Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar LGBT

2.1.1 Sejarah LGBT di Dunia

Menurut Sinyo (2014) perkembangan dunia homoseksual berkembang

pada abad XI Masehi. Istilah Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau yang

biasa dikenal dengan LGBT mulai tercatat sekitar tahun 1990-an. Sebelum masa

“Revolusi Seksual” pada tahun 60-an tidak ada istilah khusus untuk menyatakan

homoseksual. Kata yang paling mendekati dengan orientasi selain heteroseksual

adalah istilah “third gender” sekitar tahun 1860-an. Kata revolusi seksual adalah

istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan sosial politik (1960-

1970) mengenai seks. Dimulai dengan kebudayaan freelove, yaitu jutaan kaum

muda menganut gaya hidup sebagai hippie. Mereka menyerukan kekuatan cinta

dan keagungan seks sebagai bagian dari hidup yang alami atau natural. Para

hippie percaya bahwa seks adalah fenomena biologi yang wajar sehingga tidak

seharusnya dilarang dan ditekan.

Pada abad 18 dan 19 Masehi beberapa negara mengkategorikan aktivitas

homoseksual merupakan suatu tindak kriminalitas sebagai kejahatan sodomi.

Perilaku pada hubungan seks sesama jenis atau yang disebut homoseksual ini

tidak dapat diterima secara sosial dan masyarakat. Situasi dan kondisi ini

membuat komunitas dan kehidupan sosial homoseksual hidup secara rahasia dan

tertutup agar tidak diketahui oleh orang lain dan tidak dianggap dimasyarakat,

beberapa orang kemudian mulai memperjuangkan kaum homoseksual. Salah

6
7

satunya adalah Thomas Cannon. Ia diperkirakan menjadi orang pertama yang

memulai perjuangan kaum tersebut dengan buku berjudul Ancient and Modern

Pederasty Investigated and Exemplify’d (Tahun 1749) di Inggris. Tulisannya yaitu

tentang gosip dan antologi lelucon yang membela kaum homoseksual. Cannon

dipenjara karena tulisan tersebut yang akhirnya Ia dibebaskan dengan uang

jaminan (Sinyo, 2014).

Jeremy Bentham (1785) seorang tokoh filsuf reformis dibidang sosial juga

membela kaum homoseksual. Bentham sering memberikan masukan tentang

hukum homoseksual di Inggris. Pemikiran Bentham menyumbangkan

inspirasiperubahan aturan hukum terhadap kaum homoseksual mengenai

homoseksual bukan suatu tindakan kriminal di Negara Eropa lainnya. Pada tahun

1791 Prancis adalah negara pertama yang menerapkan hukum bahwa

homoseksual bukan termasuk tindakan kriminal (Sinyo, 2014)

Gerakan Free Love yang membangkitkan kaum feminis dan kebebasan

hidup juga turut memperjuangkan kaum homoseksual kepada publik. Gerakan ini

kerap memandang budaya sucinya pernikahan yang dianggap membatasi

kebebasan hidup dan pilihan. Pada masa ini hampir semua negara di Eropa dan

Amerika melahirkan tokoh reformis yang membela hak-hak kaum feminis,

kehidupan bebas, dan komunitas homoseksual (Sinyo,2014).Beberapa gerakan

sosial seperti The Black Power yaitu gerakan untuk memperjuangkan hak kaum

berkulit hitam dan Anti-Vietnam War mempengaruhi komunitas gay untuk lebih

terbuka. Masa ini dikenal dengan Gay Liberation Movement atau gerakan

kemerdekaan gay. Pada masa ini terjadi huru-hara yang terkenal dengan sebutan

Stonewall Riots, yaitu keributan sporadis antara polisi dan para pendemo yang
8

memperjuangkan kebebasan kaum gay. Keributan ini terjadi di Stonewell Inn,

Greenwich Village, Amerika Serikat pada 28 Juni 1969.

Kejadian 28 Juni 1969 tersebut tercatat dalam sejarah sebagai pemicu

gerakan perjuangan hak asasi kaum gay di Amerika Serikat dan dunia, sehingga

muncul komunitas-komunitas gay baru seperti Gay Liberation Front (GLF), The

gay Activits’Allainace (GAA), dan Front Homosexsual d’Action Revolutionnaire.

Pada tanggal tersebut juga dijadikan hari perayaan bagi kaum LGBT di seluruh

dunia dan pada hari tersebut mereka menggelar pawai dijalan utama untuk

menunjukan eksistensi kaum gay (Sinyo, 2014).

