Anda di halaman 1dari 56

Nomor Akreditasi: ISSN : 0215-4609

245/AKRED-LIPI/P2MB/2010

VOLUME : 23 NOMOR : 2 OKTOBER 2010

Jurnal HPI Vol. 23 No. 2 Hal. 47 - 88 Banda Aceh, Oktober 2010 ISSN : 0215-4609

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM, DAN MUTU INDUSTRI


BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI 2010
BANDA ACEH
Nomor Akreditasi: ISSN : 0215-4609
245/AKRED-LIPI/P2MB/2010

   

VOLUME : 23 NOMOR : 2 OKTOBER 2010

PENANGGUNG JAWAB
Kepala Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh

KETUA REDAKSI
DR. Ir. Yunardi, MASc

ANGGOTA REDAKSI
DR. Ir. Marlina, M.Si
DR. Mahidin, ST. MT
DR. M. Dani Supardan, ST. MT
Fitriana Djafar, S.Si, MT

REDAKSI PELAKSANA
Mahlinda, ST

SEKRETARIAT
Fauzi Redha, ST

Berdasarkan SK. LIPI No. 451/D/2010 tanggal 06 Mei 2010


Jurnal Hasil Penelitian Industri ISSN 0215-4609
Diklasifikasikan sebagai Majalah Berkala Ilmiah Terakreditasi B

Alamat Penerbit:
BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI BANDA ACEH
Jl. Cut Nyak Dhien No. 377, Lamteumen Timur, Banda Aceh 23236
Telp. (0651) 49714 ; Fax. (0651) 49556
E-Mail : hpi_brsbna@yahoo.com
PENGANTAR REDAKSI

Redaksi mengucapkan puji syukur kepada Tuhan YME dengan terbitnya Jurnal HPI
(Hasil Penelitian Industri), Volume 23 No. 2 Tahun 2010 untuk pembaca. Kami juga
menyampaikan berita gembira kepada pembaca sekalian bahwa Jurnal HPI telah ditetapkan
sebagai Majalah Ilmiah dengan Akreditasi “B” dari LIPI pada tanggal 06 Mei 2010.
Pada terbitan kali ini dan seterusnya Jurnal HPI menggalami perubahan tampilan dari
terbitan sebelumnya, khususnya pada halaman sampul, pedoman penulisan naskah dan perbaikan-
perbaikan lainnya sesuai dengan aturan dan arahan dari P2MBI (Panitia Penilai Majalah Berkala
Ilmiah) LIPI.
Jurnal HPI kali ini menyajikan 5 (lima) judul tulisan yang mencakup 1 artikel
membahas tentang perancangan alat, dan 4 artikel membahas tentang teknologi proses.
Harapan kami, tulisan-tulisan ilmiah yang disajikan akan memberikan tambahan
pengetahuan kepada pembaca semua. Selain itu, kami juga mengundang para pembaca
mengirimkan tulisan ilmiah untuk terbitan selanjutnya. Redaksi juga mengharapkan kritikan dan
saran dari pembaca dalam rangka meningkatkan kualitas jurnal ini.

Selamat Membaca
Redaksi

Hasil Penelitian Industri i Volume 23, No. 2, Oktober 2010


 
DAFTAR ISI
PENGANTAR REDAKSI .................................................................................................. i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii

ABSTRAK…. ...................................................................................................................... iii

PENGARUH UKURAN PARTIKEL, SF RASIO DAN WAKTU PROSES


TERHADAP RENDEMEN PADA HIDRODISTILASI MINYAK JAHE
(The Influence of Particle Size, SF Ratio and Time of Process
to Yield in Hydrodistillation of Ginger Oil)
Fitriana Djafar, M. Dani Supardan dan Asri Gani ................................................................ 47

DESAIN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE KEMASAN BUAH


UNTUK TRANSPORTASI
(Design and Making Fruit Packaging Prototype for Transportation)
Harry P. Limbong ................................................................................................................. 55

MEMBRAN KHITOSAN UNTUK PENGOLAHAN AIR


SECARA ULTRAFILTRASI
(Chitosan Membrane for Water Treatment by Ultrafiltration)
Sri Aprilia, T. Mukhriza, Liza Lestari .................................................................................. 62

PERLAKUAN AWAL KAYU POPLAR DENGAN MENGGUNAKAN Ca(OH)2


(Long-term Ca(OH)2 Pretreatment of Poplar Wood)
Mirna Rahmah Lubis ............................................................................................................ 69

IDENTIFIKASI SIFAT FISIKO-KIMIA KOMPONEN PENYUSUN MINYAK NILAM


(Identification of Physico-Chemical Properties of Patchouli Oil Components)
Yuliani Aisyah ...................................................................................................................... 79

UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................................. 88

Hasil Penelitian Industri ii Volume 23, No. 2, Oktober 2010


 
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 23, No. 2, Oktober 2010
ABSTRAK

PENGARUH UKURAN PARTIKEL, SF RASIO DAN WAKTU PROSES TERHADAP


RENDEMEN PADA HIDRODISTILASI MINYAK JAHE

Fitriana Djafar1), M. Dani Supardan2) dan Asri Gani2)


1)
Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh
Jl. Cut Nyak Dhien No. 377 Lamteumen Timur Banda Aceh, 23243
2)
Program Studi Magister Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syech Abdurrauf 7 Darussalam Banda Aceh, 23111
Email : vee_3004@yahoo.com

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ukuran partikel bahan, perbandingan pelarut dan
umpan (SF rasio) dan waktu proses, terhadap rendemen minyak jahe yang dihasilkan dari proses
hidrodistilasi. Setiap variabel proses terdiri dari 4 (empat) taraf perlakuan yakni waktu proses terdiri dari
2, 4, 5 dan 6 jam; ukuran partikel terdiri dari 16, 32, 40 dan 60 mesh; SF rasio terdiri dari 8:1, 10:1, 12:1
dan 14:1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas minyak jahe yang dihasilkan
dipengaruhi oleh variabel-variabel proses tersebut. Hasil analisa kromatografi gas menunjukkan lima
komponen terbesar yang terkandung dalam minyak jahe hasil dari proses hidrodistilasi yaitu: ar-
Curcumene (19,72%), Zingiberene (14,13%), β-Sesquiphellandrene (13,49%), Farnesene (10,65%), dan
Germacrene D (4,03%). Rendemen minyak jahe yang diperoleh dari kondisi optimum (ukuran partikel 32
mesh, SF rasio 12:1 dan waktu proses 5 jam) yaitu sebesar 2,97%.

Kata kunci : hidrodistilasi, minyak jahe, rasio, ukuran partikel

DESAIN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE KEMASAN BUAH


UNTUK TRANSPORTASI

Harry P. Limbong
Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan
Jl. Sisingamangaraja 24, Medan

Salah satu permasalahan yang dihadapi petani buah adalah sekitar 20-30 % hasil panen buah-buahan
banyak yang busuk atau tidak layak konsumsi yang disebabkan oleh tidak tepatnya proses pengemasan
pada proses pengangkutan. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang desain dan pembuatan prototipe
kemasan buah untuk transportasi. Penelitian ini dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.
Penelitian ini diawali dengan menganalisa ukuran dari buah-buahan khususnya buah jeruk untuk
menentukan desain dari prototipe peralatan proses. Hasil dari penelitian menunjukkan, bentuk yang cocok
dari kemasan buah adalah bentuk cekung dengan dimensi dari desain kemasan adalah diameter lubang dari
cetakan aluminium 55 hingga 60 mm, panjang 485 mm, lebar 325 mm dan ketebalan 30 mm dengan
jumlah cekukan lubang sebanyak 20 buah. Hasil penelitian untuk kondisi kemasan buah menunjukkan,
diameter lubang kemasan 48,75 mm, berat 229,25 gram, ketebalan 2,36 mm, tinggi 18,37 mm dan jumlah
lubang 18,5 buah.

Kata kunci : cekungan, kemasan, limbah karton, prototipe

Hasil Penelitian Industri iii Volume 23, No. 2, Oktober 2010


 
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 23, No. 2, Oktober 2010
ABSTRAK

MEMBRAN KHITOSAN UNTUK PENGOLAHAN AIR SECARA ULTRAFILTRASI

Sri Aprilia, T. Mukhriza, Liza Lestari


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh
E-mail: sriaprilia@yahoo.com

Salah satu membran alami yang dikembangkan saat ini adalah membran khitosan, namun membran
khitosan yang dihasilkan masih belum sempurna, apalagi untuk dapat diterapkan secara praktis karena
membran yang dihasilkan mempunyai daya tahan yang rendah terhadap tekanan. Untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan terhadap pengolahan air diperlukan membran dengan kinerja tinggi dan spesifik
terhadap pengurangan kadar padatan tersuspensi dalam air. Penelitian ini telah dilakukan untuk
mengetahui kinerja membran terhadap pengaruh penambahan formamida dengan metode inversi fasa
terhadap padatan tersuspensi dalam air sumur dengan metode ultrafiltrasi untuk mendapatkan air yang
memenuhi syarat-syarat air minum. Konsentrasi polimer khitosan yang digunakan adalah 5%, konsentrasi
formamida sebagai bahan pembentukan pori membran divariasikan sebesar 0%, 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%,
serta pelarut yang digunakan adalah asam asetat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluks terbesar yang
diperoleh pada membran dengan konsentrasi formamida 10%, membran ini memiliki fluks pada
pengolahan air sumur sebesar 0,494 ml/det.m2 dan nilai rejeksi 96,71%. Membran ini dapat menurunkan
padatan tersuspensi dan kekeruhan sehingga air sumur yang diolah layak digunakan sebagai air minum.
Kata kunci: fluks, formamida, khitosan, membran ultrafiltrasi, padatan tersuspensi

PERLAKUAN AWAL KAYU POPLAR DENGAN MENGGUNAKAN Ca(OH)2

Mirna Rahmah Lubis


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Syech Abdurrauf No. 7, Darussalam, Banda Aceh, 23111
e-mail: mirnarahmahlubis@yahoo.com

