Anda di halaman 1dari 30

[DOCUMENT TITLE]

[Document subtitle]

[DATE]
[COMPANY NAME]
[Company address]
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.1. Latar Belakang

Audit internal adalah suatu fungsi penilaian independen yang dibuat


perusahaan dengan tujuan untuk menguji dan mengevaluasi berbagai kegiatan
yang dilaksanakan perusahaan. Sedangkan tujuan dilaksanakannya audit internal
adalah untuk memperbaiki kinerja perusahaan dengan cara membantu karyawan
perusahaan agar mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif.
Audit internal akan melakukan penilaian dengan tujuan untuk menguji dan
mengevaluasi berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara
memberikan berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, petunjuk, dan informasi
sehubungan dengan kegiatan yang akan diperiksa (Tugiman, 2006:11).
Agar berhasilnya peran auditor dalam pencegahan dan pendeteksian adanya
kecurangan, sebaiknya internal auditor perlu memahami kecurangan dan jenis-
jenis kecurangan yang mungkin terjadi dalam perusahaan (Amrizal, 2004).
Sebagai konsep legal yang luas, kecurangan menggambarkan setiap upaya
penipuan yang disengaja, yang dimaksudkan untuk mengambil harta atau hak
hak orang atau pihak lain. Dalam konteks audit atas laporan keuangan,
kecurangan didefinisikan sebagai salah saji laporan keuangan yang disengaja
(Arens, et all, 2008:430).

Dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu audit dirancang untuk


memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan tidak dipengaruhi oleh salah
saji (misstatement) yang material dan juga memberikan keyakinan yang
memadai atas akuntabilitas manajemen atas aktiva perusahaan. Salah saji itu
terdiri dari dua macam yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Menurut
standar pengauditan, faktor yang membedakan kecurangan dan kekeliruan adalah
apakah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji dalam
laporan keuangan, berupa tindakan yang sengaja atau tidak disengaja (Koroy,
2008).
Biasanya kecurangan ini tidak mudah untuk ditemukan. Kecurangan
biasanya ditemukan karena suatu ketidaksengajaan ataupun disengaja. Dengan
demikian manajemen perlu berhati-hati terhadap kemungkinan timbulnya
kecurangan yang mungkin terjadi di perusahaan yang dikelolanya. Untuk
mengatasi timbulnya kecurangan, audit internal diperlukan keberadaannya di
dalam perusahaan, yang bertugas untuk mengevaluasi suatu sistem dan prosedur
yang telah disusun secara benar dan sistematis serta apakah telah
diimplementasikan secara benar, melalui pengamatan, penelitian, dan
pemeriksaan atas pelaksanaan tugas yang telah didelegasikan di setiap unit kerja
perusahaan (Amrizal, 2004).

1.1.2. Rumusan Masalah


2. Bagaimana Sejarah Audit Internal hingga menjadi sebuah standar yang
digunakan secara International ?
3. Bagaimanakah model penerapan Audit Internal yang dilakukan sehingga
memiliki peran sebagai control yang efektif ?
4. Bagaimana hubungan konsep Audit Internal, Audit Manajemen, dan Audit
Keuangan ?

1.1.3. Tujuan
2. Mengetahui sejarah Audit Internal dan perkembangannya sehingga
menjadi standar yang digunakan secara International terutama di Indonesia
3. Mengetahui model penerapan Audit Internal yang dilakukan sehingga
memiliki peran sebagai control yang efektif
4. Mengetahui hubungan konsep Audit Internal, Audit Manajemen, dan
Audit Keuangan
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
2.1.1 Sejarah Audit Internal

Sejarah audit internal berkembang dari waktu ke waktu mengikuti


perubahan yang terjadi pada dunia usaha. Audit internal telah dimulai 3.500 tahun
SM yaitu semenjak jaman peradaban Mesopotamia. Catatan sejarah mengenai
peradaban Mesopotamia menunjukkan adanya tanda-tanda kecil yang dibuat di
samping angka-angka transaksi-transaksi keuangan. Tanda-tanda seperti titik,
tanda silang, dan tanda centang yang ada pada saat itu merupakan potret dari
sistem verifikasi yang telah dijalankan. Seseorang menyiapkan laporan transaksi;
orang lain akan memverifikasi (memeriksa) laporan tersebut. Kontrol internal,
sistem verifikasi, dan konsep pembagian tugas keungkinan telah dilakukan pada
masa-masa itu.

Sejarah mencatat bahwa masyarakat Mesir, Cina, Persia, dan Yahudi pada
abad-abad permulaan juga menerapkan sistem yang sama. Orang-orang Mesir,
misalnya, mensyaratkan adanya saksi dalam transkasi penyerahan padi kelumbung
desa dan mensyaratkan adanya dokumen yang sah untuk transaksi tersebut.

Orang-orang Yunani memiliki sistem yang bisa dikatakan cukup aneh.


Mereka lebih suka memperkejakan budak sebagai petugas pencatat karena bila
sesuatu terjadi maka penyiksaan terhadap budak guna mengorek informasi
dianggap sebagai cara yang lebih efektif daripada harus menanyai karyawan
yang bukan budak dibawah sumpah.

Kerajaan Romawi kuno menerapkan “sistem dengar laporan”. Seorang


karyawan akan membandingkan catatannya dengan catatan karyawan lain.
Verifikasi lisan dirancang untuk menghalangi para karyawan yang
bertanggung jawab terhadap dana untuk melakukan kecurangan.
Dalam perkembangannya, tugas mendengarkan istilah “audit”, yang
bersalah dari bahasa Latin auditus (“mendengarkan”). Salah satu contoh
penerapannya di Kerajaan Romawi adalah quaestors (“pihak penanya”) akan
memeriksa laporan gubernur untuk mendeteksi kecurangan dan penyalahgunaan
dana.

Audit Internal di Abad-Abad Pertengahan


Perdagangan italia yang ekspansif pada abad ke-13
membutuhkan pencatatan yang lebih rumit sehingga lahirlah pembukuan berpasan
gan (doube-entry), yakni setiap transaksi dicatat baik pada sisi debit maupun
kredit. Sistem ini membantu para pengusaha mengontrol transaksi para pelanggan
dan pemasok serta juga membantu mereka mengawasi pekerjaan karyawannya.

