Anda di halaman 1dari 16

Tim Pengabdi

Ketua: (DEWI ROFITA, M.Pd, 0817078703, ASISTEN AHLI)


Anggota
1. Dr. WAHYUNI PURNAMI, S.P, M.PD
2. MARIANUS JEFRI MOA, S.T.,M.T

Judul

PELATIHAN TEKNOLOGI “PIRAMIDA AIR” PENGUBAH AIR LAUT MENJADI AIR TAWAR PADA
MASYARAKAT PESISIR DESA NUCA MOLAS, KECAMATAN SATARMESE BARAT, KABUPATEN
MANGGARAI

Skema PkM

PROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT (PKM)

Luaran

HKI MODEL TEKNOLOGI DAN PUBLIKASI ILMIAH PADA JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT SINTA 4

RINGKASAN
Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh hasil wawancara tim kegiatan pengabdian kepada
masyarakat Fakultas Pertanian, Peternakan, dan Teknologi (FPPT) Unika Santu Paulus Ruteng
dengan kepala desa Nuca Molas, kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai. Pada saat
wawancara, terdapat permasalahan yang dihadapi masyarakat desa sampai hari ini yaitu
terbatasnya sumber-sumber air, khususnya sumber air tawar. Sumber air untuk masyarakat
semata-mata berasal dari sumur-sumur air payau yang berada di beberapa titik untuk tiga
kampung, yaitu Konggang, Peji, dan Labuan Taur. Masyarakat dengan segala keterbatasannya
harus minum, kebutuhan air akan MCK, dan segala kebutuhan air untuk di dapur semata-mata
memanfaatkan air payau tersebut. Bahkan lumrah bagi masyarakat desa menampung air hujan
untuk minum dan memenuhi segala kebutuhan akan air. Beberapa orang yang mampu secara
finansial dapat membeli air minum kemasan atau air galon untuk memenuhi kebutuhan akan air
minum. Beberapa diantaranya pula mengambil air tawar di Dintor (desa Satar Lenda) yang
merupakan desa tetangga yang berada terpisah di seberang pulau. Namun, untuk menuju ke
Dintor harus menggunakan perahu motor yang tidak setiap saat ada. Beberapa dampak dari
keterbatasan akan air tawar atau air bersih di desa Nuca Molas tersebut diantaranya adalah
masalah kesehatan masyarakat, beberapa orang mengidap penyakit kulit menahun, penyakit
asam urat yang diakibatkan mengkonsumsi air hujan yang bersifat asam, penyakit tekanan darah
tinggi, anak-anak dengan gizi buruk, serta penyakit pencernaan lainnya. Oleh karena itu, tim
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT berinisiatif untuk mengembangkan teknologi “Piramida Air”
pengubahan air laut menjadi air tawar dengan tujuan untuk menyediakan air tawar bagi
masyarakat desa Nuca Molas. Teknologi ini merupakan teknologi yang berskala kecil atau skala
rumah tangga. Namun, pemerintah desa dapat mengembangkan teknologi ini menjadi teknologi
berskala besar atau skala untuk pemenuhan air tawar untuk semua masyarakat desa.
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT ini menggunakan metode pendekatan siklus hidup
pengembangan sistem (System Development Life Cycle atau SDLC). Ada pun tahapan dari metode
tersebut, yaitu analisis dan perancangan teknologi, desain, pembuatan Piramida Air,
testing/ujicoba, implementasi, dan evaluasi dan maintenance/pemeliharaan. Kegiatan pengabdian
kepada masyarakat ini akan memiliki luaran wajib berupa artikel yang akan dipublikasikan pada
JURNAL MASYARAKAT MANDIRI SINTA 3 dan luaran tambahan berupa HAKI.

