PEMBAHASAN
A. Anatomi Ginjal
Ginjal (Ren) merupakan organ berbentuk seperti kacang yang teletak di
kedua sisi columna vertebralis (Price dan Wilson, 2006). Produk sisa berupa urin
akan meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal
terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal (Snell, 2006).
Ginjal berwarna coklat kemerahan. Ginjal mempunyai fasies anterior, fasies inferior,
margo lateralis, margo medialis, akstremitas superior dan ekstremitas inferior
(Moore, 2002). Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula adiposa, fasia
renalis, dan corpus adiposum pararenal.
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 cm, lebarnya 6 cm,
tebalnya 2,5 cm dan beratnya sekitar 150 g. Ukurannya tidak berbeda menurut
bentuk dan ukuran tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal yang
lebih dari 1,5 cm atau perubahan 13 bentuk merupakan tanda yang penting, karena
sebagian besar manifestasi penyakit ginjal adalah perubahan struktur dari ginjal
tersebut (Price dan Wilson, 2006).
Gambar 1. Letak Anatomi Ginjal (Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh, 2009)
Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang membawa
darah dengan kandungan CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis. Arteri di dekat
hilum renalis dibagi menjad lima cabang arteru segmentalis yang melintas ke
segmenta renalis. Beberapa vena menyatukan darah dari ren dan bersatu membetuk
pola yang berbeda-beda, untuk membentuk vena renalis yang terletak ventral
terhadap arteri renalis dan vena renais sinistra lebih panjang, melintas terhadap
aorta. Menurut Moore (2002), bahwa masing-masing vema renalis bermuara ke vena
cara inferior. Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari arteri segmentalis di
mana masing-masing arteri lobaris berada pada setiap piramis renalis. Selanjutnya,
arteri ini bercabang menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang berjalan menuju korteks
di antara piramis renalis. Pada perbatasan korteks dan medula renalis, arteri
interlobaris bercabang menjadi arteri arkuata yang kemudian menyusuri lengkungan
piramis renalis. Arteri arkuata mempercabangkan arteri interlobularis yang kemudian
menjadi arteriol aferen (Snell, 2006).
B. Fisiologi Ginjal
Ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron yang memiliki tugas untuk
membentuk urin. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh sebab itu, pada
trauma, penyakit ginjal, atau penuaan ginjal normal akan terjadi penurunan jumlah
nefron secara bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah nefron biasanya menurun
setiap 10 tahun. Berkurangnya fungsi ini seharusnya tidak mengancam jiwa karena
adanya proses adaptif tubuh terhadap penurunan fungsi faal ginjal (Sherwood,
2001).
Nefron memiliki 2 komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus. Glomerulus
(kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang difiltrasi dari darah sedangkan
tubulus merupakan saluran panjang yang mengubah cairan yang telah difiltrasi
menjadi urin dan dialirkan menuju keluar ginjal. Glomerulus tersusun dari jaringan
kapiler glomerulus bercabang dan beranastomosis yang mempunyai tekanan
hidrostatik tinggi (kira-kira 60mmHg), dibandingkan dengan jaringan kapiler lain.
Gambar 2. Ginjal dan Nefron (Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh, 2009)
Ginjal mempunyai peran penting dalam fungsi tubuh seperti menyaring darah
dan mengeluarkan sisa metabolisme serta menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit
dalam tubuh, mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel darah
merah. Ginjal mempunyai kemampuan untuk memantau jumlah cairan tubuh,
konsentrasi dari elektrolit seperti sodium dan potasium serta keseimbangan asam
basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk-produk sisa dari metabolisme tubuh,
seperti urea dari metabolisme protein dan asam urat dari uraian DNA. Dua produk
sisa dalam darah yang dapat diukur adalah Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin
(Cr).
Gambar 4. Sistem Perdarahan Ginjal Manusia (Slomianka, 2009)
C. Fungsi Ginjal
Menurut Sherwood (2001), Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal untuk
mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal, antara lain:
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagaian besar ion CES, termasuk Na+, Cl-,
K+, HCO3-, Ca2+, Mg2+, SO42-, PO42-, dan H+. Fluktuasi minor pada konsentrasi
sebagian elektrolit dalam CES dapat menimbulkan pengaruh besar, seperti
perubahan konsentrasi K+ di CES dapat menimbulkan disfungsi jantung yang
fatal.