Audit Internal di Masa Revolusi Industri


Dimulai ketika terjadi revolusi industri di Inggris. Perusahaan-
perusahaanmemperkejakan akuntan untuk memeriksa catatan keuangannya. Lebih
dari sekadar “mendengarkan”, verifikasi audit kemudian berkembang menjadi
verifikasi catatan tertulis dan perbandingan angka-angka yang tertera pada
jurnaldengan bahan bukti dokumennya.

Audit Internal di Tahun-Tahun Belakangan Ini


Orang-orang Inggris yang kaya raya menginvestasikan dana yang
cukup besar di perusahaanperusahaan  Amerika Serikat, dan mereka menginginkn
adanya verifikasi independen atas investasi mereka. Auditor-auditor Inggris
membawa metode dan prosedur audit yang kemudian diadaptasi Kolonial Inggris
demi kepentingan mereka sendiri. Munculnya Undang - Undang Perushaan
Inggris
menyebabkanpentingnya pertanggungjawaban kepada investor. Amerika Serikat ti
dak memiliki undang-undang seperti ini; sehingga, audit merupakan pengganti
yang memenuhi kebutuhan para pengusaha. Kebutuhan ini memberikan tekanan
pada audit neraca, dengan lebih menitikberatkan pada pendekatan analitis
terhadap akun-akun dilaporan keuangan.
Audit di Amerika Serikat
Setelah Perang Dunia I, perekonomian Amerika Serikat
mengalami pengingkatan. Banyak perusahaan mempublikasikan laporan keuanga
yang diaudit meskipun tidak disyaratkan. Perusahaan kereta api merupakan salah
satu jenis perusahaan yangmengadopsi program audit internal yang berjangkauan
luas.
Para.eksekutif perusahaan kereta api membutuhkan keyakinan bahwa para 
kepala stasiun mengelola penerimaan dana penjualan karcis dengan semestinya.
Audit eksternal terbukti tidak memadai untuk memeriksa aspek-aspek operasional.
Perkembangan audit internal selanjutnya bisa dikatakan bersumber dari
meningkatnya kompleksitas operasi perusahaan dan pemerintahan.
Pertumbuhan perusahaan membatasi kemampuan manajer untuk mengawasi masa
lah operasional sehingga menjadikan audit internal sebuah fungsi yang
semakin penting.

PERKEMBANGAN AUDIT INTERNAL

Selama beberapa tahun, auditor terus memberikan pengaruh


terhadap perkembangan aduit internal. Audit internal modern mulai muncul pada 
tahun 1941 ketika Ikatan Auditor Internal-Institute of Internal Auditors (IIA)
dibentuk. Sejak saat itu para auditor internal memperluas ruang lingkup audit
untuk menilai aspek yang berkaitan dengan operasional perusahaan. Sejak saat itu
profesi auditor internal menjadi setara dengan auditor eksternal. Istilah auditor
internal dan audit internal menimulkan perdebatan. Mereka mencari istilah atau
frase yang bisa lebih baik menjelaskan peranan auditor internal, namun tak satu
pun istilah yang muncul. Para pendiri berharap bahwa tindakan nyata akan lebih
bermanfaat bagi profesi auditor internal dalam mencapai jati dirinya ketimbang
mencari istilah yang mendeskripsikan profesi tersebut.

2.1.2. Definisi Audit Internal


Audit internal memiliki beragam pengertian yang pada intinya memiliki
makna yang sama, pengertian audit internal menurut para ahli yaitu:
1. Menurut Mulyadi “2002”
Internal audit ialah pelaksana audit/auditor yang menjalankan tugas di
dalam perusahaan untuk mengetahui sejauh mana prosedur dan kebijakan
yang telah dibentuk sebelumnya dipatuhi menetapkan apakah pengelolaan
akan aset organisasi atau perusahaan sudah dilaksanakan dengan baik,
menetapkan seberapa efektif dan efisien dari prosedur kegiatan organisasi
atau perusahaan serta menilai keefektivitasan informasi yang diproduksi
yang diproduksi oleh tiap unit di dalam organisasi atau perusahaan.

2. Menurut Hiro Tugiman


Definisi audit internal ialah fungsi penilaian secara independen didalam
organisasi untuk mengetes dan melakukan evaluasi terhadap kegiatan atau
program yang dijalankan.

3. Menurut Ikatan Auditor Internal “Insititute Of Internal Auditors –


IIA” Yang Dikutip Messier “2005”
IAA mendefinisikan bahwa internal audit ialah kegiatan yang independen
dan objectif beserta konsultasi yang disusun untuk meningkatkan nilai dan
opersional organisasi atau perusahaan. Internal audit dapat mendukung
organisasi atau perusahaan dalam pencapaian tujuannya dengan cara
pendekatan yang terstruktur dan disiplin, pendekatan internal audit
tersebut dilakukan dengan cara evaluasi dan meningkatkan keefektifan
manajemen resiko, controlling dan proses tata kelola.

2.1.4. Tujuan Audit Internal

Hiro Tugiman “2006” menyatakan bahwa internal audit memiliki tujuan


dalam membantu anggota organisasi supaya biasa melaksanakan tugas dengan
efektif. Dalam kegiatan internal audit berusaha melaksanakan analisis dan
memberikan berbagai saran dan penilaian. Proses pemeriksaan audit mencakup
pengawasan yang sangat efektif dengan pembayaran yang normal.

Lalu Sukrisno Agoes “2004” menyatakan bahwa tujuan dari audit internal
yaitu membantu manajemen perusahaan melaksanakan tugas melalui analisa,
penilaian dan pemberian saran dan masukan tenaga aktivitas atau program “yang
masuk dalam pemeriksaan”.

2.1.5. Fungsi Audit Internal

Menurut IIA yang dikutip Sawyer [2005:8] Internal Audit merupakan


fungsi penilaian yang dibentuk oleh entitas guna memeriksan serta mengevaluasi
aktivitas entitas sebagai jasa yang telah diberikan kepada entitas perusahaan
(Internal Auditing is an independent, objective assurance and consulting activity
designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an
organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined
approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control,
and governance processes).

Sawyer (2005) menyebutkan fungsi audit internal bagi manajemen


sebagai berikut :
1. Mengawasi kegiatan-kegiatan yang tidak dapat diawasi sendiri oleh
top management.
2. Mengidentifikasi dan meminimalkan risiko.
3. Melakukan validasi laporan ke senior management.
4. Membantu manajemen pada bidang-bidang teknis.
5. Membantu proses pengambilan keputusan.
6. Menganalisis masa depan, bukan hanya untuk masa lalu.
7. Membantu para manajer untuk mengelola perusahaan secara lebih
efektif dan efisien.