Kata kunci: teknologi, piramida air, pengolahan air, air tawar

PENDAHULUAN

Air merupakan sumber kehidupan di alam semesta. Air merupakan kebutuhan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia terutama air tawar yang bersih dan juga sehat. Sulitnya untuk
mendapatkan air bersih dan layak pakai menjadi masalah yang muncul di beberapa tempat di
Indonesia yang salah satunya menimpa masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai. Sebagian
besar sumber air yang didapat merupakan air yang berasal dari laut. Sehingga untuk mendapatkan
air bersih perlu adanya pemrosesan atau pengolahan air laut menjadi air tawar atau air bersih.
Krisis air tawar untuk air minum biasanya dialami oleh sebagian besar masyarakat pesisir, terutama
di pulau-pulau kecil dan terpencil. Sebagian besar air di bumi merupakan air asin sehingga tidak
dapat digunakan secara langsung untuk konsumsi. Distribusi air di dunia menunjukkan bahwa 97,3
% berupa air laut dan sisanya berupa air tawar yang tidak dapat dimanfaatkan karena dalam
bentuk gunung es 2,1% dan hanya sekitar 0,6% yang dapat dimafaatkan secara langsung (Efendi,
2003).
Krisis akan air tawar dan air bersih ini tidak terkecuali menimpa masyarakat desa Nuca
Molas. Wilayah desa Nuca Molas terletak di kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai,
propinsi Nusa Tenggara Timur. Desa Nuca Molas memiliki luas wilayah 18.029 hektare, terdapat 3
dusun yaitu Dusun A (Konggang), dusun B (Peji), dan dusun C (Labuan Taur), memiliki jumlah
penduduk 1.453 jiwa. Desa ini merupakan desa satu-satunya yang terdapat di pulau Mules. Pulau
Mules terletak di sebelah selatan pulau Flores atau daratan Flores, letak pulau Mules tidak jauh
dari pantai selatan kabupaten Manggarai, tepatnya di laut Sawu. Pulau Mules paling dekat dengan
pantai Dintor (desa Satar Lenda) sekitar 3 kilometer dan jika menyeberang menggunakan perahu
motor dari Dintor ke dusun Labuan Taur, waktu yang ditempuh sekitar 20 menit. Jika bertolak dari
ibukota kabupaten Manggarai (Ruteng) dibutuhkan waktu sekitar 3 jam untuk sampai di Dintor.
Penduduk desa Nuca Molas sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan peternak
(khususnya sapi dan kambing). Potensi sektor laut dan peternakan merupakan dua potensi penting
yang terdapat di desa Nuca Molas, selain sektor pariwisata yang mulai berkembang, hal ini
berdasarkan kondisi wilayah desa yang dikelilingi laut dan daratannya yang merupakan wilayah
perbukitan dan padang rumput/padang savana luas. Namun kemajuan dari dua potensi tersebut
belum dapat menyejahterakan masyarakat desa terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan akan
air tawar atau air bersih. Desa Nuca Molas memiliki tujuh buah titik sumur air payau yang tersebar
di tiga dusun. Pada musim penghujan masyarakat desa dapat memanfaatkan ketujuh sumur
tersebut untuk memenuhi segala kebutuhan akan air, mulai dari minum, air untuk kebutuhan MCK,
air untuk kebutuhan masak dan dapur, air minum untuk hewan ternak, dan sebagainya.
Masyarakat juga dapat menampung air hujan untuk memenuhi segala kebutuhan akan air.
Masyarakat sudah cukup puas walaupun harus mengkonsumsi air payau atau air hujan untuk air
minum dan masak. Namun, kondisi ini berbeda saat musim kemarau datang, hanya beberapa
sumur yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, bahkan pernah terjadi hanya 1 sumur
saja yang dapat dimanfaatkan. Kemarau panjang yang terjadi sejak April 2019 hingga akhir tahun
mengakibatkan masyarakat desa mengeluhkan sakit perut karena mengkonsumsi air berlumpur
dengan kadar kapur tinggi yang ditimba dari salah satu sumur (VIVAnews, 2019).
Masyarakat desa memanfaatkan sumur air payau yang umumnya terletak di luar kampung
dan berjarak ratusan meter dari pemukiman. Salah satu contohnya, sumur yang terdapat di dusun
Labuan Taur, sumur tersebut terletak jauh di ujung dusun yang berjarak sekitar 600 meter. Sumur
tersebut memiliki kedalaman sekitar 6 meter dan termasuk air payau. Untuk menuju sumur,
masyarakat dapat berjalan kaki atau menggunakan sepeda motor. Sebelum matahari terbit
masyarakat berbondong-bondong menuju sumur untuk mengambil air menggunakan jerigen atau
ember, mencuci pakaian, ataupun mandi. Masyarakat harus menuju sumur di pagi buta
dikarenakan mereka berlomba untuk mendapatkan air, karena sumur tersebut mempunyai daya
tampung air yang sangat terbatas. Bahkan kadangkala banyak yang tidak mendapatkan air.
Masyarakat yang tidak mendapatkan air harus rela menunggu beberapa saat dan antri sampai air
sumur penuh kembali. Sumur air di ketiga dusun sebagian merupakan sumber air payau, bahkan
asin untuk beberapa sumur dan pada akhirnya sumur air asin tersebut akan ditinggalkan dan tidak
lagi digunakan. Selain airnya yang berasa payau, kualitas air sumur juga diperparah dengan
aktivitas mandi masyarakat yang dilakukan di tepian sumur. Beberapa orang abai akan percikan
selama mereka mandi (kotoran badan dan busa sabun/sampo) yang jatuh kembali ke dalam
sumur, sehingga air menjadi lebih keruh atau berwarna dan berbau sabun. Masyarakat tidak dapat
berbuat banyak dengan beberapa kondisi dan keterbatasan tersebut, karena pada prinsipnya
adalah bagaimana masyarakat mendapatkan air pada hari itu, walaupun kualitas airnya jelek atau
buruk.
Debit atau volume air untuk satu sumur di dusun Peji mengikuti pola pasang-surut air laut,
saat laut pasang maka air sumur penuh, namun saat laut surut maka air sumur juga ikut surut atau
kering. Masyarakat Peji harus rela berbagi air dan berhemat dalam pemakaian air setiap harinya.
