Anda di halaman 1dari 85

[1]

Sebuah Biografi
HABIB AHMAD BIN UMAR AL-ATHAS
(Cucu Habib Ahmad Sapuro Pekalongan)
Penyusun: Sisma Fitra
Penyunting: Abdurrouf, B.Sc – Maulana Faiq, B.Sc.
Layout : Ahmad Sirril Wafa
MED.art (Graphic Design)
Aidid - Tarim – Hadhramaut - Yaman
27 September 2020 – 10 Shafar 1442 H

[2]
PENDAHULUAN
Bismillahirrahmanirrahim

‫ قد مات قوم وما مات مكارمهم‬ ‫عاش قوم وهم في الناس أموات‬
Terkadang seseorang itu hidup, namun hakikatnya ia sudah mati di
tengah-tengah manusia

Terkadang seseorang itu telah mati, namun kebaikan-kebaikanya


tidak akan mati

Segala puji bagi Allah SWT yang maha Esa dan Satu, yang maha
Kekal dan tidak akan hancur lagi fana. Selawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Sayyidina Muhammad, kekasih Tuhan
langit dan bumi. Begitu juga kepada keluarga dan sahabat-
sahabatnya.

Berikut ini adalah ringkasan dari Biografi al-Habib Ahmad bin


Umar al-Athas yang kami kumpulkan dari auto biografi yang beliau
tulis dan kami tambahkan dari pemandangan yang kami saksikan
dari sosok Habib Ahmad bin Umar selama masa kami duduk bersama
beliau di akhir usianya, rahimahullah rahmatal abroor.

Adapun pemicu dari penyusunan ini adalah rasa sedih atas


kepergian beliau yang begitu mendadak dan memukul keras hati
[3]
kami. Masih banyak hal yang kami janjikan, masih banyak hal yang
belum kami tanyakan, dan masih banyak hal yang sudah kami
rencanakan dan belum sempat kami lakukan bersama beliau.

Didalam masa duduk kami bersama beliau, kami banyak


berbincang bersama. Sebagaimana beliau berkata “Terkadang
saudara itu tidak seperti sahabat, dan sahabat itu seperti saudara”.
Dan kami temukan sosok ayah, guru, dan sahabat ada dalam pribadi
sederhana beliau. Terkadang kami mendengar nasihat, terkadang
kami diceritakan pelajaran-pelajaran hidup, terkadang kami
membaca kitab beliau, dan suatu ketika kami mengutarakan apa
yang ada di hati kami. Kami begitu dekat.

Sekalipun dalam banyak hal, kami memposisikan diri sebagai


pembantu beliau yang mencintai beliau. Namun suatu ketika baik
didalam ucapan ataupun pesan yang beliau kirim, Habib lebih
menyebut dirinya sebagai “muhibbikum, yang mencintaimu”.
Sesekali kami menepis, “kami muhibb (pecinta) dan dirimu mahbub
(yang dicintai) habib”, senyum mendamaikan beliau terbit setelah
debat kami itu. Di suatu ketika habib menyebut kami adalah anak,
tapi kami menolak dengan becanda karena usia beliau sebanding
dengan usia kakek bagi kami, tapi beliau selalu menolak disebut
kakek. Dimata kami, semangat dan kesungguhan beliau memang
bukan seperti kakek-kakek.
[4]
Hingga rongga hati kami begitu merasa sejuk dan tersentuh,
ketika beliau mengucapkan “Dirimu ini seperti Salman untukku”
dengan tatapan serius itu menatap kami,sampai sekarang tatapan
itu masih kami ingat dan persaksian itu akan kami kenang hingga
nanti.

Nabi SAW pernah menyebut Salman al Farisi sebagai golongan


Ahlul Bait (keluarga Nabi). Demikian karena kecintaan Salman
kepada Ahlul bait dan Nabi juga begitu mencintainya. Dan perkataan
indah itu terucap dari beliau, mengibaratkan kami sebagai Salman al
Farisi, sekalipun dari cinta secara hakikat mungkin masih jauh dari
definisi cintanya Salman al Farisi kepada Ahlul Bait.

Sehingga tulisan ini adalah wujud syukur atas nikmat agung,


berupa cinta yang Allah anugerahkan dalam mencintai mereka para
auliya-Nya dan sholihin. Buku ini menceritakan tentang riwayat
sosok yang kami cintai, serta pekerti indah yang dimilikinya. Karena
para Imam, para Salaf kita, dan para Saadah adalah ibarat orangtua
bagi kita. Sehingga wajib bagi kita untuk menyebarkan kebaikannya,
menyebarkan atas dasar mecintainya.

Al-Habib Idrus bin Umar al-Habsyi berkata dalam muqoddimah


kitabnya Aqdul Yawaaqiit al-Jauhariyyah bahwa, sebagian dari hak
seorang guru atas murid adalah menjaga ilmunya dan faidah-

[5]
faidahnya. Kemudian menyampaikanya kepada generasi selanjutnya
agar mereka ambil faidah-faidah tersebut. Sehingga dengan
demikian, berlipatlah pahala sang guru seiring banyaknya yang
mengambil faidah dari ilmu tersebut.

Maka inilah usaha yang kami kerahkan dengan segala


kemampuan kami, jika tulisan ini bermanfaat maka itu hanyalah
karena taufiq Allah SWT. Dan jika terdapat kesalahan, itu murni dari
kami. Seseorang yang masih banyak melakukan dosa seperti kami
kuranglah pantas dan berhak menuliskan biografi mulia seperti
beliau. Maka untuk itu kami memohon ampun atas segala kesalahan
dan kekurangan.

Kami mempersembahkan buku ini untuk segenap keluarga


Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib al-Athas, terkhusus keluarga
Habib Ahmad bin Umar di al Ahsaa Saudi, keluarga besar Habib
Abdullah Bagir al-Athas di Pekalongan, keluarga Habib Abdullah bin
Syekh di Hijrein, keluarga Habib Umar bin Abdurrahman al-Athas di
Tarim, dan kepada para pecinta keluarga Habib Ahmad pada
umumnya. Sebagaimana ucapan belasungkawa juga telah kami
ungkapkan, buku ini juga kami persembahkan sebagai wujud
khidmah dan cinta kami kepada keluarga Habib Ahmad bin Abdullah
bin Tholib al Athas.

[6]
Kami mengucapkan segala terima kasih kepada semua yang
telah membantu dalam penyusunan buku ini, yaitu Sayidiy al-Habib
Umar bin Abdurrahman al Athos, Sayyid Hamzah bin Abdullah
Baharun, Maulana Faiq, Ahmad Sirril Wafa, Abdurrouf, Sayyid Ali
Murtadho Vad’aq, Hanif Chusnan, dan kawan-kawan lainya yang
telah mengambil saham dan mendukung atas ditulisnya buku ini.

Semoga Allah menjadikan segala usaha yang kami lakukan


sebagai amal baik yang ikhlas hanya karena mengharap ridlaNya.
Lalu mengampuni kami atas dosa-dosa yang kami perbuat dengan
lautan maghfirahNya. Kemudian menjadikan kami termasuk
golongan yang bersama dengan sosok yang kami cintai di surga
tertinggiNya. Amiin.

‫وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم‬

‫والحمد لله رب العالمين‬

Tarim, Syawal 1441 H

Pecinta Habib Ahmad bin Umar

M. Sisma Fitra N.

[7]
SAMBUTAN AL HABIB UMAR

BIN ABDURRAHMAN AL ATHOS

Bismillahirrahmanirrahim,

‫البقاء والحاكم على خلقه بالفناء‬ ‫الحمد لله الحي الدائم‬

‫وتعزز بالقدرة وقهر العباد بالموت‬ ‫تفرد بالعزة والجبروت‬

Segala puji bagi Allah yang Maha Hidup


dan Abadi, yang kekal dan Maha Bijak
atas ciptaanNya dengan membuatnya
fana

MilikNya sendiri sifat kemuliaan dan


kekuasaan, bertambah kemuliaanNya,
dengan Kuasa dan menundukkan
Foto Habib Umar bin Abdurrahman hamba-hambaNya lewat kematian
al-Athas (Keponakan Habib Ahmad
bin Umar - Mudaris Rubath Tarim)
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah. Dzat yang satu. Tiada sekutu baginya. Dan aku
bersaksi bahwa Sayyiduna Muhammad adalah hambaNya dan
utusanNya. Shallallahu alaihi wa ala alihi wasalam. Wa ba’du.

[8]
Kami ucapkan terimakasih kami kepada orang yang telah
berbelasungkawa atas meninggalnya al-Marhum, paman kami,
orang tua bagi kami, dan pembesar kami. Yang mempunyai
kemuliaan, ahli ilmu lagi mengamalkanya. Yang mempunyai
ikatan dengan keluarga dan pendahulunya. Yang telah
berkhidmah dalam karangan-karangan para pendahulu dan
warisan-warisan mereka. Yang telah berjuang dalam
menyebarkanya sehingga tersampaikan kepada semua orang.
Yang sangat berhasrat untuk menyambung silaturrahmi dan
mengunjungi mereka. Yang mempunyai akhlak mulia. Yang
luhur dan sejarah hidupnya agung. Yang mempunyai sifat indah,
pewaris salafus sholeh, Tidak lain beliau adalah, Habibunaa wa
Sayyidunaa; al-‘Amm Ahmad bin Umar bin Ahmad bin Abdullah
bin Thalib bin Ali bin Hasan bin Ali bin Hasan bin Abdullah bin
Husein bin al-Quthb al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Athas.
Semoga Allah merahmati beliau menempatkan beliau di Surga
daarul qaraar, dan menjadikannya bersama datuk-datuknya
yang mulia, di dalam tempat yang penuh kesungguhan. Di
hadapan yang Maha Merajai dan Berkehendak.

Kami ucapkan kalimat belasungkawa kepada kedua anak


beliau yang mulia, yaitu Umar bin Ahmad bin Umar dan Nabil
bin Ahmad bin Umar. Juga kepada segenap keluarga Thalib al-

[9]
Athas, kemudian kepada segenap orangtua-orangtua kami dan
saudara-saudara kami keluarga Thalib bin Ali dan keluarga Ali
bin Hasan, keluarga Masyhad dan seluruh keluarga al-Athas dan
juga keluarga al-Kaff. Juga bagi siapa saja yang mempunyai
ikatan dengan mereka baik dalam hubungan darah, sebab
pernikahan atau yang mencintainya. Baik yang berada di al-
Ahsaa, Dammam, Jeddah, Mekkah, Emirat, Pekalongan, Jakarta,
dan dari kota manapun yang telah berbelasungkawa atas
meninggalnya beliau. Allah telah tetapkan kepadanya suatu
ketetapan dan apa-apa yang ada disisi Allah adalah baik.

Beliau kembali ke haribaan Allah SWT setelah Allah


memuliakanya dengan menunaikan puasa sebulan penuh di
kota Tarim. Dan telah ia raih pahala melebihi syahadah (syahid)
dari keutamaanya yang agung dan malam lailatul Qadarnya
yang mulia. Setelah bulan Ramadhan hampir usai, beliau
mempunyai niatan untuk menuju kota Hijren dan menunaikan
hari Raya Idul Fitri disana. Allah mudahkan langkahnya dengan
kehadiran al-Walaad al-Mubaarak Ahmad bin Abdullah bin
Syekh untuk menjemput beliau di Tarim. Lalu menuju kota
Hijrein bersamanya pada malam Jumat 29 Ramadhan. Al-Habib
Ahmad bin Umar menjalani dua hari sisa Ramadhan, kemudian
hari Raya Idul Fitri serta dua hari setelah hari raya di kota Hijrein.

[10]
Beliau juga sempat hadir dalam acara uwadh (open
house) setelah hari raya di kediaman almarhum saudaranya, al-
Habib Syekh bin Umar. Beliau berkumpul dengan kerabat,
tetangga, dan penduduk kota Hijrein. Mereka semua senang
akan kehadiran beliau, Habib Ahmad pun senang dengan
kehadiran mereka semua. Beliau juga hadir didalam peringatan
maulid yang biasa dilakukan di masjid Jami’ Hijrein, beliau
membacakan doa disana.

Pada ashar hari itu beliau masih berada di kediaman


iparnya yaitu al-Habib Muhammad bin Alawi al-Kaff. Disanalah
beliau mengeluh tentang sakitnya dan langsung dilarikan ke
rumah sakit Hijrein. Beliau divonis sakit thrombosis vena dalam,
dan diberilah obat kepadanya secara terus-menerus. Pihak
rumah sakit juga memberikan anjuran al-Habib Ahmad bin
Umar untuk dirujuk ke Rumah Sakit kota Seiwun, sehingga
dirujuklah beliau menuju Rumah Sakit Seiwun. Setelah tiba
disana, beliau dirawat beberapa saat dan kemudian pihak
rumah sakit mengatakan bahwa obat sisanya bisa diminum
dirumah. Pihak rumah sakit juga menganjurkan untuk
memeriksa Habib Ahmad bin Umar secara berkala.

Akhirnya Habib Ahmad bin Umar telah kembali ke kota


Hijrein dan mengkonsumsi obat yang telah diberikan sesuai
[11]
anjuran Rumah Sakit. Namun pada Dhuhur hari Kamis 5 Syawal
1441 H, ajal menemui beliau. Ruh beliau diambil menuju Dzat
Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri. Allah telah menetapkan
ketetapan tersebut. Tangisan kesedihan pecah ketika itu. Akan
tetapi takdir Allah tidak tertolak. Segala puji bagi Allah atas
ketetapan dan ketentuaNya. Sesungguhnya segala sesuatu
adalah milikNya, dan hanya kepadaNya kita kembali.