Kayu poplar merupakan sumber daya yang unik yang bermanfaat untuk bahan bakar organik yang aman
bagi lingkungan. Studi ini menyelidiki perlakuan awal yang terlibat dalam proses biokonversinya.
Perlakuan awal dilakukan guna menghasilkan yield yang tinggi untuk perdagangan dengan cara mengubah
karakteristik kunci biomassa tersebut secara metodik sehingga sesuai dengan hidrolisis enzimatik. Studi
ini menilai perubahan komposisi yang disebabkan oleh perlakuan awal kayu poplar dengan menggunakan
kapur dalam jangka panjang dan pengaruhnya pada yield glukan dan xylan. Yield perlakuan awal lignin
yang dihasilkan adalah 29 g lignin sisa/100 g lignin dalam biomassa baku, dan selesai selama 12 minggu
perlakuan awal dengan kapur pada 65oC dalam kondisi oksidatif. Yield perlakuan awal glukan dan xylan
adalah 67 g glukan yang direkoveri/100 g glukan dalam biomassa dan 54,3 g xylan yang direkoveri/100 g
xylan dalam biomassa baku. Karena ada studi sebelumnya mengenai perlakuan awal corn stover dengan
menggunakan kapur dalam jangka panjang, maka data dalam kerja ini memberikan pengaruh penggunaan
lignoselulosa kayu sebagai substrat. Dari perbandingan tersebut, tampak bahwa untuk kayu poplar yang
diolah secara oksidatif pada 65oC selama 12 minggu, lignin yang terpisah lebih sedikit dan karbohidrat
yang terlarut lebih banyak; tetapi, yield glukan hampir sama dan yield xylan lebih tinggi daripada yang
dilaporkan oleh Kim untuk corn stover. Yield glukan yang lebih rendah yang dihasilkan dari poplar wood
tersebut disebabkan oleh yield perlakuan awal glukan yang lebih rendah. Neraca massanya penting untuk
disempurnakan yang meliputi analisis tentang cairan dari perlakuan awal untuk menentukan apakah
glukan terlarut tersebut telah terdegradasi.
Kata Kunci: hidrolisis, kapur, kayu poplar, xylan, yield glucan

Hasil Penelitian Industri iv Volume 23, No. 2, Oktober 2010


 
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 23, No. 2, Oktober2010
ABSTRAK

IDENTIFIKASI SIFAT FISIKO-KIMIA KOMPONEN PENYUSUN MINYAK NILAM

Yuliani Aisyah
Jurusan THP, Fakultas Pertanian - Universitas Syiah Kuala

Telah dilakukan penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi sifat fisiko-kimia komponen penyusun
minyak nilam. Analisis komposisi kimia penyusun minyak nilam dilakukan menggunakan kromatografi
gas spectra spektrofotometri. Sifat fisiko-kimia dihitung menggunakan metoda molecular mechanics pada
program Hyperchem, meliputi diameter efektif, hidrofobisitas, momen dwikutub dan polarisabilitas. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa patchouli alkohol mempunyai nilai hidrofobisitas lebih rendah dan
mempunyai nilai momen dwikutub lebih tinggi dibandingkan dengan komponen penyusun minyak nilam
yang lain. Perbedaan hidrofobisitas tersebut diduga dapat digunakan sebagai dasar mekanisme pemisahan
untuk meningkatkan kadar patchouli alkohol di dalam minyak nilam.

Kata kunci: hidrofobisitas, minyak nilam, momen dwikutub, program Hyperchem, sifat fisiko-kimia.

Hasil Penelitian Industri v Volume 23, No. 2, Oktober 2010


 
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 23, No. 2, Oktober 2010
ABSTRACT

THE INFLUENCE OF PARTICLE SIZE, SF RATIO AND TIME OF PROCESS TO


YIELD IN HYDRODISTILLATION OF GINGER OIL

Fitriana Djafar1), M. Dani Supardan2) dan Asri Gani2)


1)
Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh
Jl. Cut Nyak Dhien No. 377 Lamteumen Timur Banda Aceh, 23243
2)
Program Studi Magister Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syech Abdurrauf 7 Darussalam Banda Aceh, 23111
Email : vee_3004@yahoo.com

This research aims to study the influence of particle size, solvent to feed ratio (SF ratio) and time of
process to yield in hydrodistillation of ginger oil. Each process variable consists of four treatment
standards that is process time consist of 2, 4, 5 and 6 hour; particle size consists of 16,32,40 and 60 mesh;
SF ratio consists of 8: 1, 10: 1, 12: 1 and 14: 1. The result showed that quality and quantity of ginger oil
that produced has influenced by variable process. The GCMS analysis shows five biggest components that
implieds in ginger oil from process hidrodistilasi that is ar-curcumene (19,72%, zingiberene (14,13%
sesquiphellandrene (13,49%, farnesene (10,65% and germacrene d (4,03%). The yield of ginger oil that
got from optimum condition (particle size 32 mesh, SF ratio 12: 1 and process time 5 hours) that is as big
as 2,97%.

Keywords: ginger oil, hydrodistilation, particle size, ratio

DESIGN AND MAKING FRUIT PACKAGING PROTOTYPE FOR


TRANSPORTATION
Harry P. Limbong
Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan
Jl. Sisingamangaraja 24, Medan

One of the problems faced by producers of harvest fruit about 20-30% of total production was
inappropriate consumption caused by improper containers to keep fruit in good condition and fresh during
transportation process. Reason this, have been done research about design and making fruit packaging
prototype for transportation. This research was conducted in Medan Research and Standardization
Industrial Institute. This research began with analyze the size of the fruit, especially oranges fruit to
determine design of prototype processing machine. Result of research show, the compatible form of
packaging is a flute shape with dimensions of packaging design is: hole diameter of aluminum mold 55 to
60 mm, length 485 mm, width 325 mm and thickness 30 mm, number of holes (flute) 20 pieces. The result
of research for packaging fruit condition show, diameter of the hole packaged 48,75 mm, weight 229,25 g,
thickness 2,36 mm, high 18,37 mm and number of holes 18,5 pieces.

Keywords: flute, packaging, prototype, waste cardboard

Hasil Penelitian Industri vi Volume 23, No. 2, Oktober 2010


 
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 23, No. 2, Oktober 2010
ABSTRACT

CHITOSAN MEMBRANE FOR WATER TREATMENT BY


ULTRAFILTRATION
Sri Aprilia, T. Mukhriza, Liza Lestari
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh
E-mail: sriaprilia@yahoo.com

One of the original membrane that develop in the year is chitosan membrane, but this membrane still not
good, the other hand membrane like this can not be used by practis, because this membrane will be
damage by presure. To get the good results for water treatment is need membrane that have good
performance and specific to decrease suspended solid. This research has done to know performance of the
membrane for effect of addition formamida concentration with infersion phase method, and can remove
suspended solid in well water with ultrafiltration method to get the water that have standard dringking
water. Chitosan polymer concentration was used 5%, formamida concentration was used in variation of
research were 0%, 2,5%, 5%, 7,5% and 10%, and the acetic acid as a solvent. The result shown that fluxs
increase at formamide concentration 10%, it is have fluks as 0,494 ml/det.m2 and rejection 96,71%. This
membrane can reduce suspended solid dan turbidity so that the good water can use as drinking water.
Keywords: chitosan, fluxs, formamide, suspended solid, ultrafiltration membrane

LONG-TERM Ca(OH)2 PRETREATMENT OF POPLAR WOOD


Mirna Rahmah Lubis
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Syech Abdurrauf No. 7, Darussalam, Banda Aceh, 23111
e-mail: mirnarahmahlubis@yahoo.com

Poplar wood provides a unique and sustainable resource for environmentally safe organic fuels and
chemicals. This study investigated the pretreatment step involved in bioconversion processes.
Pretreatment is conducted to realize high yields vital to commercial success. The purpose of the
pretreatment is to methodically change key features of the biomass to favor enzymatic hydrolysis. This
work assesses the compositional changes due to oxidative and non-oxidative longterm lime pretreatment
of poplar wood and their effect on the yield of glucan and xylan. The resulted pretreatment yield of lignin
was 29 g lignin remaining/100 g lignin in raw biomass, and was accomplished for 12-week lime
pretreatment at 65ºC in oxidative conditions. The resulted pretreatment yields of glucan and xylan were 67
g glucan recovered/100 g glucan in raw biomass and 54,3 g xylan recovered/100 g xylan in raw biomass
respectively. Because there is a previous study of long-term lime pretreatment of corn stover, the data in
this work show the effect of using woody lignocellulose as substrate. From the comparison, resulted that
in the case of poplar wood oxidatively pretreated at 65oC for 12 weeks, less lignin was removed and more
carbohydrates were solubilized; however, glucan yield was almost equal and xylan yield was higher than
the reported by Kim for corn stover. The lower yield of glucan resulted from poplar wood because of the
lower pretreatment yield of glucan. It is important to complete the mass balances including an analysis on
the pretreatment liquor to determine if the solubilized glucan was degraded.
Keywords: glucan yield, hydrolisis, lime, poplar wood, xylan

Hasil Penelitian Industri vii Volume 23, No. 2, Oktober 2010


 
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 23, No. 2, Oktober 2010
ABSTRACT

IDENTIFICATION OF PHYSICO-CHEMICAL PROPERTIES OF


PATCHOULI OIL COMPONENTS
Yuliani Aisyah
Jurusan THP, Fakultas Pertanian - Universitas Syiah Kuala

ABSTRACT
This study was carried out in order to identify physico-chemical properties of patchouli oil components.
Analysis chemical composition of patchouli oil was carried out using gas chromatography mass
spectrophotometry. The physico-chemical properties were calculated by molecular mechanics methods in
hyperchem programme. The physico-chemical properties namely effective diameter, hydrophobicity,
dipole moment and polarisability. It was found that patchouli alcohol has lower hydrophobicity and higher
dipole moment values than other components. The difference of hydrophobicity of patchouli alcohol and
other components were considered as mechanism to increase patchouli alcohol content in patchouli oil.

Keywords: dipole moment, hydrophobicity, hyperchem program, patchouli oil, physico-chemical


properties.