2.2.1. Kode Etik Audit Internal


Kode Etik merupakan aturan perilaku yang harus diterapkan oleh, dan
melekat pada diri atau lembaga Auditor Internal. Kode Etik Auditor Internal
tercantum dalam International Professional Practice Framework (IPPF) yang
dikeluarkan oleh The Institute of Internal Auditors (IIA). Kode Etik IIA terdiri
dari 4 (empat) bagian, yaitu :
1. Pendahuluan
2. Penerapan dan Enforcement
3. Prinsip-prinsip (Principles)
4. Aturan Perilaku (Rules of Conduct)

2.2.2. Standar Perilaku dan Standar Profesi Auditor Internal

Audit internal diselenggarakan pada berbagai lingkungan hukum dan


budaya; untuk berbagai organisasi yang memiliki beraneka ragam tujuan, ukuran,
kompleksitas, dan struktur; dan oleh berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar
organisasi. Walaupun perbedaan dapat mempengaruhi praktik audit internal pada
setiap lingkungannya, kesesuaian terhadap Standar Internasional Praktik
Profesional Audit Internal dari IIA (selanjutnya disebut “Standar”) merupakan hal
yang esensial dalam pemenuhan tanggung jawab audit internal dan aktivitas audit
internal. Tujuan Standar adalah untuk:
1. Memberikan panduan dalam memenuhi unsur-unsur yang diwajibkan
dalam Kerangka Kerja Praktik Profesional Internasional.
2. Memberikan suatu kerangka kerja dalam melaksanakan dan
mengembangkan berbagai layanan audit internal yang benilai tambah.
3. Menetapkan dasar untuk mengevaluasi kinerja audit internal.
4. Mendorong proses dan operasional organisasi yang lebih baik.

Standar didasarkan pada rangkaian prinsip-prinsip dan persyaratan yang


diwajibkan (mandatory) yang mencakup:
• Pernyataan atas persyaratan pokok dalam praktik profesional audit internal
dan evaluasi efektivitas kinerjanya, yang berlaku secara internasional pada
tingkatan organisasi dan individual.
• Interpretasi, yang menjelaskan lebih lanjut istilah dan konsep yang
digunakan dalam Standar.
Standar, bersama dengan Kode Etik, mencakup seluruh unsur yang diwajibkan
dari Kerangka Kerja Praktik Profesional Internasional, oleh karena itu, kesesuaian
dengan Kode Etik dan Standar menunjukkan kesesuaian dengan seluruh unsur
yang diwajibkan dalam Kerangka Kerja Praktik Profesional Internasional.
Standar terdiri dari dua kelompok utama: Standar Atribut dan Standar Kinerja.
Standar Atribut mengatur atribut organisasi dan individu yang melaksanakan audit
internal. Standar Kinerja mengatur sifat audit internal dan menyediakan kriteria
mutu untuk mengukur kinerja jasa audit internal tersebut. Standar Atribut dan
Standar Kinerja diterapkan pada seluruh jenis jasa audit internal.
Sebagai gambaran umum atas Standar Internasional Praktik Profesional Audit
Internal mencakup sebagai berikut :
Standar Atribut :
• 1000 – Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung Jawab
• 1100 – Independensi dan Objektivitas
Standar Kinerja :
• 2000 – Standar Kinerja
• 2100 – Sifat Dasar Pekerjaan
• 2200 – Perencanaan Penugasan
• 2300 – Pelaksanaan Penugasan
• 2400 – Komunikasi Hasil Penugasan
• 2500 – Pemantauan Perkembangan
• 2600 – Komunikasi Penerimaan Risiko

2.3.1. Definisi Kontrol

Menurut AICPA (Committee On Auditing Procedure) kontrol internal adalah


rencana organisasi dan semua metode yang terkoordinasi dan pengukuran –
pengukuran yang diterapkan di perusahaan untuk mengamankan aktiva,
memeriksa akurasi dan keandalan data akuntansi, meningkatkan efisiensi
operasional, dan mendorong ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang telah
ditetapkan.

Perluasan SAS 78 atas Definisi AICPA tentang Kontrol Internal.


Kontrol internal adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas
dewan komisaris, manajemen atau pegawai lainnya yang dirancang untuk
memberikan keyakinan yang wajar mengenai pencapaian tujuan.
1. Keandalan pelaporan keuangan
2. Efektivitas dan efisiensi operasi
3. Ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

a. Definisi Kontrol Bagi Akuntan Publik


Auditor independen di Amerika memandang definisi tersebut terlalu luas
untuk tujuan mereka, oleh karena itu kontrol internal dipecah menjadi kontrol
administratif dan kontrol akuntansi. Menurut Statement of Auditing Standards
atau SAS No 1:
- Kontrol administratif mencakup tetapi tidak terbatas pada, rencana
organisasi , prosedur dan catatan yang berkaitan dengan proses
pengambilan keputusan yang tercermin dalam otorisasi manajemen atas
transaksi.
- Kontrol akuntansi terdiri atas rencana organisasi, prosedur, dan catatan
yang berkaitan dengan pengamanan aktiva dan keandalan pencatatan
keuangan, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar
bahwa,
a) Transaksi dilaksanakan sesuai dengan otorisasi umum aatu khusus
dari manajemen.
b) Transaksi dicatat untuk mdenyiapkan penyusunan laporan keuangan
sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang diterima umum atau kriteria
lainnya yangb berlakuuntuk laopran tersebut dan untuk menjaga
akuntabilitas atas aktiva.
c) Akses terhadap aktiva hanya sesuai otorisasi manajemen.
d) Akuntabilitas yang dicatat untuk aktiva dibandingkan dengan aktiva
yang ada pada periode yang wajar dan bila ada terdapat perbedaan
maka akan diambil tindakan yang tepat.

