Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 003-I-PKD

RESENSI FILM
ASTRI MAYASARI

Judul Film : Merana di Tanah Kaya


Ketua Dewan Redaksi : Atiek Nurwahyuni
Produser : Rifky Winbastian
Reporter : Dinda Tahier
Produksi : Indonesiaku, Trans 7
Durasi : 28 Menit 29 Detik

Film dokumenter pendek yang disajikan dalam program Indonesiaku, Trans 7,


menggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat di dua kabupaten terpencil di
provinsi Aceh dan Kalimantan Timur.

Sebagian warga Desa Pungke, Kecamatan Putri Betung, Kabupaten Gayo Lues hingga
kini masih memanfaatkan ladang di area Taman Nasional Gunung Leuseur sebagai
sumber penghasilan. Untuk mengakses ladang tersebut, warga Desa Pungke dengan
terpaksa harus melalui Lumpeh, jembatan darurat yang sangat tidak layak, yang hanya
terbuat dari lima utas kawat untuk pegangan dan tiga utas kawat untuk pijakan.
Jembatan sepanjang kurang lebih 10 meter ini adalah akses terdekat yang
menghubungkan area pemukiman warga dengan area ladang.

Di area ladang, para perempuan memanen kemiri dan mengumpulkannya ke dalam


karung. Laki-laki bertugas untuk mengangkut hasil panen dengan menyebrangi
jembatan yang sama. Hal ini tentu saja sangat berbahaya mengingat beratnya karung-
karung yang harus dipikul warga tanpa alat pengaman dan bentuk fisik jembatan yang
bagi orang awam terlihat seperti wahana outbound.

Ibu Marlina, salah satu warga Desa Pungke mengatakan bahwa warga sekitar sudah
pernah meminta pemerintah untuk membuat jembatan yang layak, namun pemerintah
melarang pembangungan jembatan dikarenakan area tersebut merupakan wilayah

1
TUGAS 003-I-PKD
konservasi. Ibu Marlina juga mengatakan bahwa ia pernah terjatuh dari Lumpeh dan
mengakibatkan ia tidak bisa bekerja dan memenuhi kehidupan keluarga selama tiga
bulan. Kondisi menjadi serba salah karena hutan taman nasional wajib dan harus
dilindungi, di sisi lain, warga Desa Pungke harus tetap mencari nafkah, ditambah lagi
tidak tersedianya akses yang layak sangat beresiko terhadap keselamatan warga.

Adapun warga Desa Pungke lainnya, Pak Iman, bekerja sebagai pembuat gula aren. Di
saat ladang paceklik, gula aren menjadi penyelamat warga karena harganya yang tinggi
namun modal pengolahannya nyaris tidak ada. Pak Iman juga menuturkan bahwa warga
Pungke tidak punya lahan bertani atau sawah diluar kawasan taman nasional, sehingga
dia tetap memanfaatkan sumber daya dari taman nasioanl itu sendiri.

Dari kacamata polisi hutan, Pak Syahrizal mengemukakan bahwa yang menjadi masalah
adalah minimnya pengetahuan warga mengenai kawasan hutan lindung dikarenakan
batas-batas hutan yang secara fisik sudah hilang atau tidak jelas lagi. Selain itu, warga
tidak punya lahan untuk bertahan hidup, dan terpaksa menanam tumbuhan yang bisa
menghasilkan uang.

Di tengah patroli, tim polisi hutan menemui Pak Aman, yang sudah bertani di area
taman nasional selama lima tahun. Pak Aman mengatakan bahwa alasannya tetap
bertani adalah karena tidak ada harapan lain selain lahan hutan, disamping itu ia
mengemukakan bahwa kondisinya berbeda dengan petugas patroli yang mempunyai
penghasilan tetap. Ia pun menambahkan bahwa sebelum kawasan hutan dibuat menjadi
taman nasional, sudah ada orang-orang adat yang terlebih dahulu menempati dan
memanfaatkan area tersebut.

Sementara itu, di Kecamatan Long Kali, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, akses
menjadi issue terbesar yang masih harus dihadapi. Distribusi beras miskin ( raskin )
adalah salah satu masalah yang ditimbulkan dari tidak layaknya akses jalan dan tidak
adanya angkutan khusus menuju Desa Kepala Telake.