Semoga Allah menjadikan ruhnya di dalam ‘iliyyin,


menulisnya dalam golongan orang shaleh. Bersama dengan
orang yang Allah beri nikmat kepada mereka dari golongan para
Nabi, Shiddiqiin, juga para orang yang mati Syahid.

Para kerabat dan tetanggapun berdatangan. Aku


membacakan al-Qur’an untuknya pada Ashar dan malamnya.
Aku juga telah mengatur kuburnya dekat dengan ayahandanya
dan datuknya al-Habib Abdullah bin Thalib dan pamanya al-
Habib Syekh secara berdampingan.

[12]
Pemakaman untuk beliau dijadwalkan pada hari
setelahnya, Jumat pagi pukul 06.30 waktu setempat. Beliau
dimandikan di rumahnya (Hijrein) di akhir malam. Setelah
dikafani, jenazah dibawa ke masjid Jami’ sebelum Fajar dan
dishalatkan beriringan dengan sholat shubuh. Lalu setelah
dibacakan khataman Alquran jenazah dibawa menuju
pemakaman.

Hadir dalam prosesi pemakaman banyak orang dari


penduduk Hijrein, Masyhad, Huraidhah, Seiwun dan lainya. Al-
Habib Abdullah bin Syekh yang menerima jenazah beliau diliang
lahat, ditemani al-Habib Muhammad Alawi al-Kaff dan Umar bin
Abdurrahman. Kemudian Husain bin Abdurrahman juga turun.

Yang mentalqin beliau adalah al-Habib Ahmad Alawi al-


Kaff al-Qadhi, dan memberikan pengumuman tentang doa yang
akan dibacakan beliau setelah tiga hari dari waktu ashar ke
ashar berikutnya.

[13]
Ini semua adalah perjalanan bagi yang hidup di dunia,
sehingga orang-orang yang sabar tidak mengucapkan kecuali,
Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun.

Yang berharap akan doa-doa kalian,

Abdullah bin Syekh bin Umar bin Ahmad al Athas dan anak-
anaknya;

Umar bin Abdurrahman bin Muhammad bin Ahmad al Athas


dan saudara-saudaranya;

Muhammad Alawi al Kaff.

Hijrein, Ahad 8 Syawal 1441 H.

[14]
DAFTAR ISI

Pengantar Penyusun 3
Sambutan Habib Umar bin Abdurrahman al Athos 8
Daftar Isi 15
Asal-usul keluarga al Athos 16
Salaf Al-Habib Ahmad bin Umar al Athos 19
Biografi Al-Habib Ahmad bin Umar Al-Athas 28
Akhlak dan Perangai Habib Ahmad bin Umar al Athos 41
Karangan Habib Ahmad bin Umar al Athos 56
Kalimat Dr. Mushtofa bin Smith 62
Kalimat Sayyid Hamzah bin Abdullah Baharuun 65
Kalimat Sayyid Yusuf al-Athas 70
Kalimat Muhammad Khoirul Jadid 78
Tentang Penulis 84

[15]
Asal-Usul Keluarga Al-Athas

Al-Habib Ali bin Husein al-Athas menuturkan dalam kitabnya


Taajul A’raas --beliau menukil dari ucapan al Habib Abubakar bin
Abdillah al Athos--: “as-Syekh Abubakar bin Salim dan saudaranya
al-Habib Agil bin Salim keluar dari perut yang sama secara
bersamaan (kembar). Ibunda keduanya adalah Thalhah binti al-
Habib Agil bin Ahmad bin Abi Bakar aS-Sakraan. Ketika waktu
kelahiran mereka berdua semakin dekat, sang Ibunda mendengar
keduanya saling mendorong dan mendesak satu sama lain, sembari
berkata ‘Engkau lahirlah terlebih dahulu’. Kemudian Syekh Abubakar
berkata kepada saudaranya, ‘Engkau lahir terlebih dahulu. Karena
al-Masyhur adalah berkah dari al-Mastur”. 1

Namun demikian, yang terlahir terlebih dahulu adalah Syekh


Abubakar bin Salim. Dan Syekh Abubakar bin Salim kemudian
menjadi sesosok yang dikenal banyak orang (masyhur), sedangkan

1
Biasanya saudara yang lahir terlebih dahulu akan berada diposisi lebih populer dari
saudaranya yang lebih muda. Karena saudara yang lebih muda akan cenderung menjaga
adab, dan berada dibelakang kakandanya.

Sehingga Syaikh Agil bin Salim dalam ceritanya enggan untuk terlahir mendahului Syaikh
Abubakar bin Salim. Karena tabiat Syaikh Agil bin Salim lebih menyukai hidup dalam
bersahaja dan tidak menyukai kepopuleran.

[16]
Syekh Agil bin Salim menjadi sosok yang tidak begitu dikenal orang
(mastur).

Habib Ali bin Hasan al-Athas juga mengatakan dalam kitabnya al-
Qirthaas, “Dan disebut al-Athas (orang yang bersin) karena suatu
karomah yang dimiliki ketika berada diperut ibundanya. Beliau
bersin kemudian mengucapkan hamdalah, sampai terdengar suara
itu sedangkan beliau masih berada dalam perut Ibundanya”

Yang dimaksud dari “bayi yang bersin di perut Ibundanya” atau


“yang pertama kali bersin di perut Ibundanya” adalah Sayyiduna Agil
bin Salim. Saudara kandung Syekh Abubakar bin Salim. Sehingga
sebutan tersebut (al-Athas) turun-termurun ke anak cucunya. Meski
anak cucunya tidak banyak dikenal kecuali Sayyiduna Umar bin
Abdurrahman (w. 1072 H)2. Sehingga kemudian nama itu tersemat
kepada keturunanya. Bahkan anak cucu saudara kandungnya juga
tersemat nama al-Athas juga, yaitu Agil bin Abdurrahman dan

2
Banyak dari sangkaan bahwa marga al Athas tersemat kepada Sayyiduna Umar bin
Abdurrahman al-Athas bahwa karena beliau adalah yang dimaksud orang yang bersin ketika
diperut Ibundanya.

Namun demikian, yang bersin ketika berada didalam perut ibundanya bukanlah
Sayyiduna Umar bin Abdurrahman, melainkan kakek kandung beliau Syekh Agil bin Salim.

[17]
Abdullah bin Abdurrahman. Sedangkan anak keturunan Sayyiduna
Agil bin Salim disebut marga Agil bin Salim ( ‫(ال عقيل بن سالم‬.

Sebagaimana yang kita ketahui, sosok al-Habib Ahmad bin Umar


merupakan keturunan dari marga al-Athas. Nasab beliau
bersambung kepada Habib Umar bin Abdurrahman al-Athas hingga
keatas sampai Sayyiduna Agil bin Salim. Yang nasabnya ibarat rantai
mutiara, tersusun dari generasi ke generasi, hingga bersambung
kepada manusia mulia yang mewarisi daging Rasulullah SAW.

[18]
SALAF AL-HABIB AHMAD BIN UMAR AL-ATHAS

Dalam tulisan ini, kami akan menjabarkan sedikit tentang datuk-


datuk (salaf) beliau yang mempunyai ikatan penting dengan Habib
Ahmad bin Umar. Beliau amatlah berpegang teguh dan berpedoman
dengan jalan hidup dan prinsip dari datuk-datuk beliau tersebut.

Diantaranya yang akan kami sebutkan disini adalah al-Habib


Umar bin Abdurrahman al-Athas yang ratibnya terkenal dan biasa
kita baca. Kemudian al-Habib Ali bin Hasan al-Athas, karena beliau
amat gemar dan mengidolakan sosok Habib Ali bin Hasan sehingga
banyak sekali kitab karangan Habib Ali bin Hasan yang kemudian
Habib Ahmad bin Umar telaah dan tulis kembali. Terakhir yang akan
kami sebutkan adalah kakek beliau Habib Ahmad bin Abdullah bin
Thalib al-Athas yang masyhur dan dimakamkan di kota Pekalongan,
Jawa Tengah.

Kami menyebutkan disini secara ringkas saja, karena cerita


keteladanan Salaf Habib Ahmad bin Umar dapat kita baca di kitab
biografi yang menceritakanya secara khusus.

[19]
1. Al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Athas

Beliau lahir pada tahun 991


H. Nasab beliau adalah al-
Habib Umar bin Abdurrahman
bin Agil bin Salim bin Abdullah
bin Abdurrahman bin Abdullah
bin Abdurrahman as Segaff bin
Muhammad Mauladawilah bin
Ali bin Alawi bin al-Faqiih
Muqaddam Muhammad bin
Foto Kubbah al Habib Umar bin Abdurrahman al-Athas
(Huroidhoh, Hadhramaut Yaman)
Ali bin Muhammad Shahibu
Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin
Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa bin Muhammad an-Naqiib
bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far as-Shadiq bin Muhammad al-Bagir bin Ali
Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dan putera Fatimah az-
Zahraa binti Rasulullah SAW.

Penglihatan al-Habib Umar bin Abdurrahman hilang ketika


beliau masih kecil. Ibundanya kemudian mendatangi sebagian orang
shaleh dan berkata kepada mereka: “Sesungguhnya anakku ini telah
hilang penglihatanya, sedangkan ayahandanya orang yang faqir
tidak mempunyai harta”. Kemudian orang shaleh itu menjawab, “
Janganlah takut, karena baginya akan terjadi sesuatu yang besar.
[20]
Akan tercipta pemandangan yang agung, dan keturunannya kelak
akan banyak. Mereka laksana pengendara kuda”.

Beliau tumbuh
dengan pertumbuhan
yang baik dengan
kesungguhan dan ijtihad
dalam ketaatan kepada
Allah baik pagi ataupun
malam hari. Beliau

Foto Makam Habib Umar bin Abdurrahman al-Athas, dari dalam


mendatangi kota Tarim
Kubbah
dimasa kecilnya dari
negeri al-Lisk pada awal malam kemudian shalat disetiap masjid
yang ada di Tarim dua rakaat.

Beliau adalah seorang Imam yang terliputi berbagai anugerah,


seorang yang ahli Ilmu dan mengamalkanya. Seorang yang
mempunyai sifat mulia serta derajat yang amat tinggi. Beliau
dilahirkan didesa al-Lisk dan tinggal di kota Huraidhah sampai beliau
meninggal dunia tahun 1072 H dan dikuburkan disana. Dibangun
disana kubah yang agung diatas pusara beliau. Terlingkup diatasnya
cahaya yang terbit seiring dakwah beliau yang terlingkup diseluruh
negeri dan semua arah negeri. Sampai diceritakan beliau pernah
berkata bahwa :
[21]
"‫"سـتبلغ شفـاعتـي إلى سـفوره‬

“Syafaatku (pertolongan) akan sampai hingga ke Safura


3
(Sapuro)”. Perkataan demikian yang membuat orang-orang
Hadhramaut bingung dengan apa yang dimaksudkan Habib Umar,
hingga akan terjawab di kurun ke-13 hijriah.

2. Al Habib Ali bin Hasan al-Athas

Nasab beliau adalah al-


Habib Ali bin Hasan bin
Abdullah bin Husein bin
Umar bin Abdurrahman
bin Agil al-Athas,
Ibundanya adalah as-
Syaikhah Fathimah binti
Abibakar bin Syaibaan bin
Ahmad bin Sahal bin
Foto Kubbah Habib Ali bin Hasan al-Athas (Masyhad,
Hadhramaut Yaman)
Ishaaq.

Al-Habib Ali bin Hasan al-Athas dilahirkan di Huraidhah pada


Jumat 12 Rabiuts Tsani 1121 H. Ayahandanya meninggal ketika

3
Mauridut Tholib: 37, al Habib Ahmad bin Umar

[22]
beliau berusia tiga tahun. Sehingga beliau dirawat oleh kakeknya al-
Habib Abdullah bin Husein dan al-Habib Husein bin Umar al-Athas.

Beliau adalah sesosok Imam yang mempunyai banyak kelebihan,


sosok yang alim, cerdas, peka dalam menghayati ayat-ayat Alquran
dan hafal kesemuanya. Belum genap usianya hingga tujuh tahun,
beliau sudah mengkhatamkan Alquran dan menghafalnya. Semenjak
usianya sembilan tahun, beliau sudah terbiasa bangun di sepertiga
akhir malam mendirikan shalat tahajud di masjid. Lalu beliau
teruskan dengan membaca seperempat dari Alquran. Beliau juga
sudah terbiasa menghidupkan waktu antara maghrib dan isya.
Duduk beri’tikaf didalam masjid membaca Alquran tanpa terpotong
masa itu oleh sesuatu apapun, sebagaimana diriwayatkan didalam
kitab Safinatu Badhai’. Sejak kecil beliau sudah merasa segala gerak-
geriknya diperhatikan oleh Allah SWT.

Pada awal masa remaja, beliau sangat terikat dengan majelis


dzikir dan majelis ilmu. Beliau dikenal dengan pemuda yang sangat
cerdas dan sangat kuat hafalannya. Hingga ketika dalam suatu
majelis dan terdapat orang yang membacakan syair, beliau bisa
menghafalnya secara langsung. Demikian juga jika yang dibacakan
suatu ilmu ataupun yang lain.

[23]
Jika kita membicarakan tentang para guru-gurunya, maka
kebanyakan dari guru-gurunya adalah bak sang permata-permata
seperti al-Alamah as-Sayyid Ahmad bin Zein al-Habsyi, al-Alamah as-
Sayyid Umar bin Abdurrahman al-Baar al-Awal dan al-Alamah as-
Sayyid Abdullah bin Abibakar Khird di Tarim.