Hasil Penelitian Industri viii Volume 23, No. 2, Oktober 2010


 
PENGARUH UKURAN PARTIKEL, SF RASIO DAN WAKTU PROSES
TERHADAP RENDEMEN PADA HIDRODISTILASI MINYAK JAHE
(The Influence of Particle Size, SF Ratio and Time of Process to Yield in
Hydrodistillation of Ginger Oil)

Fitriana Djafar1), M. Dani Supardan2) dan Asri Gani2)


1)
Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh
Jl. Cut Nyak Dhien No. 377 Lamteumen Timur Banda Aceh, 23243
2)
Program Studi Magister Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syech Abdurrauf 7 Darussalam Banda Aceh, 23111
Email : vee_3004@yahoo.com

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ukuran partikel bahan,
perbandingan pelarut dan umpan (SF rasio) dan waktu proses, terhadap rendemen minyak jahe
yang dihasilkan dari proses hidrodistilasi. Setiap variabel proses terdiri dari 4 (empat) taraf
perlakuan yakni waktu proses terdiri dari 2, 4, 5 dan 6 jam; ukuran partikel terdiri dari 16, 32,
40 dan 60 mesh; SF rasio terdiri dari 8:1, 10:1, 12:1 dan 14:1. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kualitas dan kuantitas minyak jahe yang dihasilkan dipengaruhi oleh variabel-variabel
proses tersebut. Hasil analisa kromatografi gas menunjukkan lima komponen terbesar yang
terkandung dalam minyak jahe hasil dari proses hidrodistilasi yaitu: ar-Curcumene (19,72%),
Zingiberene (14,13%), β-Sesquiphellandrene (13,49%), Farnesene (10,65%), dan Germacrene D
(4,03%). Rendemen minyak jahe yang diperoleh dari kondisi optimum (ukuran partikel 32 mesh,
SF rasio 12:1 dan waktu proses 5 jam) yaitu sebesar 2,97%.
Kata kunci: hidrodistilasi, minyak jahe, rasio, ukuran partikel

ABSTRACT. This research aims to study the influence of particle size, solvent to feed ratio (SF
ratio) and time of process to yield in hydrodistillation of ginger oil. Each process variable
consists of four treatment standards that is process time consist of 2, 4, 5 and 6 hour; particle size
consists of 16,32,40 and 60 mesh; SF ratio consists of 8:1, 10:1, 12:1 and 14:1. The result
showed that quality and quantity of ginger oil that produced has influenced by variable process.
The GCMS analysis shows five biggest components that implieds in ginger oil from process
hidrodistilasi that is ar-Curcumene (19,72%), Zingiberene (14,13%), Sesquiphellandrene
(13,49%), Farnesene (10,65%) and Germacrene D (4,03%). The yield of ginger oil that got from
optimum condition (particle size 32 mesh, SF ratio 12:1 and process time 5 hours) that is as big
as 2,97%.
Keywords: ginger oil, hydrodistilation, particle size, ratio

1. PENDAHULUAN menguap karena terdiri atas campuran


komponen yang mudah menguap dengan
Salah satu produk olahan jahe yang komposisi dan titik didih yang berbeda.
sangat bermanfaat adalah minyak atsiri jahe. Sebagian besar minyak atsiri diperoleh dengan
Minyak atsiri adalah minyak yang mudah cara penyulingan atau hidrodistilasi (Stahl-
Hasil Penelitian Industri 47 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
Biskup & Sa’ez, 2002). Kelemahan rumah tangga. Hal ini terkait dengan besarnya
hidrodistilasi antara lain adalah kemungkinan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk
hilangnya komponen-komponen minyak atsiri dapat berproduksi dengan menggunakan
karena bersifat larut dalam air (Damjanovic, teknik-teknik tersebut.
2003). Selain itu, penggunaan energi yang Hidrodistilasi merupakan metode yang
cukup besar selama proses penyulingan. umum dipakai untuk mengekstrak minyak
Namun, mengingat proses dan peralatan yang atsiri dari suatu tanaman (Guenther, 1998).
digunakan cukup sederhana, hidrodistilasi Metode hidrodistilasi masih sangat potensial
masih menjadi pilihan untuk mendapatkan untuk diaplikasi di negara-negara berkembang
minyak atsiri dari berbagai tumbuhan seperti halnya Indonesia karena metode ini
penghasil minyak atsiri. cukup praktis, peralatannya sederhana, murah,
Minyak atsiri banyak digunakan dalam aman dalam pengoperasiannya serta ramah
berbagai bidang industri, seperti industri lingkungan (Milojevic dkk., 2008). Metode ini
farfum, kosmetik, essence, farmasi dan sudah banyak diaplikasikan pada skala industri
flavoring agent. Selain itu, minyak atsiri dari kecil maupun besar (Manzan dkk., 2003).
beberapa jenis tumbuhan bersifat aktif biologis Metode hidrodistilasi mempunyai keuntungan
sebagai antibakteri dan anti jamur sehingga karena dapat mengekstrak minyak dari bahan
dapat dipergunakan sebagai bahan pengawet yang berbentuk bubuk (akar, kulit, kayu dan
pada makanan dan sebagai antibiotik alami sebagainya) dan beberapa bahan yang mudah
(Pino dkk., 2004). menggumpal jika disuling dengan uap seperti
Dewasa ini, telah banyak dikembangkan jenis bunga-bungaan (bunga mawar dan
teknik-teknik baru untuk memperoleh produk orange blossom). Pengolahan minyak atsiri
olahan jahe seperti minyak jahe dan oleoresin dengan metode hidrodistilasi dikenal sebagai
jahe. Beberapa peneliti melaporkan metode konvensional yang didasarkan pada
penggunaan teknik-teknik baru tersebut, prinsip bahwa campuran (uap minyak dan uap
diantaranya: Badalyan dkk. (1998) air) mempunyai titik didih sedikit lebih rendah
menggunakan karbondioksida (CO2) dan dari titik didih uap air murni, sehingga
etanol sebagai pelarut untuk mengekstrak jahe campuran uap mengandung minyak memiliki
Australia. Dengan menggunakan pelarut yang jumlah yang lebih besar. Dengan pengurangan
sama Zancan dkk. (2002) mengekstrak kecepatan kohobasi, maka kandungan minyak
oleoresin jahe untuk dimanfaatkan sebagai dalam destilat akan lebih besar disebabkan
antioksidan. Alfaro dkk. (2003) mengekstrak oleh uap yang keluar akan lebih jenuh oleh uap
jahe menggunakan metode Microwave minyak. Rendemen yang diperoleh dari
Assisted Process (MAP) extraction. Braga metode hidrodistilasi sangat ditentukan oleh
(2006) menggunakan metode fluida beberapa faktor antara lain ukuran bahan,
superkritik untuk mengekstrak kunyit dan jumlah (rasio) bahan dan air yang digunakan,
jahe. Aplikasi metode distilasi microwave perlakuan pengadukan serta waktu proses.
untuk mengekstrak komponen volatil dalam Minyak atsiri yang disuling dari jahe
jahe dilakukan oleh Yu dkk. (2007). berwarna kuning bening sampai kuning tua
Metode lain yang juga telah bila bahan yang digunakan cukup kering.
diaplikasikan untuk mengekstrak jahe adalah Lama penyulingan dapat berlangsung sekitar
metode gelombang ultrasonik (Balacandran 10–15 jam, agar minyak dapat tersuling
dkk., 2006). Namun teknik-teknik tersebut semua. Purseglove dkk. (1981) dan Koswara
belum memungkinkan diaplikasikan di (1995) menjelaskan bahwa rimpang jahe segar
Indonesia mengingat sebagian besar produksi mengandung minyak atsiri sebanyak 0,4% dan
olahan jahe khususnya minyak jahe masih oleoresin sekitar 0,4-3,1%. Umumnya rimpang
diusahakan oleh masyarakat dalam skala jahe kering mengandung minyak atsiri sekitar
Hasil Penelitian Industri 48 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
1-3%, namun untuk jahe kering dan jenis • Variabel berubah:
tertentu, kandungan minyak atsirinya berkisar a. SF Rasio : 8:1, 10:1, 12:1, 14:1
antara 0,5-4,4%. Santoso (1994) dan Koswara b. Ukuran Partikel : 16, 32, 40, 60 Mesh
(1995) menyatakan bahwa jahe putih kecil c. Waktu Proses: 2, 4, 5, 6 jam
memiliki kadar minyak sekitar 1,5 – 3,3%.
Penelitian ini bertujuan untuk 2.3. Prosedur Percobaan
mempelajari pengaruh ukuran partikel bahan,
rasio bahan dan air, serta waktu proses Rimpang dibersihkan dan dirajang
terhadap rendemen minyak jahe yang setebal ± 2 mm, kemudian dikeringkan.
dihasilkan. Hasil penelitian ini diharapkan Pengeringan dilakukan selama 2 hari,
menjadi informasi yang dapat digunakan untuk selanjutnya digiling dan diayak sesuai variabel
mengembangkan suatu teknologi proses percobaan. Bubuk jahe ditimbang sebanyak
penyulingan minyak jahe, menjadi produk 150 g lalu dimasukkan ke dalam ketel suling
yang bernilai ekonomis dan sesuai standar tipe Clevenger, kemudian ditambahkan air
mutu dengan proses pengolahan yang aplikatif sebagai pelarut dengan jumlah tertentu sesuai
baik pada skala pilot plant maupun skala perbandingan (solvent yaitu air terhadap
penuh. feed/umpan yaitu bubuk jahe atau SF rasio)
yang telah ditetapkan. Campuran air dan
2. METODOLOGI bubuk jahe kemudian dipanaskan hingga
diperoleh destilat yang mengandung minyak.
2.1. Bahan dan Alat Destilat yang mengandung minyak dan air
membentuk dua lapisan. Minyak dan air
Bahan yang digunakan ini adalah jahe dipisahkan dengan corong pemisah. Distilasi
sunti yang berasal dari Pasar Kota Bireuen diakhiri hingga destilat tidak lagi mengandung
Provinci Aceh, air suling, Na2SO4 anhidrat, minyak.
aseton, benzena, KOH, indikator pp, H2SO4 Minyak yang diperoleh dikeringkan
(pekat), MgSO4 anhidrat, NaOH, metanol dengan menambah Na2SO4 anhidrous
HPLC grade, acetonitril HPLC grade, water secukupnya untuk mengikat air yang masih
HPLC grade, dan kertas saring. terdapat dalam minyak, kemudian disaring
Alat yang digunakan adalah GCMS QP untuk memperoleh minyaknya. Minyak yang
2010 Shimadzu, oven Memmert-USA, heater, diperoleh ditentukan rendemen dan indeks
neraca analitik Mettler Toledo, pompa bias. Skema peralatan hidrodistilasi tipe
sirkulasi air, stop watch, termometer, soxhlet, Clevenger yang digunakan dalam penelitian
labu didih, pendingin tegak, penangas air, ini ditampilkan pada Gambar 1.
timbangan kasar, piknometer, polarimeter
Reichert Leica, refractometer-Reichert Leica,
blender, ayakan (16, 32, 40 dan 60 mesh) dan
alat-alat gelas.