Tahun 1970 aktivis LGBT protes kepada American Psychiatric

Association (APA) karena menetapkan homoseksual sebagai bagian dari

gangguan jiwa. Hal tersebut tertuang dalam Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders. Banyaknya akan protes karena rasa tidak setuju tentang hal

tersebut. APA secara resmi menghapus homoseksual dari masalah mental

disorders (gangguan jiwa) pada tahun 1974. Tindakan ini kemudian

disebarluaskan kepada hampir semua asosiasi psikiatri di dunia. Setelah itu

dengan adanya perbedaan dalam berkarya dan mendapatkan pekerjaan dalam hal

identitas gender dimasyarakat luas, muncul gerakan untuk memperjuangkan hak

asasi kaum gay (Gay Rights Movement). Pada tahun 1978 dibentuk International

Lesbian and Gay Association (ILGA) di Conventry, Inggris. Institusi ini

memerjuangkan hak asasi kaum lesbian dan gay secara internasional. Pada masa

itu dikenal simbol LGBT yaitu berupa bendera pelangi (the rainbow flag atau

pride flag) sebagai simbol pergerakan hak asasi komunitas LGBT. Awalnya

simbol ini hanya untuk komunitas gay di Amerika Serikat, namun sekarang
9

dipakai secara meluas di seluruh dunia sebagai lambang pergerakan kaum LGBT

dalam meraih hak-hak mereka.

Gerakan hak asasi kaum gay dimulai pada era tahun 1980-an. penyakit

AIDS dan kaum gay dianggap sebagai penyebar utamanya, Kata “queer” dikenal

sebagai istilah orang yang berorientasi seksual atau gender minoritas

dimasyarakat. Pada masa ini perjuangan kaum LGBT sudah begitu meluas dengan

banyaknya organisasi (legal atau ilegal) disetiap negara. Salah satunya adalah

hilangnya homosexsuality dari international Classification of Diseases yang

dibuat oleh WHO pada tanggal 17 Mei 1990, sehingga pada tanggal tersebut

dijadikan sebagai International Day Against Homophobia and Transphobia

(IDAHO). Komunitas LGBT mencari pengesahan hukum pernikahan di negara-

negara yang telah melegalkan nikah sesama jenis. Belanda merupakan negara

pertama yang melegalkan pernikahan pasangan sesama jenis tahun 2001. Pada

tahun 2008 diikuti oleh Belgia, Kanada, Norwegia, Afrika Selatan, dan Spanyol

(untuk Amerika Serikat ada di dua negara bagian yaitu Massachusetts dan

Connecticut) (Sinyo, 2014).

2.1.2 Sejarah LGBT di Indonesia

Sinyo (2014) menjelaskan kaum homoseksual mulai bermunculan di kota-

kota besar pada zaman Hindia Belanda. Di Indonesia terdapat komunitas kecil

LGBT walaupun pada saat zaman Hindia Belanda tersebut belum muncul sebagai

pergerakan sosial. Pada sekitar tahun 1968 istilah wadam (wanita adam)

digunakan sebagai pengganti kata banci atau bencong yang dianggap bercitra

negatif. Sehingga didirikan organisasi wadam yang pertama, dibantu serta

difasilitasi oleh gubernur DKI Jakarta, Bapak Ali Sadikin. Organisasi wadam
10

tersebut bernama Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD). Pada tahun 1980 karena

Adam merupakan nama nabi bagi umat islam maka sebagian besar tokoh Islam

keberatan mengenai singkatan dari Wadam sehingga nama Wadam diganti

menjadi waria (wanita-pria). Organisasi terbuka yang menaungi kaum gay

pertama berdiri di Indonesia tanggal 1 Maret 1982, sehingga merupakan hari yang

bersejarah bagi kaum LGBT Indonesia. Organisasi tersebut bernama Lambda.

Lambda memiliki sekretariat di Solo. Cabang-cabang Lamda kemudian

berdiri dikota besar lainnya seperti Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta. Mereka

menerbitkan buletin dengan nama G: Gaya Hidup Ceria pada tahun 1982-1984.

Pada tahun 1985 berdiri juga komunitas gay di Yogyakarta mendirikan organisasi

gay. Organisasi tersebut bernama Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY). Tahun

1988 PGY berubah nama menjadi Indonesian Gay Society (IGS). Tanggal 1

Agustus 1987 berdiri kembali komunitas gay di Indonesia, yaitu berdirinya

Kelompok Kerja Lesbian dan Gaya Nusantara (KKLGN) yang kemudian

disingkat menjadi GAYa Nusantara (GN). GN didirikan di Pasuruan, Surabaya

sebagai penerus Lambda Indonesia. GN menerbitkan majalah GAYa Nusantara.

Tahun 90-an muncul organisasi gay dihampir semua kota besar di Indonesia

seperti Pekanbaru, Bandung, Jakarta, Denpasar, dan Malang (Sinyo, 2014).

Pada akhir tahun 1993 diadakan pertemuan pertama antar komunitas

LGBT di Indonesia. Pertemuan tersebut diselenggarakan di Kaliurang,

Yogyakarta dan diberi nama Kongres Lesbian dan Gay Indonesia I atau yang

dikenal sebagai KLG I. Jumlah peserta yang hadir kurang lebih 40-an dari seluruh

Indonesia yang mewakili daerahnya masing-masing. GAYa Nusantara mendapat

mandat untuk mengatur dan memantau perkembangan Jaringan Lesbian dan Gay
11

Indonesia (JLGI). KLG II dilakukan pada bulan Desember 1995 di Lembang,

Jawa Barat.