Al-Habib Ali bin Hasan al-Athas adalah orang yang sangat kuat
dengan keilmuanya, mempunyai kepekaan yang tinggi dalam
mengenali syair. Beliau adalah ibarat kiblat baru di kota Masyhad,
yang mana Masyhad dahulu dikenal dengan daerah yang banyak
kriminal. Namun Habib Ali bin Hasan merubahnya mejadi kota yang
tenang, penuh keamanan, dan kesalehan. Demikian yang dimiliki
Habib Ali bin Hasan adalah kepercayaan dirinya kepada Allah SWT
dan kepasrahan ketundukan kepadaNya. Hingga Allah memberinya
taufiq dan kemudahan untuk merubah tanah itu menjadi tanah yang
penuh ketenangan.

Beliau mempunyai karangan yang sangat banyak di berbagai


bidang ilmu, dan beliau juga banyak melakukan perjalanan di
seluruh lembah Hadhramaut untuk mencari ilmu dan dakwah dijalan
Allah SWT. Banyak orang telah menuliskan biografi tentang beliau,
dan andaikan kita bentangkan seluruh biografinya, maka kita hanya
akan ambil sedikit dari banyaknya sesuatu yang bisa kita pelajari dari
beliau. Beliau meninggal di Masyhad. Di sana, pada setiap pada 12
[24]
Rabiul Awal setiap tahunnya, akan banyak para penziarah yang
datang berbondong-bondong.

3. Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Athas

Nasab beliau adalah al-


Habib Ahmad bin Abdullah
bin Thalib bin Ali bin Hasan
bin Ali bin Hasan al-Athas.
Beliau dilahirkan di kota
Hijrein pada bulan Syawal
Foto Makam Habib Ahmad bin Abdullah al-Athas (Sapuro
Pekalongan) 1255 H. Beliau terdidik
dengan didikan Alquran. Menyelami dalamnya samudera ilmu
dibawah didikan al-Habib Hasan al-Kaff. Demikian beliau mengambil
ilmunya. Sehingga diperolehlah faedah banyak yang beliau ambil.
Beliau juga mengambil ilmu dari al-Habib Abdurrahman bin Ahmad
al-Kaff.

Diantara guru yang beliau telah mencari keberkahannya adalah


al-Habib Abubakar bin Abdillah al-Athas, al-Habib Thahir bin Umar
al-Haddad, al-Habib Shalih bin Abdullah al-Athas, al-Habib Idrus bin
Umar al-Habsyi, al-Habib Abdullah bin Hasan al-Bahr, al-Habib
Ahmad bin Muhammad al-Muhdhar, al-Habib Muhammad bin
Ibrahim Balfaqih, dan lain-lain.

[25]
Beliau sangat tekun dalam menghadiri shalat jamaah. Saking
rajinnya beliau berjamaah, sampai tidak masuk akal jika ada yang
berkata beliau telah shalat sendirian. Bahkan seandainya ada yang
berkata beliau terlambat dan tidak menjumpai takbiratul ihram
Imam, hal tersebut sangat sulit dipercaya.

Suatu ketika beliau menuju al-Haramain, untuk menunaikan


ibadah haji dan umrah. Seraya mencari ilmu dari berbagai ulama
besar disana seperti; as-Syaikh Muhammad bin Muhammad al-
Azabi, dan dari para saadah bani Alawi dan para masyayikh disana.
Diantara guru yang sering beliau belajar darinya adalah as-Syaikh
Ahmad Zaini Dahlan, al-Habib Abdullah bin Muhammad bin Husein
al Habsyi, dll.

Beliau dikenal
dengan pribadi yang
tidak menyukai
kepopuleran. Beliau lari
dari gemerlap dunia.
Hal tersebut karena

Foto Makam Habib Ahmad dari dalam Kubah


rasa taqwa dan tunduk
beliau kepada Allah
SWT. Hingga kemudian beliau menuju Pulau Jawa, tepatnya di kota

[26]
Pekalongan. Bersungguh-sungguh dalam menyebar dakwah di kota
tersebut, menegakkan kebaikan dan meluruskan kemunkaran.

Hingga Allah SWT memberikan anugerah yang melimpah dan


diambil ruh beliau di kota Pekalongan pada tahun 1374 H.
Dibangunkan di tengah kota tersebut kubah dan banyak diziarahi
hingga sekarang. Beliau dimakamkan di daerah Sapuro, daerah yang
sudah dikatakakan oleh datuknya Habib Umar bin Abdurrahman al
Athos ratusan tahun yang lalu bahwa syafaatnya akan sampai di
Sapuro, dan beliau adalah wujud dari yang dikatakan al Quthb al
Habib Umar bin Abdurrahman al Athos.

[27]
BIOGRAFI
AL-HABIB AHMAD BIN UMAR AL-ATHAS
Beliau adalah al-Habib Ahmad bin
Umar bin Ahmad bin Abdullah bin
Thalib bin Ali bin Hasan bin Ali bin Hasan
bin Abdullah bin Husein bin Umar bin
Abdurrahman bin Agil bin Salim bin
Abdullah bin Abdurrahman bin
Abdullah bin Abdurrahman as-Segaff
bin Muhammad Mauladawilah bin Ali
Foto al-Habib Ahmad bin Umar al-Athas
bin Alawi bin al-Faqiih Muqaddam
Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahibu Mirbath bin Ali Khali’
Qosam bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad
al Muhajir bin Isa bin Muhammad an Naqiib bin Ali al Uraidhi bin
Ja’far as-Shadiq bin Muhammad al-Bagir bin Ali Zainal Abidin bin al
Husein putra Fatimah az-Zahraa binti Rasulullah SAW.

Al-Habib Ahmad bin Umar al-Athas dilahirkan di Hijrein pada


tahun 1362 H, Ibundanya adalah as-Syarifah Syaikhah binti al-Habib
Abdullah bin Hasan bin Salim Muslim al-Kaff yang merupakan Imam

[28]
dan Khatib di masjid Jami’
Hijrein, beliau meninggal
pada tahun 1390 H.

Al-Habib Ahmad bin


Umar tumbuh dibawah
pengawasan dan bimbingan
ibundanya dan kakek dari
jalur ibu. Dikarenakan sang
ayah al-Habib Umar bin
Ahmad al-Athas melakukan

Foto Pemandangan kota Hijrein (2017 M)


perjalanan ke negri al-
Haramain as-Syarifain pada
tahun 1364 H dan tinggal di Makkah al-Mukarramah selama sekitar
tujuh tahun.

Al-Habib Ahmad bin Umar memulai masa belajarnya di


Ma’laamah as-Syaikh Abubakar Baawajiih bin Afiif di Hijrein. Beliau
mengawali belajar al-Qaidah al-Baghdadiyyah kemudian al-Mushaf
as-Syariif. al-Habib Ahmad berusia sekitar delapan tahun ketika
ayahandanya kembali dari Haramain pada tahun 1370. Beliau hanya
bisa menjumpai ayahandanya selama dua tahun. Saat itu
ayahandanya lebih banyak menghabiskan waktunya di atas ranjang
karena sakit.
[29]
Pada usia sebelas tahun, setelah
wafatnya sang ayahanda pada
tanggal 4 Muharram 1373 H, beliau
memasuki madrasah ta’lim untuk
meneruskan belajarnya yaitu di
Ma’lamah yang berada di samping
masjid Jami’. Dan diantara pengajar
disana adalah as-Sayyid al-Habib al-
Foto : Ayahanda Habib Ahmad, al Habib Umar
bin Ahmad al Athos (1300-1373 H)
Khal Saliim bin Muhammad bin
Salim Muslim al-Kaff, Syaikh Muhammad bin Abi Bakar Baawajiih
bin Afiif. al-Habib Ahmad juga belajar di sekolah negri dan madrasah
Ibn Mahfudh di Kharikhr.

Pada Tahun 1375 H, al-


Habib Ahmad bin Umar yang
berusia tiga belas tahun
menuju kota Tarim bersama
saudara-saudaranya yaitu
Habib Muhammad dan
Habib Syaikh tinggal di Rubath Foto Rubath Tarim tampak Depan

Tarim dibawah pengawasan as-Saadah Alawiy dan Muhsin putera al-


Habib Ahmad bin Abdullah al-Kaff. Beliau tinggal di Ribath Tarim
sekitar dua tahun. Beliau belajar berbagai kitab matan fiqih dan

[30]
nahwu dihadapan para masyayikh Rubath, seperti al-Habib Hasan
bin Abdullah as-Syathiriy, al-Habib Abubakar bin Abdullah As-
Syathiriy, dan as-Sayyid Ahmad bin as-Syaikh Ahmad bin as-Syaikh
Abubakar bin Salim dan as-Syaikh Awadh Baafadhal, dll.

Di usia beliau yang ke tiga belas tahun , beliau sudah tekun dalam
membaca dan menelaah. Hingga ketekunan itu terlihat dengan
banyaknya tulisan beliau disetiap majelis ilmu yang beliau hadiri.
Buku tulis serta pena menjadi hal yang wajib menemani beliau
disetiap beliau duduk di majelis.

Di akhir tahun 1377 H,


beliau menuju Arab Saudi di
kota Riyadh dan tinggal disana
sekitar delapan tahun. Umur
beliau sekitar lima belas tahun
saat itu. Lalu beliau kembali
menuju Hijrein di tahun 1385
Foto Habib Ahmad bin Umar (menoleh ke kamera) dalam
transit perjalanan Hadhramaut-Saudi
H. Beliau menetap di Hijrein
sekitar satu tahun, kemudian kembali menuju Arab Saudi dan tinggal
di kota Dammam kurang lebih tiga puluh tahun.

[31]
Ketika kedatangan al-Quthb al-
Habib Abdul Qadir bin Ahmad
Assegaf di kota Dammam dalam
kunjunganya keliling Saudi Arabia
sekitar tahun 1396 H, Habib Abdul
Qadir mengadakan majelis minggu-
an. Pada saat itu di Dammam
terdapat banyak Saadah Alawiyyin
dan pencari ilmu. Diantaranya
adalah al-Habib Abdurrahman bin
Foto Al-Quthb al-Habib Abdulqodir bin Ahmad as-
Segaff (1331 – 1431 H)
Mushtafa al-Muhdhar, al-Habib
Sholeh bin Abdurrabuh al-Junaidi, al-Habib Muhammad bin
Abdurrahman Baharun (Ayahanda Habib Abdullah Baharun), al-
Habib Husein bin Ahmad Baagil, al-Habib Husein bin Thohir al-
Haddad, al-Habib Ahmad bin Muhammad bin Thalib al-Athas, al-
Habib Abdullah bin Ahmad bin Hadun al-Athas, al-Habib Ahmad bin
Abdillah bin Haduun al-Athas, al-Habib Abdullah bin Ali bin Hadun
al-Athas, al-Habib Husein Shafi as-Segaff, Habib Muhammad bin Agil
as-Segaff, al Habib Muhammad Athas al-Habsyi, al-Habib Husein bin
Salim al Muhdhor, al-Habib Husein bin Umar al-Muhdhar, al-Habib
Alawiy bin Isa al-Haddad, al-Habib Idrus bin Hasan al-Idrus, al-Habib
Muhammad bin Salim al-Hamid, as-Syaikh Said bin Muhammad al-

[32]
Faqiih al-Amudiy, as-Syekh Umar Salimin Bamas’ud, as-Syekh
Abubakar Basaudaan, dan lain sebagainya. Masih banyak lagi para
penghidup cahaya keilmuan yang semoga Allah merahmati mereka
semuanya. Amin.

Majelis ketika itu diadakan pada hari Jumat, setelah maghrib dan
setelah shalat Jumat. Adapun majelis yang diadakan setelah shalat
Jumat bertempat di kediaman Sayyid Isa bin Alawiy al-Haddad,
sampai beliau pindah ke rumah kakeknya. Kemudian berpindah ke
kediaman as-Sayyid al-Kariim Idrus bin Hasan al-Idrus dan majelis
ketika itu dihadiri oleh hadirin dalam jumlah yang besar. Lebih dari
yang kami sebutkan tadi, bahwa majelis juga dihadiri oleh Saadah
dari keluarga as-Segaff, keluarga al-Habsyi, keluarga al-Idrus,
keluarga al-Kaff, dan lain sebagainya.

Setelah kepergian Sayyid Idrus bin Hasan al-Idrus ke Negri


Hadhramaut, Majelis berpindah kerumah Sayyid Muhammad
Baalawiy. Akan tetapi majelis mulai berkurang, karena sebagian
telah Allah panggil dan sebagian yang lain telah berpindah dari
Dammam. Sedangkan Majelis yang diadakan setelah Maghrib hari
Jumat pada awalnya berpindah dari rumah-kerumah, hingga
akhirnya menetap di kediaman Sayyid Husein bin Ahmad Baagil
Assegaf.

[33]
Bulan Rabiul Awal di Dammam seperti hari raya, pada saat itu di
hari Jumat awal bulan akan menjadi perayaan yang besar-besaran.
Memperingati akan lahirnya baginda Nabi Muhammad SAW di
rumah Sayyid Idrus bin Hasan al-Idrus. Dan malam ke-12 menjadi
malam perayaan Maulid Nabi di rumah Munshib as-Sayyid Abdullah
bin Ali Hadun al-Athas, malam ke-13 bertempat di rumah Sayyid
Husein bin Salim al-Muhdhar, dan hari lainya mempunyai jadwal
khusus yang diadakan di kota tersebut.