Kondisi seperti ini juga tidak jauh berbeda untuk di dusun Konggang dengan jumlah penduduknya
terbanyak dibandingkan dua dusun lainnya (dusun Labuan Taur dan Peji). Di dusun Konggang
sumur terletak di bukit atau dataran yang lebih tinggi dan berjarak hampir 700 meter dari
pemukiman masyarakat. Masyarakat umumnya harus menggunakan sepeda motor untuk
mengambil air, dikarenakan jaraknya yang jauh, jalan terjal dan berbatu kapur. Ada sumur yang
berada di tengah pemukiman, namun debit air atau volumenya sangat terbatas. Hanya masyarakat
yang terdekat dengan sumur saja yang dapat lebih dulu memanfaatkannya di pagi ataupun malam
hari.
Beberapa tahun sebelum tahun 2015, masyarakat mendapatkan jatah air “Wae Lambo” yang
bersumber dari sumur yang terletak di dusun konggang. Air “Wae Lambo” pengelolaannya
dilakukan oleh pemerintan desa, dengan dana desa, pemerintah membuat instalasi untuk
mendistribusikan air “Wae Lambo”. Air tersebut disalurkan melalui pipa-pipa ke bak-bak
penampung yang terdapat di beberapa titik yang tersebar di tiga dusun. Masyarakat di tiga dusun
tersebut mendapat jatah giliran untuk mendapatkan air. Pemerintah desa menunjuk satu orang
untuk mengatur dan mengelola air tersebut agar setiap masyarakat di tiap dusun mendapatkan
jatah air sesuai aturan dan sesuai jadwalnya masing-masing. Masing-masing Kepala Keluarga (KK)
hanya mendapatkan 4-5 jerigen untuk satu kali mengantri air. Namun, semuanya disesuaikan
dengan debit air dari air “Wae Lambo”. Setiap dusun mendapatkan jatah air 1 minggu sebanyak 2
kali. Masyarakat dusun Labuan Taur sering tidak mendapatkan jatah air karena merupakan dusun
terjauh dari sumber air “Wae Lambo” yang terletak di dusun Konggang. Air “Wae Lambo” hanya
diperuntukkan untuk air minum dan masak, sedangkan kebutuhan lainnya, masyarakat tetap
memanfaatkan air sumur untuk memenuhinya.
Sejak tahun 2015 hingga sekarang air “Wae Lambo” hanya dimanfaatkan untuk masyarakat
dusun Konggang karena debit air yang semakin berkurang setiap tahunnya. Untuk dua dusun
lainnya harus kembali memanfaatkan sumur air payau untuk memenuhi kebutuhan akan air. Saat
bencana kekeringan pada tahun 2019 yang lalu, mata air “Wae Lambo” dan “Pertai” mengalami
kekeringan, sehingga beberapa masyarakat di dusun Konggang harus mengambil air di dua dusun
lainnya. Kekeringan ini diklaim paling parah yang melanda desa Nuca Molas dalam kurun waktu 10
tahun terakhir.
Beberapa upaya lainnya yang dilakukan masyarakat desa Nuca Molas untuk memenuhi
kebutuhan akan air tawar atau air bersih baik oleh perorangan/mandiri, swadaya sekelompok
masyarakat, maupun dari pemerintah desa dan pemerintah kabupaten/daerah Manggarai
diantaranya adalah 1) secara mandiri membuat sumur pribadi hingga kedalaman 10 meter, namun
belum berhasil menemukan sumber air tawar sehingga sumur akan ditutup kembali dan tidak lagi
dapat digunakan, 2) secara mandiri mengambil air tawar di desa Dintor yang merupakan desa di
seberang pulau, namun terbatas untuk beberapa jerigen saja dan umumnya menunggu hari pasar
yaitu hari Senin untuk menyeberang dan mengambil air, 3) beberapa kelompok masyarakat
membuat sumur bor, walaupun awalnya dihasilkan air tawar namun seiring berjalannya waktu air
kembali menjadi payau, 4) pemerintah desa dengan dana desa membuat sumur bor di dusun
Labuan Taur dengan memanfaatkan panel tenaga surya, air disalurkan melalui pipa-pipa sampai di
beberapa titik di pemukiman masyarakat, namun air bor lama-kelamaan kembali menjadi air
payau, bahkan sekarang pipa-pipa tersebut sudah terbengkalai dan tidak lagi digunakan, serta 5)
pemerintah kabupaten Manggarai mendatangkan air tawar dari daratan Flores untuk menghadapi
kekeringan yang terjadi pada tahun 2019.
Beberapa dampak dari krisis air tawar atau air bersih yang terjadi di desa Nuca Molas yang
melanda selama ini diantaranya adalah 1) masyarakat menderita berbagai penyakit kulit menahun
(seperti: panu, kudis, dan kurap) karena harus mengkonsumsi dan memanfaatkan air dari sumur air
payau, 2) penyakit degenerasi yang diakibatkan tingginya kandungan asam dan garam dalam tubuh
karena mengkonsumsi air hujan atau air payau atau campuran air hujan dan payau (seperti:
penyakit asam urat dan tekanan darah tinggi), 3) beberapa gangguan pencernaan yang dialami
oleh anak-anak, ibu hamil, dan orang tua/manula jika mengkonsumsi baik air hujan maupun air
payau atau campuran keduanya, 4) krisis air tawar atau air bersih diperparah saat musim kemarau,
terutama yang terjadi pada tahun 2019 mengakibatkan kekeringan sehingga banyak hewan liar dan
hewan ternak masyarakat yang mati dan masyarakat juga harus berebut air dengan ratusan ekor
sapi lainnya. Kematian massal ternak masyarakat diakibatkan kehabisan pakan dan air minum
untuk ternak. Diperkirakan hampir 204 ekor ternak (108 ekor sapi dan 86 ekor kambing) yang
dinyatakan mati dalam bencana kekeringan tersebut dari total populasi 1.457 populasi sapi dengan
total kerugian milyaran rupiah (VIVAnews, 2019).
Beberapa dampak yang diakibatkan oleh krisis akan air tawar atau air bersih ini tentunya
harus segera ditanggulangi, walaupun beberapa upaya baik secara perorangan/mandiri hingga
upaya dari pemerintah telah maksimal dilakukan. Perlu upaya nyata dan terencana dari seluruh
pihak terutama dari para akademisi untuk mulai memikirkan solusi yang tepat, konkrit, terencana,
sistematis, dan berkelanjutan dalam menanggulangi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat
desa Nuca Molas.

