Anda di halaman 1dari 6

RAHIANG SANJAYA : PERJALANAN MEREBUT

TAHTA KARATUAN GALUH #2


www.bedapandang.com

Pagi-pagi sekali Rahiang Sanjaya menyiapkan kuda tunggangannya yang mempunyai


panggilan Si Jagur, kuda jantan berwarna hitam yang sangat gagah dan kuat. Setelah
peristiwa  “ngahiang”  nya Sang Sena  (ayahnya), maka Rahiang Sanjaya memutuskan
untuk turun gunung memulai perjalanannya merebut kembali Karatuan Galuh dari tangan
Rahiang Purbasora. Sesuai dengan pesan dari Sang Sena, tujuan pertama dari Rahiang
Sanjaya adalah Rahiangtang Kidul yang berada di Denuk.
Setelah semua perbekalan sekedarnya sudah naik ke atas kuda tunggangannya, Si Jagur,
Rahiang Sanjaya menyempatkan diri mendatangi pondok tempat Sang Sena “ngahiang”.
Dibawanya sebuah batu bulat sebesar kepala bayi dan di letakkannya sebagai tanda
bahwa di tempat tersebut telah “ngahiang” seorang Raja dari Karatuan Galuh.
“Ramanda…aku Rahiang Sanjaya bersumpah di hadapanmu untuk merebut kembali
Karatuan Galuh!!!”  suara Rahiang Sanjaya bergetar sambil berlutut di depan tempat
“ngahiang” Sang Sena.
Rahiang Sanjaya memacu kudanya menuruni lereng Gunung Merapi, setelah berkuda
seharian akhirnya mulai memasuki sebuah pedukuhan yang cukup ramai.
“Ah..lebih baik aku beristirahat dulu sebelum meneruskan perjalanan”  batin Rahiang
Sanjaya sambil melompat turun dari kudanya. Dituntunnya Si Jagur  menuju kesebuah
tegalan yang banyak rumput hijau.
“Makanlah dulu Jagur, sekalian kita berisirahat di sini”  ujar Rahiang Sanjaya mengusap
kepala si Jagur sambil berjalan menuju sebuah pohon besar yang cukup rindang untuk
beristirahat.
“Pedukuhan apakah ini?”  gumam Rahiang Sanjaya sambil mulai melahap bekal yang
dibawanya.
Setelah dirasa cukup beristirahat, Rahiang Sanjaya menuntun kudanya memasuki
pedukuhan, dihampirinya sebuah warung yang sepertinya berjualan makanan lalu
ditambatkannya Si Jagur pada tempat penyimpanan kuda.
“Mohon maaf boleh saya bertanya, apa nama pedukuhan ini?”  tanya Rahiang Sanjaya
kepada seorang lelaki tua yang sepertinya adalah pemilik warung tersebut.
“Pedukuhan Tambangan Raden” jawab lelaki pemilik warung.
“Sepertinya Raden habis perjalanan jauh, silahkan masuk dan beristirahatlah dulu di
dalam” sambungnya ramah sambil mempersilakan Rahiang Sanjaya masuk ke dalam
warungnya.
Sejenak Rahiang Sanjaya merasa ragu untuk masuk ke dalam warung karena sebenarnya
dia tidak mempunyai benggol tetapi setelah dipikir-pikir dan hari yang menjelang malam
akhirnya diputuskan untuk sejenak beristirahat di dalam warung. Suasana di dalam
warung cukup ramai dengan beberapa tamu yang sepertinya pendatang seperti dirinya.
Dipilihnya tempat duduk di pojok kanan warung yang menghadap ke arah pintu masuk.
Tak lama berselang, laki-laki pemilik warung menghampirinya sambil membawa poci dan
sebuah cangkir dari tanah liat.
“Silakan diminum Raden, silakan beristirahat sebelum meneruskan perjalanan. Jangan
khawatir akan dimintai bayaran” ujar pemilik warung seolah tahu bahwa Rahiang Sanjaya
tidak memiliki uang.
“Terima kasih paman, memang betul saya tidak mempunyai benggol”  ujar Rahiang
Sanjaya.
