Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Ginjal
Ginjal (Ren) merupakan organ berbentuk seperti kacang yang teletak di
kedua sisi columna vertebralis (Price dan Wilson, 2006). Produk sisa berupa urin
akan meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal
terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal (Snell, 2006).
Ginjal berwarna coklat kemerahan. Ginjal mempunyai fasies anterior, fasies inferior,
margo lateralis, margo medialis, akstremitas superior dan ekstremitas inferior
(Moore, 2002). Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula adiposa, fasia
renalis, dan corpus adiposum pararenal.
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 cm, lebarnya 6 cm,
tebalnya 2,5 cm dan beratnya sekitar 150 g. Ukurannya tidak berbeda menurut
bentuk dan ukuran tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal yang
lebih dari 1,5 cm atau perubahan 13 bentuk merupakan tanda yang penting, karena
sebagian besar manifestasi penyakit ginjal adalah perubahan struktur dari ginjal
tersebut (Price dan Wilson, 2006).

Gambar 1. Letak Anatomi Ginjal (Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh, 2009)

Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang membawa
darah dengan kandungan CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis. Arteri di dekat
hilum renalis dibagi menjad lima cabang arteru segmentalis yang melintas ke
segmenta renalis. Beberapa vena menyatukan darah dari ren dan bersatu membetuk
pola yang berbeda-beda, untuk membentuk vena renalis yang terletak ventral
terhadap arteri renalis dan vena renais sinistra lebih panjang, melintas terhadap
aorta. Menurut Moore (2002), bahwa masing-masing vema renalis bermuara ke vena
cara inferior. Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari arteri segmentalis di
mana masing-masing arteri lobaris berada pada setiap piramis renalis. Selanjutnya,
arteri ini bercabang menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang berjalan menuju korteks
di antara piramis renalis. Pada perbatasan korteks dan medula renalis, arteri
interlobaris bercabang menjadi arteri arkuata yang kemudian menyusuri lengkungan
piramis renalis. Arteri arkuata mempercabangkan arteri interlobularis yang kemudian
menjadi arteriol aferen (Snell, 2006).

B. Fisiologi Ginjal
Ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron yang memiliki tugas untuk
membentuk urin. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh sebab itu, pada
trauma, penyakit ginjal, atau penuaan ginjal normal akan terjadi penurunan jumlah
nefron secara bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah nefron biasanya menurun
setiap 10 tahun. Berkurangnya fungsi ini seharusnya tidak mengancam jiwa karena
adanya proses adaptif tubuh terhadap penurunan fungsi faal ginjal (Sherwood,
2001).
Nefron memiliki 2 komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus. Glomerulus
(kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang difiltrasi dari darah sedangkan
tubulus merupakan saluran panjang yang mengubah cairan yang telah difiltrasi
menjadi urin dan dialirkan menuju keluar ginjal. Glomerulus tersusun dari jaringan
kapiler glomerulus bercabang dan beranastomosis yang mempunyai tekanan
hidrostatik tinggi (kira-kira 60mmHg), dibandingkan dengan jaringan kapiler lain.
Gambar 2. Ginjal dan Nefron (Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh, 2009)

Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus


dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus
masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang
terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal kemudian dilanjutkan dengan
ansa Henle (Loop of Henle). Pada ansa Henle terdapat bagian yang desenden dan
asenden. Pada ujung cabang asenden tebal terdapat makula densa. Makula densa
juga memiliki kemampuan kosong untuk mengatur fungsi nefron. Setelah itu dari
tubulus distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus koligentes modular hingga urin
mengalir melalui ujung papilla renalis dan kemudian bergabung membentuk struktur
pelvis renalis (Berawi, 2009).
Proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin yaitu filtrasi glomerulus
reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi dimulai pada saat darah mengalir
melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi plasma bebas-protein menembus kapiler
glomerulus ke kapsula Bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang
merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk ratarata
180 liter filtrat glomerulus. Apabila semua yang difiltrasi menjadi urin maka volume
plasma total akan habis melalui urin dalam waktu singkat. Namun, hal itu tidak akan
terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal yang dapat mereabsorpsi kembali zat-
zat yang masih dapat dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang direabsorpsi tidak
keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena
dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Secara umum, zat-zat yang
masih diperlukan tubuh akan direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah tidak
diperlukan akan tetap bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Selanjutnya,
sekresi tubulus yaitu perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke
lumen tubulus. Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi zat-zat dalam darah
untuk masuk ke dalam tubulus ginjal.