SOLUSI PERMASALAHAN
Air adalah bagian dari kehidupan makhluk hidup. Air bukan merupakan hal yang baru,
karena tidak satu pun kehidupan dapat berlangsung tanpa adanya air. Air juga dikatakan sebagai
benda mutlak dalam kehidupan manusia. Air terdiri dari unsur kimia, yaitu ion hidrogen dan ion
oksigen. Unsur-unsur inilah yang kemudian membentuk H 2O (air). Air merupakan komponen utama
baik dalam tanaman maupun hewan termasuk manusia. Tubuh manusia terdiri dari 60-70% air.
Transportasi zat-zat makanan dalam tubuh berbentuk larutan dengan pelarut air. Unsur hara
dalam tanah hanya dapat diserap oleh akar dalam bentuk larutannya. Air merupakan kebutuhan
yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Hal ini dikarenakan manusia tidak hanya
membutuhkan air untuk kebutuhan tubuh (minum), tetapi berbagai kebutuhan lainnya seperti
mencuci, mandi, memasak, dan lainnya. Akan tetapi tidak semua daerah mempunyai sumberdaya
air yang baik dan memadai. Masyarakat sering dihadapkan pada permasalahan yang sulit ketika
sumber air tawar atau air bersih yang terbatas dan di lain pihak terjadi peningkatan kebutuhan.
Wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau di tengah lautan lepas merupakan daerah yang sangat
miskin akan sumber air tawar atau air bersih. Sumber daya air yang terdapat di daerah ini
umumnya berkualitas jelek atau buruk misalnya air tanahnya yang payau atau asin. Sekitar 16,42
juta jiwa penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang hidup di kawasan pesisir. Pilihan untuk
hidup di kawasan pesisir tentu sangat relevan mengingat banyaknya potensi sumber daya alam
hayati maupun non-hayati, sumber daya buatan serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi
kehidupan masyarakat. Namun hal ini tidak menjadikan sepenuhnya masyarakat pesisir sejahtera.
Masih rendahnya produktivitas mereka menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari
ketidaksejahteraan tersebut.
Dengan kenyataan seperti ini sebenarnya sudah banyak upaya manusia untuk mengolah air
laut atau air asin atau air payau menjadi air tawar dengan menggunakan berbagai teknologi.
Seperti yang kita ketahui bahwa sumber air asin itu begitu melimpah, walaupun kualitasnya sangat
buruk karena banyak air laut mengandung kadar garam sangat tinggi. Sering terdengar ketika
musim kemarau mulai datang maka masyarakat yang tinggal di daerah pantai mulai kekurangan
air. Air hujan yang merupakan sumber air yang yang dapat dimanfaatkan dan telah disiapkan untuk
ditampung di bak penampung air hujan (PAH) sering tidak dapat mencukupi kebutuhan pada
musim kemarau.
 Pada era industrialisasi dengan kemajuan yang sangat pesat seperti sekarang ini juga
mengakibatkan kenaikan tingkat sosial ekonomi masyarakat. Keadaan tersebut ditambah dengan
terus meningkatnya jumlah penduduk akan semakin memacu peningkatan jumlah kebutuhan dasar
manusia, khususnya air tawar atau air bersih. Dengan meningkatnya permintaan akan air tawar
atau air bersih dan semakin terbatasnya sumberdaya air di alam, maka peningkatan efisiensi
proses pengolahan air juga merupakan syarat utama.
Berdasarkan kondisi terkini dari masyarakat desa Nuca Molas, kecamatan Satarmese Barat,
kabupaten Manggarai yang mengalami krisis air tawar atau air bersih, maka tim pengabdian
kepada masyarakat Fakultas Pertanian, Peternakan, dan Teknologi (FPPT) Unika Santu Paulus
Ruteng akan membuat dan mengembangkan teknologi “Piramida Air” pengubah air laut menjadi
air tawar yang dapat memenuhi kebutuhan akan air tawar atau air bersih masyarakatnya. Hal ini
merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945 di Pasal 28A menegaskan bahwa setiap orang berhak
untuk hidup dan mempertahankan hidupnya. Kemudian Pasal 28H ayat (1) menyebutkan bahwa
setiap orang berhak sejahtera lahir dan batin dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Hak atas air tidak diatur tersendiri di dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Namun, hak atas air adalah bagian dari terpenuhi dan terlindunginya hak untuk hidup,
sebab air adalah komponen terpenting untuk memenuhi dan melindungi hak untuk hidup yang
merupakan hak mutlak dan tidak bisa dikurangi (non derogable right). Pada 28 Juli 2010, Sidang
Umum PBB mengeluarkan Resolusi No. 64/292 yang secara eksplisit mengakui hak atas air dan
sanitasi adalah HAM. Komentar umum (General Comment) PBB Nomor 15 menegaskan bahwa hak
atas air memberikan hak kepada setiap orang atas air yang memadai, aman, bisa diterima, bisa
diakses secara fisik, dan mudah didapatkan untuk penggunaan personal dan domestik. Jumlah air
bersih yang memadai diperlukan untuk mencegah kematian karena dehidrasi, untuk mengurangi
risiko penyakit yang berkaitan dengan air, serta digunakan untuk konsumsi, memasak, dan
kebutuhan higienis personal dan domestik. Jadi hak masyarakat akan air tawar atau air bersih
merupakan tanggung jawab dan kewajiban negara atau pemerintah baik pusat, daerah, maupun
pemerintah desa yang harus dipenuhi dan menjadi hak asasi setiap manusia yang hidup di muka
bumi yang pemenuhannya mutlak, tidak bisa ditunda dan tidak bisa dikurangi. Dengan teknologi
“Piramida Air” ini pemerintah (khususnya pemerintah desa) dan para akademisi akan mampu
menjalankan tanggung jawab/kewajiban konstitusi dan moral demi pemenuhan akan hak
masyarakat untuk dapat mengakses dan memperoleh air tawar atau air bersih.