3. Memelihara volume plasma, sehingga berguna dalam pengaturan jangka
panjang tekanan darah arteri sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O.
4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh dan menyesuaikan
pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin.
5. Memelihata osmolaritas cairan
6. Menekresikan produk sisa dari metabolisme tubuh, seperti urea, asam urat, dan
kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk zat-zat sisa tersebut bersifat toksik bagi
tubuh terutama otak.
7. Mesekresikan senyawa asing, seperti obat zat penambah pada makanan,
pestisida, dan bahan eksogen non nutrisi yang berhasil masuk ke dalam tubuh
8. Mensekresikan eritropoietin, suatu horman yang dapat merangsang
pembentukkan sel darah merah.
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai
dalam prose konservasi garam oleh ginjal
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif.
Gambar 5. Ginjal Manusia (Slomianka, 2009)
D. Patologi Ginjal
Reaksi ginjal terhadap rangsangan dari luar serupa dengan organ tubuh
lainnya. Bagian ginjal yang berfungsi sebagai alat penyaring adalah glomerulus yang
bekerja berdasarkan faktor-faktor hemodinamika dan osmotik (Ganong, 2003).
Pada keadaan normal glomerulus tidak dapat dilalui oleh protein yang
bermolekul besar, tetapi pada keadaan patologis protein tersebut dapat lolos
(Junquiera dan Carneiro, 2002). Sel tubulus berfungsi mereabsorbsi dan dapat
menambahkan zat-zat kimiawi seperti yodium, amonia dan hippuric acid. Pada
disfungsi glomerulus, bahan-bahan asing tiba di tubulus dalam kadar yang abnormal
melalui ruang Bowman. Hal ini menyebabkan sel epitel tubulus mengalami
degenerasi bahkan kematian jika terlalu banyak bahan-bahan yang harus diserap
kembali (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Tubulus proksimal memiliki fungsi utama yaitu menyerap kembali natrium,
albumin, glukosa dan air, dan berguna dalam penggunaan kembali bikarbonat.
Epitelium tubulus proksimalis merupakan bagian yang paling sering terserang
iskemia atau rusak akibat toksin, karena kerusakan yang terjadi akibat laju
metabolisme yang tinggi (Suyanti, 2008).
Menurut Soeksmanto (2006), bahwa salah satu bagian ginjal yang sering
mengalami kelainan adalah glomerulus. Kerusakan yang terjadi sering disebabkan
oleh adanya deposisi imun kompleks, trombosis, emboli, dan infeksi virus pada
komponen glomerulus. Kerusakan dapat menyebabkan berbagai dampak baik
secara morfologi maupun fungsional. Secara morfologis, kerusakan glomerulus
ditandai terjadinya nekrosis dan ploriferasi dari sel membran serta infiltrasi leukosit.
Rusaknya glomerulus secara fungsional ditandai dengan berkurangnya perfusi aliran
darah, lolosnya protein dan makromolekul lain dalam jumlah yang besar pada filtrat
glomerulus. Kerusakan pada glomerulus juga dapat berupa atrofi dan fibrosis
sehingga menyebabkan atrofi sekunder pada tubulus renalis (Soekmanto, 2006).
Nefrosis merupakan istilah morfologik untuk kelainan ginjal degeneratif
terutama yang mengenai tubulus. Kelainan tubulus dapat menyebabkan albuminuria
dan sedimen abnormal di urin. Secara mikroskopis kelainan dijumpai pada tubulus
kontortus proksimal berupa degenerasi hidropis, degenerasi lemak, nekrosis dan
kalsifikasi (Suyanti, 2008).
Kerusakan yang terjadi pada tubulus, disebabkan karena dua pertiga dari
ultrafiltrat glomerulus, secara terus-menerus direabsorpsi pada tubulus. Proses
transpor yang terjadi pada tubuli juga memungkinkan 28 terjadinya akumulasi toksin-
toksin intrarenal, sehingga mempertinggi konsentrasi lokal dari bahan-bahan
berbahaya tersebut. Bahan-bahan asing yang masuk ke dalam tubuh, pada
umumnya dapat dimetabolisme melalui proses enzimatik sebagai pertahanan untuk
melindungi tubuh dari bahan-bahan kimia berbahaya. Secara simultan, bahan-bahan
berbahaya hasil buangan metabolisme tersebut diproses dan diekskresikan dalam
bentuk urin yang dikeluarkan setiap hari. Kemampuan untuk memproteksi kerusakan
akibat bahan kimia di atas, umumnya dimiliki oleh semua jenis mamalia, meskipun
kemampuan melawan partikel-partikel bahan tersebut bervariasi diantara species,
terutama dalam memindahkan 1 group etil melalui oksidasi mikrosomal
(Soeksmanto, 2006).
Gambar 8. Edema glomerlus pada ginjal tikus yang dikelilingi oleh tubulus yang
mengalami degenerasi hidropik (Suyanti, 2008)
E. Struktur Ginjal
Struktur ginjal Setiap ginjal terbungkus oleh selapu tipis yang kategori kapsul arenalis
yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua, lapisan luar terdapat lapisan
korteks (substansia kortekalis), dan laipsan sebelah dalam bagian
medula(substansia medularis) berbentuk kerucut yang kategorirenal piramid, puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil kategori papila
renalis. Tiap-tiap piramid dilapisi satu dengan yang lain oleh kolumnareanalis, jumlah
renalis 15-16 buah.Garis-garis yang terlihat pada piramid kategori tubulus nefron
yang merupakan bagian terkecil dari ginjal, yang terdiri dari glomerulus, tubulus
proksimal (tubulus kontorti satu), gelung henle, tubulus distal (tubuli kontortidua), dan
tubulus urine arius (papila vateri).Setiap ginjal diperkiran ada 1000.000 nefron,
selama 24 jam menyaring darah 170 liter, arteri renalis membawa darah murni dari
aorta ke ginjal lubang-lubang yang terdapat piramid renal masing-masing
membentuk simpul dan kapiler satu badan malpigi yang kategori glomerolus,
pembuluh aferent yang bercabang membentuk kapiler menjadi venarenalis yang
membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior (Syaifudin, 2006).
Penyakit ginjal kronis awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun
dapat berjalan progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit ginjal bisa dicegah dan
ditanggulangi dan kemungkinan untuk mendapatkan terapi yang efektif akan lebih
besar jika diketahui lebih awal. Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya
ginjal untuk kesehatan secara menyeluruh dan menurunkan frekuensi dan dampak
penyakit ginjal dan problem kesehatan terkait, diperingati World Kidney Day (WKD)
atau Hari Ginjal Sedunia.
Gangguan pada ginjal dapat berupa penyakit ginjal kronis (PGK) atau dahulu
disebut gagal ginjal kronis, gangguan ginjal akut (acute kidney injury) atau
sebelumnya disebut gagal ginjal akut. Penyakit ginjal kronis adalah penurunan
progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan atau tahun. penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration Rate
(GFR) kurang dari 2 60mL/min/1,73 m selama minimal 3 bulan (Kidney Disease
Improving Global Outvomes, KDIGO 2012 Clinical Pratice Gudeline for the
Evaluation and Management).
Beberapa faktor yang menyebabkan penyakit ginjal kronik, yaitu:
1. Diabetes mellitus
2. Hipertensi
3. Glomeruloneftritis kronis
4. Nefritis intersisial kronis
5. Penyakit ginjak polikistik
6. Obstrksi-infeksi saluran kemih dll.
DAFTAR PUSTAKA
Bargman, J.M. 2008. Chronic Kidney Disease. J.Harrison’s Princip lesof Internal
Medicine.17thed.NewYork:McGrawHill
Berawi, K.N. 2009. Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh. Edisi 2. Bandar Lampung :
Penerbit Universitas Lampung
Ganong, Willian F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (20 ed). Jakarta: EGC
Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-4. Tambayang
J., penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. EGC. Jakarta
Moore, KL, Agur AMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi ke-6. EGC :
Jakarta
Suyanti L. 2008. Gambaran Histopatologi hati dan ginjal tikus pada pemberian fraksi
asam amino non-ptotein lamtoro merah (Acacia Villosa) pada uji toksisitas akut.
Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Syaifuddin. B.AC 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta: Buku
Kedokteran, EGC.
Sloane,E. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC