalami stress atau tidak cukupistirahat sebelum disembelih akan
memebutuhkan waktu yang lebih cepatuntuk instalasi rigor mortis dibanding dengan sapi yang cukup
istirahat dantidak stress pada saat menjelang disembelih.

3. Macam serat; ada dua macam serat berdasarkan warena yang menyusun otot yakniserat merah dan
serat putih. Rigor mortis terbentuk lebih cepat pada ternakyang tersusun oleh serat putih yang lebih
banyak dibanding dengan seratmerah. Pada otot dengan serat merah yang lebih banyak
memperlihatkan pHawal lebih tinggi dengan aktivitas ATP ase yang lebih rendah. AktivitasATP ase yang
lemah akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan ATP. Dengan demikian pada
otot merah membutuhkanwaktu yang lebih lama untuk terbentuknya rigor mortis

Anda mungkin juga menyukai