Definisi Air menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Bab I Ketentuan Umum pasal
1, menyatakan bahwa air adalah semua air yang terdapat diatas dan dibawah permukaan tanah,
kecuali air laut dan air fosil, sedangkan menurut Undang-Undang RI No.7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air (Bab I, Pasal I), butir 2 disebutkan bahwa air adalah semua air yang terdapat di
atas ataupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah,
air hujan, dan air laut yang berada di darat. Air bersih menurut (Kepmenkes
No.1405/MENKES/SK/XI/2002 halaman 4) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. Menurut WHO, air domestik adalah
air bersih yang digunakan untuk keperluan domestik seperti konsumsi, air minum dan persiapan
makanan. Pengertian lain mengenai air minum menurut (Permenkes RI
No.492/MENKES/PER/IV/2010 pasal 1 ayat 1) adalah air yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan (bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan
fisik) dan dapat langsung diminum. Sedangkan air tawar adalah air dengan kadar garam dibawah
0,5 ppt (Nanawi, 2001). Karakteristik kandungan sifat fisik dari air tawar tergantung dari tempat
sumber air itu berasal dan teknik pengolahan air tersebut apakah menghasilkan air yang baik
dikonsumsi.
Pada awal tahun 2019 Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyampaikan
bahwa cakupan air bersih di Indonesia hanya sebesar 72%. Masalah utama untuk peningkatan
akses layanan air bersih adalah pada pulau-pulau kecil terluar di Indonesia karena akses layanan
yang sulit dicapai dan seperti yang diketahui air yang dapat dikonsumsi langsung adalah air tawar
yang memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan. Indonesia yang merupakan Negara dengan
garis pantai terpanjang di dunia, seharusnya tidak ada masyarakat yang kesulitan air bersih. Sistem
pemurnian air menjadi kunci dari masalah ini, pada pulau-pulau yang tidak memiliki sumber air
tanah yang memadai dapat memanfaatkan laut sebagai sumber air baku yang jumlahnya sangat
melimpah. Jika bahan baku air adalah air laut maka diperlukan suatu sistem atau metode untuk
memisahkan garam dan airnya sehingga diperoleh air murni.
Sistem atau metode pengolahan air khususnya untuk air minum yang paling umum adalah
dengan memasak (mendidihkan) air. Metode ini biasanya menggunakan air baku yang baik (air
jernih) sehingga proses pemanasan hanya untuk memastikan agar bakteri yang terkandung dalam
air dapat mati. Untuk sumber air yang keruh (berwarna), berbau, atau berasa metode pemanasan
tidak lagi sesuai, sehingga diperlukan metode yang lain, misalnya dengan proses penyaringan.
Menurut data dan laporan hasil beberapa riset menunjukkan bahwa sistem pengolahan air yang
paling baik adalah dengan sistem evaporasi dan desalinasi (Brikke dan Bredero, 2003).
Desalinasi sendiri merupakan proses menghilangkan kadar garam berlebih dalam air untuk
mendapatkan air yang dapat dikonsumsi dan juga dapat menghasilkan garam dapur sebagai hasil
sampingannya. Sedangkan evaporasi atau penguapan merupakan proses perubahan molekul
didalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Evaporasi
adalah suatu proses yang bertujuan memekatkan larutan yang terdiri atas pelarut (solvent) yang
volatile dan zat terlarut (solute) yang non volatile (Widjaja, 2010). Evaporasi adalah proses
pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut.
Teknologi “Piramida Desalinator” atau “Water Pyramid” atau Piramida Air merupakan solusi
yang dapat diandalkan karena bahan baku yang digunakan berupa air laut dan air payau yang
tersedia melimpah di bumi ini. Resiko kekurangan air bersih pun berkurang, hal ini akan
mengurangi kesulitan mendapatkan air bersih saat musim kemarau berkepanjangan. Water
Pyramid atau Piramida Air merupakan sistem yang dikembangkan oleh Martin Nitzche, seorang
Insinyur berkebangsaan Belanda di awal tahun 2000. Piramida Air berbentuk kerucut dengan
ketinggian 8 meter dan diameter 30 meter. Dibangun dengan menggunakan terpal plastik dan
menggunakan kipas dan solar sistem dalam proses destilasi surya/matahari yang dapat
memanaskan air hingga 167 0F atau 75 0C. Dalam ruang kedap udara, sumber air yang sebelumnya
tercemar dapat menguap dan kondensasi secara bersamaan. Dengan menggunakan piramida ini,
air dimurnikan seperti air minum yang diproduksi. Karena dalam proses penguapan, kotoran
seperti garam dan organisme mikrobiologi akan hilang. Cara kerja Piramida Air sangat sederhana,
piramida air tidak lebih dari semacam “ruangan tiup” yang berbentuk piramida dan dibuat dari
bahan plastik transparan. Prinsip kerja dari Piramida Air yaitu, 1) sinar matahari menembus plastik
dan menaikkan suhu udara di dalam piramida hingga sekitar 70 0C. dan 2) di dasar piramida
terletak kolam yang dangkal/tidak dalam, berisi air asin yang kemudian air itu akan menguap
akibat suhu panas di dalam tenda. Tetesan air kondensasi mengembun di dinding tenda. Tetesan
air itu adalah air destilasi.
Dengan dipanasi oleh matahari, air akan menguap dan secara otomatis terpompa ke lapisan
tipis di tudung kerucut. Air suling matahari inilah yang ‘merangkak’ turun ke sisi dinding piramida
dan akan ditampung di sebuah ceruk kecil hingga kemudian dikumpulkan dalam sebuah tangki.
Piramida Air ini pun bisa menampung air hujan dan diendapkan untuk kemudian digunakan jika
matahari kembali bersinar. Debit atau volume air yang dapat disuling dalam sebuah Piramida Air