Dari definisi diatas terlihat bahwa definisi kontrol administrasif menghubungkan


kontrol tersebut dengan manajemen, sementara definisi kontrol akuntansi tidak.

b. Definisi Kontrol bagi Auditor Internal

Auditor internal memandang kontrol sebagai penggunaan semua sarana


perusahaan untuk meningkatkan, mengarahkan, mengendalikan, dan mengawasi
berbagai aktivitas dengan tujuan untuk memastikan bahwa tujuan perusahaan
tercapai. Sarana kontrol ini meliputi bentuk organisasi, kebijakan, sistem,
prosedur, induksi, standar, komite, bagan akun, perkiraan, anggaran, jadwal,
laporan, catatan, daftar pemeriksaan, metode, rencana dan audit internal. Namun,
bagi auditor internal kontrol akan memadai dan berguna jika dirancang untuk
mencapai suatu tujuan. Dan definisi kontrol menurut IIA ( Institute of Internal
Auditors ) yaitu setiap tindakan yang diambil manajemen untuk meningkatkan
kemungkinan tercapainya tujuan dan sasaran yang ditetapkan.

2.3.2. Model-Model Internal Controls


Pada awalnya manajemen menggunakan serangkaian fungsi pengujian
pengendalian untuk menentukan kecukupan fungsi Internal Controls organisasi.
Kemudian mulailah berkembang cara pandang baru terkait Internal Controls
khususnya di Amerika Serikat, Kanada dan Inggris. Pada ketiga negara tersebut
itulah dikembangkan model Internal Controls yang terintegrasi.
1. Model COSO
Model COSO yang dikembangkan pada awal tahun 1990an ini
menghubungkan pengendalian dengan lingkungan pengendalian diantaranya
meliputi budaya organisasi, sikap orang yang ada didalam organisasi, dan
pendekatan organisasi untuk menilai risiko. Model ini melakukan pengendalian
dengan cara menempatkan pengendalian pada didalam praktek/pelaksanaan
kegiatan organisasi. Model COSO mendefinisikan Internal Controls sebagai
sistem yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai terhadap
pencapaian tujuan (1) efektivitas dan efisiensioperasi, (2) keandalan informasi
keuangan dan (3) ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Model
COSO terdiri atas lima komponen pengendalian intern sebagai berikut:
a. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
b. Penentuan Risiko (Risk Assessment)
c. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
d. Informasi dan Komunikasi (Communication and Information)
e. Pengawasan (Monitoring)

Model COSO mensyaratkan adanya pertimbangan untuk kelima komponen


a. Lingkungan Pengendalian (The Control Environment).
Komponen ini merupakan pondasi awal untuk pengembangan Sistem
Internal Controls dengan menyediakan disiplin dan struktur yang bersifat
fundamental. Hal ini diantaranya mencakup: Integritas dan Nilai Etika, Komitmen
terhadap Kompetensi, Berfungsinya Auditor, Filosofi Manajemen dan Gaya
Kepemimpinan, Struktur Organisasi, Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab,
Kebijakan dan Praktik Sumber Daya Manusia (SDM). Ketiadaan satu atau lebih
unsur yang penting dari lingkungan pengendaliaan akan menyebabkan sistem
tidak efektif, meskipun terdapat kekuatan dari sisiempat komponen pengendalian
internal yang lain. Efektivitas Internal Controls merupakan fungsi dari unsure
lingkungan pengendalain terhadap individual yang menciptakan,
mengadministrasikan, dan memonitor pengendalian. Suatu organisasi perlu
menetapkan lingkungan pengendalian yang dikomunikasikan kepada pegawai dan
diperkuat dalam pelaksanaan kegiatan seharihari.
b. Penilaian Risiko (Risk Assessment).
Komponen ini merupakan identifikasi dan analisis yang dilakukan oleh
manajemen terhadap risiko terkait dengan pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Penilaian risiko organisasi dapat dilakukan melalui identifikasi,
analisis, dan pengelolaan risiko-risiko yang relevan terhadap penyusunan laporan
keuangan yang secara wajar disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
berlaku umum. Proses penilaian risiko harus mempertimbangkan kejadian dan
keadaan baik yang bersifat eksternal dan internal yang mungkin timbuldan secara
tidak baik mempengaruhi kemampuan entitas untuk mencatat, mengolah,
mengikhtisarkan dan melaporkan data keuangan konsisten dengan asersi
manajemen dan laporan keuangan. Risiko organisasi dapat berasal dari perubahan
dalam lingkungan operasi, peronil baru, sistem informasi baru, pertumbuhan
organisasi yang cepat, teknologi baru, dan lain-lain.
c. Kegiatan Pengendalian (Control Activities).
Komponen ini berupa kegiatan, kebijakan, prosedur dan praktek yang
menjamin pencapaian tujuan institusi. Kegiatan ini memungkinkan pengambilan
berbagai tindakan yang diperlukan untuk mengelola risiko terhadap pencapaian
tujuan organisasi. Kegiatan pengendalian berlangsung di seluruh organisasi,
semua tingkatan dan pada semua fungsi yang ada. Kegiatan ini mencakup rentang
kegiatan mulai dari pengesahan, kewenangan, verifikasi, rekonsiliasi, pengkajian
ulang kinerja, pengamanan aktiva dan pemisahan tugas. Kegiatan pengendalian
yang dapat dilakukan diantaranya penelahaan kinerja, pengolahan informasi,
pengendalian fisik dan pemisahan fungsi.
d. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication).
Komponen ini mendukung semua komponen pengendalian lainnya dengan
mengkomunikasikan tanggung jawab pengendalian kepada seluruh pegawai dan
menyediakan informasi dalam sebuah bentuk dan kerangka waktu yang
mengizinkan orang menyelesaikan tugasnya. Sistem informasi yang ada
menghasilkan laporan-laporan yang berisi informasi mengenai kegiatan
organisasi, keuangan dan informasi yang ada hubungannya dengan kepatuhan,
yang memungkinkan penggunaannya untuk menjalankan dan mengendalikan
organisasi. Informasi ini tidak hanya berhubungan dengan data yang dihasilkan
internal, tetapi juga mengenai peristiwa-peristiwa eksternal, kegiatan-kegiatan dan
kondisi yang dibutuhkan untuk menginformasikan pengambilan keputusan dan
pelaporan untuk pihak luar. Komunikasi yang efektif juga harus terjadi dalam
bentuknya yang luas, mengalir ke bawah, melintasi berbagai tingkatan dalam
organisasi dan juga ke atas. Semua pegawai harus menerima informasi atau pesan
dari Manajemen secara jelas yang menegaskan bahwa tanggung jawab
menjalankan kontrol harus dilakukan secara sangat serius. Pegawai harus
mengerti peran mereka dalam sistem Internal Controls, sama seperti kegiatan
masingmasing secara individual memiliki hubungan dengan pekerjaan orang lain.
Pegawai harus memiliki alat atau media untuk mengkomunikasikan informasi ke
atasan mereka. Mereka juga butuh untuk berkomunikasi secara efektif dengan
pihak luar, seperti halnya pelanggan, pemasok (vendor), pemilik saham dan
regulator.
e. Pemantauan (Monitoring).
Komponen ini memberikan kepastian yang memadai bahwa tujuan suatu
organisasi dapat tercapai, manajemen harus memonitor sistem Internal Controls
untuk menentukan apakah sistem beroperasi spserti yang diinginkan dan
dimodifikasi agar sesuai dengan perubahan dalam kondisi. Pemantuan merupakan
suatu proses yang menilai mutu sistem Internal Controls sepanjang waktu.
Pemantuan mencakup personil yang tepat untuk menilai disain dan operasi
pengendalian dengan dasar yang tepatwaktu dalam mengambil tindakan perbaikan
yang diperlukan. Pengawasan ini juga melibatkan unsur eksternal terhadap
Internal Controls yang dilakukan oleh manajemen atau pihak lain di luar proses
serta pelaksanaan metodologi independen seperti prosedur atau standar cheklist
yang biasa dilakukan oleh pegawai dalam proses. Dalam konteks struktur
organisasi, Model COSO menempatkan dalam konteks mengapa pengendalian
tetapi bukan bagaimana atau dimana . Model COSO mengilustrasikan hubungan
antara risiko dan pengendalian serta menekankan pada tanggung jawab
manajemen dalam organisasi untuk menjadi proaktif dalam mencari jalan agar
tujuan dapat dicapai yaitu penggunaan pengendalian, dengan kata lain, sebagai
satu dari beberapa strategi peminimalan risiko yang akan diambil oleh pimpinan.
Model COSO secara umum dilihat sebagai model pengendalian keras (hard
controls) karena COSO difokuskan pada aksi dalam operasi, proses dan sistem
tergantung pada aksi manajemen dan menaruh ekspektasi (harapan) pada
pimpinan untuk memantau dan mereview kesuksesan mereka dalam mencapai
sasaran/tujuan melalui penggunaan/penerapan Internal Controls yang tepat.
Model COSO memberikan suatu kerangka Internal Controls secara umum yang
didesain untuk memuaskan kebutuhan dari semua kelompok yang berhubungan
dengan Internal Controls yaitu manajemen organisasi, auditor eksternal dan
internal, CFO (Chief Financial Officer), akuntan manajemen dam otoritas
pengatur.