Gambar 3. Histologi Ginjal Normal Manusia (Slomianka, 2009)

Ginjal mempunyai peran penting dalam fungsi tubuh seperti menyaring darah
dan mengeluarkan sisa metabolisme serta menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit
dalam tubuh, mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel darah
merah. Ginjal mempunyai kemampuan untuk memantau jumlah cairan tubuh,
konsentrasi dari elektrolit seperti sodium dan potasium serta keseimbangan asam
basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk-produk sisa dari metabolisme tubuh,
seperti urea dari metabolisme protein dan asam urat dari uraian DNA. Dua produk
sisa dalam darah yang dapat diukur adalah Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin
(Cr).
Gambar 4. Sistem Perdarahan Ginjal Manusia (Slomianka, 2009)
C. Fungsi Ginjal
Menurut Sherwood (2001), Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal untuk
mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal, antara lain:
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagaian besar ion CES, termasuk Na+, Cl-,
K+, HCO3-, Ca2+, Mg2+, SO42-, PO42-, dan H+. Fluktuasi minor pada konsentrasi
sebagian elektrolit dalam CES dapat menimbulkan pengaruh besar, seperti
perubahan konsentrasi K+ di CES dapat menimbulkan disfungsi jantung yang
fatal.
3. Memelihara volume plasma, sehingga berguna dalam pengaturan jangka
panjang tekanan darah arteri sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O.
4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh dan menyesuaikan
pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin.
5. Memelihata osmolaritas cairan
6. Menekresikan produk sisa dari metabolisme tubuh, seperti urea, asam urat, dan
kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk zat-zat sisa tersebut bersifat toksik bagi
tubuh terutama otak.
7. Mesekresikan senyawa asing, seperti obat zat penambah pada makanan,
pestisida, dan bahan eksogen non nutrisi yang berhasil masuk ke dalam tubuh
8. Mensekresikan eritropoietin, suatu horman yang dapat merangsang
pembentukkan sel darah merah.
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai
dalam prose konservasi garam oleh ginjal
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif.
Gambar 5. Ginjal Manusia (Slomianka, 2009)