sebanyak 265 galon atau setara 1000 liter/hari. Konsep Piramida Air ini sudah ada lebih dari 5000
tahun lalu ketika Piramida Agung dibangun dan memiliki ruang penyimpanan air. Baru di tahun
1700-an, pompa ram hidrolik digunakan walaupun masih sangat sederhana. Namun, baik di
Piramida Agung Giza atau Water Pyramid sama-sama memanfaatkan energi matahari yang
melimpah ruah.
Pengaplikasian konsep piramida air dalam pengolahan air dapat dilakukan dalam skala
terkecil atau sederhana hingga skala besar. Untuk skala yang terkecil atau sederhana yaitu model
dibuat menggunakan plastik bening dan ember/bak. Caranya yaitu: 1) bentangkan plastik di atas
air laut hingga berbentuk kerucut, 2) dibawah plastik yang pada bagian atasnya terdapat batu
letakkan ember/bak, maka air laut akan menguap, mengembun di plastik, kemudian akan menetes
di ember/bak tadi, sehingga air ini sudah tidak asin lagi dan siap untuk dikonsumsi. Model
sederhana ini dibuat dengan modal yang sangat murah dan dapat diterapkan secara
individual/rumahan. Untuk skala yang lebih besar dan modal yang lebih mahal tentunya dengan
menggunakan bahan yang lebih berkualitas, tahan suhu panas, lebih awet, tahan karat, dan ukuran
piramida yang lebih besar sehingga dapat dihasilkan lebih banyak air yang siap untuk dikonsumsi
oleh masyarakat luas.
Penggunaan Piramida Air ini penting untuk desa karena sistem ini memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya berbiaya murah, konstruksi mudah dan efisien serta hasil yang melimpah.
Sistem ini sangat cocok menjadi solusi bagi masyarakat yang tinggal di pulau dan di daerah pesisir
seperti di desa Nuca Molas dalam pemenuhan kebutuhan air minum sehingga tidak perlu lagi ke
daratan (Dintor) untuk mengambil air tawar atau air bersih.
Dengan demikian, pengembangan teknologi “Piramida Air” yang dilakukan oleh tim dosen
dan mahasiswa Fakultas Pertanian, Peternakan, dan Teknologi (FPPT) Unika Santu Paulus Ruteng
bertujuan agar desa memiliki teknologi atau sistem pengolahan air laut menjadi air tawar dengan
menggunakan sinar matahari yang berskala rumah tangga. Manfaat yang ingin dicapai dari
pengembangan teknologi ini adalah 1) agar dihasilkan suatu alat atau sistem pengolahan air laut
menjadi air minum dengan menggunakan tenaga matahari, 2) terpenuhinya kebutuhan air tawar
atau air bersih untuk masyarakat desa Nuca Molas.
Piramida Air yang akan dikembangkan memiliki desain berbentuk piramida, bentuk ini dipilih
agar sinar matahari yang masuk ke ruangan menjadi maksimal. Dengan model piramida, sudut
sinar matahari dengan dinding kaca/fiber menjadi lebih tegak dan hampir homogen sepanjang hari
(dari timur ke barat). Lantai piramida berbentuk persegi yang terbagi dalam dua bagian, yakni
bagian tengah sebagai tempat penampungan air laut sebagai bahan baku dan sisi bagian luar
sebagai saluran air hasil evaporasi. Lantai wadah air laut mencakup lebih dari 90 % dari total luasan
lantai, hal ini dimaksudkan agar volume bahan baku air laut lebih banyak yang dapat ditampung
sehingga jumlah air hasil evaporasi juga lebih banyak. Saluran air hasil evaporasi berada di
sepanjang dinding piramida sisi bagian dalam. Bagian permukaan lantai dilapisi dengan stereoform,
hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pelepasan energi kalor dari dalam sistem piramida. Selain itu
juga berfungsi agar tidak terjadi kebocoran air. Dinding piramida terbuat dari kaca 5 mm atau fiber
transparan 3 mm. Air laut yang menjadi bahan baku akan diambil langsung dari laut. Evaporasi
merupakan proses menguapnya air akibat peningkatan suhu. Suhu udara yang di kungkung di
dalam piramida akan meningkat tajam dengan bertambahnya waktu dan teriknya matahari. Air
yang menguap akan menempel pada dinding kaca/fiberglass, dengan bantuan gravitasi, air
tersebut akan bergerak turun dalam bentuk bulir-bulir air. Semakin tinggi suhu udara maka
semakin banyak pula volume air yang menguap. Air yang menguap tersebut tidak lagi mengandung
garam (tawar) dan dapat langsung diminum. Jika volume air baku dalam wadah berkurang, maka
akan ditambahkan kembali sesuai dengan kapasitas daya tampung wadah lantainya. Setelah
beberapa hari, air yang masih tersimpan dalam wadah akan mengandung konsentrasi garam yang
sangat tinggi sehingga proses evaporasi dapat diteruskan hingga selesai (air dalam wadah
mengering). Saat air dalam wadah mengering maka akan tampak kristal-kristal garam yang
jumlahnya sesuai dengan kandungan dalam air laut. Pada musim penghujan, sistem ini akan
menampung air pada bagian luarnya. Volume air hujan yang dapat ditampung sebanyak luasan
piramida yang menerima hujan.
METODE PELAKSANAAN
Pengabdian kepada masyarakat ini menghasilkan teknologi atau sistem Piramida Air untuk
pengubah air laut menjadi air tawar atau air bersih sehingga masyarakat desa Nuca Molas dapat
memenuhi kebutuhan akan air tawar atau air bersih secara individual/skala rumah tangga maupun
komunal tanpa perlu lagi ke daratan (Dintor) untuk mengambil air tawar atau air bersih. Sistem
Piramida Air ini membantu masyarakat menyediakan air tawar atau air bersih demi kesejahteraan
dan kesehatan di masa depan yang lebih baik. PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT ini
menggunakan metode pendekatan siklus hidup pengembangan sistem (System Development Life
Cycle atau SDLC). Ada pun tahapan dari metode tersebut, yaitu:
Gambar 1. Bagan SDLC