Pada saat itu, al-Habib Ahmad sangat berhasrat kepada majelis


ilmu. Beliau telah membaca banyak kitab kepada para masyayikh
yang tercantum diatas. Beliau menunjukan kegemaran yang sangat
tinggi dalam mentelaah, membaca dan menulis. Padahal ketika itu
tidak banyak karangan datuknya, Habib Ali bin Hasan al-Athas yang
tersedia. Ketika mulai tersedia, bertambahlah hasrat kecintaan
beliau untuk mentelaahnya. Lalu mulailah beliau menulis ulang
kitab-kitab Habib Ali sampai karangan Habib Ali tersebar. Beliau
memulai meneliti, mencetak, mempelajari berbagai naskah tulisan
tangan yang kuno, sehingga tidak ada naskah yang tersisa tercecar
dan salah tulis. Beliau menulis satu kitab dengan membandingkan
lebih dari satu naskah makhtutat. 4

4
Naskah yang ditulis menggunakan tulisan tangan.

[34]
Beliau juga gemar dalam kirim-mengirim pesan kepada keluarga,
dan yang dicintainya di Jawa, Hadhramaut dan Saudi. Semuanya itu
demi untuk mencari doa, dan mengetahui kabar satu sama lain.
Telah terkumpul kumpulan surat pesan hingga tiga jilid, dan setiap
jilid ukuranya tidak kurang dari 400 halaman. Didalamnya terdapat
kabar sanak kerabat, kumpulan tentang berita duka, kelahiran,
pernikahan, dan kabar tentang perjalanan. Beliau tinggal di
Dammam sekitar tiga puluh tahun, dan bekerja di sana di berbagai
perusahaan.

Pada tahun 1416 H, saat beliau berusia sekitar 54 tahun, beliau


berpindah dari Dammam ke kota al-Ahsaa atas permintaan
perusahaan tempat beliau bekerja. Pada tahun 1425 H beliau
berhenti dari bekerja di perusahaan karena usianya yang
mengharuskan pensiun. Setelah itu, beliau berpindah-pindah antara
Hadhramaut (Yaman) dan Saudi. Di Yaman kebanyakan beliau
tinggal di Mukalla, ibukota provinsi Hadhramaut.

Semasa beliau tinggal di Mukalla beliau sering menghadiri


majelis disana, dimulai dari majelis mingguan, bulanan, seperti
majelis Hadhrah al-Habib Shaleh bin Abdullah al-Hamid di Diis,
majelis tersebut dipimpin oleh al-Habib Abdullah bin Idrus al-Hamid
dan puteranya al-Munshib Ali bin Abdullah al-Hamid. Beliau juga

[35]
gemar hadir di majelis Ihda Asyariah5 di kediaman Habib Muhsin bin
Ali al-Muhdhar, lalu pada Jumat akhir di setiap bulan beliau hadir di
Qubbah al-Habib Ahmad bin Muhsin al-Haddar. Beliau mempunyai
hubungan baik dengan al-Habib al-Waliy as-Shafiy Hasan bin Ahmad
al-Jufri dan anak-anaknya, yang mana mereka ini adalah orang yang
berjasa atas didirikannya berbagai peringatan keagamaan di
Mukalla. Hubungan yang baik itu juga beliau jalin dengan Habib
Hasan bin Shaleh al-Jufri dan anak-anaknya.

Di masa beliau tinggal di Mukalla, beliau menyusun kitab tentang


biografi al-Habib Shaleh bin Abdullah al Hamid (Shahibu Amd),
biografi al-Habib Ahmad bin Muhsin al-Haddar, biografi al-Habib
Salim bin Umar al-Athas (Shahibu Syihr), dan ringkasan perjalanan
tahunannya. Kesemua itu telah beliau selesaikan dan sebarkan
secara cuma-cuma kepada orang yang beliau cintai.

Sedangkan tentang ziarah tahunan datuknya, Habib Ali bin


Hasan al-Athas di kota Masyhad, beliau terakhir kali ziarah pada
tahun 1385 H, itu terakhir kali beliau menginjakan kaki di Negri
Hadhramaut, 14 tahun silam. Dan pada tahun 1424 H beliau ikut
berpartisipasi kembali dalam musim ziarah Masyhad Habib Ali bin
Hasan. Beliau berjasa atas pembacaan kitab-kitab datuknya Habib

5
Majelis yang diadakan setiap tanggal 11 dari bulan hijriah.

[36]
Ali bin Hasan al-Athas dan banyak membagikanya disana. Beliau
menyiapkan semua itu dari Mukalla. Beliau menghadirkan kitab dari
Saudi untuk dibawa ke Masyhad. Kemudian beliau mengumpulkan
qasidah-qasidah yang berkaitan dengan ziarah, baik yang digubah
oleh Habib Ali bin Hasan ataupun yang digubah untuk Habib Ali bin
Hasan.

Pada bulan Rajab tahun 1428 H, disaat usia beliau sekitar 66


tahun, beliau mendirikan majelis pembacaan kitab Shahih Bukhari di
kota Hijrein. Dari awal Rajab kitab Shahih Bukhari dibacakan, dan
majelis itu diakhiri pada tanggal 17 bulan Rajab. Hadir dalam majelis
tersebut hadirin
yang banyak
daripada penduduk
Hijren dan
sekitarnya. Majelis
seperti itu adalah
Foto Kediaman Habib Ahmad bin Umar di Buduur Tarim
majelis yang beliau
tiru dari kakeknya al-Quthb al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib
al-Athas yang mengadakan majelis serupa di Pekalongan, Jawa
Tengah.

Setelah tinggal di Mukalla beliau kembali ke al-Ahsaa Saudi.


Hingga sekitar tahun 1439 atau 1440 beliau tinggal di kota Tarim.
[37]
Pada usia senjanya
beliau memilih
Tarim sebagai negri
yang tenang dari
hiruk-pikuk masalah
dunia. Sekalipun
dalam periode

Foto Habib Ahmad bin Umar bersama tamu yang berkunjung kerumah beliau
tertentu beliau
di Tarim
kembali ke al-Ahsaa
untuk menengok istri dan anak-cucunya. Akan tetapi beliau sering
mengatakan, Tarim lebih beliau sukai karena ketenangan yang ada
didalamnya. Beliau memilih tinggal sendiri di Tarim, dan ditemani
beberapa penuntut ilmu dan pecintanya yang gemar mengunjungi
beliau di Tarim. Bersama mereka ini beliau duduk setiap sore dan
setelah maghrib bersama sembari membaca kitab-kitab yang
disusun beliau. Sesekali beliau juga kedatangan tamu, baik kerabat
beliau yang ada di Tarim, para ulama dan dai Tarim, ataupun orang
yang mempunyai hubungan dengan beliau dan kakek beliau Habib
Ahmad bin Abdullah bin Tholib al Athos.

Di masa beliau tinggal di Tarim, beliau menulis sebuah karangan


biografi al-Quthb al-Habib Abubakar bin Muhammad As-Segaf, hal

[38]
itu karena usaha beliau dalam menjalin hubungan dengan orang
yang dulu pernah berhubungan dengan salaf beliau.

Hingga pada penghujung Ramadhan 1441 H beliau berpamitan


meninggalkan kota Tarim kepada kami. Beliau ingin hadir di acara
khatam al-Quran di Masjid al-Muhdhor dahulu, kemudian menuju
kampung halamanya tanah Hijrein untuk merayakan hari raya Idul
Fitri disana bersama sanak-saudara beliau.

Hingga akhirnya kabar duka itu tersampaikan kepada kami, pada


Dhuhur 5 Syawal 1441 H, saat usia beliau sekitar 79 tahun. Beliau
telah berpamitan untuk selamanya, memenuhi panggilan Allah SWT,
menemui datuknya Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib, Habib Ali
bin Hasan al-Athas dan Rasulullah SAW di SurgaNya yang tertinggi.

Beliau
dikebumikan hari
Jumat 6 Syawal
1441 H di Kota
Hijrein. Pemakaman
ini adalah yang

Foto Pemakaman al-Habib Ahmad bin Umar al-Athas di Hijrein beliau impikan dan
sering ceritakan.

[39]
Beliau pernah bercerita tentang keutamaan tanah Hijrein, seolah
menjadi isyarat bahwa beliau juga ingin dimakamkan disana.

Hingga Allah takdirkan kota itu hadiah untuk beliau, dan dekat
pula dengan pusara para salaf beliau di kota itu. Segala puji bagi
Allah yang telah memberikan nikmat dan petunjuk. Andaikan tidak
karena petunjukNya, tidak ada lagi petunjuk lain yang terlimpah
kepada kita.

[40]
AKHLAK DAN PERANGAI HABIB AHMAD BIN UMAR
Di bawah ini adalah beberapa akhlak dan budi pekerti
indah yang beliau tunjukkan di depan kami. Kami
menyebutkannya di sini demi untuk memetik suatu pelajaran
dan hikmah untuk kita teladani.

1. Nasihat untuk Memperbanyak Membaca dan


Mementingkan Ilmu

Setiap sore setelah


ashar adalah waktu
beliau duduk santai
didepan teras rumah
beliau. Dengan secangkir
kecil teh, beliau
menikmati senja kota
Tarim. Kitab salaf selalu
menjadi teman wajib
beliau menikmati
suasana sore, ditemani
semilir angin. Waktu
Foto Habib Ahmad bin Umar sosok yang mementingkan Ilmu
dan Membaca seperti inilah banyak
tamu berdatangan. Di kala seperti inilah kami biasa menemani
beliau sembari membaca kitab-kitab karangan beliau, ataupun
karangan datuk beliau Habib Ali bin Hasan al-Athos.

Di antara nasihat yang paling sering beliau ungkapkan untuk


kami para penuntut ilmu di Tarim adalah untuk menggunakan
waktu sebaik mungkin, terutama untuk membaca. Beliau
pernah bertanya kepada kami,

[41]
“Apa ayat pertama yang Allah turunkan kepada Rasulullah?”

Kami menjawab lirih “Iqra’ bismi…,” belum kelar jawaban


kami.

Beliau memotong, “Nah itulah. Kita adalah umat pembaca.


Wajib bagi kita untuk banyak membaca.”

Beliau menasihati kepada kita untuk mengutamakan


menyibukkan diri dengan ilmu dan membaca daripada ibadah
lainya. Karena saat inilah waktu muda yang lebih bermakna jika
dihabiskan dengan ilmu.

Di lain kesempatan, beliau menghadiri acara istighotsah di


Universitas Al-Ahgaff Tarim, yang diikuti oleh para mahasiswa di
sana. Al-Habib Ahmad bin Umar menasihati para mahasiswa
untuk bersungguh-sungguh dan berijtihad mengerahkan
usahanya untuk ilmu. Dan setelah salat berjamaah bersama
para mahasiswa, beliau bersalaman dengan mereka. Perhatian
beliau tertuju kepada salah satu mahasiswa yang memegang
tasbih. Beliau menegurnya. Beliau menasihatinya untuk tidak
banyak wirid sampai mengesampingkan ilmu. Lebih utama
sebaliknya.

[42]
2. Sosok yang Gemar Hadir ke Majelis

Di akhir hidup beliau


selama tinggal di kota
Tarim, dan bahkan
semenjak dahulu beliau
muda beliau sangat
gemar menghadiri
majelis. Apalagi hari
diadakanya Hadhrah
Sayiduna As-Seggaf pada
Ahad dan Rabu. Begitu
pula Maulid Masjid As-
Surur setiap malam Senin.
Juga Rauhah Jumat
Rubath Tarim.

Jika Habib hendak


Foto Habib Ahmad bin Umar ketika menghadiri majelis di menghadiri Hadhrah As-
Hadhramaut
Seggaf, beliau biasa
berangkat dari rumahnya di daerah Budur sesaat sebelum
maghrib. Lalu terkadang beliau salat maghrib di masjid Al-
Aidrus, masjid Al-Jauhar, ataupun masjid al-Muhdhor.
Kemudian beliau menuju masjid Baalawiy untuk membaca Hizib
Al-Quran hingga waktu Isya. Beliau salat isya di sana. Baru
kemudian menuju masjid As-Seggaf.

Pada suatu kesempatan, kami hadir bersama beliau untuk


salat berjamaah di masjid Al-Muhdhor. Ketika itu Habib
Abubakar bin Idrus bin Smith yang hendak menjadi imam. Habib

[43]
Ahmad bin Umar berdiri tepat di belakang beliau. Habib
Abubakar yang melihat Habib Ahmad bin Umar menanyakan
kabar dan berbincang sebentar dengan Habib. Sampai ketika
keduanya berpisah karena waktu iqamah telah tiba, Habib
Abubakar mengoleskan minyak wangi ke tangan Habib Ahmad.
Kami juga dioleskan minyak tersebut. Setelah Habib Abubakar
menuju mihrab imam, Habib Ahmad menoleh kepada kami dan
berkata lirih, “Seperti inilah berkah duduk bersama dengan
orang-orang pilihan Allah (akhyar)”.

Habib memberikan pelajaran kepada kita, jika kita didunia


saja menjadi wangi berkah dekat dengan orang yang Allah pilih
bagaimana nanti?. Spontan seketika itu kami menjawab, “wa
antum minal akhyar habib, dan engkau juga bagian dari
golongan orang yang Allah pilih Habib”. Sesederhana itu Habib
mendefinisikan kepada kita tentang berkah datang ke majelis
dan duduk bersama dengan orang saleh.

