Anda di halaman 1dari 13

Adaptasi masyarakat pesisir

terhadap masalah sanitasi


Masalah sanitasi yang ditemui dipesisir
1. Penyediaan air bersih
2. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
3. Tempat Pembuangan Sampah
4. jamban
1. Penyediaan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, tetapi air juga
merupakan media sebagai penularan berbagai penyakit, oleh sebab itu air yang
digunakan harus memenuhi syarat kesehatan baik secara kualitas maupun
kuantitas.
Untuk kawasan di daerah pesisir atau pulau pulau kecil yang tidak mempunyai
sumber air tawar masyarakat biasanya masyarakat terpaksa memenuhikebutuhan
air minum mereka dengan cara menampung air hujan,mengambil dari tempat lain
yang relatif jauh dan mahal atau membeli air minum dalam kemasan dengan harga
yang mahal.Bagi masyarakat yang kurang mampu tidak ada jalan lain selain
menggunakan air untuk keperluan sehari-hari dari sumber yangapa adanya
sehingga berdapak terhadap kesahatan masyaraka
pemenuhan dan akses air bersih yang kurang memadai pada wilayah pesisir,
masyarakat tentunya tidak tinggal diam. Masyarakat baik secara individual maupun
secara kolektif mengupayakan beberapa tindakan untuk memenuhi penyediaan
kebutuhan. Adaptasi yang dilakukan antara lain :
a. Pengadaan Warung Air
Warung air merupakan sebuah wadah atau sarana yang dibangun oleh masyarakat
diwilayah pesisir secara kolektif untuk nantinya dapat menyelesaikan masalah
terkait pemenuhan dan penyaluran air bersih bagi kebutuhan masyarakat. Dalam
pelaksanaannya, warung air ini telah mampu memberikan akses yang memadai
bagi masyarakat agar nantinya dapat mengakses air yang diperlukan untuk
keperluan rumah tangga seperti misalnya minum, memasak, dan MCK.
b. Berlangganan Sumur Warga
Adaptasi lain yang dilakukan oleh masyarakat seperti Kampung Jomblang
Perbalan adalah dengan berlangganan air dari sumur warga. Tidak banyak
warga yang memiliki sumber mata air berupa sumur di wilayah pesisir.
Hal ini dikarenakan untuk membuat sebuah sumur bor harus membutuhkan
biaya yang cukup mahal serta lahan yang mencukupi untuk nantinya dibuat
sumur di tempat tersebut. Hal ini tidak berbanding lurus dengan keadaaan
yang ada di wilayah pesisir, dimana sebagian besar warga memiliki tingkat
pendapatan yang rendah sehingga untuk membuat sumur harus berpikir 2
kali. Sumur ini sangat manfaat yang cukup besar bagi keluarga di wilayah
pesisir, saat penyediaan kebutuhan air yang sering diakses oleh warga sekitar
sedang mati ataupun airnya kurang layak digunakan untuk keperluan rumah
tangga.
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Sebagian besar masyarakat yang tidak memiliki sarana saluran pembuangan air limbah, membuang
limbah rumah tangga di laut dan masih banyak pula saluran pembuangan air limbah yang berupa
galian tanah sehingga air tidak mengalir dengan baik, yang mengakibatkan timbulnya genangan air
yang busuk sehingga mencemari lingkungan sekitar, serta menjadi tempat perindukan vector
penyakit.

