Anda di halaman 1dari 5

Nama : Bella Rizka

Nim : 21350141

1. Tujuan :

Tujuan audit internal tidak begitu memiliki perbedaan jauh dengan audit pada umumnya. Secara
umum, tujuan dari audit internal dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

• Kelengkapan (Completeness), yaitu untuk memastikan seluruh transaksi telah dicatat dan
dimasukkan dalam jurnal secara aktual.

• Ketepatan (Accuracy), yaitu untuk memastikan transaksi dan saldo perkiraan yang ada telah dicatat
dengan benar, perhitungan yang benar, diklasifikasikan dengan tepat, dan dicatat dengan prosedur
yang terencana.

• Eksistensi (Existence), yaitu untuk memastikan bahwa semua harta dan kewajiban yang tercatat atas
dasar kebenaran yang terjadi dan bukan karena kejadian fiktif.

• Penilaian (Valuation), yaitu untuk memastikan bahwa indikator yang diaudit telah menerapkan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku.

• Klasifikasi (Classification), yaitu untuk memastikan bahwa transaksi telah diklasifikasikan dengan
benar di dalam jurnal.

• Ketepatan (Accuracy), yaitu untuk memastikan bahwa semua transaksi dicatat sesuai dengan
tanggal, waktu, dan kejadian secara lengkap dan sesuai dengan rincian dalam saldo akun.

• Pisah Batas (Cut Off), yaitu untuk memastikan bahwa setiap transaksi yang dekat tanggal neraca
akan dicatat dalam periode yang tepat.

• Pengungkapan (Disclosure), yaitu untuk meyakinkan kewajaran dalam penyajian saldo akun yang
sesuai dan dijelaskan dengan wajar dalam isi dan catatan kaki laporan tersebut.

Manfaat :

Auditor intern dituntut untuk memberikan penilaian objektif dan menjaga independensi. Namun hal
itu bukan perkara mudah. Posisi auditor intern sebagai bagian organisasi memerlukan perlakuan
khusus dibanding auditor ekstern yang jelas berada di luar organisasi. Piagam audit intern menjadi
salah satu alat mempertegas independensi. Penegasan itu nampak dari pengaturan posisi unit audit
intern dalam struktur organisasi dan kepada siapa pimpinan unit tersebut bertanggung jawab secara
fungsional. Penegasan tersebut sekaligus juga berguna untuk meningkatkan trust semua unsur
organisasi terhadap fungsi audit intern. Piagam audit intern sebagai mandat, akan sangat
mempengaruhi alokasi sumber daya audit intern. Bila mandatnya tidak jelas, ada risiko ketidaktepatan
alokasi sumber daya audit. Kegiatan audit intern bisa menyerap terlalu banyak sumber daya (tidak
efisien) atau sebaliknya, kekurangan sumber daya. Risiko yang lebih fatal adalah gagalnya audit
intern dalam memberikan manfaat nyata bagi organisasi (tidak efektif). Sebaliknya, bila mandatnya
jelas, alokasi sumber daya akan terarah sesuai tujuan dan tanggung jawab audit intern yang tertuang
dalam piagam audit. Dan jika mandat itu benar-benar atas kesepakatan para pemangku kepentingan,
semestinya alokasi sumber daya tersebut berhasil guna. Mandat yang tertuang dalam piagam audit
akan mempermudah para auditor intern dalam menjalankan pekerjaan mereka karena manajemen dan
para pihak lainnya dapat memahami sendiri tugas dan tanggung jawab auditor intern melalui piagam
itu. Piagam audit juga menjadi sarana komunikasi bagi auditor intern dalam membahas dan
menetapkan prioritas kegiatan audit intern bersama pihak-pihak yang berkepentingan. Piagam audit
sekaligus juga menjadi kriteria kinerja auditor intern. Rumusan tanggung jawab yang jelas dalam
piagam dapat dipakai sebagai dasar menjabarkan ukuran-ukuran kinerja auditor intern. Jadi, auditor
yang gagal memenuhi tanggung jawab yang diatur dalam piagam audit bisa dikatakan buruk
kinerjanya.

2. Internal audit merupakan rangkaian aktivitas dalam pemeriksaan yang dikerjakan oleh pihak yang
berasal dari bagian internal, yaitu auditor perusahaan untuk memeriksa catatan akuntansi dan
keuangan perusahaan. Tugas lain dari auditor internal adalah mengetahui ketaatan perusahaan dalam
menjalankan manajemen yang berlaku di dalamnya.

contoh implementasi :

1. Perencanaan

Tahap perencanaan merupakan langkah awal dalam proses audit internal. Pada tahap ini,
auditor akan mempelajari banyak hal, mulai dari sumber daya dan seluruh aktivitas
perusahaan. Seorang auditor juga harus sudah mengetahui tujuan audit dilakukan. Dan sudah
mempertimbangkan segala risiko yang mungkin timbul dalam proses audit.

