Anda di halaman 1dari 2

Si Monyet Buruk Rupa

Dahulu kala di sebuah hutan lebat yang belum terjamah manusia hiduplah seekor monyet
berwajah buruk rupa. Monyet itu selalu mendapat cemoohan dan dikucilkan oleh
kawanannya. Karena itulah dia lebih sering menyendiri dan menjauh dari teman-temannya.
Suatu hari, ketika dia lapar dan hendak mencari makanan, bertemulah dia dengan seekor
monyet tua yang baru kali ini dilihatnya. Monyet tua itu bertanya kepada si monyet buruk
rupa kenapa dia mencari makan sendirian. Mengapa dia tidak mencari makan bersama teman-
temannya yang lain. Monyet buruk rupa itu menceritakan semua kejadian yang menimpa
dirinya. Nasibnya yang dilahirkan buruk rupa membuat dirinya tidak mempunyai teman sama
sekali. Monyet tua itu tertawa terbahak-bahak mendengar cerita si monyet buruk rupa itu.
Sontak wajah monyet buruk rupa itu merah padam. Dia marah dan heran kenapa monyet tua
itu malah tertawa mendengar kisah hidupnya.
“Kenapa kau tertawa terbahak-bahak wahai monyet tua?” Tanya monyet buruk rupa itu
tersinggung.
“Hahaha aku tertawa karena sikapmu yang kekanak-kanakan itu.” Jawab monyet tua itu.
“Apa maksudmu pak tua?” Monyet buruk rupa semakin bingung dan tidak sabar.
“Yang kau rasakan itu karena keburukanmu sendiri wahai anak muda. Teman-temanmu tidak
salah mengucilkanmu. Suatu hari kau akan mendapati persepsimu itu sebenarnya adalah
omong kososng belaka.”
“Kau semakin membuatku bingung pak tua. Cepat jelaskan apa maksudmu !”
“Hahaha kau memang benar-benar naif. Kau bahkan tidak tahu hal yang sangat penting
seperti itu. Pernahkah kau berpikir apa keuntunganmu menjauh dari teman-temanmu?”
“Tentu saja itu sangat membantuku untuk membuat diri tenang dan tidak memikirkan mereka
yang selalu mencelaku.”
“Bagaimana kalau misalnya engkau tetap bersama mereka dan menganggap semua yang
mereka omongkan kepadamu sebagai penyelamatmu dari kesepian? Daripada mencari makan
sendirian seperti ini, bukankah lebih baik dicemooh oleh mereka?.”
“Itu sangat tidak mungkin pak tua. Bagaimana aku bisa tahan dengan cemoohan mereka.”
Monyet tua itu tersenyum dan tiba-tiba tertawa lagi dengan lebih keras. Monyet buruk rupa
itu sekarang tidak habis pikir. Mau tidak mau si monyet buruk rupa berpikir mungkin monyet
tua itu sudah gila karena terlalu lama menyendiri di tempat sepi seperti itu. Memang terlalu
lama menyendiri di tempat yang sepi pasti membuat seseorang bisa gila. Tanpa banyak bicara
lagi, monyet buruk rupa itu kemudian pergi meninggalkan monyet tua yang masih tertawa
terbahak-bahak bahkan lebih keras dari sebelumnya. Dia kasihan dengan monyet tua gila itu.
Di usia tuanya, monyet tua itu malah hilang kewarasan. Tapi dia tepis pikiran itu dan hendak
melanjutkan mencari makanan kembali karena memang perutnya sudah lapar sekali. Gara-
gara bertemu dengan monyet tua gila itu kegiatannya mencari makan menjadi terganggu.
Di tengah-tengah perjalanannya untuk melanjutkan kembali mencari makanan, tiba-tiba
keringat dingin mengucur deras dari tubuhnya. Dia ketakutan sekali teringat monyet tua yang
gila itu. Dia tidak ingin menjadi gila sepertinya. Bukankah monyet tua itu menjadi gila karena
terlalu lama menyendiri? Dia berpikir, masih lebih baik dicemooh oleh monyet-monyet yang
lain karena keburukan wajahnya daripada menyendiri dan berakhir gila seperti monyet tua
itu. Dia kemudian berlari tunggang langgang ke teman-temannya yang berkumpul di
pinggiran sungai. Teman-temannya yang melihat monyet buruk rupa datang menghampiri
menjadi tertawa-tawa geli.
“Hahaha hai jelek. Kenapa kau lari-lari seperti itu? seperti dikejar harimau saja.” Cemooh
salah seorang monyet yang tersenyum geli.
Si buruk rupa diam tidak menjawab. Lebih baik hidup dicemooh orang daripada menjadi gila
seperti monyet tua aneh itu. Legalah hatinnya bisa lepas dari rasa kesendirian dan
kemungkinan menjadi gila. Dan tanpa disadarinya, dia telah menuruti nasehat dari monyet
tua yang dia anggap gila itu.

(Semua yang terjadi di alam semesta ini berujung kepada kebahagiaan dan cinta dari yang
Maha Cinta. Semua kesedihan, kekecewaan dan sakit hatimu hanyalah buatan dan
persepsimu sendiri. Allah tidak pernah memberimu kekecewaan dan kesedihan. Kau
sendirilah yang mengada-adakan dan merugikan dirimu sendiri. Kelak yang kau ada-adakan
itu akan musnah dan kau akan belajar dan mengerti betapa Allah mencintaimu)

Aku ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya
(Sapardi Djoko Damono)

Anda mungkin juga menyukai