2. Model COCO
Model COCO dikembangkan oleh CICA (Criteria of Control Board of the
Canadian Institute of Chartered Accountants). Model COCO mencakup empat
komponen yaitu :
a. Tujuan (Purpose)
b. Komitmen (Comitment)
c. Kemampuan (Capability)
d. Pengawasan dan Pembelajaran (Learning Monitoring)

3. Model COBIT
Control Objectives for Information and related Technology (COBIT)
merupakan sekumpulan dokumentasi best practices yang dapat membantu
organisasi untuk menjembatani gap antara risiko, kebutuhan kontrol dan
permasalahan-permasalahan teknis. COBIT dikembangkan oleh IT Governance
Institute, yang merupakan bagian dari Information Systems Audit and Control
Association (ISACA) pada tahun 1992. COBIT memberikan kerangka kerja yang
terdiri atas:
a. Tujuan Pengendalian (Control Objectives)
Komponen ini terdiri atas 4 tujuan pengendalian tingkat-tinggi (high-level
control objectives) yang tercermin dalam 4 domain, yaitu: planning &
organization, acquisition & implementation, delivery & support, dan monitoring .
b. Arahan Audit (Audit Guidelines)
Komponen ini berisi sebanyak 318 tujuan-tujuan pengendalian yang
bersifat rinci (detailed control objectives) untuk membantu para auditor dalam
memberikan jaminan manajemen dan/atau saran perbaikan.
c. Arahan Manajemen (Management Guidelines)
Berisi arahan, baik secara umum maupun spesifik, mengenai apa saja yang
mesti dilakukan, terutama agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Sejauh mana Anda (TI) harus bergerak, dan apakah biaya TI yang
dikeluarkan sesuai dengan manfaat yang dihasilkannya.
2. Apa saja indikator untuk suatu kinerja yang baik?
3. Apa saja faktor atau kondisi yang harus diciptakan agar dapat mencapai
sukses
(critical success factors)?
4. Apa saja risiko-risiko yang timbul, apabila kita tidak mencapai sasaran
yang
ditentukan?
5. Bagaimana dengan organisasi lainnya apa yang mereka lakukan?
6. Bagaimana Anda mengukur keberhasilan dan bagaimana pula
membandingkannya.

4. Model CADBURY
Model ini mempunyai juga empat komponen seperti model COCO tetapi
mempunyaiterminologi yang mirip model COSO (tanpa information and
communication), yakni model ini pertama kali muncul dalam suatu laporan yang
berjudul Internal Control and Financial Reporting. Laporan tersebut dipublikasi
bulan Desember 1994 oleh the Committee of the Financial Aspects of Corporate
Governance (Cadbury Committee) yang merupakan bentukan dari the Institute of
Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW).
Model Cadbury menekankan pada pengendalian keuangan (financial control)
dengan menghasilkan kehandalan dari pelaporan keuangan. Selain itu model ini
menekankan pula adanya jaminan atas perlindungan asset dari pelepasan
(disposal) yang tidak sah dan catatan akuntansi yang baik serta kehandalan
informasi keuangan yang digunakan untuk bisnis atau untuk publikasi. Model
Cadbury menginginkan setiap perusahaan yang ada di Inggris untuk menerbitkan
pernyataan tentang Internal Controls atas keuangannya (internal financial
control) yang memuat minimal tentang:
a. pengakuan bahwa direksi bertanggungjawab atas pengendalian internal
atas keuangan
perusahaan.
b. penjelasan bahwa sistem pengendalian tersebut dapat meyakinkan, bukan
jaminan, bahwa tidak ada salah saji atau kerugian yang material dalam
laporan keuangan.
c. menjelaskan prosedur-prosedur kunci bahwa direksi membantu efektivitas
sistem
pengendalian tersebut.
d. mengkonfirmasi bahwa direksi telah mereview efektivitas sistem
pengendalian tersebut.