2. Pengujian Informasi

Setelah perencanaan, auditor internal bisa melakukan pengujian informasi dan data yang
diperolehnya di lapangan, lalu menganalisisnya. Dalam tahap ini, sebaiknya ada pihak yang
mengawasi kinerja auditor supaya dapat menghindari kecurangan dan pengujian informasi
bersifat objektif.

Auditor akan melakukan pemetaan mengenai masalah yang mungkin muncul dari dengan
mengaitkan informasi yang diperoleh sebelumnya, bahkan ada kalanya harus melibatkan
pihak-pihak luar yang terlibat dalam proses pendanaan perusahaan.

3. Mendapatkan Hasil

Segala pemetaan masalah yang kemungkinan terjadi, auditor internal bisa memeriksa risiko
material dari perusahaan. Auditor yang bertugas akan menganalisis hasil yang didapat dari
observasi lapangan. Jika auditor mengetahui ada kesalahan dari laporan keuangan perusahaan
dan kerugian yang dialami oleh perusahaan, maka auditor akan mengklarifikasi ulang.

4. Menyusun Hasil Evaluasi

Tahap terakhir adalah menyusun hasil evaluasi yang dilakukan setelah semua indikator yang
diaudit tercatat dan dapat disimpulkan. Hasil evaluasi akan disajikan dalam bentuk laporan
audit. Beberapa hal penting yang wajib ada dalam laporan audit misalnya rekomendasi
perkembangan yang mungkin bisa dicapai, atau inovasi yang harus dilakukan oleh
perusahaan.
3. Contingent liabilities (kewajiban bersyarat) adalah potensi kewajiban di masa depan kepada pihak
ketiga sebagai akibat dari aktivitas yang telah terjadi, namun besarnya belum dapat diketahui

subsequent event ( peristiwa kemudian) adalah peristiwa yang terjadi dalam periode sejak tanggal
neraca sampai dengan tanggal selesainya pekerjaan lapangan.

management letter adalah suatu laporan kepada manajemen yang berisi rekomendasi untuk perbaikan
kelemahan-kelemahan yang diungkapkan akuntan publik setelah mempelajari dan mengevaluasi
pengendalian intern perusahaan

4. Dalam melakukan audit khusunya pada siklus perolehan dan pembayaran investasi, terdapat
beberapa hal yang perlu diperiksa seperti existence, accuracy, completeness, dan sebagainya sebagai
syarat pemenuhan pelaporan yang baik.

Berikut ini adalah langkah-langkah yang harus dipenuhi dalam program audit untuk siklus perolehan
dan pembayaran investasi:

Tujuan audit adalah untuk meyakinkan bahwa:


1.      Untuk membuktikan saldo investasi pada tanggal neraca benar-benar ada, dan
merupakan milik Perseroan (existence and ownership)
2.      Untuk menentukan bahwa penilaian investasi telah sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan (valuation)
3.      Investasi yang dijadikan jaminan telah diungkapkan dalam laporan keuangan
(disclosure)
4.      Investasi telah dicatat dan diklasifikasi dengan akurat (accuracy and classification)

5. Audit internal penting bagi suatu entitas untuk memastikan kecukupan pengendalian internal dan
tata Kelola organisasi. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa audit internal yang efektif berdampak
pada peningkatan pengendalian internal organisasi, tata kelola yang baik, dan pada akhirnya
mencegah adanya praktik kecurangan. Meskipun audit internal memiliki peran penting bagi suatu
entitas, tetapi penelitian tentang audit internal di Indonesia masih sangat terbatas. Penelitian terkait
audit internal meningkat sejak diberlakukannya Peraturan OJK tentang kewajiban pembentukan unit
audit internal. Hasil analisis menunjukkan bahwa topik penelitian audit internal di Indonesia secara
umum membahas tentang peran audit internal pada peningkatan pengendalian internal dan tata kelola
perusahaan, efektivitas manajemen risiko, mendeteksi manajemen laba, pencegahan praktik
accounting fraud, dan peningkatan kualitas laporan keuangan. Selain itu, ditinjau dari sisi metode,
penelitian audit internal cenderung menggunakan metode survei dengan instrumen penelitian berupa
kuesioner dan masih sangat sedikit yang menggunakan metode eksperimen. Riset terkait audit internal
yang lebih beragam akan memberikan tambahan pengetahuan terkait faktor yang memengaruhi
efektivitas audit internal di Indonesdia. Penelitian terkait audit internal selanjutnya dapat membahas
faktor-faktor
yang menjadi ukuran kualitas dan efektivitas audit internal, keberagaman keahlian anggota audit
internal, maupun penggunaan sistem three lines of defences untuk mencegah terjadinya accounting
fraud. Audit internal yang berjalan secara efektif pada akhirnya akan mendorong penerapan tata
kelola, pengendalian internal, dan manajemen risiko yang baik pada suatu organisasi.
Jurnal International :