Peserta yang hadir melebihi dari KLG I dan datang dari berbagai daerah di

Indonesia. Tanggal 22 Juli 1996, salah satu partai politik di Indonesia yaitu Partai

Rakyat Demokratik (PRD), mencatat diri sebagai partai pertama di Indonesia yang

mengakomodasi hak-hak kaum homoseksual dan transeksual dalam manifestonya.

Kemudian KLG III diselenggarakan di Denpasar, Bali pada bulan november 1997.

KLG III merupakan pertama kalinya para wartawan diperbolehkan meliput

kongres diluar sidang-sidang. Hasil kongres ini adalah peninjauan kembali

efektivitas kongres sehingga untuk sementara akan diadakan rapat kerja nasional

sebagai gantinya (Sinyo, 2014)

Untuk pertama kalinya Gay Pride dirayakan secara terbuka di kota

Surabaya pada bulan Juni tahun 1999. Acara tersebut merupakan kerja sama

antara GN dan Persatuan Waria kota Surabaya (PERWAKOS). Pada tahun ini

juga Rakernas yang rencananya akan diselenggarakan di Solo batal dilaksanakan

karena mendapat ancaman dari Front Pembela Islam Surakarta (FPIS). Tanggal 7

November 1999 pasangan gay Dr. Mamoto Gultom (41) dan Hendry M. Sahertian

(30) melakukan pertunangan dan dilanjutkan dengan mendirikan Yayasan Pelangi

Kasih Nusantara (YPKN). Yayasan ini bergerak dalam bidang pencegahan dan

penyuluhan tentang penyakit HIV/AIDS dikalangan komunitas gay di Indonesia

(Sinyo, 2014).

2.1.3 Pengertian LGBT

LGBT yang merupakan singkatan dari Lesbian, Gay, Bisexual, and

Transgender adalah istilah yang digunakan pada awal tahun ’90-an sampai
12

sekarang. LGBT diambil dari singkatan LGB yang awal mulanya digunakan

sebagai pengganti ungkapan ‘gay community’ (komunitas gay) (Sinyo, 2014).

1. Gay

Pada awalnya, kata “gay” digunakan untuk menunjukkan arti

“bahagia atau senang”. Akan tetapi, di Negara Inggris kata ini juga

mempunyai makna “homoseksual” (sekitar tahun 1800). Seiring dengan

berjalannya waktu, istilah gay lebih banyak digunakan untuk mengacu

pada makna “homoseksual” (Sinyo, 2014). Saat ini istilah gay lebih

spesifik digunakan untuk menunjukkan bahwa sesorang mempunyai SSA,

kemudian menjadikannya sebagai identitas diri dalam kehidupan sosial.

SSA (Same-Sex Attraction) sendiri digunakan untuk menjelaskan bahwa

seseorang mempunyai rasa ketertarikan seksual dengan sesama jenis

(gender sejenis), baik secara total (benar-benar hanya tertarik kepada

sesama jenis) atau sebagian (masih ada rasa ketertarikan seks dengan lain

jenis). SSA juga sering digunakan untuk menggantikan istilah homosexual

orientation (orientasi homoseksual) dan bisexual orientation (orientasi

biseksual) (Sinyo, 2014).

Karena gay sudah menjadi istilah yang digunakan untuk

menunjukkan identitas diri dalam kehidupan sosial, maka istilah ini bukan

semata-mata menunjukkan rasa ketertarikan seks sesama jenis, namun juga

pencitraan dan penerimaan secara keseluruhan tentang kehidupan dirinya

sebagai seseorang yang mempunyai orientasi seks sesama jenis. Istilah ini

menjadi sebuah pilihan identitas seksual dalam kehidupan sosial seperti

heteroseksual dan biseksual.


13

2. Lesbian

Lesbian atau Lesbianism berasal dari kata Lesbos yaitu pulau di

tengah Lautan Egeis yang pada zama kuno dihuni oleh para wanita

(Kartono, 1977 dalam Prakasa, 2017). Sebenarnya kata “gay” berlaku

untuk semua jenis kelamin, laki-laki dan wanita. Akan tetapi akhir-akhir

ini wanita yang mengidentifikasikan dirinya sebagai gay (same-sex

attraction) lebih menyukai penggunaan istilah lesbian. Dengan kata lain,

dapat disimpulkan bahwa lesbian adalah gay yang berjenis kelamin wanita

(Sinyo, 2014).

3. Biseksual

Secara bahasa biseksual berasal dari kata bi yang berarti dua, dan

sexual berarti seks. Secara istilah biseks atau biseksual digunakan untuk

orang yang mempunyai bisexual orientation, yaitu ketertarikan seks

kepada sesama jenis dan lain jenis secara bersamaan. Biseksual juga

mewakili identitas seksual dalam kehidupan masyarakat selain

heteroseksual dan gay (Sinyo, 2014).