Tidak hanya majelis yang diadakan di dalam kota Tarim,


majelis yang ada di luar kota Tarim seperti kota Seiwun dan
Houthoh juga beliau sangat berhasrat untuk menghadirinya.
Padahal beliau tidak
mempunyai mobil
pribadi ataupun teman
yang akan selalu
bersama menemani
beliau. Jika ada
keponakan beliau
Habib Umar bin
Foto Habib Ahmad bin Umar menghadiri Maulid di Universitas al
Ahgaff, Tarim.
Abdurrahman, maka

[44]
beliau akan pergi bersamanya. Jika beliau tidak ada, dan kami
bisa menemani maka beliau akan bersama kami. Namun jika
tidak ada semua, beliau tidak ragu untuk datang ke majelis
tersebut sendirian di usia senjanya.

3. Sosok yang Sangat Dermawan.

Setiap Jumat setelah fajar adalah waktu Habib biasa


meminta kami untuk menemani beliau berziarah ke Turbah
Zanbal. Biasanya pukul setengah tujuh pagi kami diminta untuk
menjemput di rumah beliau. Lalu pergi dari rumahnya ke
Zanbal. Ketika telah membuat janji, beliau selalu bersiap
sebelum waktunya. Hingga kami melihat beliau selalu siap
dengan segalanya. Dan tidak lupa lagi adalah uang ribuan riyal.
Habib lalu meminta kami untuk berhenti di warung dekat
rumahnya untuk menukarkan uang ribuan itu ke duaratusan
riyal.

Setibanya di Zanbal, saat orang menyambut dan menyalami


beliau, ada orang yang menjulurkan tanganya meminta uang
dari Habib. Beliau dengan sigap merogoh saku yang sudah
disiapkan dan membagikannya. Terkadang orang tersebut
menghampiri Habib, terkadang justru Habib yang mencari
mereka.

Suatu ketika, saat ziarah selesai di pusara Imam Al-Haddad,


Habib merasa ada yang kurang dengan orang yang biasa
meminta Habib. Dan ketika menjumpainya duduk di jalan keluar
Zanbal, Habib bergegas menghampirinya dan memberinya
uang. Demikian akhlak indah yang beliau tunjukan kepada kami.

[45]
Tidak hanya di
Zanbal, ketika
menghadiri Hadhroh
Imam Al-Haddad kami
juga biasa melihat
wajah yang familiar
menyambut Habib.
Beliau peka dengan
keinginan orang
Foto Habib Ahmad bin Umar yang disalami orang banyak dan tersebut, sehingga
sosok amat dicintai oleh mereka
langsung Habib
memberinya uang.

Karena kebiasaan itu, membuat orang banyak menyukai


beliau. Bahkan di majelis manapun, Habib akan dihampiri
mereka. Dan di kantong beliau akan selalu ada uang yang
memang beliau siapkan.

4. Sosok yang Rendah Hati

Ketika mendatangi majelis baik majelis ilmu ataupun zikir,


Habib selalu keluar dengan sebaik-baik pakaian dari ujung
kepala hingga ujung kaki. Segalanya akan Habib persiapkan dari
sebelum berangkat ke majelis. Suatu saat Habib mengenakan
jubah, di saat lain Habib berpakaian biasa. Demikian Habib
menghias diri dengan rapi dan penuh persiapan, kecuali
imamah.

Imamah Habib dibiarkan tersampir di pundak atau melingkar


di lehernya ketika hendak mendatangi majelis. Awalnya kami
mengira Habib tidak mengenakannya di kepala karena terburu-

[46]
buru. Hanya saja Habib tidak pernah terburu-buru. Di majelis
selanjutnya juga demikian, seperti halnya yang kami saksikan
saat hadir di Rauhah Ribath Tarim. Setelah turun dari sepeda
motor, beliau berdiri sebentar di samping Rubath dan beliau
kenakan imamahnya.

Setelah hadir dari majelis juga segera beliau lepas


imamahnya. Yang paling membuat kami gusar adalah ketika
menemani beliau di majelis Hadhroh Imam Al-Haddad selepas
salat Jumat. Seperti biasa beliau akan mengenakan pakaian
serba putih, lengkap dengan jubah dan ridaknya. Dengan
pakaian seperti itu, beliau lepas imamahnya dan disampirkan
bersama ridanya. Padahal beliau belum mau pulang. Beliau
masih hendak membeli hajat di pasar. Gusar melihat beliau
repot seperti ini, kami bertanya, “Kenapa engkau lepas
imamahnya? Akan merepotkanmu”.

Habib menjawab dengan senyum tipis, “Tidak apa-apa, aku


memakai imamah bukan karena ini (dilihat orang lain) kok.”

Mendengar jawaban Habib demikian, saya langsung


terdiam. Mengangguki pendapat Habib dan meneruskan
menemani beliau belanja. Demikian akhlak yang nyata kami
saksikan dalam diri beliau. Habib memakai imamah dan berhias
tidak untuk dilihat manusia, ataupun yang lain. Mendapat
penghormatan berlebih saja akan membuat beliau tidak
nyaman. Beliau pernah mengatakan kepada kami, “Aku tidak
ingin dielu-elukan sebagai habib saja”.

Di lain kesempatan, kami juga pernah melihat beliau


kesusahan berdiri karena terlalu lama duduk. Ada masalah

[47]
dengan kaki beliau sehingga beliau tidak bisa bersila. Duduk
dengan lama juga akan membuat Habib sakit ketika hedak
berdiri Melihat hal demikian kami mendekati beliau
menawarkan tangan dan memegang tangan beliau untuk
membantu berdiri. Tapi yang terjadi justru Habib mengepalkan
tanganya meninju dengan keras tangan kami yang menjulur
sekalipun tidak mengenai. Demikian bukti beliau enggan untuk
mendapat penghormatan.

Ketika menghadiri majelis dan kami membalikkan sandal,


beliau pernah mencegah kami dan memegang tangan kami
hingga tidak bisa memegang sandal beliau. Namun, untuk
urusan membalikkan sandal, ini kami bisa lebih gesit dan cepat
dari beliau sehingga tidak sempat ditolak.

5. Sosok yang Memegang Teguh Jalan Salafnya

Bagi siapapun yang melihat sosok beliau, akan setuju dengan


sifatnya yang sangat menjaga jalan datuknya. Baik dalam
karangan-karangan yang beliau jaga, telaah dan sebarkan.
Ataupun kebiasaan terpuji yang telah dilakukan para
pendahulunya dari keluarga Habib Ahmad bin Tholib, keluarga
Habib Ali bin Hasan, ataupun keluarga al-Athos secara umum
yang kemudian beliau teruskan dan lazimi.

Suatu ketika membaca hizib bersama beliau yang


memang menjadi kebiasaan beliau setelah maghrib, tibalah
kami di ayat:

[48]
‫ﭽ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛﭜ ﭝ ﭞ‬

٦٤ :‫هود‬ ‫ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭼ‬
"Dia (Allah) berfirman, ‘Wahai Nuh! Sesungguhnya dia
bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatanya sungguh
tidak baik, sebab itu jangan engkau memohon kepada-Ku
sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Aku
menasihatimu agar (engkau) tidak termasuk orang yang
bodoh)”. QS Hud:46

Beliau menceritakan kisah Nabi Nuh yang amat


menyayangi anaknya sendiri, hingga ketika anaknya terjerumus
didalam kesesatan dan celaka dengan banjir yang
menenggelamkanya Nabi Nuh tidak tega dan memohon kepada
Allah untuk menyelamatkanya. Akan tetapi Allah berfirman:
“dia bukanlah termasuk keluargamu”.

Kenapa demikian? Karena ia tidak mengikuti jejak teladan


Ayahandanya, karena ia tidak mengambil pelajaran dan
mengikuti dari apa yang dilakukan dari Ayahandanya. Padahal,
Ayahandanya berada dijalan yang benar dan lurus.

Begitu juga dengan keadaan kita jika kita tidak mengikuti


jejak salaf kita yang benar, yang telah memberikan kita tauladan
dan contoh yang sempurna. Demikian nasihat Habib Ahmad bin
Umar dalam makna.

Habib Ahmad dalam mengabdi untuk karangan-karangan


datukknya tidak diragukan lagi berapa banyak karya

[49]
pendahulunya yang beliau telaah, ketik ulang hingga sebar
kembali. Terutama karangan Habib Ali bin Hasan al-Athos.
Naskah dari beliau inilah yang saat ini tersebar di tangan kita
semua.

Selain karangan Habib Ali bin Hasan, juga terdapat


karangan yang terkait Habib Umar bin Abdurrahman al-Athos,
dan orang yang dekat denganya. Ada juga berbagai Diwan Syair
yang menjadi kegemaran dan kesukaan beliau, seperti Diwan
Bamakhramah.

Selain Habib Ali bin Hasan, beliau juga banyak menjaga


warisan kakek beliau Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib
(Sapuro Pekalongan). Bermula dari kunjungan beliau ke
Pekalongan, ketika itu beliau menanyakan kepada keluarganya
di sana, apakah sudah disusun buku yang menceritakan biografi,
akhlak terpuji dan adat kebiasaan kakeknya tersebut.

Ketika itu memang belum ada karangan yang memuat


kebiasaan kakeknya. Maka tergugah hati Habib Ahmad bin
Umar untuk berijtihad untuk mengumpulkan segala yang
berkaitan dengan kakeknya. Dan Allah memudahkannya dalam
menyusun Mauridut Thalib.

Demikian usaha beliau dalam memegang teguh jalan


salaf beliau dan khidmah beliau kepada salaf beliau dalam
mengumpulkan karangan dan sesuatu yang mempunyai
keterkaitan dengan mereka. Hingga suatu ketika kami duduk
dengan Habib, beliau berkata dan menasihati kami untuk
menjaga hubungan yang pernah dijalin oleh orang-orang tua
kita. Baik pertemanan ataupun kebiasaan. Pertemanan yang

[50]
pernah dijalin kedua orang tua kita dianjurkan kepada kita
untuk kembali menjalinya. Beliau mencontohkan dengan doa
yang dilantukan dengan memasukkan orang yang kita cintai,
dan orang yang orangtua kita cintai.

6. Sosok yang Disiplin Mengatur Waktu.

Habib adalah sosok yang disiplin dalam membagi waktu.


Tidak pernah berkompromi bahkan dengan dirinya sendiri.
Apabila beliau merencanakan sesuatu akan selalu tepat, apalagi
dalam membuat janji kepada orang lain. Hingga kami selalu
berhati-hati dalam mengatakan janji dan waktunya. Ketika
beliau mengatakan, “Saya buatkan pagi ini” Maka ucapan itu
tidak hanya sekadar janji, tapi tekad dan komitmen, seremeh
apapun perkara yang dikatakan. Sehingga orang lain tidak
kecewa, terlebih lagi waktu beliau akan efektif terjaga.

Jadwal ziarah menuju turbah Zanbal beliau adalah pukul


06.30 pagi. Suatu hari kami terlambat. Bukan terlambat 30 atau
15 menit, tetapi hanya beberapa menit saja. Habib sudah turun
dari tangga rumah beliau dan sudah berjalan di depan
rumahnya. Tanda kami terlambat, karena tepat pukul 06.30
beliau akan keluar rumah. Akan tetapi, satu kata menyalahkan
kami tidak pernah terucap. Hanya rentetan doa dan ucapan
terima kasih yang selalu dituturkan kepada kami. Padahal kami
yang salah, sehingga dalam hati menyesalinya.

Ada suatu cerita lain ketika Habib hendak menuju acara


di kota Seiwun, sekitar 45 menit dari kota Tarim. Ketika itu,
beliau akan pergi bersama Sayid Hamzah dan kami dengan

[51]
mobil sewaan. Kami sepakat pukul 16.00 bergerak dari Tarim,
karena acara di Seiwun akan dimulai tepat setelah Maghrib.

Namun perkiraan yang dibuat Sayid Hamzah meleset,


beliau yang mengatur mobil hingga penjemputan Habib Ahmad
terlambat karena menunggu salah satu teman kami yang belum
juga sampai. Sayid Hamzah dan kami kebingungan
memposisikan diri, lebih baik menemui Habib Ahmad dahulu
atau menunggu teman yang belum datang saja di kampus Al-
Ahgaff. Akhirnya Sayid Hamzah memutuskan untuk menunggu
teman yang belum datang dan menuju rumah Habib Ahmad.

Setelah penumpang lengkap, kami menuju rumah Habib.


Dan ternyata rumah sudah kosong. Mobil langsung berputar
arah. Hati kami menyesal miris kasihan melihat Habib sudah
menunggu di depan kampus setelah beliau berjalan dari
rumahnya. Namun sekali lagi, tidak pernah tertutur kalimat
marah atau
yang membuat
kami tambah
menyesal.

Demikianlah
Habib Ahmad
bin Umar yang
selalu tepat
Foto Habib Ahmad bin Umar sedang mengetik karangan barunya
jika mempu-
nyai janji atau ikatan dengan orang lain. Tidak akan meleset, ter-
lambat sedikit atau membuat kecewa orang lain.

[52]
Sedangkan dalam disiplin waktu yang beliau terapkan
pada dirinya sendiri, akan kita temukan beliau adalah sosok
yang menjaga waktunya dengan baik dan selalu efektif. Ketika
kita mengunjungi beliau dirumahnya, tidak akan kita temukan
beliau dengan hal yang tidak bermanfaat. Pastilah kita
menjumpai beliau dengan suatu hal yang bermanfaat, baik
membaca, menulis kara-ngan barunya, membuat pe-ralatan
rumah yang beliau gunakan dan lain seba-gainya.

Beliau pernah menasihati kepada kami, tidak ada orang


yang sibuk sehingga tidak bisa melakukan sesuatu. Akan tetapi
dia hanyalah tidak mengatur waktunya dengan baik. Nasihat
dan perkataan yang membuat kita sendiri malu jika
mendapatkan suatu tugas atau pekerjaan, akan tetapi kita
menolak dan mengatakan kita sibuk.