Analisis & Perancangan Teknologi

Desain

Pembuatan Piramida Air

Testing

Implementasi

Maintenance
1. Analisis dan perancangan teknologi
Perancangan dilakukan tim PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT yang dimulai desain awal
atau memikirkan tentang konsep/model teknologi pengubah air laut menjadi air tawar yang akan
dipakai. Pada tahap ini juga dilakukan beberapa analisa yang ada di Desa Nuca Molas, yaitu:
a. Analisis sistem atau teknologi yang sedang berjalan
Analisis dilakukan untuk mendapatkan informasi lengkap tentang sistem atau bentuk konkrit
upaya pemerintah desa maupun individu dan komunal dalam pengolahan dan penyediaan air
tawar atau air bersih yang sedang berjalan baik mengenai kelebihan, kekurangan ataupun
kelemahannya.
b. Analisis kebutuhan
Pada tahap ini dilakukan interview atau wawancara untuk mendapatkan data tentang
model-model yang dikehendaki oleh Desa Nuca Molas, serta melakukan pemilihan solusi yang akan
dilakukan dengan mendasarkan analisis pada kondisi yang ada di Desa Nuca Molas dan keinginan
masyarakat maupun pejabat Desa Nuca Molas. Dalam hal ini ditetapkan bahwa solusinya adalah
dengan teknologi Piramida Air dengan skala kecil atau skala rumah tangga dan pemerintah desa
ataupun masyarakat dapat mengembangkan untuk skala komunal dan yang lebih besar.
c. Analisis kebutuhan bahan/perangkat yang akan digunakan
Pemilihan kebutuhan bahan/perangkat dimaksudkan agar mencapai hal yang diharapkan
dalam perancangan maupun penerapan teknologi Piramida Air pada Desa Nuca Molas. Kebutuhan
bahan/perangkat dalam PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT ini meliputi pemilihan bahan (jenis
bahan, spesifikasi, dan ukuran) konstruksi utama untuk dinding Piramida (meliputi: kaca
transparan 5 mm atau fiberglass 3 mm transparan), pemilihan bahan konstruksi lantai (meliputi:
stereoform, seng plat, besi, kayu triplek), pemilihan bahan untuk perangkat pendukung/tambahan
(meliputi: pemilihan rangka dinding piramida, kaki piramida, ember/bak penampung air destilasi,
pipa instalasi).
d. Analisis kondisi umum wilayah dan kependudukan Desa Nuca Molas
Dari tahap ini tim pengabdian mendapatkan informasi tambahan guna mendukung tahap
selanjutnya terutama informasi berkaitan dengan tahapan kalibrasi, implementasi, dan tahap
maintenance yang meliputi suhu udara, cuaca, intensitas matahari hariannya, dan sebagainya.
2. Desain Proses
Desain proses digunakan untuk mengubah kebutuhan-kebutuhan di atas menjadi
representasi ke dalam bentuk “blueprint” model Piramida Air sebelum perancangan awal dimulai.
Desain harus dapat mengimplementasikan kebutuhan yang telah disebutkan pada tahap
sebelumnya.
3. Pembuatan model Piramida Air
Tahap ini merupakan implementasi dari tahap desain yang secara teknis nantinya dikerjakan
oleh tim pengabdian. Tim pengabdian merancang dan membuat model Piramida Air sesuai dengan
yang telah direncanakan pada tahap sebelumnya.
4. Pengujian
Dalam tahap ini, model yang telah dibuat haruslah diujicobakan. Demikian juga dengan
model Piramida Air yang telah dibuat. Model atau alat harus diujicobakan, agar dapat dipastikan
model Piramida Air berfungsi dengan baik, dan hasilnya harus benar-benar sesuai dengan
kebutuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya.
5. Implementasi
Pada tahap ini terlebih dahulu dipastikan bahwa model telah benar-benar final dan dapat
diterapkan di desa Nuca Molas. Setelah model diyakini berfungsi dengan baik, maka langkah
berikutnya adalah memberikan pelatihan kepada masyarakat desa Nuca Molas. Langkah lebih
lanjut lagi adalah mensosialisasikan sistem melalui banner, pamflet ataupun spanduk-spanduk
sehingga masyarakat mengerti tentang teknologi yang akan diterapkan.
6. Evaluasi dan pemeliharaan teknologi/sistem
Tahap ini adalah tahap akhir, pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap hasil-hasil yang
diperoleh dengan penerapan teknologi Piramida Air. Selama itu pula dilakukan pemeliharaan
terhadap teknologi yang sudah dibuat.
Teknologi Piramida Air ini merupakan teknologi awal yang masih berkala kecil, namun
teknologi ini menjadi awalan yang baik yang nantinya dapat dikembangkan oleh pemerintah desa
maupun daerah menjadi teknologi dengan skala yang lebih besar. Oleh karena itu, tim
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT akan bersedia melaksanakan program pengembangan
teknologi lanjut yang merupakan hasil evaluasi dari penerapan model Piramida Air ini.