4. Transgender

Transgender secara bahasa, trans berarti perpindahan dan gender

berarti peran. Adapun secara istilah, transgender adalah istilah untuk

menunjukkan keinginan tampil berlawanan dengan jenis kelamin yang

dimiliki. Seseorang transgender bisa saja mempunyai identitas sosial

heteroseksual, biseksual, gay atau bahkan aseksual. Kaum transgender

tidak mempermasalahkan jenis kelamin yang dimiliki dan tidak mau

mengubah alat kelamin lewat operasi. Jadi, seseorang yang berjenis


14

kelamin laki-laki, mempunyai orientasi heteroseksual, tetapi ingin selalu

berdandan atau tampil sebagai wanita, maka dia dapat disebut dengan

seorang transgender (Sinyo, 2014).

Selain istilah transgender, dikenal juga istilah transeksual.

Sepintas, pemaknaan kedua istilah ini hampir sama, namun ternyata

terdapat perbedaan. Pemakaian kedua istilah tersebut sering tumpang

tindih, bahkan oleh para individu yang terlibat langsung dengannya.

Transeksual mengacu kepada orang yang ingin mengubah kebiasaan hidup

dan orientasi seksnya secara biologis, berlawanan dengan yang

dimilikinya sejak lahir. Misalnya seseorang yang terlahir sebagai laki-laki

kemudian memutuskan untuk menjadi wanita (secara biologis, kebiasaan,

identitas diri, dan sebagainya), maka dia disebut transeksual. Orang

tersebut mengganti organ-organ vital yang berkenaan dengan seks menjadi

lawan jenisnya, berpenampilan wanita, bertingkah laku seperti wanita, dan

mengganti identitas dirinya secara resmi sebagai orang berjenis kelamin

wanita (Sinyo, 2014).

2.1.4 Teori Keperawatan S.C. Roy dalam Permasalahan LGBT

Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Sister Callista Roy.

Konsep ini dikembangkan dari konsep individu dan proses adaptasi seperti

diuraikan di bawah ini. Model adaptasi Roy adalah sistem model yang esensial

dan banyak digunakan sebagai falsafah dasar dan model konsep dalam pendidikan

keperawatan. Roy menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk bio-psiko-sosial-

spiritual sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam memenuhi kebutuhannya,

manusia selalu dihadapkan berbagai persoalan yang komplek, sehingga dituntut


15

untuk melakukan adaptasi. Penggunaan koping atau mekanisme pertahanan diri,

adalah berespon melakukan peran dan fungsi secara optimal untuk memelihara

integritas diri dari keadaan rentang sehat sakit dari keadaan lingkungan sekitarnya.

Terdapat dua respon adaptasi yaitu respon yang adaptif dan maladaptif.

Asumsi dasar model adaptasi Roy adalah : (1) Manusia adalah keseluruhan

dari biopsikologi dan sosial yang terus-menerus berinteraksi dengan lingkungan

(2) Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-

perubahan biopsikososial (3) Setiap orang memahami bagaimana individu

mempunyai batas kemampuan untuk beradaptasi. Pada dasarnya manusia

memberikan respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif (4)

Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, jika

seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan maka mempunyai

kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik positif maupun negatif (5) Sehat

dan sakit merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia.

Roy mengkategorikan stimuli menjadi 1) Stimulus fokal, merupakan

stimulus internal maupun eksternal yang berpengaruh terhadap adaptasi

seseorang. Stimulus fokal merupakan fenomena yang menjadi perhatian utama

indi vidu; 2) Stimulus konstektual, merupakan segala stimulus selain sti mulus

fokal dalam suatu kondisi tertentu yang memperkuat efek stimulus fokal; 3)

Stimulus residual, merupakan stimulus atau fenomena lain yang berasal dari

internal maupun eksternal individu dimana dapat memberikan efek pada stimulus

fokal namun efek yang diberikan tidak tampak jelas. Ketiga stimuli tersebut akan

bekerja bersamaan dan mempengaruhi level adaptasi seseorang yaitu kemampuan


16

seseorang untuk berespon positif terhadap situasi . Level adaptasi menyesuaikan

dengan mekanisme koping individu dan control process (Alligod, 2010).

2.2 Konsep Dasar Konsep Diri

2.2.1 Pengertian Konsep Diri

Istilah konsep mempunyai arti gambaran mental dari objek, proses, atau

apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

hal-hal lain. Sedangkan istilah diri berarti orang seorang (terpisah dari yang lain)

(KBBI, 2007).

