Anda di halaman 1dari 5

MITIGASI KONFLIK PADA KAWASAN HUTAN

STUDI KASUS “KONFLIK DALAM PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG


SUNGAI PULAI KOTA TANJUNG PINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU”

Dosen Pengampu Mata Kuliah :

Dr. Marwoto, S.Hut., M.Si.

Oleh :
Daniel Siallagan (L1A120058)
Mata Kuliah :
Pengelolaan Konflik Sumber Daya Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN


UNIVERSITAS JAMBI
2023
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pada wilayah di Kepulauan Riau, merupakan wilayah administratif yang terbagi
menjadi beberapa pulau. Di sisi lain, selain potensi lautnya yang luar biasa, Provinsi
Kepulauan Riau mepunyai potensi permasalahan yang tidak dapat diabaikan di masa
mendatang, antara lain ketersediaan sumber daya perairan. Kepadatan penduduk
yang berada di Kepulauan Riau pada tahun 2015 adalah sebanyak 186 jiwa/km2.
Kepadatan penduduk tertinggi adalah Kota Tanjungpinang dengan 844 jiwa/km2,
diikuti Kota Batam dengan 757 jiwa/km2 dan terendah adalah Kabupaten Natuna
dengan kepadatan penduduk 26 jiwa/km2. 
Untuk memenuhi kebutuhan air warga Tanjungpinang, PDAM Tirta Kepri
memanfaatkan dua waduk, yakni Waduk Sungai Pulai dan Waduk Gesek. Kapasitas ini
sangat bervariasi, dikarenakan waduk ini terutama merupakan waduk penampung air
hujan. Selain itu, Hutan Lindung Sungai Pulai yang mengelilingi waduk berpengaruh
dan menjaga keseimbangan air waduk.  Hutan konservasi merupakan kawasan hutan
yang fungsi utamanya untuk menjaga sistem penyangga kehidupan, mengatur tata air,
mencegah banjir, menjaga erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan
tanah.
Keadaan Hutan Lindung Sungai Pulai telah kehilangan fungsi utamanya. Keadaan
hutan lindung sebagian telah berubah menjadi pemukiman penduduk, lahan pertanian
dan juga ruang publik seperti mesjid, mushola dan pemakaman umum. Berdasar
penjelasan Ketua RT di kampung Tirto Mulyo pada tahun 2018 sebanyak 180 KK
padahal sebelumnya pada tahun 2000 hanya ada 37 KK.
Hutan Lindung Sungai Pulai secara administratif berada di Kabupaten Bintan dan
Kota Tanjungpinang Pinang. Luas wilayah yang termasuk wilayah perkotaan
Tanjungpinang sekitar 313 hektar dan terletak di kawasan kecamatan Tanjungpinang
Timur. Di sisi lain, diketahui melalui wawancara dengan beberapa informan bahwa
sebagian kawasan, khususnya di Desa Tirto Mulya, mengirimkan surat turunan
sebagai bukti sebelum kawasan tersebut menjadi kawasan hutan lindung, jauh
sebelum ada SK Menteri. dulu. diterbitkan menjadi Berdasarkan surat tersebut,
masyarakat memiliki alasan untuk membuka kawasan pemukiman, meskipun tidak
berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM), namun saat ini kepemilikan tanah tersebut
berdasarkan surat keterangan terbatas dan ganti rugi terbatas sebagai turunan surat
yang bagus Ketidakseimbangan regulasi ini masih menjadi akar permasalahan hingga
saat ini. 
Penetapan kawasan Sungai Pulai sebagai hutan lindung berdampak besar dan
bertahan lama. Salah satunya adalah warga daerah diingkari haknya atas pelayanan
public, dimana setiap warga negara harus memiliki hak yang sama atas pelayanan
pemerintah tanpa terkecuali. Pelayanan dasar yang belum dapat diakses masyarakat
adalah akses jalan beraspal, penerangan (listrik) dan akses pelayanan administrasi
publik. 
Di sisi lain, terdapat ketimpangan pesan yang tersebar luas di masyarakat bahwa
kondisi berkurangnya aliran air di waduk sungai Pulai karena adanya perluasan
pemukiman dan alih fungsi lahan menjadi lahan pertanian yaitu drainase cekungan
harus dapat mengatur sistem air tidak bekerja. Dari sisi pemberitaan, posisi
masyarakat setempat adalah pihak yang berkuasa, yang di satu sisi menjaga kawasan
hutan. Secara tidak langsung, secara psikologis, masyarakat setempatlah yang
menjadi penyebab masalah. 

II. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana dinamika dan potensi dalam penyelesaian konflik di wilayah Hutan
Lindung Sungai Pulai?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya konflik di Kawasan Hutan Lindung Sungai Pulai?
3. Bagaimana resolusi yang diberikan dalam penyelesaian konflik yang terjadi di
Kawasan Hutan Lindung Sungai Pulai?

III. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini antara lain:
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk permasalahan dan akar dari konflik yang
ada dalam kawasan hutan.
2. Untuk mengetahui bagaimana saja resolusi yang dapat digunakan dalam
penyelesaian konflik dalam Kawasan hutan.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Akar Konflik
Sebelum melanjutkan diskusi, permasalahan di Hutan Lindung Sungai Pulai perlu
diatasi. Jika menggunakan definisi konflik secara umum, maka pihak-pihak yang
berkonflik berada dalam kasus tersebut. Ini urusan antara pemerintah dan rakyat.
Pemerintah dalam hal ini adalah pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Secara historis,
urusan hutan merupakan urusan pemerintah kabupaten atau kota. 
Dalam hal ini, pemerintah kabupaten merupakan badan yang bertanggung jawab
untuk mengelola hutan lindung. Sedangkan masyarakat merupakan pihak yang tinggal
di kawasan hutan lindung dan melakukan kegiatan seperti berkebun. Dalam
pengelolaan kawasan hutan lindung, pemerintah provinsi melalui pejabat yang
berwenang berhak memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran kawasan hutan
lindung. 
Hutan lindung disebut kawasan hutan yang fungsi utamanya melindungi sistem
penyangga kehidupan yang mengatur penyediaan air, mencegah banjir, mengendalikan
erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Oleh karena itu
pemerintah berhak memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar penggunaan
kawasan hutan lindung tertentu. Di sisi lain, masyarakat yang tinggal di hutan lindung
berkepentingan dengan kebutuhannya, seperti perumahan dan kegiatan pertanian.
Ketika kita melihat bahwa ada dua kepentingan yang berbeda untuk membahas
konflik ini, yaitu pemerintah sebagai pelaksana amanat undang-undang. Jika
masyarakat tertarik untuk memenuhi kebutuhannya. Namun, konflik sebelumnya tidak
berkembang menjadi konflik yang berakhir dengan kekerasan seperti yang terjadi di
daerah lain. Harus dibedakan antara konflik dan kekerasan. Konflik dan kekerasan
adalah hal yang berbeda, tidak semua konflik memiliki unsur kekerasan. Jika dapat
dikendalikan, konflik tersebut tidak boleh memiliki makna negatif, sebaliknya jika konflik
tersebut semakin beringas, maka dengan sendirinya akan bereskalasi menjadi
kekerasan. 
Hingga saat ini, pemerintah kabupaten dan instansi vertikal seperti Balai DAS telah
melakukan pendekatan yang meyakinkan untuk mengatasi kerusakan hutan lindung,
antara lain: Dengan ditetapkannya Hutan Sungai Pulai sebagai hutan lindung, maka
Dinas Kehutanan Kepulauan Riau membagi hutan menjadi beberapa blok termasuk
blok inti untuk pengelolaan hutan. Jika blok inti merupakan bagian dari kawasan hutan
yang memiliki karakter khusus sebagai kawasan perairan. Keberadaan core block ini
tidak bisa digunakan untuk kegiatan apapun selain menyerap air. Selain blok yang
dapat digunakan, blok yang dapat digunakan adalah bagian dari kawasan hutan yang
digunakan oleh warga tetapi masih memiliki pepohonan. 
PDAM Tirta Kepri selaku direktur pemanfaatan air waduk Pulaijoki tentu sangat
memperhatikan kelestarian dan keberadaan hutan di sekitarnya. Berkat koordinasi yang
baik, Dinas Lingkungan Hidup Kota Tanjungpinang dan Dinas Kehutanan Provinsi serta
DAS Center melakukan perlindungan hutan melalui penanaman pohon. Skala
deforestasi yang parah telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, sehingga pada
tahun 2015 Badan Sumber Daya Air Kepulauan Riau juga mulai melaksanakan
restorasi hutan. Salah satu tugas kantor DAS adalah pelaksanaan restorasi atau
pemulihan hutan kritis. rusak parah. Hutan lindung rata-rata hanya 200 pohon/ha,
padahal idealnya 700 pohon/ha. 
Selajutnya, pemerintah pro- vinsi dalam pengelolaannya menggunakan da- sar
Undang-undang No. 41 tahun 1999. Pada pasal 21 yang dimaksud dengan pengelolaan
hutan meliputi kegiatan;
a. tata hutan dan penyusunan rencana pengelo- laan hutan
b. pemanfaatan hutan dan penggunaan kawa- san hutan
c. rehabilitasi dan reklamasi hutan
perlindungan hutan dan konservasi alam.
Dari sisi masyarakat dijelaskan bahwa sebelum kawasan tersebut menjadi hutan
lindung, diketahui sebagian kawasan khususnya di desa Tirto Mulya mengeluarkan
surat kepemilikan tanah yang berlanjut. Berdasarkan surat turunan tersebutlah
masyarakat merasa memiliki hak untuk berada pada kawasan hutan lindung.

2. Dampak Konflik
Akibat tumpang tindih aturan di atas, berimplikasi pada realisasi hak warga
Kampung Tirto Mulyo dalam pelayanan publik. Sampai saat ini desa tersebut belum
teraliri listrik PLN, karena warga desa lain dapat memanfaatkannya. PLN mengklaim
tidak memberikan pasokan listrik karena desa itu termasuk dalam kawasan hutan
lindung. 
Status kependudukan adalah hal yang paling penting dalam hal penduduk.
Pengakuan negara berdasarkan status kependudukan seseorang dengan
menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), surat keterangan
kependudukan, dll. Pemerintah khususnya Kota Tanjungpinang kurang jelas akan
perumahan warga yang tinggal di Kelurahan Tirtomulyo. 
Permasalahan yang dihadapi warga Kampung Tirto Mulyo, seperti pelayanan
administrasi kependudukan, penyediaan infrastruktur dasar seperti jalan dan listrik,
serta pemungutan pajak, membuat masyarakat setempat merasa diperlakukan tidak
adil sebagai warga. Dimana warga negara berhak mendapatkan pelayanan yang baik
dari pemerintah. Meski ketidakadilan yang diderita berlangsung cukup lama, mereka
tidak mengungkapkannya melalui kekerasan seperti di tempat lain dalam konflik.
Menurut pemerintah, sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan
kawasan hutan, mereka tidak melakukan tindakan permusuhan yang mengarah pada
tindakan fisik, namun pendekatannya tetap meyakinkan. 

Anda mungkin juga menyukai