Pentingnya kontrol audit bagi auditor ( atau pengecekan internal seperti


disebut pertama kali) diakui oleh L.R. Dicksee pada awal tahun 1905. Ia
mengatakan bahwa sistem pengecekan internal yang layak bisa menghilangkan
kebutuhan akan audit yang terperinci. Menurutnya kontrol dapat dibagi menjadi 3
elemen yang terdiri atas : pembagian kerja, penggunaan catatan akuntansi, dan
rotasi pegawai. Menurut George E. Bennett tahun 1930 pengecekan internal
adalah koordinasi dari sistem akun-akun dan prosedur perkantoran yang berkaitan
sehingga seseorang karyawan selain mengerjakan tugasnya sendiri juga secara
berkelanjutan mengecek pekerjaan karyawan yang lain untuk hal-hal tertentu yang
rawan kecurangan.

2.3.3. Peran Auditor Manajemen berkaitan dengan Sistem Pengendalian


Manajemen

Auditor manajemen melakukan reviu atas area-area di organisasi dengan


tujuan untuk mengevaluasi pengendalian manajemen. Oleh karena itu, auditor
manajemen yang efektif harus memahami definisi sistem pengendalian
manajemen dan memahami konsep-konsep evaluasi sistem pengendalian
manajemen. Pemahaman konsep dasar pengendalian dan evaluasi sistem
pengendalian harus menjadi perhatian utama dari semua auditor manajemen.
Auditor manajemen harus memahami konsep-konsep sistem pengendalian
manajemen. Hal ini akan berguna jika auditor diminta untuk mendokumentasikan
dan memahami suatu sistem atau proses. Definisi dan konsep sistem pengendalian
manajemen juga perlu dipahami auditor manajemen agar auditor manajemen
dapat menggunakan definisi dan konsep tersebut untuk menilai apakah
pengendalian yang ada dalam organisasi sudah memadai atau belum. Untuk
melakukan audit yang sukses dan melaporkan kepada manajemen puncak bahwa
pengendalian sudah memadai dalam area tertentu maka seluruh pihak harus
menggunakan definisi dan konsep sistem pengendalian yang sama.

2.4.1. Audit Manajemen dan Audit Keuangan

Ada 2 jenis audit yang sering digunakan perusahaan dalam menjalankan


perusahaannya, yaitu audit keuangan dan audit manajemen. Audit keuangan
umumnya dimaksudkan sebagai alat untuk memverifikasi kewajaran laporan
keuangan perusahaan dalam kurun waktu tertentu, sedangkan audit manajemen
merupakan penelaahan atas suatu bagian mana pun dari prosedur dan metode
operasi dari suatu organisasi untuk menilai efektivitas, efisiensi, dan
ekonomisasinya.
Pengendalian manajemen adalah konsep paling penting dan paling mendasar
yang harus dipahami auditor manajemen. Hal ini disebabkan karena semua
prosedur pengendalian manajemen berfokus pada evaluasi pengendalian
manajemen. Auditor manajemen berhadapan dengan 2 tantangan dalam mereviu
pengendalian dalam organisasi. Pertama, auditor harus memahami definisi sistem
pengendalian. Kedua, auditor harus memahami secara keseluruhan tipe dan sifat
dari pengendalian dalam organisasi
Tujuan utama dari audit manajemen adalah untuk membantu manajemen
dan organisasi yang diaudit untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan
ekonomisasi operasi.
Audit manajemen dapat dilakukan oleh auditor internal atau auditor eksternal.
Yang perlu diperhatikan adalah pihak yang mengaudit tersebut harus independen
dari bagian perusahaan yang sedang diauditnya. Hal ini diperlukan untuk
menjamin objektivitas dalam melakukan audit.
Audit keuangan mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah laporan
keuangan perusahaan sudah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) atau SAK ETAP (Entitas Tanpa Akuntabilitas
Publik), sedangkan audit manajemen mempunyai tujuan untuk menilai efektivitas,
efisiensi, dan ekonomisasi dari perusahaan. Selain itu, kedua jenis audit tersebut
juga berbeda orientasinya. Audit keuangan berorientasi pada masa lampau,
sedangkan audit manajemen berorientasi untuk meningkatkan kinerja operasi
perusahaan pada masa yang akan datang.
Area yang diaudit dalam audit manajemen adalah setiap aspek efektivitas,
efisiensi, dan ekonomisasi dalam suatu perusahaan, sedangkan audit keuangan
hanya mengaudit area-area yang terkait dengan kewajaran penyajian laporan
keuangan perusahaan.
Pada audit keuangan, laporan biasanya didistribusikan kepada banyak
pemakai laporan keuangan, seperti pemegang saham, kreditur, direksi, dan
komisaris, sedangkan laporan audit manajemen ditujukan terutama untuk
manajemen (internal perusahaan). Distribusi yang lebih luas dari laporan audit
keuangan menyebabkan perlu adanya struktur dan isi laporan audit keuangan yang
mengikuti format tertentu (diatur dalam standar [Standar Profesional Akuntan
Publik/SPAP]). Distribusi laporan audit manajemen yang terbatas dan sifat
auditnya yang luas untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan ekonomisasi
menyebabkan laporan audit manajemen dapat bervariasi antar audit.
Berikut adalah ikhtisar beberapa perbedaan antara audit manajemen dan audit
keuangan.

Tabel 1.1
Perbedaan Audit Manajemen dan Audit Keuangan

Karakteristik Audit Manajemen Audit Keuangan


1. Tujuan Menilai dan Menyatakan pendapat
meningkatkan mengenai kewajaran
efektivitas, efisiensi, laporan keuangan
dan ekonomisasi
pengelolaan
2. Ruang Lingkup Audit Seluruh operasi dalam Area yang terkait dengan
perusahaan laporan keuangan
3. Orientasi Aspek operasional masa Aspek keuangan masa
lalu, saat ini, dan yang lalu
akan datang
4. Standar Penilaian Prinsip-prinsip operasi Standar Akuntansi
manajemen Keuangan (SAK) atau
SAK ETAP
5. Metode Teknik-teknik operasi Standar pemeriksaan
manajemen yang diterima umum
(Standar Profesional
Akuntan Publik/SPAP)
6. Pemakai Internal, umumnya Pihak internal dan
manajemen terutama pihak luar
(pemegang saham,
kreditur, publik,
pemerintah)
7. Keharusan Tidak diharuskan, Diharuskan oleh
terutama merupakan peraturan untuk
inisiatif dari pimpinan beberapa jenis
perusahaan perusahaan, seperti
perusahaan publik,
institusi keuangan
Periodik, tetapi Teratur, paling sedikit
umumnya periodenya satu tahun sekali (seperti
8. Frekuensi
tidak teratur perusahaan publik,
institusi keuangan)