2
TUGAS 003-I-PKD
Beras untuk rakyat sudah mengendap lebih dari satu tahun dan harus didistribusikan
melewati sungai dan jalan yang dipenuhi tanah liat berlumpur dan genangan air.
Pendistribusian hanya bisa dilakukan dengan menggunakan motor trail dan harus
menempuh kurang lebih 80km. Satu motor trail hanya bisa mengangkut maksimal tiga
karung beras. Dikarenakan harus menyebrang sungai, beras yang dibawa warga dengan
motor trail juga menjadi basah, hal ini menambah makin buruknya kualitas beras.
Dibutuhkan waktu sekitar satu jam untuk menyebrang. Saat musim hujan atau sungai
sedang pasang, raskin harus tetap disebrangkan dengan perahu.

Menurut Pak Saidani, Ketua RT Desa Kepala Telake, penggilingan ulang dilakukan
sebelum pendistribusian beras karena warga tidak mau menerima beras dengan kondisi
buruk. Dari 12 karung beras dengan total 180 kg, hanya didapatkan 119 kg untuk
dibagikan pada 20 kepala keluarga.

Sebetulnya mayoritas warga adalah petani dan masih banyak lahan kosong di Desa
Kepala Telake, namun menurut Bu Dingan, beras dari hasil tani tidak cukup untuk
memnuhi kebutuhan pangan sehingga jatah raskin sangat membantu. Selain hama dan
kendala cuaca yang tidak menentu, kendala lain yang dihadapi petani adalah sempitnya
lahan. Lahan yang bisa dimanfaatkan untuk bertani hanya dengan luas maksimal 2
hektar. Warga tidak sanggup membuka lahan yang lebih besar karena
ketidaktersediaanya mesin.

Selain pendistribusian raskin, kesulitan akses jalan juga menjadi kendala pelaksanaan
layanan kesehatan seperti posyandu. Desa Kepala Telake hanya memiliki satu bidan
dengan peralatan seadanya. Sudah lebih dari satu tahun tidak ada tim medis yang datang
ke desa.

Dari dua fenomena yang ditampilkan dalam film dokumenter pendek ini, dapat ditarik
satu benang merah bahwa tidak semua warga yang bermukim di daerah dengan
kekayaan alam melimpah dapat hidup layak dan dapat memanfaatkan sumber daya alam
sebagaimana mestinya. Diperlukan evaluasi kebijakan dan transparansi dari sisi

3
TUGAS 003-I-PKD
pemerintah daerah dan pusat sehingga dapat memunculkan program-program kreatif
yang berpihak pada masyarakat namun tetap ramah lingkungan.

Kemudian, pertanyaan terbesar dari issue pendudukan lahan kawasan taman nasional
adalah bagaimana agar hutan konservasi tetap terjaga dan masyarakat hidup sejahtera ?
Beberapa solusi diharapkan dapat mengatasi permasalahan ini diantaranya kegiatan
kelola sosial dan evaluasi peraturan pemerintah lokal.

Kegiatan kelola sosial yang mampu memberikan ruang pada masyarakat untuk untuk
melestarikan alam agar tidak ada perambahan lahan dan dibekali bagaimana mengelola
wilayahnya agar kualitas hidupnya meningkat. Contohnya adalah program penyuluhan
pertanian dan pendampingan intensifikasi lahan dan melibatkan masyarakat dalam
pengawasan kawasan taman nasional. Dari sisi perekonomian, masyarakat juga dapat
didampingi dalam mengembangkan destinasi ekowisata. Dengan terlibatnya
masyarakat, diharapkan peningkatan kesadaran dalam menjaga kawasan dan
peningkatan pekonomian dapat dijalankan secara parallel.

Selain itu, peraturan perlindungan wilayah adat perlu dibuat oleh pemerintah setempat
dan pusat. Karena bagaimanapun, masyarakat adat sudah menempati kawasan
konservasi jauh sebelum kawasan tersebut dikukuhkan menjadi taman nasional dan
berhak untuk hidup sejahtera.

Sedangkan, untuk issue pendistribusian pangan dan minimnya sarana kesehatan di Desa
Kepala Telake tidak lain dan tidak bukan penyebab utamanya adalah keterbatasan
infrastruktur penunjang yaitu akses jalan dan transportasi. Pemerintah daerah perlu
mengalokasikan anggaran untuk pembangunan jalan di desa-desa Kabupaten Paser
karena akses jalan sangat vital dalam menopang kehidupan masyarakat dan mendukung
kelancaran perekonomian. Jika memang APBD tidak dapat menutupi biaya
pembangunan jalan, diharapkan pemerintah daerah lebih transparan dalam
mengemukakan masalah-masalahnya, sehingga dapat dibantu lembaga swasta atau
mendapat tindak lanjut dari pemerintah pusat.

4
TUGAS 003-I-PKD

Anda mungkin juga menyukai