D. Patologi Ginjal
Reaksi ginjal terhadap rangsangan dari luar serupa dengan organ tubuh
lainnya. Bagian ginjal yang berfungsi sebagai alat penyaring adalah glomerulus yang
bekerja berdasarkan faktor-faktor hemodinamika dan osmotik (Ganong, 2003).
Pada keadaan normal glomerulus tidak dapat dilalui oleh protein yang
bermolekul besar, tetapi pada keadaan patologis protein tersebut dapat lolos
(Junquiera dan Carneiro, 2002). Sel tubulus berfungsi mereabsorbsi dan dapat
menambahkan zat-zat kimiawi seperti yodium, amonia dan hippuric acid. Pada
disfungsi glomerulus, bahan-bahan asing tiba di tubulus dalam kadar yang abnormal
melalui ruang Bowman. Hal ini menyebabkan sel epitel tubulus mengalami
degenerasi bahkan kematian jika terlalu banyak bahan-bahan yang harus diserap
kembali (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Tubulus proksimal memiliki fungsi utama yaitu menyerap kembali natrium,
albumin, glukosa dan air, dan berguna dalam penggunaan kembali bikarbonat.
Epitelium tubulus proksimalis merupakan bagian yang paling sering terserang
iskemia atau rusak akibat toksin, karena kerusakan yang terjadi akibat laju
metabolisme yang tinggi (Suyanti, 2008).
Menurut Soeksmanto (2006), bahwa salah satu bagian ginjal yang sering
mengalami kelainan adalah glomerulus. Kerusakan yang terjadi sering disebabkan
oleh adanya deposisi imun kompleks, trombosis, emboli, dan infeksi virus pada
komponen glomerulus. Kerusakan dapat menyebabkan berbagai dampak baik
secara morfologi maupun fungsional. Secara morfologis, kerusakan glomerulus
ditandai terjadinya nekrosis dan ploriferasi dari sel membran serta infiltrasi leukosit.
Rusaknya glomerulus secara fungsional ditandai dengan berkurangnya perfusi aliran
darah, lolosnya protein dan makromolekul lain dalam jumlah yang besar pada filtrat
glomerulus. Kerusakan pada glomerulus juga dapat berupa atrofi dan fibrosis
sehingga menyebabkan atrofi sekunder pada tubulus renalis (Soekmanto, 2006).
Nefrosis merupakan istilah morfologik untuk kelainan ginjal degeneratif
terutama yang mengenai tubulus. Kelainan tubulus dapat menyebabkan albuminuria
dan sedimen abnormal di urin. Secara mikroskopis kelainan dijumpai pada tubulus
kontortus proksimal berupa degenerasi hidropis, degenerasi lemak, nekrosis dan
kalsifikasi (Suyanti, 2008).
Kerusakan yang terjadi pada tubulus, disebabkan karena dua pertiga dari
ultrafiltrat glomerulus, secara terus-menerus direabsorpsi pada tubulus. Proses
transpor yang terjadi pada tubuli juga memungkinkan 28 terjadinya akumulasi toksin-
toksin intrarenal, sehingga mempertinggi konsentrasi lokal dari bahan-bahan
berbahaya tersebut. Bahan-bahan asing yang masuk ke dalam tubuh, pada
umumnya dapat dimetabolisme melalui proses enzimatik sebagai pertahanan untuk
melindungi tubuh dari bahan-bahan kimia berbahaya. Secara simultan, bahan-bahan
berbahaya hasil buangan metabolisme tersebut diproses dan diekskresikan dalam
bentuk urin yang dikeluarkan setiap hari. Kemampuan untuk memproteksi kerusakan
akibat bahan kimia di atas, umumnya dimiliki oleh semua jenis mamalia, meskipun
kemampuan melawan partikel-partikel bahan tersebut bervariasi diantara species,
terutama dalam memindahkan 1 group etil melalui oksidasi mikrosomal
(Soeksmanto, 2006).

Gambar 7. Potongan melintang ginjal tikus yang mengalami kerusakan


(Soeksmanto, 2006)

Gambar 8. Edema glomerlus pada ginjal tikus yang dikelilingi oleh tubulus yang
mengalami degenerasi hidropik (Suyanti, 2008)

E. Struktur Ginjal
Struktur ginjal Setiap ginjal terbungkus oleh selapu tipis yang kategori kapsul arenalis
yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua, lapisan luar terdapat lapisan
korteks (substansia kortekalis), dan laipsan sebelah dalam bagian
medula(substansia medularis) berbentuk kerucut yang kategorirenal piramid, puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil kategori papila
renalis. Tiap-tiap piramid dilapisi satu dengan yang lain oleh kolumnareanalis, jumlah
renalis 15-16 buah.Garis-garis yang terlihat pada piramid kategori tubulus nefron
yang merupakan bagian terkecil dari ginjal, yang terdiri dari glomerulus, tubulus
proksimal (tubulus kontorti satu), gelung henle, tubulus distal (tubuli kontortidua), dan
tubulus urine arius (papila vateri).Setiap ginjal diperkiran ada 1000.000 nefron,
selama 24 jam menyaring darah 170 liter, arteri renalis membawa darah murni dari
aorta ke ginjal lubang-lubang yang terdapat piramid renal masing-masing
membentuk simpul dan kapiler satu badan malpigi yang kategori glomerolus,
pembuluh aferent yang bercabang membentuk kapiler menjadi venarenalis yang
membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior (Syaifudin, 2006).