2.4.2. Konsep Efektivitas, Efisiensi, dan Ekonomis

Salah satu dari tujuan pengendalian manajemen adalah memastikan


pencapaian tujuan perusahaan secara efektif, efisien, dan ekonomis. Apa yang
dimaksud dengan ketiga istilah tersebut, yaitu efektif, efisien, dan ekonomis?
Ketiga istilah tersebut kadang-kadang digunakan secara bergantian, tetapi
sebenarnya terdapat perbedaan di antara ketiga istilah tersebut.
Efektivitas adalah produksi aktual sesuai dengan yang diharapkan atau
kemampuan suatu unit untuk mencapai tujuan yang diinginkan, sedangkan
efisiensi adalah meminimalkan jumlah sumber daya yang terbuang pada saat
melakukan produksi atau menggambarkan berapa banyak masukan (input) yang
diperlukan untuk menghasilkan satu unit keluaran (output) tertentu.
Ekonomisasi adalah penggunaan sumber daya secara bijak berdasarkan
penggunaan terbaiknya. Dengan kata lain, efektivitas adalah ukuran keluaran
(output measure), efisiensi adalah ukuran dari hubungan antara masukan dan
keluaran, sedangkan ekonomisasi adalah ukuran masukan (input measure).
Konsep ini dapat digambarkan, seperti Gambar 2.1 (Chambers dan Rand, 2010).
Manajemen harus menyadari bahwa situasi selalu berubah.
Pengendalian yang sebelumnya diperlukan dan efektif pada suatu waktu
mungkin akan dianggap tidak perlu atau tidak efektif lagi karena adanya
perubahan dalam operasi perusahaan atau dalam lingkungan eksternal. Oleh
karena itu, sangat penting bagi manajemen untuk melakukan penelaahan secara
periodik sistem pengendalian manajemennya, memodifikasi sistem jika
diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian tersebut tetap efektif, dan
mengeliminasi atau mengubah pengendalian yang tidak lagi diperlukan atau
menjadi sangat memberatkan. Auditor manajemen dapat memberikan banyak
bantuan dalam melakukan penilaian tersebut dan memberikan saran untuk
mengatasi kelemahan yang ada.
Gambar 2.1
Konsep Efektivitas, Efisiensi, dan Ekonomisasi
Pengendalian manajemen juga memerlukan perencanaan dan pengendalian
yaitu formulasi strategi dan pengendalian tugas. Dalam beberapa hal,
pengendalian manajemen berada di antara formulasi strategi dan pengendalian
tugas.

Formulasi strategi adalah yang paling tidak sistematis di antara ketiga hal tersebut,
pengendalian tugas yang paling sistematis, dan pengendalian manajemen terletak
di antaranya. Formulasi strategi berfokus jangka panjang, pengendalian tugas
berfokus ke aktivitas jangka pendek, dan pengendalian manajemen terletak di
antaranya. Hubungan antara ketiga aktivitas tersebut dapat dilihat pada Gambar
2.2 berikut (Anthony & Govindarajan, 2007).
Gambar 2.2
Hubungan antara Formulasi Strategi, Pengendalian Manajemen,
dan Pengendalian Tugas

2.5.1. Audit Internal Sebagai Elemen Sistem Pengendalian Internal


Setiap organisasi harus dikendalikan, artinya semua perangkat dalam
organisasi harus berfungsi untuk memastikan tujuan perusahaan telah tercapai.
Pengendalian organisasi adalah proses yang kompleks. Pengendalian ini
membutuhkan sistem pengendalian manajemen yang merupakan suatu istilah
yang menunjukkan bahwa pengendalian organisasi dilakukan oleh para manajer.
Manajer-manajer senior menggunakan sistem pengendalian manajemen untuk
mendeteksi situasi-situasi yang lepas kendali, operasi organisasi yang tidak efektif
dan tidak efisien, dan memastikan bahwa organisasi telah melaksanakan
strateginya secara efektif dan efisien. Proses ini penting karena ketika bertindak
sebagai manajer maka mereka tidak mengerjakan pekerjaan itu sendiri, dan fungsi
manajer adalah memastikan pekerjaan telah dilakukan oleh orang lain. Jika
manajer tersebut tidak dapat mengamati pekerjaan orang lain maka manajer
memerlukan kepastian dari sistem pengendalian manajemen bahwa pekerjaan
tersebut memang sedang dilaksanakan. Sistem pengendalian manajemen
merupakan suatu proses dan struktur yang tertata secara sistematik yang
digunakan manajemen dalam pengendalian manajemen, yang melibatkan
koordinasi, alokasi sumber daya, memotivasi, dan pengukuran kinerja. Maka
disinilah peran serta hubungan audit internal sebagai salah satu elemen pengendali
manajemen untuk memastikan pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan standar
yang diberlakukan oleh perusahaan, selain itu audit internal sesuai dengan
tujuannya yaitu meningkatkan efektivitas, efisiensi dan ekonomisasi berdasarkan
sikap independensi dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya baik dalam
aktivitas audit manajemen ataupun audit keuangan.

BAB III
KESIMPULAN

Perusahaan didirikan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.


