Anda di halaman 1dari 9

1.

Dalam definisi Audit Internal terdapat kata kunci utama yaitu independensi dan
objektivitas, mengapa independensi internal audit sangat penting? Jelaskan!
JAWAB:
Audit internal harus memiliki independensi dalam melakukan audit dan mengungkapkan
pandangan serta pemikiran sesuai dengan profesinya dan standar audit yang berlaku.
Independensi tersebut sangat penting agar produk yang dihasilkan memiliki manfaat yang
optimal bagi seluruh pemegang saham. Dalam hubungan ini, auditor harus independen dari
kegiatan yang diperiksa. Independensi merupakan bagian dari kode etik profesi audit internal
terhadap profesinya dan terhadap masyarakat secara luas.

2. Apa yang menjadi tujuan Audit Internal? Jelaskan jawaban Anda sesuai dengan IIA?
JAWAB:
Sesuai dengan definisi dan standar yang telah ditetapkan oleh the Institute of Internal
Auditors maka rumusan tujuan internal audit menurut IIA adalah sebagai berikut :
● Menyediakan aktivitas assurance dan konsultasi yang objektif dan independen
● Memberi nilai tambah dan memperbaiki operasional perusahaan atau organisasi
● Membantu organisasi untuk meraih tujuannya dengan membawa pendekatan yang
tertib dan sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas dari proses
manajemen risiko, pengendalian dan tata kelola organisasi.

3. Jelaskan sejarah secara singkat dari peran audit internal dalam sebuah organisasi/
perusahaan dari masa ke masa?

JAWAB:

Sejarah audit internal menunjukan bahwa profesi ini telah berkembang secara sistematik,
mengikuti perubahan yang terjadi di dunia usaha. Setidaknya ilmu dan profesi audit internal telah
dimulai pada 3.500 Sebelum Masehi. Catatan sejarah mengenai peradaban Mesopotamia
menunjukan adanya tanda-tanda kecil yang dibuat di samping angka-angka transaksi keuangan.
Tanda seperti titik, tanda silang dan tanda “Ö” yang ada pada saat itu merupakan potret dari
sistem verifikasi yang telah dijalankan. Seseorang menyiapkan laporan transaksi; orang lain akan
memverifikasi (memeriksa) laporan tersebut. Kontrol internal, sistem verifikasi dan konsep
pembagian tugas kemungkinan telah dilakukan pada masa-masa itu.

Sejarah mencatat bahwa masyarakat mesir, Cina, Persia dan Yahudi pada abad-abad permulaan
juga menerapkan sistem yang sama. Orang-orang Mesir, misalnya mensyaratkan adanya saksi
dalam transaksi penyerahan padi ke lumbung desa dan mensyaratkan adanya dokumen yang sah
untuk transaksi tersebut. Orang Yunani sangat mementingkan control atas transaksi keuangan.
Catatan sejarah tentang masyarakat Yunani menunjukan diperlukannya prosedur otorisasi dan
verifikasi. Sistem kontrol mereka bisa dikatakan cukup aneh. Mereka lebih suka mempekerjakan
budak sebagai petugas pencatat karena bila sesuatu terjadi, maka penyiksaan terhadap budak
guna mengorek informasi dianggap sebagai cara yang lebih efektif dari pada harus menanyai
karyawan yang bukan budak dibawah sumpah. Kerajaan Romawi kuno “sistem dengar laporan”.
Seorang karyawan akan membandingkan catatannya dengan catatan karyawan lain. Verifikasi
secara lisan ini dirancang untuk menghalangi para karyawan yang bertanggung jawab terhadap
dana untuk melakukan kecurangan. Dalam perkembangannya, tugas mendengarkan ini muncul
istilah “audit”, yang berasal dari bahasa latin auditus (“mendengarkan”). Salah satu contoh
penerapannya di Kerajaan Romawi adalah quaestors (“pihak penanya”) akan memeriksa laporan
Gubernur untuk mendeteksi kecurangan dan penyalahgunaan dana.