Based on a single-case study, the management letters from IAF and the supporting process in a large
financial institution were analysed. In
the case study, IAF is organised, staffed and working in such a way that EA can rely on the work
delivered at a level of high control reliance.
IAF performs only auditing and is not involved in any other roles. This clear role definition is both
supported by regulatory requirements and recognised as agreed local practice. Consequently, IAF
complies with general independence and ethical requirements. As part of the study, a detailed review
was conducted of the management letter reporting of the internal control audits for 2008–2017. The
review clarified the extent to which IAF impact internal controls. In total, 223 (27%) of the
observations resulted in recommendations for implementation of new controls. The remaining 598
(73%) relate to improvements to existing controls, including documentation. All
recommendations reported in management letters are implemented, without exception. Based on this
analysis, IAF have a significant
impact on internal controls and deliver work at a high quality (Trotman & Duncan, 2018). As a basis
for the analysis of how IAF affect internal controls, a description of the management letter process
was established, including five interactions between IAF and the client (Figure 2). To contribute to an
understanding of how internal control audits impact internal controls, these interactions were analysed
based on the theories of audit–client interaction (Fearnley et al., 2011; Salterio, 2012). The results are
summarised in Table 3:
IAF and the client both exhibit mixed behaviour, but their behaviour is predominantly argumentative
when making decisions regarding
internal control audits. The examples of mixed behaviour are as expected (Murnighan & Bazerman,
1990). The mixed behaviour is also supported by IAF as they consider when ‘enough is enough’ with
the aim of supporting the long-term relationship (Stefaniak et al., 2012).
The combined IAF and client behaviour is primarily an exchange of information in which issues are
presented at meetings between IAF
and the client and the quality of information decides the output of the interaction. There are, however,
two exceptions, namely, the overall prioritisation of the resources required to improve existing
controls or implement new ones and the LFAR. The prioritisation of resources is a management
responsibility and thus a client product, and IAF fully respect the authority of the executive board.
The LFAR, on the other hand, is IAFs' responsibility, being their report to the board of directors, and
consequently it is an IAF product.
A key element in the management letter process is the meeting regarding the initial observation,
where a common understanding of an internal control weakness is established. The remainder of the
management letter process might be considered as interactions aimed
at mitigating this weakness and reporting the result to management. Even though IAF's behaviour in
these remaining interactions is predominantly argumentative/insisting, the interaction strategy could
be seen as integrative, aiming at joint problem solving (McCracken
et al., 2011). Supporting this view, the ‘trade-off’, from an IAF perspective, is the prioritisation of the
recommendations, whereas their
key objective of mitigating the audit risk is not discussed. Mitigation of audit risk is achieved, because
the output of the IAF–client interaction is the decision on implementation of new controls or
improvement of existing ones, which should be considered a joint product. This joint product and
understanding have been established through a step-by-step process in which disagreements are
settled before the next step is started. The fact that different levels of employees have agreed the
‘step-by-step’ interactions might explain an unconditional acceptance from the audit committee.
Potentially, the audit committee, and therefore also the board of directors, could disagree with the
recommendations, but then, they would be in opposition to both IAF and the business decisions taken
as part of the management letter process. This conclusion regarding co-operation is different from that
of a study by Hellman (2006) in which the client was found to be more aggressive towards the
auditors and disagreements were reported. However, there is an important contextual difference,
because the study by Hellman (2006) is based on management letters produced in the period 1999–
2001, before the requirements regarding audit independence imposed by Sarbanes–Oxley. In that
period, the audit approach was focused on delivering ‘added value’ to the client (Power, 2000).
Furthermore, that study concludes that the audit was considered useful if it supported the hierarchical
management control in the company (Hellman, 2006). This top-down approach differs significantly
from the ‘bottom-up’ audit in the management letter process, in which each interaction is agreed
before proceeding to the next level. Also, the recommendations in the management letters in the
present case study are based on a strict internal control evaluation. Even though a strict internal
control assessment might be distant from the ‘added value’ approaches promoted by the big audit
firms (Power, 2000), the internal control audit performed by IAF seems to add value. This conclusion
is supported by viewing the result of the case study through the lens of internal audit quality (Trotman
& Duncan, 2018). The technical skills and experience of IAF match the qualifications seen in big
audit firms. Furthermore, it seems that objectivity (Stefaniak et al., 2012) and soft skills are at the
same level, which is supported by the annual customer (client) satisfaction surveys. The ‘technical
production’ and ‘service interaction’ dimensions, supported by the management letter process and the
step-by-step structure and acceptance, seem to be crucial to the classification of the outcome as value-
adding. The outcome of this process is an improved level of internal controls that is unconditionally
accepted by the client. This is seen as an indication of a valuable outcome adding both significant
business and audit value through the mitigation of risk. Mitigation of the audit risk is supported by the
annual formal statement from EA accepting the result of the internal control audits and the full
integration of it in the remaining part of the audit of the Group's annual report, which is based on a
high control reliance. Consequently, the result illustrates a fully integrated financial and internal
control audit (Kinney et al., 2013). Furthermore, it seems that the regulatory requirements only have a
limited impact, because almost all recommendations would have been implemented independently of
the regulatory regime. This result differs from those of previous studies regarding financial reporting
in which the risk of being caught has been found to be the most important contextual feature
(Fearnleyet al., 2011).

Anda mungkin juga menyukai