Setiap fungsi divisi/departemen yang ada di perusahaan harus bekerja sama dalam
rangka pencapaian tujuan perusahaan. Tantangan yang sering dihadapi perusahaan
adalah memastikan adanya pengendalian yang memadai untuk memastikan
koordinasi antar fungsi divisi/departemen berjalan dengan baik. Dalam rangka
mencapai tujuan perusahaan tersebut, manajemen perusahaan juga selalu
dihadapkan pada situasi adanya kelangkaan sumber daya (scarce of resources).
Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi oleh semua perusahaan dalam
menyelenggarakan berbagai kegiatan usahanya adalah bagaimana caranya
memastikan semua fungsi divisi/departemen yang ada di perusahaan beroperasi
dengan optimal untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan ekonomisasi dari
perusahaan, dalam situasi adanya kelangkaan sumber daya tersebut. Salah satu
cara untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan ekonomisasi tersebut adalah
dengan melakukan audit atas berbagai aspek di perusahaan.
Sistem pengendalian internal merupakan bagian dari praktik good corporate
governance, juga praktik manajemen, dimana didalamnya mencakup pengawasan
yang memadai, etika bisnis, independensi, pengungkapan yang akurat dan tepat
waktu, akuntabilitas dari seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengelolaan
perusahaan, serta mekanisme untuk memastikan adanya tindak lanjut yang
seksama jika terjadi pelanggaran dalam perusahaan. Dengan keberadaan audit
internal yang efektif, dapat tercipta mekanisme pengawasan untuk memastikan
bahwa sumber daya yang ada dalam perusahaan dapat memberikan ekonomis dan
efektif, dan pengendalian yang ada dalam perusahaan dapat memberikan
kepastian lebih tinggi bahwa informasi yang dihasilkan terpercaya.
Audit internal juga dapat menjadi barometer standar perilaku yang berlaku di
perusahaan melalui aktivitas pengawasan yang dilakukan secara
berkesinambungan, yang mendorong terciptanya iklim kerja yang efisien. Seiring
dengan perbaikan dalam proses internal tersebut, keyakinan investor (termasuk
kreditur) terhadap proses pengelolaan perusahaan juga akan meningkat. Audit
internal yang berperan aktif sebagai mitra bagi manajemen dalam mendukung
penerapan good corporate governance dengan melakukan evaluasi dan perbaikan
proses kerja perusahan yang berpengaruh pada penerapan nilai perusahaan dan
terjaganya akuntabilitas, membantu menjaga efektivitas pengendalian dengan
melakukan evaluasi terhadap efektivitas dan efisiensi serta memberikan input
untuk perbaikan yang berkesinambungan, serta melakukan identifikasi dan
evaluasi risiko signifikan yang dihadapi perusahaan dan memberikan masukannya
untuk perbaikan sistem pengendalian dan manajemen risiko.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/366967050/AUDIT-INTERNAL-Sejarah-
Perkembangan-Dan-Gambaran-Umum
https://www.dosenpendidikan.co.id/audit-internal/#Pengertian_Audit_Internal
http://mercubuana.ac.id/files/AuditInternalI/AUDIT%20INTERNAL%20TM%201-
ok.pdf
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=b3Fdd7SzGVYC&oi=fnd&pg=PA41&dq=standar+audit+internal&ots=fLTG5
Av0dh&sig=FFMUvsJIVKe3D5xEQkPDJlAap_Y&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/57709951/_TM-
01__Pengantar_Audit_Internal.pdf?response-content-disposition=inline%3B
%20filename%3DUntuk_kalangan_sendiri_di_lingkungan_STI.pdf&X-Amz-
Algorithm=AWS4-HMAC-SHA256&X-Amz-Credential=ASIATUSBJ6BAODDSQLHK
%2F20200413%2Fus-east-1%2Fs3%2Faws4_request&X-Amz-
Date=20200413T122053Z&X-Amz-Expires=3600&X-Amz-Security-
Token=IQoJb3JpZ2luX2VjEEIaCXVzLWVhc3QtMSJGMEQCIDHo2QW34pPFGMrD0yQuUI0
LA7Z7zTINtLeAMeLxHOwgAiA0U7zgCOJ4UtqYNtaKCdG5sBdlqPMc062MzWVzf8TRiyq0A
whbEAAaDDI1MDMxODgxMTIwMCIMvG0TQdY7OX6LYWcrKpED9nVpG3pgqXiTUYGEt9S
Ido824eL0sEbadaDBv3IhJjdxJeTrnKNvsEd1%2BwwPimyxDhBOKWOeQ7njRCH257IQGkrU
SHI4IiQJnyI2hr8FqWPEjlk2nKGjHwfnmDMNB1V
%2FBSxgtsRcJV4%2FQD3Fedi2WPATjL0eIHMboghXdZpwZhEcVs1iRbuMkJfNeLrGhUy2Y8
Iu0vKlRuBGhg8aKs%2FR94fuajboeM%2FLBJenraPowX4%2FXid
%2FRZmRgRGrD49BDL3lTqIwlp6WUbntmRDq400kY1SL8ITVFZTJG2X2BGUmmiITQzpCN7
pKGgbsTSxf7QeIj3KKoEJo6xmLSIGhldbFENA7t74msz873F4UpStPejgkIKu6JwnlK9Aq8nfVy
Kj2cPDsa8%2FVghSSyY%2F5d4ziraF9AF%2BLrPg53qDlCi9OSJnZcBTC6aQKA4Baa%2ByT
%2FychAOJ7rGdS4fnIaMyCJeSL2SOJ11l1xwXPUfX%2BP
%2BPtxV6nzgBl6QfQUV3ewtXwK3O98X6bdNFBIsGdg
%2ByrfdZS5KUwxufQ9AU67AH3cARLYnF6Iis3r7pDAWq8OQtTP0DQs2jkEGKJsinSYEOnOK
E%2Bl2%2FSv3ncOVmeKcgEUAhsu7GT0xDlrQKNgWszsYyZowOVqd
%2B46N2scO2HJdDKSAkJMApHgzbq%2BRfNJMI1ztiW%2B
%2FLTaHTGbCS9hKzO52dEGDdz2mnRY0hmJMDzMaaX9FLsVpkylAZvnMRzvi0njcO9iSw1c
7kq3NgRVPtvaLT88ivrkL9qB3OAplXVHWejAKs9tRQLTyI0R7n5Iu5vq8U3CbkSKVzUcieAhO
nkhftA3Pw5XYfUeWeaAxiC96Sdo9bOCwxNxdCrZg%3D%3D&X-Amz-
SignedHeaders=host&X-Amz-
Signature=966287dd5199fb173c6702e95214d87b740d19d77a67d680c5a5ead41b8ba68
9
https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/5657/Bab
%201.pdf?sequence=8
Lawrence B. Sawyer, Mortimer A. Dittenhofer, James H. Scheiner. Sawyer's Internal
Auditing: Audit Internal Sawyer. Jakarta: Salemba Empat.
https://accounting.binus.ac.id/2017/06/20/internal-audit/
https://na.theiia.org/translations/PublicDocuments/IPPF-Standards-2017-
Indonesian.pdf
https://www.academia.edu/10988809/audit_internal_kontrol
http://repository.ut.ac.id/3879/1/EKSI4413-M1.pdf
https://www.dosenpendidikan.co.id/audit-manajemen/
https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/handle/123456789/6040

Anda mungkin juga menyukai