7. Sosok yang Indah dalam Bermuamalah

Diantara keindahan perangai Habib dalam bermuamalah


dengan orang lain adalah beliau selalu bertutur kata indah,
menjaga perasaan dan perhatian kepada orang lain. Jika kita
ingin bertemu Habib secara langsung, tidak akan kesulitan. Ini
bukti perangai beliau yang baik dalam bermuamalah,
sebagaimana yang dituturkan oleh Sayid Hamzah Baharun
ketika beliau menceritakan sosok Habib.

Jika kita berada jauh dari Habib, kita akan tahu perangai
itu dengan kegemaran beliau kirim-mengirim pesan. Beliau
mengetiknya sendiri. Jika dahulu kegemaran beliau ini
menggunakan media surat, sekarang beliau kirim-mengirim
pesan menggunakan media sosial yang ada. Beliau pernah

[53]
bercerita kepada kami bahwa beliau dahulu selalu saling
memeberi kabar dengan keluarganya, baik yang berada di
Pekalongan, Jakarta, Saudi ataupun Hadhramaut. Kabar
pernikahan, kelahiran, atau wafatnya sanak keluarga tidak ada
satupun yang tidak dimengerti satu sama lain. Bahkan sesekali
beliau hanya mengirimkan kabar keseharian atau apapun yang
dilakukan. Hal ini tidak hanya beliau lakukan kepada
keluarganya saja, teman, sahabat, tetangga dan yang beliau
cintai juga akan merasakan dan menyaksikan perangai yang
sama.

Suatu saat beliau berada di Saudi dan kami di Indonesia,


atau bahkan kami di Hadhramaut. Beliau selalu mengirimi kami
pesan, mengabarkan secara detail berbagai munasabah yang
beliau hadiri ataupun kunjungi. Misalnya, pernikahan yang
beliau hadiri di Jeddah, beliau akan menceritakan dengan detail
lengkap dengan jam keberangkatan dan tiket pesawat yang
beliau tumpangi.

Selain itu, ketika di Tarim, kami juga duduk dengan salah


satu dokter yang bermarga al-Athos. Suatu hari dia tidak datang
ke rumah Habib untuk beberapa hari. Di sela-sela kami duduk,
Habib mengambil handphone dan menelpon dokter tadi. Beliau
menanyakan kabar dan khawatir sesuatu terjadi kepadanya,
sampai ia tidak bisa hadir ke rumah beliau. Kemudian beliau
berkata kepada kami menasihati, “Beginilah yang seharusnya
dilakukan teman ketika dia tidak ada”.

Beliau melanjutkan nasihatnya, menjabarkan bahwa


teman duduk adalah siapapun; baik teman belajar, teman salat

[54]
berjamaah di masjid, atau teman dalam hal apa saja. Jika
biasanya engkau menjumpainya dan tiba-tiba tidak ada,
tanyakan kabarnya. Barangkali sebenarnya sesuatu terjadi
padanya dan membutuhkan bantuan.

[55]
‫‪DAFTAR KARANGAN AL HABIB AHMAD BIN‬‬
‫‪UMAR AL-ATHAS‬‬
‫‪1. KITAB-KITAB YANG HABIB AHMAD BIN UMAR KAJI, KETIK‬‬
‫‪ULANG DAN SEBARKAN:‬‬

‫‪NO.‬‬ ‫‪NAMA KITAB‬‬ ‫‪NAMA PENGARANG‬‬

‫‪1‬‬ ‫اإلشارة الذكية إلى بعض ألفاظ الوصية‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪2‬‬ ‫خالصة المغنم وبغية المتم في اسم الله األعظم‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪3‬‬ ‫الحضرة الربانية والنظرة الرحمنية‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪4‬‬ ‫الرسائل المرسلة والوسائل المموصلة‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪5‬‬ ‫الرياض المؤنقة‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪6‬‬ ‫سفينة البضائع وضميمة الضوائع‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪7‬‬ ‫سلوة المحزون وعزوة الممحون‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪8‬‬ ‫تعليقات على بعض مقامات الحريري‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪9‬‬ ‫الشوارد والشواهد‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪10‬‬ ‫العطية الهنية والوصية المرضية‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪11‬‬ ‫نسخة أخرى مع خالصة المغنم‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫]‪[56‬‬
‫‪12‬‬ ‫القرطاس في ترجمة الحبيب عمر بن عبد‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬
‫الرحمن العطاس‬

‫‪13‬‬ ‫القرطاس بشرح راتب الحبيب عمر بن عبد‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬
‫الرحمن العطاس‬

‫‪14‬‬ ‫المختصر في سير سيد البشر‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪15‬‬ ‫المقصد في شواهد المشهد‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪16‬‬ ‫مزاح التسنيم وأفواج النسيم في حكم لقمان‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬
‫الحكيم‬

‫‪17‬‬ ‫قصائد مختارة للحبيب علي‬ ‫الحبيب علي بن حسن وغيره‬

‫‪18‬‬ ‫قالئد الحسان في وفرائد اللسان (ديوان شعر)‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪19‬‬ ‫جواهر األنفاس وذخائر األنفاس في مناقب‬ ‫الشيخ العالمة عبد الله بن أحمد‬
‫اإلمام علي بن حسن العطاس‬ ‫باسودان‬

‫‪20‬‬ ‫الحياة السعيدة بحضرموت‬ ‫الحبيب مصطفى بن أحمد‬


‫المحضار‬

‫الج ِزيلة‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬


‫‪21‬‬ ‫الج َليل ُة َوال َع َطا َيا َ‬
‫ال َف َوائدُ َ‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد بن عبد الله‬
‫بن طالب العطاس‬

‫]‪[57‬‬
‫‪22‬‬ ‫ديوان الجد علوي بن عبد الله بن طالب العطاس‬ ‫الحبيب علوي بن عبد الله بن‬
‫طالب العطاس‬

‫‪23‬‬ ‫ديوان الحبيب جعفر بن محمد العطاس‬ ‫الحبيب جعفر بن محمد العطاس‬

‫‪24‬‬ ‫ديوان بامخرمه‬ ‫الشيخ عمر بن عبد الله بامخرمه‬

‫‪25‬‬ ‫شرح قصيدة أبي مدين‬ ‫الشيع شعيب بن أبي مدين‬

‫‪26‬‬ ‫مجموع سفينة الوالد علي بن احمد‬ ‫الحبيب علي بن أحمد العطاس‬

‫‪27‬‬ ‫حزب البر‬ ‫أبو الحسن الشاذلي‬

‫‪28‬‬ ‫غذاء األرواح في األذكار المساء والصباح‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪29‬‬ ‫سوق األرباح بشرح غذاء األرواح‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪30‬‬ ‫كتاب الرسائل‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪31‬‬ ‫الفوائد المتفرقة‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪32‬‬ ‫كيمياء السعادة لمن أراد الحسنى والزيادة‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪33‬‬ ‫تنبيه النائم وبغية الهائم‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪34‬‬ ‫فائدة عظيمة لسلوك سبيل السالمة‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪35‬‬ ‫فوائد منثورة وعبر‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫]‪[58‬‬
‫‪36‬‬ ‫الفوائد والعبر‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪37‬‬ ‫نزهة األحباب في اختيار األصحاب‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪38‬‬ ‫النفائس المفيدة واآلداب السديدة‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪39‬‬ ‫أسرار البدآة في خلقه النشأة‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪40‬‬ ‫عظيم القدر وسامي الفخر في التحلي بالصبر‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪41‬‬ ‫جني الثمر فيما ورد في األذكار من أخبار وآثار‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪42‬‬ ‫سبيل المنار في جلب التخلص من المضار‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪43‬‬ ‫الروض النضير كالمستدرك على البنان المشير‬ ‫الشيخ عمر بن محمد با كثير‬
‫تاريخ وحياة العالم التحرير الشيخ محمد بن‬
‫أحمد باكثير‬

‫‪44‬‬ ‫تحفة األدب ونزهة العرب‬ ‫الحبيب علي بن حسن العطاس‬

‫‪45‬‬ ‫تحفة األحباب في إختيار األصحاب‬ ‫الحبيب عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪46‬‬ ‫سفينة الفوائد والدرر‬ ‫علوي بن عمر بن أحمد العطاس‬

‫‪47‬‬ ‫مورد الصاف من أتفاس الحبيب أبو بكر السقاف‬ ‫الحبيب أبو بكر بن محمد السقاف‬

‫‪48‬‬ ‫البنان المشير إلى علماء وفضالء آل أبي كثير‬ ‫محمد بن محمد بن أحمد با كثير‬

‫‪49‬‬ ‫مجموع شرح الحكم العطائية‬ ‫علي بن عبد الله باراس‬

‫]‪[59‬‬
‫‪50‬‬ ‫اإلقتباس من القرطاس من سيرة سيدنا اإلمام‬ ‫الحبيب عمر بن عبد الرحمن‬
‫العلم النبراس الحبيب عمر بن عبد الرحمن‬ ‫العطاس‬
‫العطاس‬

‫‪2. KITAB-KITAB YANG HABIB AHMAD BIN UMAR SUSUN‬‬

‫‪NO‬‬ ‫‪NAMA KITAB‬‬

‫‪1‬‬ ‫أعالم ومشاهير األسرة العطاسية‬

‫‪2‬‬ ‫الرحلة الميمونة الى بالد األحقاف المصونة‬

‫‪3‬‬ ‫نبذة يسيرة من السيد عيسى بن محمد الحبشي‬

‫‪4‬‬ ‫نبذة يسيرة من الشيخ عبدالقادر الجيالني‬

‫‪5‬‬ ‫نبذة يسيرة من الشيخ علي بن عبدالله باراس‬

‫‪6‬‬ ‫بلوغ األمنيتين‬

‫‪7‬‬ ‫ترجمة الشيخ أحمد بن علي الرفاعي رحمه الله‬

‫‪8‬‬ ‫تقريظات ديوان الحبيب علي بن حسن‬

‫‪9‬‬ ‫حزب البر‬

‫‪10‬‬ ‫رحلة العمرة رمضان ‪9341‬ه واإلجتماع باألهل والمحبين‬

‫]‪[60‬‬
‫‪11‬‬ ‫رحلة زيارة المشهد لعام ‪9341‬ه‬

‫‪12‬‬ ‫رسالة في جواز التوسل باألولياء والصالحين‬

‫‪13‬‬ ‫سالم بن عمر وزيارة الشحرس‬

‫‪14‬‬ ‫فضائل قرآءة صحيح البخاري‬

‫‪15‬‬ ‫قرة األعيان بزيارة األهل في األوطان ‪9391‬هـ‬

‫‪16‬‬ ‫قصائد مختارة من منظوم وأشعار السادة األطهار والمشايخ األخيار‬

‫‪17‬‬ ‫مجموع مكاتبات المرحوم شيخ بن عمر‬

‫‪18‬‬ ‫مكاتبة الحبيب علي بن حسن ألخيه الحبيب أحمد بن جسن العطاس‬

‫‪19‬‬ ‫نبذة محنصرة عن الحبيب عبدالله بن حسن العطاس‬

‫‪20‬‬ ‫مورد الطالب في مناقب الحبيب أحمد بن عبد الله بن طالب العطاس‬

‫]‪[61‬‬
Kalam Tentang Al Habib Ahmad Bin Umar Al Athos,
Yang Penuh Haru
Oleh: Dr. Assayyid Mushtofa bin Hamid bin Smith

Sungguh aku telah


mengenal Habib Ahmad bin
Umar dengan sifat yang jarang
ada pada zaman sekarang.
Seperti taqwa, tawadhu,
menekan diri sendiri,
mempunyai tekad yang kuat,
Foto DR. Mushtofa bin Hamid bin Smith
dermawan, dan lembut.

Awal dari perkenalanku dengan al-Habib Ahmad adalah


ketika aku berkunjung kerumahnya yang beliau beli di Tarim.
Maka aku melihat wajahnya yang berseri, dermawan, dan
menghormati sekali dengan tamu. Beliau menyambutku
dirumahnya yangmana mencerminkan dari pribadi beliau yang
agung dan penuh husnudhon, sekalipun aku tidak mempunyai
apa-apa, dan aku juga melihat rumahnya yang tertata dan
bersih, padahal beliau sendiri dirumahnya.

[62]
Al-Habib Ahmad bin Umar adalah merupakan cerminan
nyata dari ketekunan dalam berkhidmah kepada kitab-kitab
para solihin, terlebih kitab-kitab al Habib Ali bin Hasan al-Athos.

Dan aku sangat tertegun dengan hal demikian,


sedangkaan usianya sudah sangat tua. Dan beliau berkata
kepadaku, bahkan aku mengetik menggunakan satu jari dan
jarang aku hanya menulis dengan pena sekalipun aku cepat
dalam menulis dengan pena.

Beliau bercerita kepadaku, bahwa terdapat salah satu


orang yang bermimpi al Habib ali bin Hasan al-Athas dan
bertanya kepada Habib Ali bin Hasan, “Mengapa kitabmu tidak
tersebar sebagaimana kitab yang lain?” Al Habib Ali bin Hasan
menjawab “Salah satu anakku nanti akan menyebarkanya”.
Dan al-Habib Ahmad sangat bahagia sekali tentang mimpi
tersebut.

Sekalipun semangat beliau besar, gemar menelaah, dan


suka sekali menulis beliau selalu mencela dirinya sendiri –dan
hal ini tak mengherankan jika berasal dari dirinya sendiri-
sebagai “orang yang ngomong asal”, akan tetapi sungguh
beliau tidak demikian. Semoga rahmat Allah senantiasa
ternaung kepada beliau.