F. Pembentukan Urin Pada Ginjal


Dalam proses pembentukan urin, ginjal menyerap kembali elektrolit penting
melaluitransport aktifdalam tahap reabsorpsi. Komposisi dan volume cairan
ekstraseluler ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi, dan sekresi tubulus.
1. Filtrasi Glomerulus
Merupakan proses pertama dalam pembentukan urin. Air, ion dan zat makanan
serta zat terlarut dikeluarkan dari darah ke tubulus proksimal. Cairan yang difiltrasi
dari glomerulus ke dalam kapsula Bowman harus melewati tigalapisan yang
membentuk membrang glomerulus, yaitu dinding kapiler glomerulus, membranbasal
dan lapisan dalam kapsula Bowman. Sel darah dan beberapa protein besar atau
protein bermuatan negative seperti albumin secara efektif tertahan oleh karena
ukuran dan muatan pada membrane filtrasi glomerular. Sedangkan molekul yang
berukuran lebih kecil atau yang bermuatan positif, seperti air dan kristaloid akan
tersaring. Tujuan utama filtrasi glomerulus adalah terbentuknya filtral primer di
tubulus proksimal.Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke
glomerulus difiltrasi dengan tekanan filtrasi 10 mHgdan menghasilkan 180 L
filtratglomerulus setiap hari untuk GFR rata-rata 125 ml/menit pada pria dan 160 L
filtrate per hari dengan GFR 115 ml/menit untuk wanita.
2. Reabsorpsi Tubulus
Reabsorpsi tubulus merupakan proses menyerap zat-zat yang diperlukan tubuh
dari lumen tubulus ke kapiler peritubulus. Proses ini merupakan transport transepitel
aktif dan pasif karena sel-sel tubulus yang berdekatan dihubungkan oleh tight
junction.Berikut ini merupakan zat-zat yang direabsorpsi di ginjal :a.Reabsorpsi
glukosaGlukosa direabsorpsi secara transport aktif di tubulus proksimal. Proses
reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena molekul Na
tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus membrankapiler tubulus
dengan menggunakan energi.
a. Reabsorpsi natrium
Natrium yang difiltrasi seluruhnya oleh glomerulus,98-99%akan direabsorpsi secara
aktif di tubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsi di tubulus proksimal, 25%
direabsorpsi di lengkung Henle, dan 8% di tubulus distal dan tubulus pengumpul
Natrium yang direabsorpsi sebagian ada yang kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat
juga berperan penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air, dan urea
b. Reabsorpsi air
Air secara pasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus. Sebanyak 80%
akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa Henle. Sisanya akan direabsorpsi di
tubulus distal dan duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin.
c. Reabsorpsi klorida
Direabsorpsi secara pasif mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif dari natrium.
Jumlah ion klorida yang direabsorpsi ditentukan oleh kecepatan reabsorpsi ion
natrium.
d. Reabsorpsi kalium
Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi secara difusi
pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%, 40% kalium akan direabsorpsi di ansa
henle pars asendens tebal, dan sisanya direabsorpsi di duktus pengumpul.
e. Reabsorpsi urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolism protein. Ureum akan
difiltrasiseluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi sebagian di kapiler
peritubulus, dan urea tidak mengalami proses sekresi. Sebagian ureum akan
direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus kontortus proksimal tidak
permeabel terhadap urea. Saat mencapai duktus pengumpul, urea akan mulai
direabsorpsi kembali.
f. Reabsorpsi fosfat dan kalsium
Ginjal secara langsung mengatur kadar ion fosfat dan kalsium dalam plasma.
Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 40% direabsorpsi di tubulus kontortus
proksimal dan 50% direabsorpsi di ansa henle pars asendens. Dalam reabsorpsi
kalsium dikendalikan oleh hormone paratiroid. Ion fosfat yang difiltrasi, akan
direabsorpsi sebanyak 80% di tubulus kontortus proksimal kemudian sisanya akan
diekskresikan ke dalam urin.
3. Sekresi Tubulus
Sekresi adalah proses perpindahan zat dari kapiler peritubulus kembali ke
lumen tubulus. Proses sekresi yang terpenting adalah sekresi ion H+, K+dan ion-ion
organik. Proses sekresi ini melibatkan transport transepitel. Di sepanjang tubulus, ion
H+akan disekresi ke dalam cairan tubulus sehingga dapat tercapai keseimbangan
asam-basa. Asam urat dan K+disekresi ke dalam tubulus distal.Sekitar 5% dari
kalium yang terfiltrasi akan disekresikan dalam urin dan kontrol ion K+tersebut diatur
oleh hormone antidiuretik (ADH).