LUARAN DAN TARGET CAPAIAN 


PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT ini akan menghasil artikel yang dipublikasikan pada jurnal
sinta 3 sebagai luaran wajib dan HAKI sebagai luaran tambahan.

RENCANA ANGGARAN BIAYA


No Item Unit Satuan Harga/Unit Jumlah
1 Rapat persiapan tim (5*2=10) Orang Rp, 100.000., Rp, 1.000.000.,
2 Transportasi, (5*2)=10 Orang Rp 250.000., Rp, 2. 500.000.,
penginapan, dan
konsumsi tim
3 Beli alat dan bahan 1 Paket Rp, 10.000.000., Rp, 10.000.000.,
pembuatan model
Piramida Air
4 Konsumsi tim selama (5*7=35) Orang Rp, 35.000., Rp, 1.225.000.,
perancangan model (7
hari)
5 Biaya Uji laboratorium 1 Paket Rp, 3.000.000., Rp, 3.000.000.,
hasil air destilasi
6 Konsumsi dan insentif 1 paket Rp,3 .000.000., Rp, 2.500.000.,
pelatihan
7 Publikasi artikel 1 Paket Rp, 500.000., Rp, 500.000.,
Total Rp, 17.725.000.,

 JADWAL

Bulan
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Analisis sistem                        

Analisis kebutuhan desa                            

Analisis kebutuhan perangkat                          

Desain proses    

Pembuatan model Piramida Air  

Uji coba    

Impelementasi      

Evaluasi    
Penyusunan artikel  

Submit artikel  

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2002. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-
syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Jakarta.
2. Anonim, (1990), Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
416/MENKES/PER/IX/1990, tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
3. Anonim, (2010), Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/MENKES/PER/IV/2010, tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
4. Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Penerbit : Kanisius. Yogyakarta.
5. François Brikké dan Maarten Bredero, 2003, Linking Technology Choice with Operation and
Maintenance in the Context of Community Water Supply and Sanitation, WHO and IRC Water
and Sanitation Centre, Geneva, Switzerland.
6. Kenaru, Jo. 2019. Diakses pada Januari 2022 (ttps://www.viva.co.id/berita/nasional/1240724-
pulau-mules-ntt-kekeringan-parah#google_vignette).
7. Nanawi, G. 2001. Kualitas Air dan Kegunaannya di Bidang Pertanian. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran.
9. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air.

GAMBARAN IPTEK
Pengabdian masyarakat yang akan dilakukan dapat membantu masyarakat desa dalam penyediaan
teknologi tepat guna untuk pengolahan air laut menjadi air tawar atau air bersih. Kegiatan ini tidak
hanya menghasilkan teknologi “Piramida Air” untuk pengolahan air laut menjadi air tawar atau air
bersih, tetapi melakukan pelatihan terhadap masyarakat desa Nuca Molas yang akan
menggunakan teknologi ini. Teknologi Piramida Air ini masih dapat dikembangkan pada skala yang
lebih besar lagi. Dengan demikian, tim PKM tetap memiliki program lanjutan untuk membantu
mengembangkan teknologi Piramida Air di desa Nuca Molas.
PETA LOKASI MITRA
Gambar 1. Peta lokasi mitra

Anda mungkin juga menyukai