Anda di halaman 1dari 1

Artinya,

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap
lagi baik akibatnya.” (Surat An-Nisa’ ayat 4).
Dari sini kemudian dapat disimpulkan bahwa Islam memberikan garis yang jelas terkait hak laki-
laki dan hak perempuan. Perempuan dalam hal ini istri memiliki hak atas harta, yaitu mahar dan
nafkah. Sedangkan laki-laki dalam hal ini suami juga memiliki hak atas harta.
Lalu bagaimana dengan pernyataan “uang suami milik istri dan uang istri milik istri?”
Pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah. Kalimat tersebut
mengandung dua pernyataan yang perlu diuji satu per satu.
Pertama, pernyataan, “uang suami (adalah) milik istri.” Uang suami mungkin saja milik istri dan
mungkin juga bukan milik istri. Uang suami yang menjadi milik istri adalah hak nafkah yang
seharusnya diterima oleh istri. Tetapi uang suami mungkin juga bukan milik istri, yaitu uang
suami di luar keperluan nafkah istri (dan anak). Dengan demikian, kalau dikatakan bahwa
(semua) uang suami adalah milik istri justru merampas hak suami atas kepemilikan uangnya.
Adapun pernyataan kedua, “uang istri milik istri,” adalah benar adanya sebagaimana dijamin
oleh Islam terkait hak perempuan atas kepemilikan harta. Penjelasan ini tampak sangat teknis
dan domestik sekali. Tetapi hak-hak suami dan istri ini perlu dibicarakan sehingga jelas
kedudukan masing-masing pihak atas kepemilikannya. Namun demikian pada praktiknya secara
umum, suami dan istri mengelola (memberikan pertimbangan setidaknya) secara bersama uang
yang mereka miliki dan satu sama lain dapat saling membantu dalam mengatasi keuangan satu
sama lain seperti dinyatakan dalam Surat An-Nisa’ ayat 4.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/111105/benarkah-uang-suami-milik-istri-dan-uang-istri-
milik-istri-

Anda mungkin juga menyukai