Anda di halaman 1dari 6

MODEL PERSEDIAAN DENGAN “BACK ORDER”

Asumsi lain yang dipakai adalah tidak adanya back order. Artinya ,

pembeli akan mencari tempat pembelian lain apabila di suatu tempat

barang yang dicarinya tidak dijumpainya. Umpamanya barang kebutuhan

sehari –hari. Seseorang tidak akan “memesan” sekilo gula atau beras atau

sekotak korek api untuk diambil beberapa hari kemudian bila hari itu

barang-barang tersebut kebetulan tidak tersedia di toko “X”. ia akan

segera pergi ke toko “Y”. pesanan untuk diambil kemudian lazim disebut

back order. Dengan kata lain, sebuah toko mengijinkan adanya back order

apabila ia tetap menjual suatu barang yang meskipun sudah tidak ada di

gudang ( tingkat persediaan barang tersebut nol ).

Contoh yang dapat diambil adalah dealer kenderaan bermotor

(mobil). Perusahaan ini akan tetap melayani pembelian mobil type A,

meskipun saat itu persediaan kosong . pembeli dijanjikan bahwa yang

dipesannya akan datang beberapa hari , ( minggu, dan sebagainya)

kemudian. Sistem persediaan yang memungkinkan adanya back order dapat

digambarkan sebagai berikut :

Tingkat Persediaan


……
S Q -S
A
Q

0 Waktu
S
Q-S
A
Q
T
A

Gambar : Model Persediaan dengan “Back Order”


Seperti biasanya Q merupakan jumlah setiap pemesanan, sedangkan

S adalah ”on hand inventory” yang menunjukkan jumlah persediaan barang

pada setiap awal siklus persediaan. Kebijaksanaan persediaan dalam hal ini

adalah berhubungsn dengan penentuan besarnya Q dan S yang dapat

meminimumkan total biaya yang relevan. Setiap siklus persediaan terdiri

dari dua buah segitiga, yang menunjukkan adanya dua tahap.

Tahap pertama adalah tahap dimana permintaan pembeli dapat

dipenuhi dengan on hand inventory. Tahap ini digambarkan sebagai segitiga

besar yang terletak diatas sumbu datar, dengan tinggi S. Apabila

permintaan terhadap barang selama setahun sebesar A, maka periode

S
waktu setiap tahap pertama (pada setiap siklus) adalah tahun. Tahap
A

kedua adalah tahap dimana on hand inventory sudah nol dan pembeli harus

“memesan” untuk dapat diambil (tersedia) beberapa waktu kemudian.

Tahap ini digambarkan sebagai nsegitiga yang terletak dibawah sumbu

datar, dengan tinggi Q-S. Q-S ini menunjukkan jumlah barang yang

dipesan oleh pembeli tetapi tidak dapat segera dipenuhi ( back order).

Q -S
Waktu yang diperlukan u ntuk memenuhi permintaan tersebut adalah
A

tahun.

Selanjutnya dalam hal ini dipakai asumsi bahwa apabila toko atau

perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan pembeli atau langganan

seketika karena barang yang diminta kebetulan tidak tersedia di dalam

persediaan maka toko atau perusahaan yersebut menanggung beban yang

lazim disebut ”shortage cost “. Seperti halnya holding cost, shortage code

ini bergantung pada banyaknya barang yang diminta (tetapi yang tidak

tersedia) dan lamanya permintaan tersebut baru dapat dipenuhi.

Perhitungan shortage cost ini berdasarkan pada  yakni hukuman


(kerugian) atas tidak mempunyai atau perusahaan menyediakan barang

yang diminta.

Pada bagian ini, total annual cost relevant cost merupakan gabungan

antara ordering cost, holding cost dan shortage cost.