[63]
Mungkin aku tidak banyak duduk dengan Sayyid ini, akan
tetapi aku melihat darinya ia memenuhi dan terus memenuhiku
sekalipun ini hanya sedikit dari yang melimpah yang beliau
miliki, Semoga beliau senantiasa Allah kasihi dan mengikat kita
semua dengan rahmat serta mengumpulkan kita denganya di
surga yang penuh keabadian

Ditulis dengan penuh kerendahan,

Mushtofa bin Hamid bin Smith

[64]
KALAM TENTANG HABIB AHMAD BIN UMAR:

SOSOK YANG TIDAK MENYUKAI KEPOPULERAN

Oleh: Sayyid Hamzah bin Abdullah Baharun

Setelah saya mengenal Habib Ahmad


bin Umar satu setengah tahun yang lalu,
saya sering mengunjungi beliau. bahkan
hampir setiap hari. Terkadang saya
membaca suatu kitab dihadapanya, atau
kami membicarakan tentang kehidupan
beliau dalam berjuang, atau mengetik
ulang suatu kitab ketika beliau
menemukan naskah kuno
Foto Sayyid Hamzah bin Abdullah (makhthutat)6.
Baharun

Beliau sering kali menyesali tentang keadaan zaman dan


mengeluhkan generasi saat ini yang jarang membaca.
Sementara pada zaman sekarang untuk mendapatkan dan
memperoleh kitab sangat mudah sekali.

6
Naskah yang ditulis dengan tangan

[65]
Beliau juga bercerita tentang kakek saya al-Habib
Muhammad bin Abdurrahman, serta majelis-majelis yang beliau
hadiri bersama kakek kami. Sehingga bertambahlah ikatan saya
dengan beliau, sebagai bentuk menunaikan dari sabda Nabi
SAW:
َ َّ ُ َّ َ َ ْ َ ِّ ْ َ َ
ُِّ ‫ُّالرج ُل ُُّودُّأ ِب‬
‫يه»ُّرواهُّمسلم‬ ‫«أب ُّرُّال ِبرُّأنُّي ِصل‬

“Sebaik-baik bentuk berbakti adalah ketika seseorang


menyambung kecintaan (pertemanan) Ayahnya” HR Muslim

Saya melihat dalam diri beliau adalah sosok laki-laki yang


tidak menyukai kepopuleran. Beradab sebagaimana adab para
salafnya. Beliau mengingatkan pentingnya adab sekaligus
mengamalkanya.

Beliau tidak pernah duduk tanpa suatu amal pekerjaan


apapun. Maka terkadang akan engkau temui beliau sedang
mentahqiq suatu kitab, atau menjilid suatu kitab, atau
membuat suatu alat yang ia perlukan dirumah sebagaimana
peralatan yang digunakan oleh tukang bangunan. Mungkin juga
akan engkau temui beliau sedang mengurusi tanaman di
pekarangan rumahnya. Atau beliau sedang membaca sesuatu
yang bisa menambah beliau suatu faidah, dan amalan lainya
yang akan lelah jika kita menyebutkanya.

[66]
Selain saya, ada juga Sayyid Muhammad Yusuf al-Athas,
Sayyid Ahmad Muthohar al-Jufri dan al-Muhib Sisma Fitra yang
sering mengunjungi beliau. Hingga beliau mengatakan kepada
kami, “Anakku ada empat; Sayyid Hamzah Baharun, Yusuf al
Athos, Ahmad al Jufri, dan Muhammad Fitra”.

Terkadang kami sepakat untuk datang di waktu tertentu,


dan jika kami sibuk dengan kegiatan kami masing-masing maka
kami akan bergantian mengunjungi beliau.

Beliau juga dikenal dengan sosok yang menjaga perasaan


orang lain. Suatu ketika saya mengabarkan kepadanya tentang
pernikahan saya, yang mana bertepatan dengan saat beliau
hendak kembali ke keluarganya di Saudi. Namun beliau
mengganti agenda semula kepulangan beliau dan mengatakan
kepada saya “Sebenarnya di Saudi ada pernikahan kerabatku
dan ada juga pernikahanmu yang bersamaan. Akan tetapi aku
akan memilih menghadiri pernikahanmu”. Mendengar beliau
yang mengatakan demikian, saya senang sekali dan akhirnya
beliau hadir, semoga Allah merahmati beliau.

Dua bulan yang lalu beliau sangat menginginkan untuk


bisa pergi ke Saudi dan menemui keluarganya. Akan tetapi
semua perbatasan ditutup dan keluar larangan untuk bepergian

[67]
(karena wabah yang sedang terjadi). Namun beliau tetap
berangkat, seolah beliau tidak tahu bahwa segala pintu
perbatasan ditutup. Allah ingin beliau dikebumikan disamping
Ayahandanya di Hijrein. Bagaimana tidak, sungguh telah
dikatakan:

ٍ
‫متعب لك في عواقبه الرضا‬ ٍ ‫ولرب‬
‫أمر‬

“Tuhan mempunyai ketetapan yang melelahkanmu yang akan


berujung pada suatu keridhoan”. Segala puji bagi Allah atas
setiap keadaan. Ketika kami menemui beliau atau orang lain
mendatanginya maka akan terlihat penyambutan yang sangat
indah. Beliau akan berdiri dari tempat duduknya, tersenyum
dengan senyuman berseri-seri. Beliau akan menanyakan
kabarmu, dan memberimu nasihat, dan menyemangatimu
untuk bersungguh-sungguh. Demikian beliau sampaikan
dengan bersahaja, penuh cinta tanpa dialog yang memaksa.

Ketika mendengar kabar wafatnya, seakan dada saya


tercabik-cabik, bersedih atas kehilangan sosok yang saya cintai.
Bagaimana tidak? Sungguh telah pergi seseorang yang
menceritakan kepada saya tentang berbagai pengalaman,
kebaikan dan keburukan, tentang datuknya al-Habib Ali bin
Hasan, tentang datuknya Ibn Abdurrahman Umar.
[68]
Maka segala puji bagi Allah atas segala keadaaan. Baik
keadaan yang tidak kita tahu ataupun keadaan yang membawa
kemudharatan. Dan saya tidak mengatakan kecuali apa yang
telah dikatakan dan yang dikatakan Ayahanda Kami (al Habib
Abdullah bin Muhammad Baharun) tentang Habib Abdul Qodir
bin Ahmad Assegaf dalam syairnya:

‫والموت حتم في البرية كلها …حكم الجليل الواحد القهار‬

‫لو كان خلد في الحياة… لما انقضى عمر النبي المرسل المختار‬

“Mati adalah kepastian bagi semua makhluk, Hukum yang


ditetapkan sang Maha Mulia, Maha Satu, Maha Perkasa

Andai kata keabadian didalam kehidupan itu ada, tak akan


berakhir umur Nabi (Muhammad) SAW yang diutus dan
terpilih”

Demikian, maka segala puji bagi Allah atas segala yang


ditetapkan dan diperintahkan.

[69]
KALAM TENTANG HABIB AHMAD BIN UMAR:

BELIAU SEORANG AYAH, JUGA GURUKU

Oleh: Sayyid Yusuf al-Athos (Malaysia)

Dalam kehidu-
pan pasti ada
pertemuan dan
perpisahan. Ke-
nanganku ber-
sama Habib Ah-

Foto Habib Ahmad bin Umar dan Sayyid Yusuf al-Athos mad tidak akan
pernah kulupakan. Beliau merupakan seorang ayah bagiku di
Tarim, memberi nasihat dan faedah setiap kali bertemu. Beliau
ayah. Beliaulah juga guruku. Dan beliau adalah orang yang
paling dekat dengan nasabku yang pernah aku jumpai di Tarim,
yang bertemu di Sayidil Habib Ali bin Hasan Al-Attas Sohibul
Masyhad.

Aku dan Muhammad Sisma Fitra biasa melazimi beliau di


rumahnya. Dan beliau menganggap kami anaknya sendiri.
Beliau bilang bahwa anaknya di Tarim ada empat, yaitu Sayyid
Hamzah bin Abdullah Baharun, Sayyid Muhamad Yusuf Al-Attas,

[70]
Sayyid Ahmad Al-Jufri dan Muhammad Sisma. Ya Allah, semoga
Kau curahi rahmat kepada ruh ayah kami.

Inilah kali pertama dalam hidupku merasakan kehilangan


seorang yang aku sayang. Tetapi aku berbahagia karena beliau
pasti berada di tempat yang jauh lebih baik dari dunia. Aku
berharap, semoga dapat berkumpul lagi di akherat kelak. Insya
Allah. Kenangan bersama beliau terlalu banyak dan tidak dapat
aku sertakan di sini, karena saya ingin khusus mengisahkan
nasihat-nasihat beliau. Semoga dapat bermanfaat.

Di antara nasihat beliau :

1. “Kun jamilan fatara kulla wujud jamila, Jadilah


(hatimu) cantik maka kamu akan melihat semua wujud adalah
cantik”. Seperti kaca mata, jika yang dipakai kotor, maka semua
yang kita lihat seolah-olah kotor dan cepat marah. Walaupun
yang di depan kita adalah cantik dan indah, tapi tetap saja
terlihat kotor. Sebaliknya, jika cermin mata yang dipakai itu
bersih, Masya Allah, semua yang kita lihat menjadi cantik dan
terang, meskipun itu buruk. Tapi sebab bersihnya hati, maka
akan terlihat cantik.

2. Nasihat ini adalah yang amat aku ingat. Beliau


mengatakan bahwa, “Pastikan setiap hari kau mendapatkan

[71]
faedah, walaupun satu”. Dunia itu adalah tempat belajar, bukan
hanya di sekolah saja. Apa yang kita lihat di luar tempat belajar
adalah madrasah juga yang mengajari kita. Kata beliau, alam
semesta itu adalah madrasah tempat kita belajar. Sebab itu pula
juga istilah menuntut ilmu adalah dari buaian hingga liang lahat.
Kehidupan ini adalah tempat kita belajar.

Beliau mengisahkan tentang seorang yang tinggal di salah


satu gunung di Yaman adalah seorang Pak Cik tua dan buta. Dia
mempunyai anak perempuan yang masih muda. Setiap hari
anaknya akan menuntun beliau sejauh setengah jam perjalanan
untuk menghadiri majlis ilmu. Kemudian suatu hari, dalam
perjalanan, tiba-tiba Pak Cik ini ingin buang air kecil dan
memberitahu anaknya. Lalu mereka. Anaknya memberitahu
untuk menahan supaya dibuatkan lubang terlebih dahulu. Si
Ayah bertanya, “Kenapa harus dibuat lubang terlebih dahulu?”
Si Anak menjawab agar ketika ayah buang air kecil, tidak
terpercik. Kemudian setelah menunaikan hajat, Si Ayah
mengatakan bahwa dia ingin pulang. Anaknya menanyakan
kenapa. Tadi katanya mau menghadiri majlis ilmu. Ayahnya
menjawab, “Sesungguhnya hari ini aku sudah mendapatakan
satu faedah dan itu cukup bagiku.”

[72]
Begitulah. Habib Ahmad memberitahu agar setiap hari
aku ke rumah beliau harus ada faedah setiap hari. Jika kamu
ingin mengamalkan, pastikan setiap hari mendapatkan satu
faedah. Caranya, beli satu buku kecil yang muat di kantong
untuk mencatatat faedah.

3. Beliau mempunyai waktu yang sangat rapi. Bila ada


yang bertanya bagaimana beliau bisa istikamah, beliau
bernaseihat, “La ta'jil yaum ilal ghod, Jangan menunda amal
hari ini untuk besok”. Sebab ada kemungkinan bahwa besok ada
perkerjaan lain dan menyebabkan kita sibuk. Yang hari ini,
lakukan hari ini!.

4. Nasihat beliau untuk sentiasa bersyukur adalah yang


beliau nampakkan dengan kehidupan beliau di Tarim. Beliau
hidup sendiri dan beliau sering berkata untuk mencukupi
semuanya. Masya Allah. Beliau menukil syair yang berbunyi,
"Ma'un wa khubzun wa dzillun na'imun ajillu, Roti, air dan
bayang-bayang adalah nikmat yang besar dari Yang Maha
Mulia. aku akan menganggap diriku kafir kalau aku masih
mengatakan, ‘Aku ini masih kekurangan’”.

Syair ini sebetulnya mempunyai kisah sendiri. Akan aku


ceritakan lain kali. Insya Allah.

[73]
5. Beliau menasihti supaya nanti kalau sudah mempunyai
anak, pastikan kita meluangkan waktu dengan anak-anak.
Sebab anak harus mendapatkan perlindungan dan bimbingan
dari seorang ayah. Itu adalah tanggu jawab seorang ayah.

6. Habib Ahmad setiap kali memberi nasihat akan selalu


sejuk didengar. Maka beliau memberitahu sebuah nasihat yang
merangkum semuanya, bahwa nasihat-nasihat ini bukan hanya
untuk enak di telinga, tapi harus ada amal dan usaha. Nasihat
itu hanya kata-kata indah. Percuma tiada amal dan hanya
berhenti di telinga dan keluar. Beliau mengatakan bahwa
setelah masuk dari telinga, masukkan dalam hati. Kalau
cuma di telingga nanti akan hilang. Tapi jika
masuk hati, nasihat akan mendarah daging.

Nasihatku bukan cuma untuk didengar,


bukan cuma untuk dibilang, "Oh kalam jamil
jiddan, kalam bagus sekali”, akan tetapi perlu
tindakan dan amal.