2.2. Variabel Percobaan

Adapun variabel percobaan meliputi


variabel tetap dan variabel berubah.
• Varibel tetap:
a. Temperatur proses : 100oC
Gambar 1. Skema peralatan hidrodistilasi tipe
b. Bobot bahan : 150 g
clavenger (Milojevic dkk., 2008).
c. Pelarut : Air suling
Hasil Penelitian Industri 49 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
Pemanas listrik yang digunakan adalah yang memiliki mutu baik menurut standar SNI
electromantle (EM2000/C, Electrothermal adalah minyak jahe yang memiliki angka
Engineering Ltd., UK, 500 W). Identifikasi putaran optik negatif.
komponen kimia yang terkandung dalam Berdasarkan penelitian Djanaka (1973)
minyak jahe menggunakan GCMS. di dalam Djubaedah (2007) diketahui bahwa
komponen fraksi-fraksi ringan yang
3. HASIL DAN PEMBAHASAN terkandung pada minyak jahe yang diperoleh
pada fraksi-fraksi awal proses penyulingan
3.1. Komposisi Minyak Jahe mempunyai putaran optik positif, namun nilai
positifnya akan berkurang pada fraksi-fraksi
Minyak jahe yang dihasilkan dari berikutnya. Komponen kimia fraksi-fraksi
penelitian secara umum menunjukkan ringan yang tergolong dalam senyawa terpene
karakteristik yang hampir sama yaitu berwarna yang menyebabkan putaran optik minyak jahe
kuning terang dan berbau khas. Analisa bernilai positif adalah α-pinene, camphene,
komposisi minyak jahe dilakukan dengan myrcene dan cineole. Komponen kimia yang
menggunakan GCMS. Kromatogram hasil sebaiknya terkandung dalam minyak jahe
analisa GCMS minyak jahe yang diperoleh adalah senyawaan fraksi berat seperti senyawa
dari proses hidrodistilasi selama 5 jam pada phenol (Gingerol, shogaol), senyawa
suhu 100oC sebagaimana terlihat pada Gambar sesquiterpene (zingeberen, zingeron, damar,
2. pati) dan senyawa monoterpene (citral,
borneol). Minyak jahe yang dihasilkan pada
penelitian ini masih perlu dilakukan
pemurnian lebih lanjut untuk dapat
meningkatkan kualitas mutunya. Djanaka
(1973) di dalam Djubaedah (2007)
menjelaskan bahwa peningkatan kualitas mutu
minyak jahe yang memiliki putaran optik
positif ini dapat dilakukan dengan
menghilangkan atau mengurangi komponen-
komponen fraksi ringan yang memiliki angka
putaran optik positif, yakni dengan
memisahkan unsur-unsur terpen melalui
Gambar 2. Kromatogram minyak jahe metode
proses detepenisasi. Deterpenisasi untuk
hidrodistilasi selama 5 jam mengurangi fraksi-fraksi ringan pada minyak
jahe dapat dilakukan melalui distilasi
Hasil kromatogram sebagaimana bertekanan rendah maupun distilasi uap
ditampilkan pada Gambar 2 terdiri dari peak- (Djubaedah dkk., 2007). Jika komponen
peak rendah yang menunjukkan bahwa tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan
sebagian besar komponen yang terkandung maka minyak jahe akan mempunyai angka
dalam minyak jahe merupakan fraksi ringan putaran optik negatif. Dengan demikian
yang tergolong dalam senyawa terpene. minyak jahe yang dihasilkan dapat memenuhi
Fraksi-fraksi ringan tersebut pada umumnya persyaratan mutu yang sebagaimana yang
memiliki angka putaran optik bernilai positif telah ditetapkan dalam SNI Minyak Jahe
yang dapat menyebabkan mutu minyak jahe Nomor 06-1312-1989 serta dapat diterima oleh
yang dihasilkan tergolong rendah dan sering pasar.
mengalami penolakan oleh pasar. Minyak jahe Hasil analisa komponen menunjukkan
bahwa lima komponen terbesar yang
Hasil Penelitian Industri 50 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
terkandung dalam minyak jahe hasil dari minyak jahe proses hidrodistilasi dengan
proses hidrodistilasi sebagaimana terdapat pengadukan pada berbagai SF rasio
pada Tabel 1 yaitu: ar-Curcumene (19,72%), sebagaimana terlihat pada Gambar 3.
Zingiberene (14,13%), β-Sesquiphellandrene Secara umum terlihat bahwa pada
(13,49%), Farnesene (10,65%), dan penggunaan bahan dengan ukuran partikel jahe
Germacrene D (4,03%). Sebagai pembanding, 16 mesh perolehan rendemen minyak jahe
komposisi minyak jahe yang diperoleh dari masih relatif kecil karena ukuran partikelnya
penelitian Yu dkk., (2007) juga ditampilkan cukup besar. Ukuran partikel yang besar akan
pada Tabel 1. mengakibatkan luas bidang sentuh antara
bahan dan pelarut menjadi kecil dimana proses
Tabel 1. Komposisi minyak jahe dari hasil analisa difusi yang terjadi pada proses hidrodistilasi
GC-MS akan berlangsung sangat lambat sehingga
Hasil Penelitian*) % Yu dkk., (2007)**) %
jumlah minyak jahe yang terekstrak juga akan
ar-Curcumene 19.72 ar-Curcumene 3.59 semakin kecil. Luas bidang sentuh yang kecil
Zingiberene 14.13 Zingiberene 15.48 juga akan mengakibatkan proses penetrasi
Germacrene D 4.03 Germacrene D 0.64 pelarut ke dalam bahan akan semakin kecil.
Farnesene 10.65 Farnesene 2.51 Namun, pada ukuran partikel jahe 32 mesh
β-Sesquiphellandrene 13.49 β-Sesquiphellandrene 5.54
grafik perolehan rendemen mengalami
Keterangan: peningkatan, dimana pada ukuran partikel ini
*)
Metode hidrodistilasi sistem kohobasi diperoleh rata-rata rendemen minyak jahe
**)
Metode microwave distillation and solid-phase yang besar dibandingkan dari ukuran partikel
microextraction (MD-SPME)
lainnya. Perolehan rendemen minyak jahe
pada ukuran partikel jahe 40 dan 60 mesh
3.2. Pengaruh Ukuran Partikel dan SF
menunjukkan kecenderungan menurun.
Rasio
Penurunan jumlah rendemen tersebut karena
Pengaruh ukuran partikel terhadap rata- ukuran partikelnya sangat halus sehingga
rata rendemen minyak jahe dari proses dapat kemungkinan jumlah minyak atsiri yang
dilihat pada Gambar 3. terdapat pada bahan baku jahe tersebut telah
terjadi banyak kehilangan pada tahap
3,50 persiapan bahan baku terutama pada proses
3,00
penggilingan. Ukuran bahan yang terlalu halus
2,50
dan terlalu besar tidak memberikan
peningkatan terhadap perolehan rendemen
Rendemen (%)

2,00
minyak jahe yang diproses dengan
hidrodistilasi sistem kohobasi. Nursiani (2002)
1,50
SF rasio 8:1
1,00 SF rasio 10:1
menjelaskan hal yang sama pada saat
SF rasio 12:1
0,50
SF rasio 14:1 melakukan percobaan ekstraksi oleoresin jahe
0,00
8 16 24 32 40 48 56 64
menggunakan pelarut etanol dan etil asetat.
Ukuran partikel (mesh) Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada
proses hidrodistilasi penggunaan ukuran
Gambar 3. Pengaruh ukuran partikel terhadap partikel yang besar dan terlalu halus tidak
rendemen minyak jahe proses efektif dalam menghasilkan rendemen. Selain
hidrodistilasi pada waktu proses 5 jam itu, untuk memperoleh partikel bahan yang
lebih kecil akan membutuhkan tenaga dan
Variabel ukuran partikel yang digunakan biaya yang lebih besar (Ketaren dan Melinda,
pada penelitan ini memberikan pengaruh 1994).
cukup signifikan terhadap perolehan rendemen
Hasil Penelitian Industri 51 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
3.3. Pengaruh Rasio terhadap Bahan dan mengalami kejenuhan maka tidak terjadi lagi
Umpan/SF Rasio proses difusi antara bahan dan pelarut. Dengan
demikian penambahan pelarut yang lebih
Pengaruh SF rasio terhadap rendemen banyak lagi tidak akan menambah daya
minyak jahe dapat diketahui dari hubungan ekstrak komponen minyak jahe pada proses
waktu proses terhadap rendemen minyak jahe hidrodistilasi tersebut. Hasil penelitian ini
proses hidrodistilasi pada berbagai SF rasio bersesuaian dengan hasil yang dilaporkan oleh
sebagaimana terlihat pada Gambar 4. Yonei dkk. (1995) dan Badalyan dkk. (1998)
SF rasio mempunyai pengaruh yang dimana rasio merupakan salah satu faktor
cukup signifikan terhadap rendemen minyak penting yang menentukan komposisi dari
jahe pada proses hidrodistilasi. Perolehan minyak jahe hasil ekstraksi.
rendemen pada berbagai SF rasio
menunjukkan kenaikan pada waktu proses 2 3.4. Pengaruh Waktu Proses
hingga 5 jam, namun setelah waktu proses
setelah 5 jam cenderung mengalami Pengaruh waktu proses terhadap
penurunan. Secara umum dapat disimpulkan rendemen minyak jahe proses hidrodistilasi
bahwa rendemen minyak yang diperoleh pada SF rasio 12:1 dapat dilihat pada Gambar
semakin meningkat seiring dengan semakin 5.
besar SF rasio. Namun, pada SF Rasio 14:1
rendemen minyak cenderung mengalami 3,5
penurunan, hal ini disebabkan karena pelarut
3
mempunyai keterbatasan dalam mengekstrak
komponen-komponen minyak jahe saat jumlah 2,5
Rendemen (%)

pelarutnya kecil (SF rasio kecil). 2

1,5
16 mesh

3,50 1 32 mesh
40 mesh
3,00 0,5 60 mesh

2,50 0
Rendemen (%)

1 2 3 4 5 6
2,00 Waktu proses (jam)

1,50
SF rasio 8:1
Gambar 5. Pengaruh waktu proses terhadap
1,00 SF rasio 10:1
rendemen minyak jahe proses
SF rasio 12:1
0,50
SF rasio 14:1
hidrodistilasi pada SF rasio 12:1
0,00
1 2 3 4 5 6
Waktu proses memberikan pengaruh
Waktu proses (jam)
yang signifikan terhadap peningkatan
rendemen minyak jahe yang dihasilkan dari
Gambar 4. Hubungan waktu proses terhadap
proses hidrodistilasi pada SF rasio 12:1
rendemen minyak jahe proses
hidrodistilasi pada berbagai SF rasio
sebagaimana terlihat pada Gambar 5.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa
Pertambahan jumlah pelarut dapat perolehan rendemen minyak jahe semakin
meningkatkan kemampuan pelarut dalam meningkat seiring dengan semakin lamanya
mengekstrak komponen-komponen minyak waktu proses. Rendemen minyak pada
jahe. Akan tetapi, dalam suatu proses berbagai ukuran partikel mengalami
hidrodistilasi bila pada harga SF rasio tertentu peningkatan yang cukup signifikan mulai
komponen-komponen tersebut sudah waktu proses 2 hingga 5 jam.