Masyarakat pesisir kurang menyadari dampak negatif terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan
jika air limbah rumah tangga tidak dikelola dengan baik serta presepsi masyarakat daerah pesisir
pantai bahwa pasir dapat langsung menyerap air limbah rumah tangga tersebut, sehingga tidak
perlu adanya SPAL
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
kemampuan masyarakat terkait SPAL yang lebih membuang limbah ke laut, dan masih banyak pula
saluran pembuangan air limbah yang berupa galian tanah sehingga air tidak mengalir dengan baik.
Banyak masyarakat pesisir yang tidak memiliki pilihan lain, sehingga ’terpaksa’ menerima kondisi
lingkungan permukiman di tersebut. sebab Kenyamanan dan keamanan lingkungan permukiman
bukan menjadi prioritas utama dalam kehidupan mereka. Berbeda dari Masyarakat lain yang
menganggap kenyamanan dan keamanan lingkungan sebagai kebutuhan penting yang mereka
sediakan sendiri dengan membuat.
pola adaptasi masyarakat pesisir terkait SPAL adalah
a. pembuatan prasarana drainase yang terpusat (off-site)
yaitu penanganan air limbah untuk melayani sejumlah penduduk di pesisir dengan sistem yang
menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air limbah dari rumah-rumah secara bersamaan dan
kemudian dialirkan ke IPAL.
Drainase pada pesisir lebih rumit dibandingkan dengan permasalahan drainase perkotaan , karena
lokasi pesisir yang merupakan daerah resapan air sehingga akan sangat sulit untuk masyarakat
membuat SPAL untuk tiap rumah, sehingga dengan pembuatan drainase tersebut diharapkan semua
kotoran dan mengalirkan ke saluran penampungan terbuka.
3. Tempat Pembuangan Sampah
Tempat sampah yang memenuhi syarat adalah tidak menimbulkan bau, tidak
menimbulkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah, tidak menjadi
tempat perindukan vector penyakit seperti lalat, tikus, kecoa dan lain-lain, serta
tidak mengganggu estetika lingkungan.
Namun sebagian besar masyarakat dipesisir tidak memiliki sarana tempat
pembuangan sampah. Masih banyak pula masyarakat yang mempunyai perilaku
buang sampah di sembarang tempat seperti di laut, pesisir pantai, dan lainnya .
Sehingga masyarakat tidak memperhatikan dampak yang akan terjadi, akibat
tumpukan sampah tersebut. Sampah yang berserakan tersebut akan menjadi
tempat perkembangbiakkan mikroorganisme pathogen.
Adaptasi yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalan sampah dipantai ini
diantaranya
1. Pembuatan Tempat pembuangan sampah dibeberapa titik dengan pengangkutan
secara berskala dengan truk pengangkut
sehingga kemalasan masyarakat dalam membuang sampah dapat teratasi
dan tidak membuang sampah tersebut ke laut.
1. adaptasi perilaku untuk mengubah limbah menjadi suatu barang unlimited goods
Adanya kesadaran bahwa dengan barang terbuang pun bisa dijadikan sebagai barang
unlimited goods, mendorong masyarakat untuk melakukan suatu inovasi terhadap suatu
limbah dengan pengetahuan dan teknologi yang dimiliki seperti yang dilakukan oleh
masyarakat pesisir di Desa Kedungrejo, Muncar. Sehingga dapat memberikan berkah bagi
masyarakat pesisir yang mampu untuk membaca peluang dari limbah untuk dimanfaatkan
4. Jamban

Beberapa masyarakat pesisir masih ada yang BAB disembarang tempat dan banyak masyarakat
belum mengelola air limbah tersebut dengan benar. Masyarakat sudah memiliki jamban tetapi
sebagian besar menyalurkan tinjanya tidak ke tangki saptik
Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pemilihan
konstruksi jamban yang memadai serta prilaku masyarakat yang lebih menyukai
buang air besar di laut dibandingkan buang air besar di jamban. Sehingga presepsi
yang muncul dimasyarakat adalah pembangunan sarana jamban bukan menjadi
prioritas utama.
adaptasi yang diperlukan adalah
1. System pembuangan ekskreta (jamban) di daerah pesisir yang memperhatikan kondisi air
tanah.
Dengan cara menampung pada satu bak khusus yang dapat dilakukan secara komunal dan pada
akhirnya nanti akan diangkut oleh mobil penyedot kotoran. Cara ini merupakan cara yang paling
aman untuk diupayakan di daerah pesisir, mengingat sulitnya memperoleh lokasi yang dapat
digunakan sebagai tempat penampungan kotoran, sebab kondisi kawasan pesisir yang landai,
berpasir dan sangat mudah terendam.
Oleh sebab itu jika ingin membuat jamban maka diperlukan teknik khusus dalam membuat septic
tank. Karena, dengan kondisi yang mudah terendam, septic yang dibuat harus memperhatikan jarak
dengan sumber air agar jangan sampai kotoran mengkontaminasi air yang akan digunakan sehari-
hari.
Pembuangan tinja merupakan satu bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam
bidang kesehatan dan sebagai media bibit penyakit, seperti diare, typhus, muntaber, disentri,
cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air
dan bau busuk serta estetika.
Cara masyarakat beradaptasi
Cara masyarakat pesisir untuk beradaptasi terhadap masalah sanitasi yang ditemui
tersebut sangatlah dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi masyarakat.
kemampuan adaptasi pada masyarakat terkait SPAL sangatlah dipengaruhi oleh
ekonomi sebeb akan membentuk pola adaptasi masyarakat.
Antar keluarga dalam beradaptasi sangatlah berbedabagi kelas bawah bagi mereka
tidak memiliki pilihan lain, sehingga ’terpaksa’ menerima kondisi lingkungan
permukiman di tersebut. Kenyamanan dan keamanan lingkungan permukiman
bukan menjadi prioritas utama dalam kehidupan mereka. Berbeda dari Masyarakat
kelas menengah dan atas yang menganggap kenyamanan dan keamanan
lingkungan sebagai kebutuhan penting yang mereka sediakan sendiri dengan
membuat.

Anda mungkin juga menyukai