Faktor yang mempengaruhi pembentukan urin


Menurut O’Callaghan (2007) Faktor yang mempengaruhi pembentukan urin
yaitu:
1. Hormon anti-diuretik (ADH)ADH dihasilkan kelenjar hipofisis yang me-ngatur
jumlah cairan dan volume urin akhir pada t.k. distaldan t. kolektivusdengan me-
ngatur reabsorpsi dan permeabilitas tubulus.
2. Zat diuretik Konsumsi zat diuretik (misalnya teh)menghambat reabsorpsi air
danmenyebabkan volume urin bertambah.
3. Suhu Ketika suhu panas, respirasi sel meningkat dan cairan tubuh keluar melalui
keringat(dehidrasi), sehingga volume urin berkurang.Ketika suhu lingkungan dingin,
respirasi sel menurun dan cairan tetap disimpan dalam tubuh(kelebihan air),
sehingga volume urin bertambah.
4. Jumlah air atau cairan tubuh Warna urin disebabkan oleh adanya urobilin, namun
kepekatannya diatur volume urin.

G. Faktor Resiko Penyakit Ginjal


Salah satu penyakit atau kelainan pada organ ginjal yaitu Penyakit Ginjal
Kronis (PGK). Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan
masyarakat global dengan prevalensi dan insiden gagal ginjal yang meningkat,
prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi PGK meningkat seiring
meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus
serta hipertensi. Hasil Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis
gagal ginjal kronis sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi
PGK di negara-negara lain, juga hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri) tahun 2006, yang mendapatkan prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini
karena Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang yang terdiagnosis PGK
sedangkan sebagian besar PGK di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut
dan akhir.
Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44
tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%)
lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat
perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah
bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah
Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-
masing 0,4 %.

Gambar 9. Prevalensi Gagal Ginjal Kronis menurut Karakteristik di Indonesia


(Riskesdas 2013)

Penyakit ginjal kronis awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun
dapat berjalan progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit ginjal bisa dicegah dan
ditanggulangi dan kemungkinan untuk mendapatkan terapi yang efektif akan lebih
besar jika diketahui lebih awal. Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya
ginjal untuk kesehatan secara menyeluruh dan menurunkan frekuensi dan dampak
penyakit ginjal dan problem kesehatan terkait, diperingati World Kidney Day (WKD)
atau Hari Ginjal Sedunia.
Gangguan pada ginjal dapat berupa penyakit ginjal kronis (PGK) atau dahulu
disebut gagal ginjal kronis, gangguan ginjal akut (acute kidney injury) atau
sebelumnya disebut gagal ginjal akut. Penyakit ginjal kronis adalah penurunan
progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan atau tahun. penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration Rate
(GFR) kurang dari 2 60mL/min/1,73 m selama minimal 3 bulan (Kidney Disease
Improving Global Outvomes, KDIGO 2012 Clinical Pratice Gudeline for the
Evaluation and Management).
Beberapa faktor yang menyebabkan penyakit ginjal kronik, yaitu:
1. Diabetes mellitus
2. Hipertensi
3. Glomeruloneftritis kronis
4. Nefritis intersisial kronis
5. Penyakit ginjak polikistik
6. Obstrksi-infeksi saluran kemih dll.
DAFTAR PUSTAKA

Bargman, J.M. 2008. Chronic Kidney Disease. J.Harrison’s Princip lesof Internal
Medicine.17thed.NewYork:McGrawHill

Berawi, K.N. 2009. Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh. Edisi 2. Bandar Lampung :
Penerbit Universitas Lampung
Ganong, Willian F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (20 ed). Jakarta: EGC

Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-4. Tambayang
J., penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. EGC. Jakarta

Moore, KL, Agur AMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates.

O’Callaghan,C.A.2007.Ata Glance Sistem Ginjal. Jakarta:Erlangga

Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Penerbut Buku Kedokteran. EGC. Jakarta

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

Slomianka L. 2009. Blue-histologi Urinary System. School of Anatomy and Human


Biology – The University of Western Australia. Australia.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi ke-6. EGC :
Jakarta

Suyanti L. 2008. Gambaran Histopatologi hati dan ginjal tikus pada pemberian fraksi
asam amino non-ptotein lamtoro merah (Acacia Villosa) pada uji toksisitas akut.
Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Soeksmanto, A. 2006. Pemberian Pemberian Ekstrak Butanol Buah Tua Mahkota


Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap Jaringan Ginjal Mencit (Mus musculus).
Biodiversitas. 7(3). Jakarta : 278-281.

Syaifuddin. B.AC 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta: Buku
Kedokteran, EGC.

Sloane,E. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai