Ginjal
Ginjal
Pendahuluan
Insiden cedera traktus urinarius yang disertai dengan trauma abdominal adalah
10%. Trauma ginjal sendiri terjadi 1-5% dari semua kasus trauma. Ginjal adalah organ
genitourinarius yang paling sering cedera, rasio laki-laki banding perempuan adalah 3:1.
Meskipun trauma ginjal secara akut dapat mengancam jiwa, namun penanganannya
dapat secara konservatif. Selama 20 tahun terakhir, kemajuan dalam hal pencitraan dan
Ginjal mendapat proteksi dari otot lumbar, thoraks, badan vertebra dan viscera,
tetapi ginjal mempunyai mobilitas yang besar yang bisa mengakibatkan kerusakan
parenchymal dan cedera vaskular. Trauma sering disebabkan kerana jatuh, kecelakaan
Anatomi Ginjal
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian
atas ( superior ) ginjal terdapat kelenjara drenal (juga disebut kelenjar suprarenal ).
Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang
dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar
kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh
Ukuran ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih
panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah
dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepar kanan yang besar. Ginjal
dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian
dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla
berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis
majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis
minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-
piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen
tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk
duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus
pengumpul.
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah
pada tiap ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus,
tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah kapiler, bersifat sebagai saringan
terbentuk filtrat yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui
pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit)
dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul
yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kava inferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
pada glomerulus.
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam
jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris,
dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar
1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000
ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan
sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran
darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah
resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian
(vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam
ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak
(sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyarin darah. Aliran darah
ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi
cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini
diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin
amoniak
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam
sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier
membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium
kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang
ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang
pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa
hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti
awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara
theurapeutik.
Laju mortalitas dan morbiditas trauma ginjal bervariasi tergantung dari beratnya
trauma yang terjadi, derajat trauma yang mengenai organ lainnya dan rencana
Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma
abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ
penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan
organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul
Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal terjadi akibat trauma tumpul. Secara
umum, trauma ginjal dibagi dalam tiga kelas : laserasi ginjal, kostusio ginjal, dan
trauma pembuluh darah ginjal. Semua kelas tersebut memerlukan indeks pengetahuan
1. Trauma tajam
2. Trauma iatrogenik
3. Trauma tumpul
trauma pada ginjal di Indonesia.Baik luka tikam atau tusuk pada abdomen bagian atas
atau pinggang maupun luka tembak pada abdomen yang disertai hematuria merupakan
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL. Biopsi ginjal juga dapat
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya
pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma
langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau
perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ
organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan
pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat
menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang
menimbulkan trombosis.
Trauma ginjal tumpul diklasifikasikan sesuai keparahan luka dan yang paling
sering ditemukan adalah kontusio ginjal. Trauma tumpul pada region costa ke 12
menekan ginjal ke lumbar spine dan akan mengakibatkan cedera pada pinggang atau
Ginjal juga dapat rusak akibat dari tekanan dari bagian anterior abdomen sering
kali dalam kecederaan dalam kecelakaan lalu lintas. Trauma penetrasi yang sering kali
disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak sering ditemukan juga. Walaupun sering
Trauma ginjal dapat terjadi oleh karena beragam mekanisme. Kecelakaan motor
trauma ginjal. Selain itu, jatuh dari ketinggian, luka tembak, merupakan penyebab
lainnnya. Pada kasus jarang, trauma ginjal terjadi oleh karena penyebab iatrogenic yang
Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal muncul dengan gejala hematuria (95%),
yang dapat menjadi besar pada beberapa trauma ginjal yang berat. Akan tetapi, trauma
yang akurat dari radiologi pasien dapat ditangani dengan optimal secara konservatif dari
penanganan pembedahan.
1. Grade 1
Ditandai dengan:
Kontusio
2. Grade 2
Ditandai dengan:
3. Grade 3
4. Grade 4
Ditandai dengan:
5. Grade 5
Ditandai dengan:
Devaskularisasi ginjal
Avulse ureteropelvis
Pada trauma tumpul dapat ditemukan jejas di daerah lumbal, sedangkan pada
trauma tajam tampak luka. Pada palpasi didapatkan nyeri tekan daerah lumbal,
Nyeri abdomen umumya ditemukan di daerah pinggang atau perut bagian atas,
dengan intenitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera hepar atau limpa ditemukan
adanya tanda perdarahan dalam perut. Bila terjai cedera traktus. digestivus ditemukan
Fraktur costae bagian bawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini
atau pneumothoraks
hematuria tidak berbanding dengan tingkat kerusakan ginjal. Perlu diperhatikan bila
tidak ada hematutia, kemungkinan cedera berat seperti putusnya pedikel dari ginjal atau
ureter dari pelvis ginjal. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda shock.
Tanda kardinal dari trauma ginjal adalah hematuria, yang dapat bersifat massif
atau sedikit, tetapi besarnya trauma tidak dapat diukur dengan volume hematuria atau
tanda-tanda luka. Tanda lainnya ialah adanya nyeri pada abdomen dan lumbal, kadang-
kadang dengan rigiditas pada dinding abdomen dan nyeri lokal. Jika pasien datang
dengan kontur pinggang yang kecil dan datar, kita dapat mencurigai dengan hematoma
perinefrik. Pada kasus perdarahan atau efusi retroperitoneal, trauma ginjal kemungkinan
Dokter harus memperhatikan fraktur iga, fraktur pelvis atau trauma vertebra
yang dapat berkembang menjadi trauma ginjal. Nausea dan vomiting dapat juga
ditemukan. Kehilangan darah dan shock kemungkinan akan ditemukan pada perdarahan
retroperitoneal.
5. Pemeriksaan Diagnostik 5.1.
Laboratorium
dan sel-sel. Pemeriksaan ini juga menyediakan secara langsung informasi mengenai
pasien yang mengalami laserasi, meskipun data yang didapatkan harus dipandang secara
rasional. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan pemeriksaan mikroskopik.
trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau pada trauma ginjal dapat
juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus diingat kalau kepercayaan dari
didapatkan kesulitan.
5.2. Radiologi
Tujuan pemeriksaan IVP adalah untuk melihat fungsi dan anatomi kedua ginjal
1. non-invasif,
dapat digunakan untuk menilai traktus urinarius. Pemeriksaan ini dapat menampakan
keadaan anatomi traktus urinarius secara detail. Pemeriksaan ini menggunakan scanning
dinamik kontras.
Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah
2. pasien harus dalam keadaan stabil untuk melakukan pemeriksaan scanner; dan
3. memerlukan waktu yang tepat untuk melakukan scanning untuk melihat bladder
dan ureter.
5.2.3. Angiography
(1) memiliki kapasitas untuk menolong dalam diagnosis dan penanganan trauma
ginjal
(2) lebih jauh dapat memberikan gambaran trauma dengan abnormalitas IV atau
tidak tersedia. Seperti pada pemeriksaan CT, MRI menggunakan kontas Gadolinium
ini merupakan pemeriksan terbaik dengan sistem lapangan pandang yang luas.
Grade I
Laserasi minor korteks ginjal dapat dikenali sebagai dfek linear pada parenkim
Yang lebih penting, pencitraan IVP pada pasien trauma ginjal grade I dapat
Pada CT Scan, daerah yang mengalami kontusi terlihat seperti massa cairan
Grade II
Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari daerah yang mengalami laserasi
Extravasasi tersebut bisa hanya terbatas pada sinus renalis atau meluas sampai
Yang khas adalah, batas ;uar ginjal terlihat kabur atau lebih lebar.
dengan parenkim ginjal yang masih intak dan nonvisualized ureter, merupakan
Grade III
Secara klinis pasien dalam kadaan yang tidak stabil. Kdang kadang dapat terjadi
shock dan sering teraba massa pada daerah flank.dapt diertai dengan hematuria.
Bila pasien sudah cukup stabil, dapat dilakukan pemeriksaan IVP, dimana
Ada 2 tipe lesi pada pelvis renalis yaitu trombosis A.Renalis dan avulsi A.
akan terlihat homogen karena masih mendapat perfusi cukup baik. Fragmen
Grade IV
6.1.1. Emergensi
Penanganan segera dari syok, perdarahan, resusitasi lengkap dan evaluasi cedera
lainnya. Jika kondisi pasien tidak stabil oleh karena trauma / cedera intra abdomen maka
diperlukan tindakan bedah laparotomi eksplorasi untuk resusitasi bedah. Jika didapatkan
hematoma retroperitoneal yang meluas dan pulsatil diindikasikan untuk melakukan
eksplorasi renal.
(2) Eksplorasi organ Visceral dan intra abdomen lainnya harus dikerjakan
dahulu sebelum
(3) Eksplorasi renal, kecuali terjadi perdarahan ginjal yang masif dan persisten
Eksplorasi renal dimulai dengan kontrol pembuluh darah renalis, dengan cara
insisi peritoneum posterior (white line) di atas aorta, sebelah medial ke arah interior
vena mesenterika. Vena renalis kiri mudah dikenali, terletak anterior aorta; merupakan
landmark untuk identifikasi pembuluh darah renal yang lain. Setelah pembuluh renal
loss (pada kasus perdarahan). Hal ini menurunkan angka nefrektomi, dari sekitar 56%
menjadi 18%. Kadang oklusi pembuluh darah ini diperlukan (20%) pada staging bedah
6.1.2. Operatif
6.1.2.1.Trauma tumpul
Perdarahan berhenti spontan dengan tirah baring dan hidrasi. Operasi dilakukan pada
parenkim ginjal dan cedera pedikel ginjal (<5% dari cedera ginjal). Penilaian staging
Luka tusuk harus dilakukan eksplorasi, kecuali dari pemeriksaan yang lengkap
hanya didapat cedera parenkim minor tanpa ekstravasasi urin. Delapan puluh persen
luka tembus disertai cedera organ lain yang memerlukan operasi segera.
Indikasi eksplorasi renal dibagi menjadi indikasi absolut dan relatif. Perdarahan
ginjal yang terus menerus, ditandai dengan hematoma yang meluas di daerah atas
retroperitoneal atau hematoma yang paliatif dan konsisten, serta berhubungan dengan
laserasi parenkim renal mayor atau pembuluh darah ginjal merupakan indikasi absolut
eksplorasi renal.
Sedangkan adanya ekstravasasi urin oleh karena laserasi pelvis renal avibat
ekstensi laserasi parenkim hingga sistem pengumpul adalah indikasi relatif. Indikasi
relatif lainnya adalah ditemukannya nonviable tissue, incomplete staging dan adanya
trombosis arteri yang biasanya menyertai perdarahan dan kombinasi dari kombinasi hal-
hal di atas.
adalah perdarahan ginjal, kerusakan masif. Sedangkan kerusakan ginjal lainnya dapat
(2) debridement,
(3) hemostasis,
ginjal. Pasien harus diawasi dengan ketat, monitoring tekanan darah dan hematokrit,
ukuran dan ekspansi massa yang dapat dipalpasi. Perdarahan berhenti pada 80-85%
kasus. Perdarahan retroperitoneal yang terus menerus atau gross hematuri hebat
Ekstravasasi urin dari ginjal dapat berupa massa (urinoma) di retro peritoneal
yang mana rentan untuk terbentuknya abses dan sepsis. Febris ringan dapat terjadi pada
hematom retroperitoneal yang diresorbsi, bila suhu lebih tinggi menunjukkan adanya
inflamasi Abses perinefrik dapat terbentuk, yang mengakibatkan nyeri tekan perut dan
komplikasi lanjut. Pengawasan tekanan darah selama beberapa bulan diperlukan untuk
urografi untuk memastikan jaringan parut perinefrik yang ada tidak menyebabkan
atrofi ginjal. Perdarahan lambat yang hebat dapat terjadi 1 - 4 minggu pasca trauma.
8. Prognosis
Hasil yang didapatkan dari pengobatan bervariasi tergantung pada penyebab dan
komplikasi.
Dengan pengawasan yang baik biasanya cedera ginjal memiliki prognosis baik.
p 1459-1475.
3. Guyton, Hill. Ginjal dan Cairan tubuh in Buku Ajar. Fisiologi kedokteran. 9th ed.
6. http://www.sciencenews.org/articles/20090106/food.asp
7. http://www.medscape.com/viewarticle/570489?src=mpnews
8. http://humrep.oxfordjournals.org/content/early/2010/11/08/humrep.deq323.full.p
df+html