TC = Ordering cost + Holding cost + Shortage cost

Ordering cost dalam hal ini adalah sama dengan ordering cost yang telah

dibicarakan pada model persediaan sederhana dimuka. Sedangkan

penjelasan atas holding cost agak berbeda dari sebelumnya, karena hanya

sebagian dari seluruh kebutuhan Q yang pernah disimpan, sehingga holding

cost hanya dikenakan pada tahap pertama daripada siklus persediaan yaitu

pada segitiga besar yang terletak diatas sumbu datar. Holding cost per

siklus persediaaan dihitung dengan mengalikan luas segitiga besar dengan

hc, sehingga :

  S 
HC x Luas  I  hc  1 S 
 2  A 

hc S 2

2A

Apabila hasil perkalian di atas dikalikan dengan jumlah (frekuensi)

A
pemesanan dalam setahun  Q  maka akan diperoleh :
 

hc S 2
Annual Holding Cost 
2A

Dalam menjelaskan shortage cost, sebaiknya dilihat dulu dalam satu

siklus persediaan. Dengan mengalikan luas segitiga kecil yang terletak di

bawah sumbu datar dengan “p” maka akan diperoleh shortage cost untuk

setiap inventory cycle :


 
 Q - S 
p x luas  II  p 1 
2  A 
 Q - S 

p  Q - S
2

2A

Kemudian seperti di atas bila hasil perkalian tersebut dikalikan lagi dengan

A
Q
, maka akan diperoleh :

p  Q - S
2

Annual Shortage Cost 


2Q

Akhirnya total annual relevant cost dapat dinyatakan sebagai berikut :

hc S 2 p  Q - S
2
A
TC   k  
Q 2Q 2Q

Tujuan yang ingin dicapai adalah mencari Q dan S yang dapat

meminimumkan TC. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan membuat partial

derivative fungsi Q dan S, sehingga diperoleh :


2Ak p  hc
Q*  hc p

2 Ak p
S*  hc p  hc

Sedangkan tenggang waktu antara satu pemesanan dengan lainnya adalah :


Q

T* A

Contoh 11 – 5 :
(kembali pada contoh soal terdahulu). Bir dianggap sebagai barang

convenience sehingga pembeli akan memilih bir merk lain (atau pergi ke

toko lain) apabila bir merk “X” tidak tersedia di toko tersebut. Lain

halnya dengan anggur. Pembeli akan menunggu sampai merk kesukaannya

tersedia. Artinya ia akan tetap memesan walaupun merk tersebut sedang

tidak tersedia.

Andaikata untuk toko itu dibebani 1 sen per peti per hari sebagai

“hukuman” karena tidak dapat memenuhi permintaan langganan, maka

dalam dalam 1 tahun p = Rp. 3,65 per peti. Apabila k = Rp. 100, A = Rp.

1000, c = Rp. 20 dan h = 0,20

Maka :

2(1000)100 3,65  (0,20)20


Q* 
(0,20)20 3,65

Q* = 324 peti

2(1000)100 3,65
S* 
(0,20)20 3,76  hc

= 154 peti.

Dan :
324
T* 
1000

= 0,324 tahun

Atau ± 118 hari.

Ternyata apabila perusahaan tersebut mengijinkan adanya back order,

maka kebijaksanaan persediaan yang optimal mencakup : 324 peti yang

dipesan setiap 118 hari. Diantara yang dipesan tersebut, hanya 154 peti

yang disimpan sebagai persediaan. Selebihnya ( Q * -S* = 170 peti )


dipergunakan untuk memenuhi permintaan yang belum terpenuhi (back

order). Total annual relevant cost dalam kebijaksanaan ini adalah :

 1000   0,20 20154    3,65170


2 2

TC   100 
 324  2 324  2 324 

=617,82 rupiah per tahun.

Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa angkanya lebih kecil daripada

total annual relevant cost apabila back order tidak diijinkan (894,43

rupiah). Hal ini disebabkan karena frekuensi pemesanan adalah lebih

jarang (dalam setahun) dan jumlah barang yang disimpan sebagai

persediaan adalah lebih kecil. Akibatnya, meskipun ada unsur shortage

cost, total annual relevant cost akan lebih kecil karena ordering dan

holding cost juga lebih kecil.

Anda mungkin juga menyukai