Ketika Kerajaan Romawi jatuh, sistem moneter dan control internal pun ikut hancur. Baru pada
akhir abad pertengahan para penguasa meminta bukti penerimaan yang menjadi hak mereka.
Para raja dan hakim menerapkan audit awal, yang kemudian diikuti oleh abdi Negara yang
ditunjuk selanjutnya. Perdagangan Italia yang ekspansif pada abad ke – 13 membutuhkan
pencatatan yang lebih rumit sehingga lahirlah sistem pembukuan berpasangan (double entry),
yakni setiap transaksi dicatat baik pada sisi debit maupun kredit. Sistem ini membantu para
pengusaha mengontrol transaksi dengan para pelanggan dan pemasok serta juga membantu
mereka mengawasi pekerjaan karyawannya. Audit dilakukan dengan serius. Bahkan, seorang
auditor yang mewakili Ratu Isabella ikut menemani Colombus menjelajahi dunia.

Audit sebagaimana yang dikenal sekarang, dimulai ketika terjadi revolusi industri di Inggris.
Perusahaan–perusahaan mempekerjakan akuntan untuk memeriksa catatan keuangannya. Lebih
dari sekedar “mendengarkan,” verifikasi audit kemudian berkembang menjadi verifikasi catatan
tertulis dan perbandingan angka – angka yang tertera pada jurnal dengan bahan bukti
dokumennya. Audit, bersamaan dengan investasi yang dilakukan orang-orang Inggris, melintasi
lautan menuju Amerika Serikat pada abad ke-19. Orang Orang Inggris yang kaya raya
menginvestasikan dana yang cukup besar di perusahaan-perusahaan Amerika Serikat, dan
mereka menginginkan adanya verifikasi independen atas investasi mereka. Auditor Auditor
Inggris membawa metode dan prosedur audit yang kemudian diadaptasi Kolonial Inggris demi
kepentingan mereka sendiri. Munculnya Undang-Undang Perusahaan Inggris menyebabkan
pentingnya pertanggungjawaban kepada investor. Amerika Serikat tidak memiliki
undang-undang seperti ini; sehingga, audit merupakan pengganti yang memenuhi kebutuhan para
pengusaha. Kebutuhan ini memberikan tekanan pada audit neraca, dengan lebih menitikberatkan
pada pendekatan analitis terhadap akun-akun di laporan keuangan. Jelaslah bahwa kebutuhan
akan modal luar negeri menjadi pendorong utama perkembangan audit.

Setelah Perang Dunia I, perekonomian Amerika Serikat mengalami peningkatan. Banyak


perusahaan mempublikasikan laporan keuangan yang diaudit meskipun tidak disyaratkan.
Namun pada umumnya audit lebih ditujukan untuk kepentingan para bankir yang mencurigai
pelaporan di neraca yang kelihatannya terlalu optimis, sehingga memerlukan verifikasi yang
independen dan dapat dipercaya. perkembangan audit internal selanjutnya bisa dikatakan
bersumber dari meningkatnya kompleksitas operasi perusahaan dan pemerintah. Pertumbuhan
perusahaan membatasi kemampuan manajer untuk mengawasi masalah operasional sehingga
menjadikan audit internal sebuah fungsi yang semakin penting.
4. PRINSIP-PRINSIP KODE ETIK INTERNAL AUDIT MENURUT IIA
JAWAB:
ADA DI TM 2 SLIDE 16
Kode Etik IIA yaitu:
1. Prinsip-prinsip (ada 1 screenshot)
2. Aturan perilaku (ada 2 screenshot)
5. Jelaskan perbedaan utama antara Audit Internal dan Audit Eksternal!
JAWAB
ADA DI TM 1 SLIDE 39

6. Apa tanggung jawab auditor Internal dalam melakukan pencegahan kecurangan


(Fraud Deterrence)?
Jawab:
Auditor internal bertanggung jawab untuk membantu pencegahan fraud dengan jalan
melakukan pengujian (test) atas kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian intern,
dengan mengevaluasi seberapa jauh risiko yang potensial (potential risk) telah diidentifikasi

7. Apa yang dimaksud Standar IPPF dan ringkasan dari isi Standar Profesional Praktik
Audit Internal!
Jawab :
Standar IPPF (International Professional Practices Framework) adalah Kerangka kerja
konseptual yang mengatur pedoman otoritatif yang diumumkan/dibentuk/dikeluarkan oleh
IIA. Standar mencakup serangkaian prinsip dan persyaratan wajib (mandatory) yang
terdiri dari:

● Pernyataan → Atas persyaratan pokok, dalam praktik profesional audit internal dan
evaluasi efektivitas kinerjanya, yang berlaku secara internasional pada tingkatan
organisasi dan individual
● Interpretasi → Yang menjelaskan lebih lanjut istilah dan konsep yang digunakan
dalam standar (karena membaca standar membutuhkan pemahaman dan pengulangan
dikarenakan jg bahasanya yang sangat text book)
Standar terdiri dari dua bagian pokok, yaitu Standar Atribut (Attribute Standards) dan
Standar Kinerja (Performance Standards). Standar Atribut mengatur atribut organisasi
dan individu yang melaksanakan audit internal, sedangkan Standar Kinerja mengatur
sifat audit internal dan menetapkan kriteria mutu untuk mengukur kinerja kegiatan
audit internal tersebut.

IPPF dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi,


dengan cara memberikan pedoman bagi komite audit dan manajemen untuk mengukur
kinerja auditor internal. Selain itu juga menjadi pedoman bagi para auditor internal untuk
mengukur diri mereka sendiri sehingga mereka dapat mengetahui pencapaian dan kendala
dalam aktivitas audit internal yang dilakukan. Secara garis besar, standar IIA dirancang
dengan tujuan untuk (Robert 2016, IIA 2017)

1) Mendeskripsikan prinsip utama atau dasar untuk praktik audit internal


2) Memberikan framework untuk melakukan dan mempromosikan berbagai kegiatan
audit yang bernilai tambah
3) Sebagai dasar untuk mengukur kinerja audit internal
4) Membantu perkembangan aktivitas operasi perusahaan atau organisasi.

8. Jelaskan bagaimana tanggung jawab fungsi Audit Internal dalam manajemen risiko
dan potensi risiko?
Jawab :
Auditor internal memiliki beberapa fungsi, yaitu pencegahan, pendeteksian dan
penginvestigasian dalam manajemen. Fungsi-fungsi tersebutlah yang menghubungkannya
dengan resiko dan potensi resiko. Fungsi-fungsi tersebut akan berperan mengelola resiko,
jika resiko sudah terdeteksi maka manajemen harus mencari cara untuk menghadapi resiko
serta menginvestigasi potensi resiko tersebut sehingga perusahaan akan tetap stabil.
kemudian untuk fungsi pencegahan, potensi-potensi resiko akan dikelola agar potensi
tersebut tidak akan terjadi.

9. Dalam suatu rapat direksi, seorang pimpinan perusahaan bernama Farhan mengatakan bahwa
dengan adanya auditor internal maka segala macam risiko yang ada di perusahaan dapat
dihilangkan 100%. Hal ini disebabkan tingkat ketelitian dan kewaspadaan yang tinggi dari
pihak auditor sehingga mampu mendeteksi segala macam risiko dan mencegahnya sebelum
risiko tersebut mempengaruhi kinerja perusahaan. Berikan pandangan Saudara terhadap
pemikiran yang dikemukakan Farhan!
Jawab: (Intinya gabisa 100% dihilangkan)
10. Penerapan prosedur pengendalian dengan tujuan pencegahan kecurangan yang dapat
meminimalisir risiko dengan memasang sebuah mesin kasir yang dapat menunjukkan dan
merekam jumlah uang yang dicatat untuk setiap penjualan serta menyediakan struk
pembayaran untuk pelanggan dapat menjadi bagian dari struktur pengendalian intern yang
efektif. Menurut saudara, langkah-langkah apa yang dilakukan untuk mencegah tindakan
kejahatan?
Jawab:
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah tindakan kejahatan:
1. Mengidentifikasi dan mengelola risiko yang mempunyai potensi berdampak
negatif terhadap kesuksesan perusahaan
2. Menerapkan struktur tata kelola yang efektif dan pendekatan manajemen risiko
3. Mengefektifkan aktivitas pengendalian berupa review kinerja, pengolahan
informasi, pengendalian fisik, dan pemisahan tugas
4. Meningkatkan kultur organisasi berupa keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan
tanggung jawab

Anda mungkin juga menyukai