[74]
8. Nasihat beliau yang sederhana tapi padat, “Setiap hari
harus membaca Al-Quran. Sekiranya tidak mengganggu orang
lain, bacalah dengan nyaring, supaya dapat mengasah lidah
bertutur Bahasa Arab”. Beliau juga menasihati untuk teruskan
membaca kitab-kitab lain.

9. Beliau pernah memberitahu untuk jangan jadi seperti


lalat. Jadilah seperti lebah. Lalat Cuma akan mencari di tempat-
tempat kotor. Sedangkan lebah mencari tempat yang wangi dan
bermadu. Lalat adalah orang yang sering melihat kesalahan
orang lain. Lebah hanya melihat kebaikan orang. Beliau
mencontohkan bahwa beliau pernah membuat kitab. Kemudian
ada orang datang ke beliau hanya untuk menyalahkan dan
mengatakan ada ejaan yang salah. Semacam itu.

10. Nasihat yang tidak pernah saya lupakan adalah beliau


mengatakan, “Ramai orang yang pandai cakap, tapi tak
berbuat. Ramai yang bilang akan mencetak buku beliau dan
akan disebarkan”. Tapi itu semua cuma dimulut, tidak benar-
benar dilakukan.

11. Nasihat beliau, “Jangan terus-terus mengulangi


ucapan maaf atas kesalahan yang sering kamu lakukan. Karena
kau akan teringat terus kesalahanmu”. Beliau mencontohkan,

[75]
jika orang berjanji untuk menyetak buku beliau, kemudian
setiap kali bertemu dia minta maaf. Tak usah diingatkan kalau
dia tak dapat menyetak. Sebab itu akan mengigatkan Habib
akan janji yang dia pungkiri.

12. Pernah diceritakan bahwa pada zaman dahulu tiada


alat komunikasi seperti telepon atau internet. Tetapi hubungan
di antara keluarga sangat kuat, dan mereka berusaha untuk
berhubungan, seperti surat menyurat. Sampai surat itu bisa
menjadi kitab. Masya Allah. Tetapi sekarang kita lihat bahwa
alat komunikasi semakin mudah, bisa telepon, bisa video call.
Ada internet, facebook dan lainnya. Tetapi manusia semakin
tidak terhubung dengan keluaraga sendiri, malah dengan
kawan-kawan sosial. Begitulah yang kita saksikan hari ini.
Meskipun semakin mudah berhubungan, tetapi makin berat
untuk menghubungkan. Makanya Habib Ahmad
mempertanyakan bagaimana kita menggunakan alat
komunikasi. Adakah kita pakai dengan sesuai atau tidak? Maka
renungkan pada diri sendiri. Tidak perlu lihat orang lain.

[76]
Setakat inilah yang sempat
saya senaraikan sebagian nasihat
beliau yang ingin saya kongsikan kali
ini. Insya Allah akan saya buat seri 2
seperti ini di waktu lain. Insya Allah.

Wassalamualaikum wr. wb.

Syed Muhammad Yusuf Al-Attas


Foto diambil pada Pertama kali aku melihat beliau
di ziarah Masyhad, sebelum mengenali beliau pada Mukalla, Hadramawt, 21 Syawal
tahun 2018.
1441

[77]
KALAM TENTANG HABIB AHMAD BIN UMAR:

SOSOK YANG MEMPUNYAI BANYAK SIFAT KHUSUS

Oleh: M. Khoirul Jadid, B.Sc.

Pada awal tahun


2019 M, saya bersama
sebagian teman
Pekalongan yang belajar
di kota Tarim berziarah
ke kediaman Habib
Abdullah Syekh al-Athas
di kota Hijrain untuk
mencari informasi
Foto Khoirul Jadid
seputar biografi Habib
Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas Sapuro Pekalongan.
Setelah tiba di sana kami menyampaikan niat tersebut, dan
alangkah terkejutnya dengan penuh kerendahan hati Habib
Abdullah Syekh hanya menjawab, “Kalau itu kalian cukup tanya
Habib Ahmad bin Umar al-Atthas, beliau sekarang sedang
berada di kota Tarim untuk menghadiri pernikahan keluarga
Habib Umar bin Abdurrahman al-Atthas. Nanti saya kasih
kontak HP beliau”.

Kami tidak menyangka dan bersyukur ternyata masih ada


cucu Habib Ahmad Sapuro yang masih hidup saat itu.

Setelah saya menghubungi Habib Ahmad lewat telepon,


kami berangkat menuju kediaman beliau yang ternyata sebuah
rumah baru yang belum lama dibeli di kota Tarim untuk beliau
[78]
tempati sendiri. Pertemuan pertama dengan beliau menjadi
sebuah keberkahan yang agung, dan berawal dari itu kami
sedikit mengenal sosok Habib Ahmad. Dalam diri beliau
terkumpul banyak sifat-sifat khusus yang jarang dimiliki oleh
orang-orang pada masa sekarang ini, diantaranya :

1) Akhlak yang Baik


Akhlak baik beliau dapat dilihat dari :
 Senyuman yang hampir tidak lepas dari wajah beliau
saat berinteraksi dengan siapapun
 Setiap bertemu dengan orang lain beliau selalu yang
memulai bertanya dulu akan keadaan orang tersebut,
keadaan keluarga dan kerabatnya, serta kesehatan
mereka. Sehingga membuat ia merasa bahwa beliau
sangat dekat dengan dirinya dan keluarganya.
 Memenuhi undangan acara baik dari keluarga, kerabat
atau para penuntut ilmu. Beberapa kali kami
mengundang beliau di acara Maulid Nabi saw. dan
istighasah di kampus dan alhamdulillah beliau dapat
hadir bersama kami.
 Menghadiri salat dan pemakaman jenazah baik itu orang
yang beliau kenal ataupun tidak.

2) Seorang yang Berilmu dan Beramal

Wawasan keilmuan Habib Ahmad tidak perlu diragukan lagi,


beliau telah menimba berbagai disiplin ilmu agama dari ulama
terkemuka di kota Hijrain, Tarim dan Haramain yang hidup pada
masa beliau. Sehingga tidak mengherankan apabila beliau
mempunyai banyak karangan kitab yang sebagian besar telah

[79]
tersebar dimana-mana. Dan sebagian lainnya saya melihat di
lemari kitab yang berada di kediaman beliau.

Adapun amaliah keseharian beliau tidak lepas dari ajaran


syariat. Setiap mendekati waktu azan salat lima waktu beliau
sudah bersiap-siap untuk berjamaah ke masjid. Beliau selalu
mengisi waktu dengan bacaan wirid, zikir, salat rawatib, puasa
dan kesunahan Nabi saw. yang lain.

Pernah saya bertemu beliau di depan kampus sedang


berjalan menuju sebuah toko, saat saya akan sungkem ternyata
beliau memegang tasbih dan bibir beliau sambil berzikir. Saya
melihat beliau senantiasa istikamah dalam beribadah dan selalu
berusaha menyegerakan setiap kebaikan di awal waktu, karena
beliau tidak suka menunda-nunda pekerjaan.

3) Zuhud

Habib Ahmad termasuk orang yang zuhud, tidak tertarik


akan perihal duniawi dengan segala gemerlapnya. Saya
mendengar cerita dari beliau sendiri bahwa beliau sering
mencetak kitab-kitab karangan beliau untuk dibagikan pada
orang-orang terdekat beliau tanpa meminta diganti uang
sepeserpun. Bahkan karya-karya beliau yang banyak justru
beliau bagikan secara gratis dalam bentuk format PDF kepada
siapapun, terlebih untuk para penuntut ilmu. Dan beliau
pernah menyuruh saya untuk menyebarkan karya-karya beliau
ke teman-teman yang dikenal.

[80]
4) Tawadlu’

Beliau merupakan sosok yang tidak pernah memandang


bahwa diri beliau memiliki kedudukan atau keistimewaan.
Beliau senantiasa meminta doa dari siapapun. Bahkan pernah
saya menawarkan pada beliau untuk mengisi sebuah seminar
ilmiah di kampus namun beliau menolak dengan halus dan
berkata, “MasyaAllah kalian di kuliah sudah punya para doktor,
itu sudah cukup. Saya tidak punya apa-apa”.

Dengan penuh kerendahan hati beliau tidak berkenan.


Padahal beliau seorang yang sangat pantas untuk mengisi
sebuah majelis ilmu.

5) Cinta Ilmu, Ulama dan Penuntut Ilmu

Mengenal Habib Ahmad itu membuat saya merasa benar-


benar menyaksikan sosok yang sudah berusia senja namun
memiliki semangat melebihi pemuda zaman sekarang.
Bagaimana tidak, saya tidak menjumpai beliau kecuali sedang
membaca kitab, mengisi pengajian, menghadiri majelis ilmu
yang ada di kota Tarim atau memenuhi kebutuhan rumah yang
sewajarnya. Di sisi lain beliau masih tetap produktif dalam
mengarang, menulis ulang dan mencetak sendiri kitab karangan
beliau. Sekali waktu jika kitab tersebut sudah selesai, beliau
mengirim PDF kitab kepada kami lewat whatsapp.

Adapun kecintaan beliau pada para Salafus Saleh dapat saya


saksikan dari kalam-kalam beliau saat pengajian. Beliau selalu
menceritakan kepada kami akan kisah-kisah orang saleh
terdahulu. Begitu juga dapat kita saksikan khidmah beliau dalam

[81]
murajaah, menulis ulang dan mencetak karya-karya Habib Ali
bin Hasan al-Atthas yang berjumlah 18 kitab, lalu karya-karya
ayahanda beliau Habib Umar bin Ahmad yang berjumlah 14
kitab, juga mengumpulkan biografi kakek beliau Habib Ahmad
bin Abdullah bin Thalib serta paman beliau Habib Ali bin Ahmad
bin Abdullah bin Thalib, dan kitab-kitab lain yang masih banyak
lagi.

Bukti akan kecintaan beliau terhadap para penuntut ilmu


dapat saya lihat dari sikap beliau yang selalu memotivasi kami
untuk hadir majelis-majelis ilmu di kota Tarim. Begitu pula
kesabaran beliau dalam menerima setiap pelajar yang sowan
untuk silaturahmi, mengaji kitab-kitab salaf ataupun
mengadakan acara haul dan maulid Nabi saw. Terkadang beliau
yang memukul rebana saat acara, terkadang juga beliau ikut
menari bersama kami saat marawis. Di sela-sela pengajian
beliau sering memberikan nasehat bahwa yang terpenting
untuk penuntut ilmu adalah pandai mengatur waktu,
memperbanyak membaca kitab dan istikamah dalam beramal.

Alhamdulillah kami para pecinta Habib Ahmad mempunyai


ikatan batin yang kuat dengan beliau. Dulu setiap beliau kembali
ke kota al-Ahsa’ dan tiba di sana, beliau selalu memberikan
kabar kepada kami. Bahkan jika jika waktu telah lama berlalu,
beliau mengirim pesan dan mengatakan bahwa beliau rindu
untuk segera berkumpul bersama kami di Tarim. Begitu pula
yang saat menjelang bulan Ramadan dan hari raya beliau selalu
mengirimkan ucapan selamat beserta doa untuk kami di sini.

[82]
Puncaknya saat kami mengadakan acara haul kakek beliau,
Habib Ahmad bin Abdullah al-Atthas Sapuro Pekalongan pada
bulan Sya’ban 1441 H di asrama, kami tidak lupa meminta
fatihah dan doa dari beliau terlebih dahulu. Sungguh kami akan
merindukan sosok Habib Ahmad yang penuh kharismatik dan
keistimewaan.

Tidak terasa satu tahun setengah telah berlalu. Kami


mengambil banyak faedah dan ijazah kitab serta wirid dari
beliau. Terkadang saya merasa sedih dan menyesal karena
kurang maksimal dalam mengaji dan berkhidmah kepada beliau
semasa masih hidup. Namun setiap kejadian ada hikmahnya.
Semoga Allah swt. melimpahkan rahmat yang agung kepada
beliau. Dan semoga kami mendapatkan keberkahan beliau di
dunia dan akhirat kelak. Amin.

[83]
TENTANG PENULIS

Nama: Muh. Sisma Fitra N.


Tempat, Tanggal Lahir: Pekalongan, 25
Februari – 7 Syawal
Pendidikan: Universitas al-Ahgaff

(2017) Ketika ziarah di makam Habib Ali


bin Hasan al Athas, dan saya bersama
rombongan Rubath Alawiyyah dan teman-
teman Universitas al Ahgaff ikut dalam
ziarah kubro Habib Ali bin Hasan al-Athas
di kediaman Abuya Habib Alwi bin
Abdurrahman al Athas. Dan dalam
kesempatan itu pula saya pertama kali
berjumpa beliau, Habib Ahmad bin Umar.
Kemudian di akhir (2018) atau pada awal (2019) saya mulai duduk bersama beliau di kota
Tarim. Membanu beliau, belajar dari beliau dan menemani beliau kemana beliau
memerlukan. Pertemuan yang singkat, akan tetapi terasa begitu dekat dengan banyak
kesempatan beliau bercerita tentang dirinya, dan saya bercerita tentang diri saya.
Sekelumit cerita ini semoga bisa bermanfaat untuk banyak orang dan para pecinta beliau,
sekalipun lebih banyak dan indah lagi sebenarnya perangai beliau yang belum diceritakan.
Sehingga meninggalnya beliau, adalah pertama kali saya merasakan kesedihan atas
kehilangan seseorang. Rahimahullah rahmatal abroor.

Kontak Saya:

[84]
[85]

Anda mungkin juga menyukai