“Tidak apa-apa Raden, kalau sekedar air teh dan nasi putih tidak usah dibuat
sungkan”  kata pemilik warung sambil meninggalkan meja Rahiang Sanjaya sambil
tersenyum.
Rahiang Sanjaya menuangkan air teh dari poci ke dalam cangkir, tapi baru saja dia
menyimpan poci ke atas meja tiba-tiba masuklah seorang wanita cantik berbaju kuning
muda dan berusia setengah baya berpakaian ringkas ke dalam warung lalu duduk di
kursi berseberangan dengan tempat duduknya.
Rahiang Sanjaya adalah laki-laki muda yang dibesarkan di tengah hutan lereng Gunung
Merapi, sehingga masih sangat polos jika melihat wanita cantik. Tatapannya tidak lepas
dari wanita yang sebenarnya lebih cocok menjadi ibunya itu. Tiba-tiba terdengar tawa
menggelegak dari meja di samping Rahiang Sanjaya,
“Ha..ha..ha…sungguh sebuah keajaiban, menjelang malam seperti ini turun seorang
bidadari” gelak seorang laki-laki berpakaian hitam sambil bangkit dari tempat duduknya
menghampiri ke arah wanita tersebut.
“Wahai bidadari, siapakah namamu?” tanya laki-laki itu sambil duduk di kursi yang berada
di depan wanita cantik itu. Wanita cantik itu terlihat tenang dan tersenyum sambil
menjawab acuh tak acuh,
“Hmm..nama yang indah, cocok sekali dengan wajahmu yang cantik. Perkenalkan
namaku Aria Sengka” ujar pria itu sambil menyodorkan tangannya ke arah Pwah
Kenanga.
Pwah Kenanga hanya mendengus sambil bergumam,
“Dari namamu sepertinya kau adalah seorang petinggi”
“Ha..ha..betul sekali cantik, aku adalah seorang kepala pengawal dari Kerajaan
Kalingga” jawab Aria Sengka dengan congkak.
“Tidak ada malunya seorang petinggi Kerajaan Kalingga mengganggu seorang
wanita” ujar Pwah Kenanga sambil tetap acuh tak acuh bahkan memandangun tidak ke
arah Aria Sengka.
Aria Sengka yang tadinya berniat menggoda Pwah Kenanga menjadi tersinggung
mendapat perlakuan yang seolah-olah merendahkannya. Sementara Rahiang Sanjaya
tidak lepas pandangannya dari Pwah Kenanga yang terlihat semakin mempesona
dengan sikap yang tidak pedulinya.
“Heh..perempuan jalang lihat kepadaku, jangan kau berani menghinaku. Aku mampu
membeli dirimu” kata Aria Sengka meradang.
“Sayang sekali..seorang petinggi Kalingga tidak mempunyai sopan santun pada
perempuan” ujar Pwah Kenanga sambil menuangkan teh dari poci ke dalam cangkir
dihadapannya.
Aria Sengka semakin membuncah amarahnya, dengan sekali kibas poci dan cangkir di
hadapan Pwah Kenanga berhamburan. Pwah Kenanga yang merasa terancam langsung
berdiri sambil tersenyum sinis.
“Hanya segitu saja kemampuanmu wahai petinggi Kalingga yang agung”
Pemilik warung yang melihat gelagat tidak baik segera menghampiri mereka dan
berkata,
“Sudah..sudah..Raden, mohon jangan membuat keributan di sini. Kasihanilah saya rakyat
kecil ini” suara laki-laki tua itu menghiba.
“Minggir paman…akan kuberi pelajaran perempuan jalang ini” hardik Aria Sengka sambil
mendorong pemilik warung tersebut. Karena dorongan Aria Sengka dibarengi tenaga
dalam, laki-laki tua itu terpental dan terjerembab di pojok warung.
“He..he..seperti ini kah kelakukan petinggi Kalingga? Beraninya hanya orang-orang
lemah” Pwah Kenanga dengan suara yang merendahkan.
“Walaupun berwajah cantik dan bertubuh indah, jangan kira aku tidak berani
melukaimu” teriak Aria Sengka sambil melayangkan pukulan ke arah Pwah Kenanga.
Pwah Kenanga menyambut pukulan Aria Sengka dan terjadi benturan. Pwah Kenanga
terjajar ke belakang menandakan bahwa tenaga dalamnya berada di bawah Aria Sengka.
“Ha..ha..bagaimana perempuan jalang, apakah sekarang kau bersedia menemani
tidurku” ujar Aria Sengka terkekeh melihat bahwa ilmu silat Pwah Kenanga masih berada
di bawah ilmunya.
Pwah Kenanga sadar bahwa tenaga dalamnya jauh di bawah Aria Sengka, namun mana
mau wanita cantik ini menyerah.
“Jangan banyak bicara seperti banci”  jerit Pwah Kenanga sambil mencabut pedangnya
dan berkelebat secepat kilat ke arah leher Aria Sengka.
Aria Sengka mundur sambil mencabut goloknya menangkis pedang Pwah Kenanga yang
mengarah ke lehernya dan..trang!! kedua senjata tersebut beradu. Kembali Pwah
Kenanga terjajar mundur, tangannya kesemutan dan hampir saja pedangnya terlepas.
“Hmm..bahaya, sepertinya aku tidak akan mampu menandinginya” batin Pwah Kenanga
mulai jerih. Tetapi walaupun begitu mana mau Pwah Kenanga menyerah, disertai
lengkingan yang keras tubuhnya berkelebat hanya menyisakan bayangan kuning
menyerang ke arah Aria Sengka.
“Sekarang rasakan golok ini, aku akan memeberimu pelajaran”  teriak Aria Sengka dan
sejurus kemudian tubuhnya ikut berkelebat mengimbangi serangan-serangan dari Pwah
Kenanga.
Aria Sengka bukanlah orang sembarangan, sudah puluhan tahun malang melintang di
dunia persilatan dan akhirya dipercaya oleh Kerajaan Kalingga menjadi kepala pengawal.
Serangan-serangan Pwah Kenanga dihindarinya dengan mudah bahkan di jurus kelima
Pwah Kenanga melompat mundur dari arena pertempuran sambil menjerit kaget dan
mukanya merah padam.
“Kurang ajar, laki-laki mesum” Pwah Kenanga seolah menahan tangis sambil memegangi
baju bagian dadanya yang robek memperlihatkan tubuh mulusnya.
“Ha..ha..walaupun kau sudah tidak muda lagi ternyata tubuhmu masih kencang dan
mulus”  Aria Sengka terkekeh sambil matanya menyipit melihat kemolekan tubuh Pwah
Kenanga.
“Aku akan mengadu nyawa denganmu”  jerit Pwah Kenanga sambil melompat ke arah
Aria Sengka sambil menebaskan pedangnya. Dengan tenang Aria Sengka menghindar ke
kiri sambil goloknya di arahkan menahan pedang Pwah Kenanga.
Pedang Pwah Kenanga patah menjadi dua sedangkan tubuhya kembali terjajar ke
belakang. Aria Sengka sepertinya tidak mau melepaskan Pwah Kenanga, dia mengejar
dengan golok mengarah ke dada lalu meluncur deras ke arah kakinya. Pwah Kenanga
menjerit kaget sambil mencoba melompat mundur menghindari tebasan golok Aria
Sengka.
Baju dan celana Pwah Kenanga sobek besar di beberapa tempat memperlihatkan putih
dan dadanya yang putih membusung. Sementara Rahiang Sanjaya hanya terpana melihat
pertarungan yang sengit tersebut, baginya ini adalah pertarungan silat pertama yang
dilihatnya. Walaupun Sang Sena, ayahnya, telah menurunkan banyak ilmu kesaktian tapi
belum pernah dipakainya bertarung. Pemilik warung menggigil ketakutan melihat
warungnya yang berantakan.
“Bajingan mesum, lebih baik kau bunuh aku daripada kau hina seperti ini” Pwah Kenanga
setengah menangis sambil mencoba menutupi dadanya yang putih membusung.
“Ha..ha..aku pasti akan membunuhmu setelah menikmati kehangatan tubuhmu” ujar Aria
Sengka sambil meleletkan lidahnya.
“Buka celanamu…” teriak Aria Sengka sambil menebaskan goloknya ke arah celana Pwah
Kenanga yang sudah pasrah tidak bisa menghindar lagi hanya bisa memejamkan
matanya.
Sesaat lagi golok Aria Sengka akan mempermalukan Pwah Kenanga tiba-tiba selarik
cahaya biru menghalangi. Aria Sengka terjajar mundur sambil berteriak,
“Bajingan..siapa yang menyerangku diam-diam” sambil menahan sakit ditangannya, Aria
Sengka mengedarkan pandangannya.
“Aku tidak suka caramu memperlakukan perempuan”  ujar laki-laki muda berbaju hitam
yang ternyata adalah Rahiang Sanjaya sambil memegang keris panjang yang
mengeluarkan cahaya kebiru-biruan.
“Cepat pakai baju ini”  ujar Rahiang Sanjaya sambil melemparkan baju ke arah Pwah
Kenanga. Dengan cepat Pwah Kenanga menyambutnya dan memakainya menutupi
tubuhnya yang hampir setengah telanjang.
“Siapa kau anak muda? Berani-beraninya mencampuri urusan Kerajaan Kalingga”  hardik
Aria Sengka ke Rahiang Sanjaya.
“Aku bukan siapa-siapa” ujar Rahiang Sanjaya pendek.
“Rasakan ini” jerit Aria sengka sambil mengarahkan goloknya ke leher Rahiang Sanjaya.
“Hati-hati anak muda” teriak Pwah Kenanga yang khawatir akan keselematan pemuda
yang telah menyelamatkannya.
Rahiang Sanjaya tersenyum ke arah Pwah Kenanga, lalu berkelebat menyambut serangan
Aria Sengka. Tubuh keduanya bergerak sangat cepat hanya kelihatan bayangannya, kursi
dan meja berhamburan berantakan. Pertarungan sengit hanya terjadi sekitar 6 jurus,
setelah itu terlihat Aria Sengka terdesak oleh Rahiang Sanjaya. Beberapa kali wajahnya
terlihat meringis setiap terjadi benturan goloknya dengan keris panjang Rahiang Sanjaya,
sampai akhirnya
Pukulan tangan kiri Rahiang Sanjaya mendarat di dada Aria Sengka diikuti oleh sabetan
kaki kiri menghajar pinggangnya. Aria Sengka terpelanting dan goloknya terlepas,
tubuhnya jatuh ke atas tanah dan dari sela bibirnya mengalir darah. Sepertinya pukulan
Rahiang Sanjaya telah menyebabkan Aria Sengka terluka dalam.
“Kau..kau..” erang Aria Sengka lalu jatuh tak sadarkan diri.
Rahiang Sanjaya segera menyarungkan keris panjangnya dan menoleh ke arah Pwah
Kenanga.
“Sebaiknya nyimas segera meninggalkan tempat ini sebelum dia sadar” ujar Rahiang
Sanjaya.
“Terima kasih Raden, sebaiknya kita berdua segera meninggalkan tempat ini karena
sebentar lagi pasukan Kerajaan Kalingga pasti akan mencari kita”  bisik Pwah Kenanga
sambil memegang tangan Rahiang Sanjaya.
Seumur hidup Rahiang Sanjaya belum pernah dipegang oleh perempuan, tubuhnya
berdesir dan darahnya seolah mengalir lebih cepat. Mukanya memerah dadu.
Pwah Kenanga menghampiri laki-laki tua pemilik warung sambil mengeluarkan benggol
dari saku celananya,
“Terimalah ini paman, untuk mengganti segala kerusakan” ujar Pwah Kenanga.
Setelah memberikan benggol kepada pemilik warung, Pwah Kenanga menghampiri
Rahiang Sanjaya.
“Ikuti aku” bisiknya sambil memegang tangan Rahiang Sanjaya.

Anda mungkin juga menyukai