Adapun William H. Fitts (Hendriati, 2006) mengemukakan bahwa konsep

diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri merupakan

kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Konsep diri berpengaruh kuat dalam tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui

konsep diri seseorang, maka akan lebih mudah memahami tingkah laku orang

tersebut karena merupakan sebuah penilaian. William H. Fitts juga berpendapat

bahwa ketika individu mempersepsikan, bereaksi, memberikan arti dan penilaian,

serta membentuk abstraksi tentang dirinya berarti ia menunjukkan suatu kesadaran

diri (self awareness), serta kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri dan

melihat dirinya.

Hurlock (2010) berpendapat bahwa konsep diri merupakan bayangan

cermin, sebagian besar ditentukan oleh peran dan hubungan dengan orang lain,

serta reaksi orang lain terhadap diri seseorang.

2.2.2 Struktur Konsep Diri

1. Gambaran diri atau citra tubuh


17

Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari

atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai

ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Citra tubuh

sangat dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan

pengalaman-pengalaman baru. Citra tubuh harus realistis karena semakin

dapat menerima dan menyukai tubuhnya individu akan lebih bebas dan

merasa aman dari kecemasan. Individu yang menerima tubuhnya apa

adanya biasanya memiliki harga diri tinggi daripada individu yang tidak

menyukai tubuhnya (Suliswati, 2005).

Citra diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan

perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti

pubertas dan penuaan terlihat lebih jelas terhadap citra diri dibandingkan

aspek-aspek konsep diri lainnya (Hidayat, 2009). Hal-hal penting yang

terkait dengan gambaran diri sebagai berikut :

a. Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja.

b. Bentuk tubuh, TB, dan BB serta tanda-tanda pertumbuhan kelamin

sekunder (mamae, menstruasi, perubahan suara, pertumbuhan bulu),

menjadi gambaran diri.

c. Cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek

psikologi.

d. Gambaran yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian

tubuh, akan memberi rasa aman dalam menghindari kecemasan dan

meningkatnya harga diri.


18

e. Individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya,

dapat mendorong sukses dalam kehidupan.

2. Ideal diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan

dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan dan

keinginan, tipe orang yang diidam-idamkan, dan nilai yang ingin dicapai

(Sunaryo, 2004). Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak

yang dipengaruhi oleh orang yang dipandang penting dari dirinya, yang

memberikan tuntunan dan harapan. Pada masa remaja, ideal diri akan

dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman

terdekat. Penetapan ideal diri sebaiknya lebih tinggi dari kemampuan

individu tetapi masih dalam batas yang dapat dicapai. Hal ini diperlukan

oleh individu untuk memacu dirinya ketingkat yang lebih tinggi. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam membentuk ideal diri

yaitu:

a. Kecenderungan individu menetapkan ideal diri dari batas

kemampuannya.

b. Faktor budaya, pembentukan standar ini dibandingkan dengan standar

kelompok teman dan norma yang ada di masyarakat.

c. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang

realistik, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan

rendah diri.

Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, akan tetapi

masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong atau
19

motivasi dalam hidupnya. Gangguan ideal diri terjadi karena ideal diri

terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak realistik.

3. Harga diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai

dengan menganalisa seberapa banyak ksesuaian tingkah laku dengan ideal

dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai,

dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila

sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga

dirinya rendah apabila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau

tidak diterima lingkungan (Suliswati, 2005).

Aspek utama harga diri adalah dicintai, disayangi, dan dikasihi

orang lain dan mendapat perhargaan dari orang lain. Harga diri rendah

apabila :

a. Kehilangan kasih sayang atau cinta kasih dari orang lain

b. Kehilangan penghargaan dari orang lain.

c. Hubungan interpersonal yang buruk.

Harga diri dibentuk sejak lahir dari adanya penerimaan dan

perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia. Untuk

meningkatkan harga diri anak diberi kesmpatan sukses, beri

penguatan/pujian bila anak sukses, tanamkan “ideal” atau harapan jangan

terlalu tinggi dan sesuaikan dengan budaya, berikan dorongan untuk

aspirasi atau cita-citanya dan bantu membentuk pertahanan diri untuk hal-

hal yang mengganggu persepsinya. Harga diri sangat mengancam pada

masa pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan,
20

karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya sendiri.

Remaja dituntut untuk menetukan pilihan, posisi peran dan memutuskan

apakah ia mampu meraih sukses dari suatu bidang tertentu, apakah ia

dapat berpartisipasi atau diterima di bidang macam aktivitas sosial.

Pada usia dewasa harga diri menjadi stabil dan memberikan

gambaran yang jelas tentang dirinya dan cenderung lebih mampu

menerima keberadaan dirinya. Hal ini didapatkan dari pengalaman

menghadapi kekurangan diri dan meningkatkan kemampuan secara

maksimal kelebihan dirinya. Pada masa dewasa akhir timbul masalah

harga diri karena adanya tantangan baru sehubungan dengan pansiun,

ketidakmampuan fisik, berpisah dari anak, kehilangan pasangan.

