INTERNAL
Nama : Oktafani Ratnaningtyas
Nim : 181622018151567
Bab 1 : Perkembangan Auditor Internal
A. Kode Etik
Kode etik merupakan aturan perilaku yang harus diterapkan oleh, dan melekat pada diri atau lembaga Auditor Internal. Kode
etik berlaku baik pada saat pelaksanaan tugas audit maupun di luar tugas. Kode etik sering juga disebut sebagai standar perilaku.
B. Prinsip
Auditor Internal diharapkan menerapkan dan menegakkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Integritas
2. Objektivitas
3. Kerahasiaan
4. Kompetensi
BAB 5 INDEPENDENSI DAN
OBJEKTIVITAS
A. Independensi dan Obyektivitas
Independensi adalah kondisi bebas dari situasi yang dapat mengancam kemampuan aktivitas auditor intern untuk dapat melaksanakan tanggung
jawabnya secara tidak memihak. Obyektivitas adalah suatu perilaku mental tidak memihak yang memungkinkan auditor intern melaksanakan tugas
sedemikian rupa sehingga mereka memiliki keyakinan terhadap hasil kerja mereka, tanpa kompromi dalam mutu.
B. Independensi
Auditor Internal dikatakan independen apabila dalam melaksanakan tugasnya dapat secara bebas tanpa tekanan dari pihak manapun serta tidak
memihak, sehingga hasil audit yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan yang diharapkan dan bebas dari manipulasi karena aktivitas audit dibawah
tekanan.
C. Independensi Organisasi
Dalam Standar Atribut yang di susun oleh The Institute of Internal Auditors (IIA) Nomor 1110 tentang Independensi Organisasi dinyatakan bahwa:
“Kepala Satuan Audit Intern harus bertanggung jawab kepada suatu level dalam organisasi yang memungkinkan aktivitas audit intern dapat
melaksanakan tanggung jawabnya. Kepala Satuan Audit Intern harus melaporkan independensi organisasional aktivitas audit intern kepada dewan
pengawas, paling tidak setahun sekali.”
D. Objektivitas Individu
Dalam Standar Atribut yang di susun oleh The Institute of Internal Auditors (IIA) Nomor 1120 tentang objektivitas
individu dinyatakan bahwa: “Auditor intern harus memiliki sikap mental tidak memihak dan tanpa prasangka, serta
senantiasa menghindarkan diri dari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan.”
E. Kendala terhadap Independensi atau Obyektivitas
Dalam Standar Atribut yang di susun oleh The Institute of Internal Auditors (IIA) Nomor 1130 tentang objektivitas
individu dinyatakan bahwa: “Jika independensi atau obyektivitas terkendala, baik dalam fakta maupun dalam kesan,
detail dari kendala tersebut harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang. Bentuk pengungkapan tergantung pada
bentuk kendala tersebut.”
BAB 6 AUDIT CHARTER
A. Pengertian Fieldwork
Fieldwork atau pekerjaan lapangan merupakan proses untuk memperoleh keyakinan secara sistematis dengan
mengumpulkan bahan bukti (evidence) secara objektif tentang:
1. Operasi entitas atau kegiatan serta evaluasinya.
2. Melihat apakah operasi tersebut memenuhi standar yang dapat diterima dan mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan.
3. Menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan oleh manajemen.
B. Tujuan Fieldwork
Tujuan Fieldwork adalah memberikan keyakinan dengan melaksanakan prosedur-prosedur audit melalui Audit Program
sesuai dengan tujuan audit yang ingin dicapai.
C. Pembuatan Strategi Fieldwork
Beberapa bagian dari rencana strategis meliputi:
1. Kebutuhan Pegawai
2. Kebutuhan Sumber Daya dari Luar
3. Pengorganisasian Staf Audit
4. Wewenang dan Tanggungjawab
5. Struktur Fieldwork
6. Waktu Pelaksanaan Fieldwork
7. Metode Fieldwork
8. Metode Pendokumentasian
9. Penyiapan Laporan
10.Rencana Kontingensi
D. Self-Direct Audit Team
Dalam audit internal, dikenal juga istilah Self-Direct Audit Team atau tim audit yang mandiri (SAT) didasarkan pada
keyakinan bahwa anggota tim audit dapat membuat keputusan yang dapat diandalkan, sehingga hasilnya dapat lebih
baik dan tepat waktu, dibandingkan dengan individu yang diarahkan dalam lingkungan pengawasan.
E. Stop and Go Auditing
Dalam audit internal, dikenal juga istilah metode stop and go auditing, tujuan metode tersebut adalah untuk
memberdayakan auditor lapangan untuk menghentikan audit selama survei pendahuluan atau waktu lainnya apabila
tidak ditemukan penyimpangan yang potensial atau tidak ada indikasi risiko yang substansial.
F. Control Self Assessment (CSA)
Control Self Assessment (CSA) adalah teknik yang dikembangkan pada tahun 1987 yang digunakan oleh berbagai
organisasi termasuk perusahaan, badan amal dan departemen pemerintah, untuk menilai efektivitas manajemen risiko
dan pengendalian proses sebuah organisasi. Control Self Assessment (CSA) merupakan salah satu jenis audit
partisipatif. Audit partisipatif merupakan proses yang menerapkan berbagai tingkat kemitraan antara auditor dengan
klien atau auditee. Audit partisipatif dalam mencapai tujuan audit terbukti lebih efektif dan efisien.
G. Bagian-bagian Fieldwork
Tujuan audit dicapai dengan menerapkan prosedur audit untuk menentukan apakah prosedur operasi berfungsi
sebagaimana mestinya dan mencapai tujuan operasi. Tujuan operasi diterapkan oleh manajemen. Tujuan-tujuan audit
ditetapkan oleh auditor. Prosedur-prosedur audit adalah sarana yang digunakan auditor untuk memenuhi tujuan
auditnya.
H. Audit SMART
SMART singkatan dari Selective, Monitoring, Assessment of Risk and Trends. Metode Audit SMART ini
menggunakan indikator kunci (key indicator) sebagai elemen dasar dari proses audit. Audit SMART meliputi 4 (empat)
tahapan yaitu: 1. Pemilihan bidang-bidang kunci untuk monitoring dan assessment. 2. Pengembangan key indicator
untuk monitoring dan assessment. 3. Implementasi 4. Pemeliharaan teknik-teknik audit SMART.
I. Pengukuran Kinerja
Tingkat standar per unit waktu dapat berupa:
1. Apa yang dipandang layak diterima oleh manajemen, seperti dalam instruksi-instruksi operasi
2. Kebutuhan departemen produksi seperti dalam jadwal produksi dan lain-lain.
J. Pengembangan Standar
Standar memiliki arti bagi pengukuran. Untuk melakukan audit, maka auditor perlu mencari unit pengukuran yang
sesuai. Beberapa hal yang dapat dijadikan standar:
1. Instruksi kerja (Working instruction)
2. Anggaran (budget)
3. Spesifikasi produk
4. Praktik bisnis yang wajar dan lain-lain.
K. Benchmarking and Evaluation
Penggunaan benchmarking atau membandingkan sesuatu ditujukan untuk meningkatkan semua tingkatan fungsi
auditor internal. Benchmarking dapat diterapkan pada filosofi dasar hubungan antara audit internal dengan organisasi,
organisasi dari fungsi audit, proses perencanaan, penentuan risiko, proses evaluasi diri, fieldwork, metode audit dan
evaluasi, proses pelaporan dan lain-lain.
Sedangkan evaluasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang dilakukan secara periodik terhadap standar yang telah
ditetapkan, karena standar yang telah ditetapkan pada masa lalu bisa jadi pada saat ini sudah tidak relevan lagi karena
terjadi perubahan kondisi.
L. Pengujian
Pengujian audit terdiri dari metode pemeriksaan, perbandingan, analisis dan evaluasi data, materi dan transaksi
berdasarkan beberapa jenis standar atau kriteria. Tujuan khusus proses pengujian adalah untuk menentukan:
1. Validitas yaitu kelayakan, keaslian, dan kewajaran
2. Akurasi yaitu kuantitas, kualitas, dan klasifikasi
3. Ketaatan dengan prosedur, regulasi, hukum yang berlaku dan lain-lain.
4. Kompetensi kontrol yaitu tingkat kenetralan resiko.
M. Teknik Pengujian Transaksi
Teknik-teknik pemeriksaan yang umum adalah:
5. Mengamati
6. Mengajukan pernyataan
7. Menganalisis
8. Memverifikasi
9. Menginvestigasi
10.Mengevaluasi
N. Penerapan Teknik Audit
Kebanyakan penugasan audit akan dilakukan dalam satu dari empat bentuk yaitu audit fungsional, audit
organisasional, studi manajemen, dan audit atas program.
1. Audit Fungsional
2. Audit Organisasional
3. Studi Manajemen
4. Audit Atas Program
O. Outsourcing and Cosourcing
Auditor Internal dapat meminta bantuan jasa dari tenaga ahli (outsourcing) atau mitra (cosourcing) misalnya masalah
produksi, aktuaria dan lain-lain. Pimpinan Auditor Internal bertanggungjawab atas kualitas yang diberikan oleh pihak
luar tersebut (tenaga outsourcing).
P. Penelaahan Analistis
Auditor dalam menentukan kebenaran penyajian laporan keuangan biasanya menggunakan beberapa jenis tes seperti
tes atas transaksi, prosedur penelaahan analitik dan tes langsung terhadap saldo perkiraan. Salah satu tes yang
digunakan adalah prosedur penelaahan analistis yang merupakan bagian penting dalam proses audit karena membantu
auditor dalam menentukan luasnya tes audit lain yang diperlukan.
BAB 11 AUDIT FINDINGS
A. Pemantauan
Dalam Standar Kinerja No. 2500 tentang Pemantauan Perkembangan dinyatakan sebagai berikut: “Kepala Satuan Audit Intern harus
menetapkan dan memelihara sistem untuk memantau disposisi atas hasil penugasan yang telah dikomunikasikan kepada manajemen”.
Dari keterangan di atas, ada beberapa permasalahan yang dapat diperhatikan auditor terkait pemantauan perkembangan tindak lanjut dari audit
antara lain:
1. Apakah Ada Tindak Lanjut dari Rekomendasi yang Telah Disampaikan
2. Apakah Ada Hambatan Dalam Melaksanakan Rekomendasi
3. Apakah Ada Kemungkinan Rekomendasi Tidak Dapat Dilaksanakan
4. Sampaikan Feedback Pada Manajemen (Bukan “Teguran”)
5. Secara Berkala Sajikan Informasi Rekapitulasi Hasil Pemantauan Tindak Lanjut Kepada Manajemen
6. Berikan Tembusan Feedback Hasil Pemantauan Kepada Auditee
B. Laporan Hasil Pemantauan Tindak Lanjut
1. Laporan Dalam Bentuk Surat
2. Laporan Dalam Bentuk Bab
TERIMAKASIH