4. Peran diri

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh

masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang

diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat,misalnya

sebagai orang tua, atasan, teman dekat, dan sebagainya. Setiap peran

berhubungan dengan pemenuhan harapan-harapan tertentu. Apabila

harapan tersebut dapat dipenuhi, rasa percaya diri seseorang akan

meningkat. Sebaliknya, kegagalan untuk memenuhi harapan atas peran

dapat menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya konsep diri

seseorang Stress peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas,

peran yang tidak sesuai dan peran yang terlalu banyak.

a. Konflik peran terjadi apabila peran yang diinginkan individu, sedang

diduduki individu lain


21

b. Peran yang tidak jelas terjadi apabila individu diberikan peran yang

kabur, sesuai prilaku yang diharapkan.

c. Peran yang tidak sesuai terjadi apabila invidu dalam proses peralihan

mengubah nilai dan sikap.

d. Peran berlebih terjadi jika seseorang individu memiliki banyak peran

dalam kehidupannya.

5. Identitas diri

Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber

dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari aspek konsep

diri sebagai kesatuan yang utuh (Sunaryo, 2004). Identitas diri adalah

penilaian individu tentang dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh.

Identitas mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam

berbagai keadaan serta menyiratkan perbedaan atau keunikan

dibandingkan dengan orang lain. Identitas sering kali didapat melalui

pengamatan sendiri dan dari apa yang didengar seseorang dari orang lain

mengenai dirinya (Hidayat, 2009). Hal-hal penting yang terkait dengan

identitas diri, yaitu :

a. Berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan

berkembangnya konsep diri.

b. Individu yang memiliki perasaan identitas diri yang kuat akan

memandang dirinya berbeda dengan orang lain dan unik.

c. Identitas jenis kelamin berkembang secara bertahap sejak bayi.

d. Identitas jenis kelamin dimulai dengan konsep laki-laki dan perempuan

serta banyak dipengaruhi oleh pandangan maupun perlakuan masyarkat.


22

e. Kemandirian timbul dari perasaan berharga, menghargai diri sendiri,

kemampuan dan penguasaan diri.

f. Individu yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.

2.2.3 Komponen Konsep Diri

Konsep diri menurut Hurlock (2010) terdiri dari 2 komponen yaitu sebagai

berikut:

1. Konsep diri sebenarnya

Konsep diri sebenarnya merupakan konsep seseorang dari siapa dan apa

dia itu. Konsep ini sebagian besar ditentukan oleh peran dan hubungan

dengan orang lain, serta reaksi orang lain terhadap orang tersebut.

2. Konsep diri ideal

Konsep diri ideal merupakan gambaran seseorang mengenai penampilan

dan kepribadian yang didambakannya.

Diri ideal dapat dicapai seseorang dengan berperilaku sesuai dengan

standar tertentu. Standar tersebut dapat berhubungan dengan tujuan, aspirasi, atau

nilai yang ingin dicapai. Dengan kata lain, diri ideal adalah perwujudan harapan

seseorang berdasarkan norma sosial yang ada. Sedangkan harga diri berhubungan

dengan pencapaian tujuan oleh seseorang. Jika seseorang selalu sukses maka

cenderung akan mempunyai harga diri yang tinggi. Sebaliknya, jika seseorang

sering mengalami kegagalan maka cenderung mempunyai harga diri yang rendah.

Pudjijogyanti (Yulius Beni Prawoto, 2010) juga memberikan pendapatnya

tentang komponen-komponen yang membentuk konsep diri. Terdapat 2

komponen yang membentuk konsep diri menurut Pudjijogyanti.


23

1. Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu tentang keadaan

dirinya. Komponen kognitif merupakan penjelasan dari “siapa saya” yang

akan memberi gambaran tentang dirinya (self image). Oleh sebab itu,

komponen kognitif merupakan data yang bersifat objektif.

2. Komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap diri. Penilaian

tersebut akan membentuk penerimaan diri (self-acceptance) dan harga diri

(self-esteem) individu. Maka dari itu, komponen afektif merupakan data

yang bersifat subjektif.

2.2.4 Aspek Konsep Diri

Konsep diri menurut Staines (Burns, 1993) mempunyai 3 aspek. Ketiga

aspek tersebut adalah sebagai berikut.

1. Konsep diri dasar, sspek ini mempunyai istilah lain yaitu diri yang

dikognisikan. Aspek ini merupakan pandangan individu terhadap status,

peranan, dan kemampuan dirinya.

2. Diri yang lain, aspek ini merupakan gambaran diri seseorang yang berasal

dari penilaian orang lain. Hal ini menjadi titik utama untuk melihat

gambaran pribadi seseorang. Pernyataan-pernyataan, tindakan-tindakan,

isyarat-isyarat dari orang lain kepada individu yang didapat setahap demi

setahap akan membentuk sebuah konsep diri sebagaimana yang diyakini

individu tersebut dan yang dilihat oleh orang lain.

3. Diri yang ideal, aspek ini merupakan seperangkat gambaran mengenai

aspirasi dan apa yang diharapkan oleh individu, sebagian berupa keinginan

dan sebagian lagi berupa keharusan.


24

Hurlock (2010) mengemukakan bahwa konsep diri memiliki 2 aspek

sebagai berikut.

1. Fisik Aspek fisik terdiri dari konsep yang dimiliki individu tentang

penampilan, kesesuaian dengan jenis kelamin, arti penting tubuh dalam

hubungan dengan perilaku, dan perasaan gengsi di hadapan orang lain

yang disebabkan oleh keadaan fisiknya.

2. Psikologis Aspek psikologis terdiri dari konsep individu tentang harga diri

dan hubungannya dengan orang lain, serta kemampuan dan

ketidakmampuannya.

Hal penting yang berkaitan dengan keadaan fisik adalah daya tarik dan

penampilan tubuh di hadapan orang lain (Uni Setyani, 2007). Individu dengan

penampilan yang menarik cenderung mendapatkan sikap sosial yang

menyenangkan sehingga akan membentuk konsep yang positif bagi individu.

Sedangkan penilaian individu terhadap keadaan psikologisnya akan berpengaruh

terhadap rasa percaya diri dan harga diri. Peningkatan rasa percaya diri dan harga

diri akan dialami oleh individu yang merasa mampu. Sedangkan perasaan tidak

percaya diri dan rendah diri akan dialami oleh individu yang merasa tidak mampu.

2.2.5 Dimensi Konsep Diri

Menurut Fitts (dalam Marcelline, 1997), keempat aspek konsep diri yang

disebutkan di atas yang dimiliki individu ini akan mengevaluasi atau menilai dan

menggambarkan bagian-bagian diri yang digolongkan dalam dua dimensi, yaitu

internal dan eksternal. Masing-masing dimensi ini memiliki komponen yang

spesifik, yang merupakan detil dari bagian-bagian diri. Adapun kedua dimensi

tersebut, yaitu :
25

1. Dimensi internal

Dimensi Internal terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu

komponen identitas diri, komponen perilaku dan komponen penilaian.

a. Komponen Identitas Diri (Identity Self)

Komponen ini merupakan konsep paling dasar dari konsep diri yang

merupakan jawaban-jawaban atas pertanyaan dasar, “Siapakah saya?”.

Dalam komponen ini terkumpul segala macam label, simbol dan

julukan yang berkenaan dengan karakteristik seseorang. Identitas

berkembang sejalan dengan meluasnya kegiatan sosial seseorang.

Identitas bersumber pada perilaku karena merupakan hasil penilaian

terhadap dirinya, yang selanjutnya hasil penilaian akan mewarnai

perilaku yang ditampilkan.

b. Komponen Perilaku (Behavioral Self)

Komponen ini timbul berdasarkan umpan balik, baik yang bersifat

internal maupun eksternal, terhadap tingkah laku yang ditampilkan.

Umpan balik atau respon yang diterima oleh individu atas tingkah

lakunya akan mempengaruhi kelanjutan dari tingkah laku tersebut,

apakah tingkah laku tersebut akan bertahan atau hilang. Bila umpan

balik bersifat positif, maka tingkah laku akan dipertahankan dan

sebaliknya, bila umpan balik bersifat negatif maka tingkah laku akan

dihilangkan. Tingkah laku yang dipertahankan, akan mempengaruhi

pembentukkan konsep diri.

c. Komponen Penilaian (Judging Self)


26

Komponen ini berfungsi utama sebagai penilai, di samping sebagai

pengamat, pengatur standar, pembanding serta penengah antara

komponen identitas dan komponen perilaku. Komponen ini juga akan

mengev aluasi persepsi individu terhadap perilaku dan identitas yang

dimiliki. Komponen ini pula yang akan memberi pengaruh paling besar

terhadap aspek harga diri.

2. Dimensi eksternal

Dimensi Eksternal terdiri dari lima komponen, yaitu komponen fisik,

komponen moral etis, komponen diri personal, komponen diri keluarga,

komponen diri sosial.

a. Komponen Fisik (Physical Self) Komponen ini mencakup bagaimana

individu mempersepsikan keberadaan dirinya baik secara fisik,

kesehatan maupun seksualitas, misalnya bentuk dan proporsi tubuh.

b. Komponen Moral-Etis (Moral-Ethical Self) Komponen ini merupakan

komponen yang menunjukkan persepsi individu mengenai kerangka

acuan moral etika, nilai-nilai moral, hubungan dengan Tuhan, perasaan

sebagai orang baik atau buruk dan rasa puas terhadap kehidupan.

c. Komponen Diri Personal (Personal Self) Komponen ini meliputi

perasaan individu terhadap nilai pribadi, perasaan adekuat sebagai

pribadi dan penilaian individu terhadap kepribadiannya sendiri terlepas

dari penilaian fisik atau hubungannya dengan orang lain.

d. Komponen Diri Keluarga (Family Self) Komponen ini meliputi

perasaan individu dalam kaitannya dengan anggota keluarga, teman


27

sepermainannya serta sejauh mana dirinya merasa adekuat sebagai

anggota keluarga dan teman terdekatnya tersebut.

e. Komponen Diri Sosial (Social Self) Komponen ini berisi perasaan dan

penilaian diri sendiri dalam interaksinya dengan orang lain dalam

lingkungan yang lebih luas.

2.2.6 Perkembangan Konsep Diri

Individu tidak lahir dengan konsep diri, karena konsep diri bukan bawaan.

Konsep diri terbentuk seiring dengan perkembangan individu tersebut dan karena

adanya interaksi dengan orang lain di sekitarnya (Yudit, 2008). Hurlock (2010)

mengatakan, bahwa konsep diri berasal dari kontak anak dengan orang, cara

orang memperlakukan anak tersebut, apa yang dikatakan pada dan tentang anak

tersebut, serta status anak dalam kelompok di mana mereka diidentifikasi.

Mengenai pembentukan konsep diri, Amaryllia Puspasari (2007)

menggolongkannya ke dalam 4 golongan sebagai berikut.

1. Pola Pandang Diri Subjektif (Subjective Self)

Pengenalan diri yang terbentuk berasal dari bagaimana orang

melihat dirinya sendiri. Hal-hal yang dipikirkan seseorang pada pola

pandang diri subjektif biasanya terdiri dari gambaran-gambaran diri (self

image), baik itu potongan visual maupun persepsi diri. Potongan visual ini

seperti bentuk wajah dan tubuh yang dicermati ketika bercermin,

sedangkan persepsi diri biasanya diperoleh dari komunikasi terhadap diri

sendiri maupun pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Gambaran diri

ini sifatnya sangat pribadi karena setiap pribadi itu unik dengan

pengalaman yang berbeda-beda.


28

Seseorang tentunya akan melakukan perbandingan antara dirinya

dengan orang lain dalam pemahaman konsep diri. Perbandingan tersebut

meliputi berbagai hal dalam penampilan fisik maupun nonfisik. Contoh

dari perbandingan nonfisik adalah proses membandingkan perseptif.

Perbandingan perseptif dilakukan seseorang untuk melihat karakteristik

dirinya dalam mengembangkan diri, seperti tingkat kemampuan

komunikasi, tingkat kemampuan untuk menarik perhatian lawan jenis,

maupun pemikiran lainnya yang bersifat perseptif.

2. Bentuk dan Bayangan Tubuh (Body Image)

Persepsi ataupun pengalaman emosional dapat memberikan

pengaruh terhadap bagaimana seseorang mengenali bentuk fisiknya.

Kesadaran seseorang akan tubuhnya merupakan cara seseorang melihat

tubuhnya. Pada saat bercermin, seseorang tidak hanya melihat bentuk fisik

dari pantulan cermin saja, tetapi juga menghayati bentuk fisiknya.

3. Perbandingan Ideal (The Ideal Self)

Salah satu proses pengenalan diri adalah dengan membandingkan

diri dengan sosok ideal yang diharapkan. Proses pembentukan diri ideal

tersebut melalui proses pembentukan harapan diri, seperti ingin menjadi

lebih cantik, menjadi lebih pandai, dan lain sebagainya.

4. Pembentukan Diri Secara Sosial (The Social Self)

Proses pembentukan diri secara sosial merupakan proses di mana

seseorang mencoba memahami persepsi orang lain terhadap dirinya.

Penilaian kelompok terhadap seseorang akan membentuk konsep diri pada


29

orang tersebut. Penilaian sekelompok orang inilah yang merupakan proses

labelisasi terhadap karakteristik konsep diri seseorang.

2.2.7 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep Diri

Konsep diri menurut Fitts (Hendriati Agustiani, 2006) dipengaruhi oleh

beberapa faktor sebagai berikut.

1. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan

perasaan positif dan berharga.

2. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.

3. Aktualisasi diri, implementasi dan realisasi dari potensi yang sebenarnya.

Menurut Coopersmith (Tim Pustaka Familia, 2010), ada 4 faktor yang

berperan dalam pembentukan konsep diri yaitu sebagai berikut.

1. Faktor kemampuan. Setiap orang mempunyai potensi, oleh sebab itu

seseorang harus diberikan peluang agar dapat melakukan sesuatu.

2. Faktor perasaan berarti. Seseorang yang yang selalu dipupuk dengan

perasaan berarti akan membentuk sikap positif pada dirinya. Sebaliknya,

jika seseorang selalu mendapat perlakuan negatif dari orang lain maka

akan tumbuh sikap negatif pada dirinya.

3. Faktor kebajikan. Bila seseorang telah memiliki perasaan berarti, maka

akan tumbuh kebajikan dalam dirinya.

4. Faktor kekuatan. Pola perilaku berkarakteristik positif memberi kekuatan

bagi seseorang untuk melakukan perbuatan baik.

Anda mungkin juga menyukai