Hasil Penelitian Industri 52 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


Peningkatan rendemen minyak pada terhadap perolehan rendemen minyak jahe
waktu proses hingga 5 jam disebabkan oleh dari proses hidrodistilasi. Rendemen
semakin banyaknya panas yang diterima oleh minyak jahe yang diperoleh dari kondisi
bahan untuk menguapkan sel-sel minyak dari optimum (ukuran partikel 32 mesh, SF
bahan dan semakin banyak uap yang kontak rasio 12:1 dan waktu proses 5 jam) yaitu
dengan sel-sel minyak pada jaringan bahan, sebesar 2,97%.
sehingga minyak yang terekstrak juga akan
semakin banyak. Selain itu, semakin lama SARAN
penyulingan maka semakin banyak panas yang
diterima dan proses difusi akan meningkat Pengembangan proses perlu terus
sehingga proses penyulingan semakin dilakukan untuk mendapatkan hasil dengan
dipercepat (Rusli, 1988). Waktu penyulingan kualitas dan kuantitas yang maksimal,
yang semakin lama juga akan memberikan terutama pada perlakuan optimum yang
kesempatan bersentuhan antara pelarut dengan diperoleh dalam penelitian ini.
bahan yang semakin besar. Dengan demikian,
kelarutan komponen yang dapat larut dalam DAFTAR PUSTAKA
pelarut akan semakin besar. Kelarutan bahan
akan terus meningkat seiring dengan Alfaro, M.J., J.M.R. Belanger, F.C. Padilla,
bertambahnya waktu penyulingan hingga J.R.J. Pare. 2003. Food Research
timbulnya kejenuhan pada pelarut (Ketaren International. Influence of Solven, Matrik
dan Suastawa, 1995). Perolehan rendemen Dielectric Properties, and Applied
minyak jahe pada waktu proses setelah 5 jam Power on The Liquid-Phase Microwave-
cenderung mengalami penurunan yang cukup Assisted Processes Extraction of Ginger.
signifikan. Penurunan perolehan rendemen 36. 499-504.
tersebut dapat disebabkan karena pada waktu
proses 6 jam konsentrasi pelarut dan minyak Badalyan, A.G., G.T. Wilkinson, B.S. Chun.
sudah mengalami kejenuhan sehingga proses 1998. Journal of Supercritical Fluids.
difusi antara bahan dan pelarut terjadi sangat Extraction of Australian Ginger Root
lambat. Dengan demikian penambahan waktu with Carbon Dioxide and Ethanol
proses yang lebih lama tidak akan menambah Entrainer. 13. 319-324.
daya ekstrak komponen minyak jahe pada Balachandran, S., S.E. Kentish, R. Mawson,
proses hidrodistilasi tersebut. Rendemen M. Ashokkumar. 2006. Ultrasonics
tertinggi diperoleh dari jahe yang memiliki Sonochemistry. Ultrasonic Enhancement
ukuran partikel 32 mesh dengan waktu proses of The Supercritical Extraction from
5 jam yaitu sebesar 2,97%. Ginger. 13. 471-479.
4. KESIMPULAN Braga, M.E.M., S.R.M. Moreschi, M.A.A.
Meireles. 2006. Carbohydrate Polymers.
1. Hasil analisa komponen menunjukkan Effects of Supercritical Fluid Extraction
bahwa lima komponen terbesar yang on Curcuma longa L. and Zingiber
terkandung dalam minyak jahe hasil dari officinale R. Starches. 63. 340-346,
proses hidrodistilasi yaitu: ar-Curcumene,
Zingiberene, β-Sesquiphellandrene, Damjanovic, B. M. 2003. Journal of Essential
Farnesene, dan Germacrene . Oil Research. A Comparison Between
2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa The Oil, Hexane Extract and
ukuran partikel, SF rasio dan waktu proses Supercritical Carbon Dioxide Extract of
memberikan pengaruh yang signifikan Juniperus communis L.. 1–3.

Hasil Penelitian Industri 53 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


Djubaedah, E., A. Moestafa, Sri Harjanto, Pino, J.A., R. Marbot, A. Rosado, A. Batista.
Asep Suhendi, Tina Agustina dan 2004. J. Ess. Oil Res.. 16. 186–188.
Dadang Arif. 2007. Pengembangan
Proses Deterpenisasi untuk Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Geen,
Meningkatkan Nilai Tambah Minyak S.R.J. Robbins. 1981. Spices. Vol. II.
Atsiri (Minyak Jahe). Badan Penelitian London dan New York. Logman Group
dan Pengembangan Industri, Balai Ltd.
Besar Industri Agro. Bogor.
Rusli, S., D. Rahmawan. 1988. Bulletin
Guenther, E. 1998. Minyak Atsiri. Jilid I. Edisi Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Ke 4. Jakarta. Universitas Indonesia Pengaruh Cara Pengirisan dan Tipe
Press. Pengeringan Terhadap Mutu Jahe
Kering. 3. 80-83.
Ketaren, S., M. Melinda. 1994. Jurnal
Teknologi Industri Pertanian. Pengaruh Santoso, H.B. 1994. Jahe Gajah.Yogyakarta.
Ukuran Bahan dan Kondisi Ekstraksi Kannisius.
Terhadap Rendemen dan Mutu Oleoresin
Bunga Cengkeh. 4. 12-19. Stahl-Biskup, E., Sa´ez, F. 2002. Thyme the
Genus Thymus. NY, NJ, Taylor &
Ketaren, S., I.G.M. Suastawa. 1995. Jurnal Francis.
Teknologi Industri Pertanian. Pengaruh
Tingkat Mutu Buah Panili dan Nisbah Yonei, Y., H. Ohinata, R. Yoshida, Y.
Bahan dengan Pelarut terhadap Shimisu, C. Yokoyama. 1995. J.
Rendemen dan Mutu Oleoresin yang Supercrit. Fluids. Extraction of Ginger
Dihasilkan. 3. 161-171. Flavor with Liquid or Supercritical
Carbon Dioxide. 8. 156-160.
Koswara, S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya.
Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. Yu, Y., T. Huang, B. Yang, X. Liu, G. Duan.
2007. Journal of Pharmaceutical and
Manzan, A.C.C.M, F.S. Toniolo, E. Bredow, Biomedical Analysis. Development of
N.P. Pouh. 2003. Journal of Agricultural Gas Chromatography-Mas Spectrometry
and Food Chemistry. Extraction of with Microwave Distillation and
Essential Oil and Pigments from Simultaneous Solid - Phase Micro
Curcuma longa by Steam Distillation Extraction for Rapid Determination of
and Extraction with Volatile Solvent. 51. Volatile Constituents in Ginger. 43. 24-
6802-6807. 31.

Nursiani, D. 2002. Ekstraksi Oleoresin Jahe Zancan, K.C., M.O.M. Marques, A.J. Petenate,
(Zingiber officinale Roscoe.), Jenis M.A.A. Meireless. 2002. Journal of
Jahe Kecil (Sunti) Menggunakan Supercritical Fluids. Extraction of
Etanol dan Etil Asetat. Jurusan Ginger Oleoresin with CO2 and Co-
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Solvents: A Study of The Antioxidant
Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Action of The Extracts. 24. 57-76.
Banda Aceh.

Hasil Penelitian Industri 54 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


DESAIN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE KEMASAN BUAH
UNTUK TRANSPORTASI
(Design and Making Fruit Packaging Prototype for Transportation)

Harry P. Limbong
Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan
Jl. Sisingamangaraja 24, Medan

ABSTRAK. Salah satu permasalahan yang dihadapi petani buah adalah sekitar 20-30 % hasil
panen buah-buahan banyak yang busuk atau tidak layak konsumsi yang disebabkan oleh tidak
tepatnya proses pengemasan pada proses pengangkutan. Oleh karena itu dilakukan penelitian
tentang desain dan pembuatan prototipe kemasan buah untuk transportasi. Penelitian ini
dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan. Penelitian ini diawali dengan
menganalisa ukuran dari buah-buahan khususnya buah jeruk untuk menentukan desain dari
prototipe peralatan proses. Hasil dari penelitian menunjukkan, bentuk yang cocok dari kemasan
buah adalah bentuk cekung dengan dimensi dari desain kemasan adalah diameter lubang dari
cetakan aluminium 55 hingga 60 mm, panjang 485 mm, lebar 325 mm dan ketebalan 30 mm
dengan jumlah cekukan lubang sebanyak 20 buah. Hasil penelitian untuk kondisi kemasan buah
menunjukkan, diameter lubang kemasan 48,75 mm, berat 229,25 gram, ketebalan 2,36 mm, tinggi
18,37 mm dan jumlah lubang 18,5 buah.

Kata kunci : cekungan, kemasan, limbah karton, prototipe

ABSTRACT. One of the problems faced by producers of harvest fruit about 20-30% of total
production was inappropriate consumption caused by inproper containers to keep fruit in good
condition and fresh during transportation process. Reason this, have been done research about
design and making fruit packaging prototype for transportation. This research was conducted in
Medan Research and Standardization Industrial Institute. This research began with analyze the
size of the fruit, especially oranges fruit to determine design of prototype processing machine.
Result of research show, the compatible form of packaging is a flute shape with dimensions of
packaging design is: hole diameter of aluminum mold 55 to 60 mm, length 485 mm, width 325
mm and thickness 30 mm, number of holes (flute) 20 pieces. The result of research for packaging
fruit condition show, diameter of the hole packaged 48,75 mm, weight 229,25 g, thickness 2,36
mm, high 18,37 mm and number of holes 18,5 pieces.

Keywords: flute, packaging, prototype, waste cardboard

1. Pendahuluan dapat membantu mencegah/mengurangi


kerusakan, melindungi bahan yang ada di
Kemasan adalah suatu benda yang dalamnya dari pencemaran serta gangguan
digunakan untuk wadah atau tempat yang fisik seperti gesekan, benturan dan getaran.
dikemas dan dapat memberikan perlindungan Dari segi promosi kemasan berfungsi sebagai
sesuai dengan tujuannya. Adanya kemasan perangsang atau daya tarik pembeli. Bahan
Hasil Penelitian Industri 55 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
kemasan yang umum untuk pengemasan hewani dan nabati. Hasil pertanian itu dapat
produk hasil pertanian untuk tujuan dikonsumsi dalam bentuk bahan mentah atau
pengangkutan atau distribusi adalah kayu, matang. Persiapan suatu hasil pertanian
serat goni, plastik, kertas dan gelombang menjadi bentuk yang dapat dimakan
karton. melibatkan pengolahan. Di dalam proses
Terdapat 2 (dua) jenis pengertian pengolahan makanan terjadi perubahan-
kemasan yaitu kemasan yang berhubungan perubahan fisik maupun kimiawi yang
langsung dengan bahan pangan dan kemasan dikehendaki atau tidak dikehendaki.
yang tidak secara langsung berhubungan Disamping itu setelah melalui proses
dengan bahan pangan. Wadah yang pengolahan, makanan dalam keadaan tidak
berhubungan langsung dengan bahan pangan stabil, akan terus mengalami perubahan,
harus bersifat non toksik (racun) sehingga sehingga sangat diperlukan pemilihan
tidak terjadi reaksi kimia yang menyebabkan pengemasan yang tepat untuk itu sehingga
perubahan rasa, warna, dan perubahan lainnya masa simpan bahan pangan dapat ditingkatkan
dari bahan pangan. Selain itu diperlukan dan nilai gizi bahan pangan masih dapat
syarat-syarat tertentu yang bergantung bahan dipertahankan.
pangannya yaitu melindungi dari kontaminasi, Limbah kertas (karton) adalah limbah
melindungi kandungan air dan lemak, bekas berasal dari suatu kegiatan industri
mencegah bau dan gas, melindungi dari sinar pengemasan dimana yangg difungsikan
matahari, tahan terhadap tekanan atau kembali menjadi sesuatu yang berguna yang
benturan (Winarno, 1982). tentunya dengan proses-proses tertentu.
Menurut Erliza dan Sutedja (1987) Propinsi Sumatera Utara khususnya di
bahan kemasan harus mempunyai beberapa Kabupaten Karo banyak menghasilkan buah-
persyaratan yaitu tidak toksik, harus cocok buahan seperti buah jeruk, dimana
dengan bahan yang dikemas, menjamin produksinya bisa menghasilkan ribuan ton
sanitasi, memenuhi syarat-syarat kesehatan, per-tahun seperti terlihat pada Tabel 1.
dapat mencegah pemalsuan,, kemudahan Menurut Winarno (1987) makanan yang
membuka dan menutup, kemudahan dan dikemas mempunyai tujuan untuk
keamanan dalam mengeluarkan isi, mengawetkan makanan, mempertahankan
kemudahan pembuangan kemasan bekas, mutu kesegaran, mempertahankan warna,
ukuran, bentuk dan berat harus sesuai, serta untuk menarik konsumen, memberikan
harus memenuhi syarat-syarat lainnya yaitu kemudahan penyimpanan dan distribusi, serta
kemasan untuk daerah tropis mempunyai yang lebih penting lagi dapat menekan
syarat yang berbeda dari kemasan untuk peluang terjadinya kontaminasi dari udara, air,
daerah subtropis atau daerah dingin. Demikian dan tanah baik oleh mikroorganisme
juga untuk daerah yang kelembaban tinggi dan pembusuk yang dapat membahayakan
daerah kering. kesehatan manusia, maupun bahan kimia yang
Winarno dan Jennie (1982) bersifat merusak atau racun.
mengemukakan bahan pengemas harus tahan Beberapa faktor yang penting
serangan hama atau binatang pengerat dan diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan
bagian dalam yang berhubungan langsung adalah sifat bahan pangan tersebut, keadaan
dengan bahan pangan harus tidak berbau, lingkungan dan sifat bahan pengemas. Sifat
tidak mempunyai rasa serta tidak beracun dan bahan pangan antara lain adalah adanya
bahan pengemas tidak boleh bereaksi dengan kecenderungan untuk mengeras dalam kadar
komoditi. air dan suhu yang berbeda-beda, daya tahan
Hasil-hasil pertanian yang dapat terhadap cahaya, oksigen dan
dimakan oleh manusia berasal dari sumber mikroorganisme. Adanya pengemasan dapat
Hasil Penelitian Industri 56 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
membantu untuk mencegah atau mengurangi akan berbeda dengan kemasan untuk
terjadinya kerusakan- kerusakan. perdagangan eceran. Kemasan untuk
pengangkutan atau distribusi mengutamakan
Tabel 1. Produksi buah-buahan (ton) di material dan rancangan yang dapat melindungi
Kabupaten Karo kerusakan selama pengangkutan dan
No.
Jenis Buah- Luas Yang Produksi distribusi. Sedangkan kemasan untuk eceran
Buahan Menghasilkan (Ha) (Ton) diutamakan material dan rancangan yang
1. Alpokat 23,32 755,4 dapat memikat konsumen untuk membeli
2. Jeruk 10.036,69588.706,00 (Peleg, 1985).
3. Mangga 53,8 3.019,00 Selama ini petani buah jeruk memanen
4. Sawo 40,49 819,24 dan meletakkan buah jeruk tersebut kedalam
5. Durian 93,04 1.442,10 kemasan yang berbentuk keranjang yang
6. Jambu Biji 5,1 37,37 terbuat dari bahan bambu. Dimana untuk 1
keranjang dapat diisi sebanyak ± 70 kg buah
7. Pepaya 0,4 41,72
jeruk dengan ukuran diameter buah jeruk yang
8. Pisang 356,48 6.223,45
dipilih sesuai dengan permintaan konsumen
9. Nenas 1,24 246,4 yang pada umumnya berukuran 10-15 cm.
10. Kesemek 0,48 14,7 Setelah itu keranjang-keranjang yang berisi
11. Marquisa 777,65 8.595,90 buah jeruk tersebut diangkut dengan
12. Rambutan 11,63 49 menggunakan sarana pengangkutan darat
Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan yaitu truk-truk angkutan untuk dipasarkan
dan Perkebunan Kabupaten Karo secara domestik juga dipasarkan keluar pulau
Sumatera.
Menurut Brody (1972) kerusakan terjadi Permasalahan yang dihadapi para petani
karena pengaruh lingkungan luar dan khususnya petani buah jeruk adalah setelah
pengaruh kemasan yang digunakan. Faktor- buah jeruk sampai di tempat tujuan (sebelum
faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan dilempar ke pasar) banyak buah-buah jeruk
pangan yang berhubungan dengan kemasan tersebut sudah tidak layak lagi untuk
yang digunakan menurut Winarno dan Jenie dikonsumsi, karena sudah busuk atau hancur.
(1982) dapat digolongkan menjadi dua Hal ini disebabkan karena selama dalam
golongan, yaitu golongan pertama kerusakan perjalanan buah-buah jeruk tersebut saling
disebabkan oleh sifat alamiah dari produk dan bergesekan didalam keranjang buah. Karton
tidak dapat dicegah dengan pengemasan, gelombang berfungsi sebagai penguat daya
misalnya perubahan kimia, biokimia, fisik topang sehingga kotak tahan benturan, dengan
serta mirobiologi; sedangkan golongan kedua, begitu buah jeruk tetap aman selama
kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan perjalanan. Tingkat kerusakan buah saat
dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan pengangkutan dengan kemasan, hanya 10%.
kemasan yang digunakan, misalnya kerusakan Sedangkan bila buah ditumpuk begitu saja
mekanis, perubahan kadar air bahan, absorpsi ketika diangkut, tingkat kerusakan mencapai
dan interaksi dengan oksigen. 20-30%.
Berdasarkan fungsinya pengemasan Oleh sebab itu penulis mendesain
dibagi menjadi dua, yaitu pengemasan untuk bentuk kemasan yang akan dibuat berbentuk
pengangkutan dan distribusi (shiping/delivery flute (cekungan), dimana fungsi flute ini
package) dan pengemasan untuk perdagangan mempunyai sifat sebagai bantalan yang sangat
eceran atau supermarket (retail package). baik karena ketebalan karton yang
Pemakaian material dan pemilihan rancangan bergelombang dapat meredam atau menahan
kemasan untuk pengangkutan dan distribusi

Hasil Penelitian Industri 57 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


daya tekan yang terjadi pada saat kemasan 2.2 Metode Penelitian
ditumpuk.
2.2.1 Pembuatan bubur kertas (pulp)
Beberapa sifat fisik kertas yang
Secara garis besar, pembuatan bubur
dijadikan acuan dalam menentukan mutu
kertas yaitu bubur kertas dihancurkan secara
kertas adalah sebagai berikut:
mekanis, sehingga menghasilkan bubur yang
• Basis massa, adalah ukuran massa dalam mempunyai serat-serat pendek.
gram per meter kuadrat. Sifat fisik ini
ditentukan oleh standar TAPPI T 410. 2.2.2 Pemberian bahan perekat
• Ketebalan, disini adalah ketebalan satu
lembar kertas yang diukur dalam kondisi Secara umum serat-serat kertas sudah
spesifik TAPPI T 410 dan biasanya saling mengikat tanpa diberi bahan perekat,
dinyatakan dalam micron. namun penambahan bahan perekat untuk
• Kuat tarik, adalah gaya per lebar unit memperkuat dan mengawetkan. Untuk
lembaran kertas yang dibutuhkan untuk keadaan tertentu seperti kertas yang digunakan
menghasilkan kerusakan pada kertas sebagai kertas cetak maka biasanya kertas
tersebut pada kondisi spesifik. tersebut diberi bahan perekat supaya kertas
• Tearing strength adalah gaya rata-rata yang tidak melumat pada waktu kena tinta cetak.
dibutuhkan untuk menyobek sebuah Tata cara pemberian bahan perekat pada
lembaran kertas dalam kondisi spesifik. lembaran kertas dapat dilakukan dengan
• Tingkat kekakuan adalah tahanan ikatan beberapa cara yaitu: dengan cara merendam/
yang diukur oleh gaya yang dibutuhkan mencelupkan kertas pada ember yang berisi
untuk memberikan pembelokan. Tingkat campuran bahan perekat dan air, dengan cara
kekakuan bervariasi bergantung pada dioleskan pada bahan dengan kuas besar atau
ketebalan kertas. dengan cara disemprotkan.
• Bursting strength adalah tekanan 2.2.3 Tahap pembentukan (forming)
hidrostatik yang dibutuhkan untuk
memutuskan bahan saat berada dalam Ada 3 (tiga) cara yang dapat digunakan
kondisi spesifik, dll. yaitu: pembentukan dengan menggunakan
cetakan atau mold, pembentukan kertas/karton
2. METODOLOGI secara langsung yaitu dengan menuangkan
bubur kertas kedalam acuan bentuk dan
2.1 Bahan dan Alat pembentukan dengan kombinasi dari kedua
cara diatas dimana setelah bubur kertas
Pada penelitian ini bahan baku kertas diangkat dengan saringan kawat halus
yang dipakai adalah kertas karton dan kemudian lembaran kertas yang masih basah
campurannya. Sedangkan bahan pelengkap dicetakkan pada acuan bentuk.
atau bahan kimia yang digunakan adalah
aluminium sulfat, natrium klorida, formalin, 2.2.4 Tahap pengeringan dan pengepresan
caustic soda, sodium carbonate, oxalite acid,
Setelah tahap pembentukan atau forming
juga digunakan bahan pewarna seperti sari
maka bubur yang sudah dibentuk dalam acuan
warna (pigment), PVC, vernish dan pengikat
bentuk akan dikeringkan, pengeringan disini
warna. Peralatan yang digunakan pada
dapat dilakukan secara alami yakni dijemur
penelitian ini terdiri dari bejana berpengaduk,
pada sinar matahari kemudian ditekan diantara
saringan, ember, alat penekan, dan alat bantu
2 (dua) bidang cetakan, atau dengan
lainnya.
menggunakan pengering buatan (oven).

Hasil Penelitian Industri 58 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


Secara garis besar diagram proses 3,5

pembuatan kertas kemasan buah disajikan 3

pada Gambar 1. 2,5

Tebal (mm)
2
Persiapan/Pembuatan bubur 1,5

1
Penambahan Air Penguat, Pewarna,
0,5
Pengisi, dll
0
192 195 198 199 225 250 275 300
Pelumatan atau Pencampuran
Berat (g)

Penuangan ke cetakan Gambar 2. Grafik hubungan antara berat sampel


(g) dengan tebal (mm)
Pengeringan atau penanginan
3.2 Pembahasan
Pengepresan dengan cetakan aluminium
Dari hasil percobaan yang telah
dilakukan maka dapat dibahas keadaan-
Pengeringan (Rak pengering)
keadaan diatas sebagai berikut;
Kemasan/tatakan buah
Penampakan atau tampilan dari masing-
masing kemasan adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Urutan proses pembuatan kemasan
buah • Untuk kemasan (sampel 1 s/d 4) lubang
(flute) sudah terbentuk namun penampakan
secara keseluruhan kurang baik bentuknya
3. Hasil dan Pembahasan dimana terdapat retak-retak atau sobek
pada bagian ujung kemasan karena bubur
3.1 Hasil
tidak kuat (merata) melekat. Hal ini juga
Hasil penelitian yang dilaksanakan dapat dilihat dari jumlah lubang tidak
ditampilkan pada Tabel 2. terbentuk seluruhnya.

Tabel 2. Hasil pengamatan dan pengukuran


(dimensi) dari sampel kemasan
Tinggi Dia. Tebal
No Berat Jumlah
Lubang Lubang (mm)
Sampel (g) Lubang
(mm) (mm)
1. 195 17 17 46 – 49 1,92
2. 192 18 18 47 – 51 1,90
3. 198 15 16 47 – 52 1,93
4. 199 18 17 50 – 52 2,01 Gambar 3. Kemasan buah jeruk
5. 225 20 19 50 – 55 2,65
6. 275 20 20 50 – 55 2,71 • Untuk kemasan sampel (5 s/d 8) bentuk
7. 250 20 19 50 – 55 2,62
kemasan sudah mulai kelihatan baik
dimana jumlah lubang sudah kelihatan
8. 300 20 21 50 – 55 3,12
terbentuk seluruhnya walaupun masih
terdapat beberapa sampel yang kemasannya
Gambar 2 memperlihatkan hubungan kelihatan retak atau tidak menyatu dengan
antara berat (g) dan tebal kemasan (mm). sempurna pada sekitar ujung kemasan.

Hasil Penelitian Industri 59 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


3.2.1 Pengaruh dari bahan baku (bubur) dimasukkan kedalam bejana untuk mengambil
bubur. Sehingga bubur akan rata menutupi
Bahan baku (bubur) yang sudah bidang permukaan cetakan lalu proses
dimasukkan kedalam cetakan yang berbentuk penekanan dapat dilakukan.
segi empat sampai maksimal atau penekanan
tidak bisa lagi dilakukan. Lalu dibiarkan 3.2.3 Pengaruh kandungan air terhadap
beberapa saat agar penekanan maksimal dan diameter kemasan
air dapat keluar dari bubur. Setelah itu cetakan
dibuka dan terlihat pada bagian tengan Dari pengamatan diketahui bahwa
kemasan terbentuk lubang-lubang namun pada terjadi penyusutan diameter dasar kemasan
sekitar (ujung) kemasan terdapat sobekan atau dimana diameter dasar cetakan kemasan
retak dimana hal ini kemungkinan disebabkan sebelumnya adalah rata-rata 55-60 mm
karena bubur kurang halus terbentuk atau sementara diameter dasar rata-rata kemasan
masih terdapat bahan baku yang belum hancur adalah 50-55 mm, sehingga terjadi penyusutan
betul atau belum sempurna menjadi bubur atau pengurangan rata-rata 5 mm.
sehingga daya ikat atau rekat kemasan
3.2.4 Uji kinerja peralatan
tersebut tidak kuat. Kemudian pada daerah
sekitar pinggir kemasan penekanan kurang Untuk mengetahui kinerja peralatan
sempurna atau bubur kurang sempurna ditekan dilakukan pengujian perbandingan campuran
dimana pada bagian tengah bubur sudah air dan kemampuan daya maksimum
berhasil terbentuk kemudian bubur pada peralatan. Untuk percobaan ini perbandingan
bagian tengah cetakan akan bergeser kearah air yang ideal adalah 25%, jika air kurang
samping cetakan memenuhi bidang cetakan mengakibatkan kurang perekatan sehingga
tetapi pada bagian pinggir kurang mengalami beban mesin akan terlalu besar dan hasil yang
penekanan, hal ini dapat diamati dengan masih dihasilkan juga kurang memuaskan (mudah
terdapat bidang diantara cetakan sehingga retak) sebaliknya jika berlebihan akan
bubur masih dalam keadaan basah yang mengakibatkan kemasan terlalu lama
diakibatkan karena kurang mengalami mengering.
penekanan yang masimal. Pada desain awal motor penggerak
diletakkan secara vertikal namun dari hasil
3.2.2 Pengaruh dari proses penuangan atau
pengamatan, putaran motor terlalu tinggi
pemasukan bubur kedalam cetakan
diatas 2850 rpm yang dapat mengakibatkan
Seperti disinggung di atas bahwa slip, maka pada motor penggerak ditambah
sobekan yang terjadi pada pinggir kemasan pulley untuk memperlambat putaran motor
salah satunya diakibatkan adalah kurang dan pengaduk.
meratanya bubur tersebar didalam cetakan,
dimana proses penuangan bubur adalah
dengan sistim tuang sehingga ketebalan bubur
kurang seragam menutupi bidang permukaan
cetakan karena bubur akan menumpuk pada
bagian tengah dibandingkan pada bagian
pinggir kemasan.
Solusi yang mungkin dapat
mengatasinya adalah pencelupan cetakan
kedalam bejana bubur yang artinya salah satu Gambar 3. Peralatan pembuatan kemasan buah
cetakan (bagian bawah) diangkat dan jeruk

Hasil Penelitian Industri 60 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


Hasil percobaan menunjukkan bahwa Casey dan James, P. 1981. Pulp and Paper
setelah putaran motor diturunkan, kinerja Chemistry and Chemical Technology.
mesin semakin baik dimana hal ini terlihat 3rd ed. New York. John Willey & Sons
dari sampel yang dihasilkan mulai terlihat Inc.
sempurna.
Erliza dan Sutedja. 1987. Pengantar
4. KESIMPULAN Pengemasan. Laboratorium Penge-
masan, Jurusan TIP. IPB. Bogor
1. Bubur (pulp) yang berasal dari limbah
karton/kertas dapat dimanfaatkan sebagai Suyitno. 1990. Bahan-Bahan Pengemas.
bahan baku untuk pembuatan kemasan PAU. Universitas Gadjah Mada.
buah Yogyakarta
2. Dari hasil percobaan didapat bahwa kondisi
kemasan yang baik, pada berat kemasan Peleg. K. 1985. Produce Handling Packaging
225 -300 g dengan jumlah lubang 20 buah, and Distribution. Westport-
tinggi lubang 19 – 21 mm dan diameter Connecticut. The AVI Publishing. Co.
lubang 50 - 55 mm. Inc.
3. Hasil uji menunjukkan kemasan tersebut
diatas adalah baik dimana jumlah lubang Tjahyono, H.J. 1998. Proses Pembuatan Pulp.
jelas terbentuk dan tidak mengalami retak- Bandung. Balai Besar Penelitian dan
retak pada lubang. Pengembangan Industri Selulosa
4. Ditinjau dari aspek ekonomis, pemakaian
kemasan buah jeruk dengan pemanfaatan Trubus, Majalah Pertanian Indonesia, 2007.
sisa-sisa kertas/karton sudah layak untuk “Sampul Nyaman nan Cantik Untuk
dimanfaatkan sebagai sarana kemasan Buah”. Nopember 01
untuk transportasi dibandingkan dengan
pemakaian keranjang bambu yang kurang William E. Scott, James C. 1995. About
menguntungkan karena banyaknya buah Properties of Paper : An Introduction.
yang terbuang atau busuk selama dalam 2nd Edition. Atlanta. Tappi Press
perjalanan.
Winarno, F.G. dan Jennie. 1982. Kerusakan
Bahan Pangan dan Cara
DAFTAR PUSTAKA Pencegahannya. Jakarta. Ghalia
Indonesia
Britt, Kenneth. 1970. Hand Book of Pulp and
Paper Technology. 2nd Edition. New Winarno, F.G. 1987. Mutu, Daya Simpan,
York. Van Nostrand Reinhard Transportasi dan Penanganan Buah-
Company buahan dan Sayuran. Konferensi
Pengolahan Bahan Pangan dalam
Brody. A.L. 1972. Food Technology. Aseptic Swasembada Eksport. Departemen
Packaging of Foods. Aug. 70-74 Pertanian. Jakarta

Hasil Penelitian Industri 61 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


MEMBRAN KHITOSAN UNTUK PENGOLAHAN AIR SECARA
ULTRAFILTRASI
(Chitosan Membrane for Water Treatment by Ultrafiltration)

Sri Aprilia, T. Mukhriza, Liza Lestari


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh
E-mail: sriaprilia@yahoo.com

ABSTRAK. Salah satu membran alami yang dikembangkan saat ini adalah membran khitosan,
namun membran khitosan yang dihasilkan masih belum sempurna, apalagi untuk dapat
diterapkan secara praktis karena membran yang dihasilkan mempunyai daya tahan yang rendah
terhadap tekanan. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan terhadap pengolahan air
diperlukan membran dengan kinerja tinggi dan spesifik terhadap pengurangan kadar padatan
tersuspensi dalam air. Penelitian ini telah dilakukan untuk mengetahui kinerja membran terhadap
pengaruh penambahan formamida dengan metode inversi fasa terhadap padatan tersuspensi
dalam air sumur dengan metode ultrafiltrasi untuk mendapatkan air yang memenuhi syarat-
syarat air minum. Konsentrasi polimer khitosan yang digunakan adalah 5%, konsentrasi
formamida sebagai bahan pembentukan pori membran divariasikan sebesar 0%, 2,5%, 5%, 7,5%
dan 10%, serta pelarut yang digunakan adalah asam asetat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
fluks terbesar yang diperoleh pada membran dengan konsentrasi formamida 10%, membran ini
memiliki fluks pada pengolahan air sumur sebesar 0,494 ml/det.m2 dan nilai rejeksi 96,71%.
Membran ini dapat menurunkan padatan tersuspensi dan kekeruhan sehingga air sumur yang
diolah layak digunakan sebagai air minum.

Kata kunci: fluks, formamida, khitosan, membran ultrafiltrasi, padatan tersuspensi

ABSTRACT. One of the original membrane that develop in the year is chitosan membrane, but
this membrane still not good, the other hand membrane like this can not be used by practis,
because this membrane will be damage by presure. To get the good results for water treatment is
need membrane that have good performance and specific to decrease suspended solid. This
research has done to know performance of the membrane for effect of addition formamida
concentration with infersion phase method, and can remove suspended solid in well water with
ultrafiltration method to get the water that have standard dringking water. Chitosan polymer
concentration was used 5%, formamida concentration was used in variation of research were 0%,
2,5%, 5%, 7,5% and 10%, and the acetic acid as a solvent. The result shown that fluxs increase at
formamide concentration 10%, it is have fluks as 0,494 ml/det.m2 and rejection 96,71%. This
membrane can reduce suspended solid dan turbidity so that the good water can use as drinking
water.

Keywords: chitosan, fluxs, formamide, suspended solid, ultrafiltration membrane

Hasil Penelitian Industri 62 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


1. PENDAHULUAN berukuran 10 nm-10 mm, berupa bahan
organik dan anorganik (Hartono, 2006).
Air bersih merupakan hal penting bagi Perkembangan teknologi membran saat
kehidupan, karena air dapat berfungsi terutama ini sangat pesat, terutama dalam pengolahan
untuk keperluan rumah tangga, bahkan untuk air, karena teknologi ini mempunyai beberapa
kegiatan pertanian dan industri. Air merupakan keunggulan dibandingkan dengan teknologi
substansi vital yang sangat dibutuhkan oleh lainnya yang telah lebih dulu berkembang.
tubuh untuk metabolisme. Sering kita Usaha untuk menghilangkan padatan
mendengar bumi disebut sebagai planet biru, tersuspensi dan kekeruhan telah banyak
karena air menutupi 3/4 permukaan bumi. dipelajari untuk meningkatkan kualitas air.
Tetapi tidak jarang pula kita mengalami Namun pengolahan yang dilakukan belum
kesulitan mendapatkan air bersih, terutama ekonomis dan efisien. Pengolahan air secara
saat musim kemarau disaat air sumur mulai konvensional pada saat ini menggunakan klor
berubah warna atau berbau. Beberapa sumber sebagai disinfektan dapat mengikat partikel-
yang biasa digunakan dalam memperoleh air partikel penyebab kekeruhan dan
untuk keperluan sehari-hari adalah sumur, menimbulkan koagulasi dalam air. Proses
mata air, sungai dan danau. Pada daerah yang pengolahan air dengan membran memberikan
berkembang di Indonesia, air dapat diperoleh kemudahan dan keunggulan, antara lain tidak
dari sumur bor dengan menggunakan pompa- menggunakan zat bantu kimiawi dan hemat
pompa penyuplai. energi.
Gempa bumi yang diikuti Tsunami pada Penelitian pembuatan membran khitosan
tahun 2004 di Aceh, telah menyebabkan tanpa penambahan zat aditif telah dilakukan
kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. oleh Malahayati (2001), namun membran yang
Masyarakat yang sedang mengalami trauma dihasilkan mempunyai fluks dan koefisien
akibat bencana tersebut juga terancam rejeksi yang kurang baik. Penambahan
kehidupannya karena kualitas lingkungan yang formamida sebagai aditif akan meningkatkan
menjadi buruk. Pencemaran air akibat fluks dan selektifitas dari membran khitosan
kerusakan infrastruktur seperti septik tank, semakin baik, tanpa mengganggu fungsi utama
saluran air kotor, menyebabkan terjadinya dari membran itu sendiri. Adanya teknologi
pencemaran air permukaan maupun air tanah. membran ultrafiltrasi khitosan dengan
Kerusakan kawasan pesisir dan pantai sebagai penambahan zat aditif formamida diharapkan
akibat arus balik tsunami ke laut membawa mampu menurunkan kadar padatan tersuspensi
lumpur, sampah dan berbagai jenis limbah yang ada dalam air sumur.
lainnya ke daerah pesisir. Hal ini Tujuan penelitian adalah untuk
mengakibatkan sebagian besar sumur-sumur mengetahui kinerja membran khitosan
masyarakat terkontaminasi oleh limbah terhadap pengaruh penambahan formamida
Tsunami, sehingga air sumur berasa payau dan pada pengolahan padatan tersuspensi dalam air
menjadi keruh. sumur dengan metode ultrafiltrasi. Sehingga
Padatan tersuspensi merupakan salah diharapkan membran ultrafiltrasi khitosan
satu parameter fisik kualitas air minum yang mampu menjadi alternatif bagi pengolahan air
mempengaruhi layak atau tidak air tersebut bersih yang aman, sehat dan bebas dari
dikonsumsi. Tingginya total padatan dan pemakaian bahan kimia sesuai dengan standar
padatan tersuspensi akan menyebabkan mutu air menurut Keputusan Menteri
terbentuknya warna dan kekeruhan dalam Kesehatan RI, No. 907/MENKES/SK/VII/
perairan. Kekeruhan ini disebabkan adanya 2002 tentang pesyaratan kualitas air minum.
partikel-partikel kecil dan koloid yang

Hasil Penelitian Industri 63 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


2. METODOLOGI Pelarutan polimer
khitosan + asam asetat +
2.1 Bahan dan Peralatan formamida

Bahan-bahan yang digunakan adalah


Pengadukan
polimer khitosan 5%, produksi Balai Pusat
Penelitian dan Teknologi (BPPT), Bid.
Teknologi Bahan Baku Farmasi, Jakarta, Debubbling
berbentuk serpihan, dengan derajat deasetilasi
89%. Formamida (HCONH2) Mr 45, densitas Casting
1,139 kg/m3. Asam Asetat (CH3COOH) Mr
60, densitas 1,049 kg/m3, produksi PT. Kreasi Demixing
Alba Kimindo, Jakarta. Sampel yang
digunakan adalah air sumur Desa Blang Batee Annealing
Kecamatan Peurelak, Aceh Timur.
Peralatan yang digunakan adalah modul
Membran
ultrafiltrasi, dengan diameter membran 3,5 cm.
Volume 250 ml. Gambar 1. Diagram pembuatan membran

2.2 Variabel Penelitian 2. Debubbling


Larutan dope disimpan dalam lemari es
Variabel tetap yang digunakan adalah selama 24 jam, tujuannya adalah untuk
polimer khitosan 5%. Variabel berubah adalah menghilangkan gelembung-gelembung
konsentrasi formamida: 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, udara yang terbentuk selama pengadukan.
dan 10%. Driving force yang digunakan
adalah 0,25 bar, 0,5 bar, dan 7,5 bar. 3. Casting
Larutan dope dikeluarkan dari lemari es
2.3 Prosedur Penelitian dan dibiarkan hingga suhu ruang, lalu
dituangkan pada bagian atas plat kaca
2.3.1 Pembuatan membran khitosan yang kedua sisinya dilapisi dengan isolasi
untuk mengatur ketebalan dari membran,
Prosedur pembuatan membran khitosan kemudian diratakan dengan batang kaca.
dengan proses inversi fasa adalah seperti Setelah larutan dope dicetak, dilakukan
skema berikut. penguapan selama 24 jam.
Prosedur pembuatan membran:
1. Pembuatan larutan cetak (dope) 4. Demixing
- Membran dibuat dengan cara Proses demixing adalah proses pencelupan
melarutkan 5% polimer khitosan dalam plat kaca pada bak koagulasi yang berisi
asam asetat 1 M, kemudian non pelarut NaOH 1 M. Membran yang
ditambahkan formamida sesuai dengan terbentuk didiamkan selama 24 jam
variasi. hingga terlepas dengan sendirinya.
- Larutan dimasukkan dalam erlenmeyer
dan ditutup rapat dengan aluminium 5. Annealing
foil. Proses annealing dilakukan untuk
- Campuran diaduk hingga homogen memperoleh membran yang stabil.
selama 24 jam dengan pengaduk Membran didiamkan di dalam oven pada
magnetik stiree pada suhu kamar suhu 70oC selama 60 menit.
sehingga membentuk larutan dope.
Hasil Penelitian Industri 64 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
6. Membran murni terhadap tekanan operasi. Lp
Membran yang telah terbentuk kemudian menunjukkan kemudahan membran untuk
dinetralkan dengan aquades dan disimpan dilewati air. Kurva regresi linier yang
dalam lemari es untuk mencegah dihasilkan adalah gradien garis yang
pertumbuhan mikroorganisme sebelum merupakan harga Lp. Lp untuk berbagai
digunakan. konsentrasi formamida dapat dilihat pada
Gambar 2.
2.3.2 Proses ultrafiltrasi

Karakterisasi dan kinerja membran


khitosan diuji dengan menggunakan modul
membran. Langkah-langkah proses yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Membran dipasang pada modul
ultrafiltrasi,
2. Modul dirangkai dengan pompa udara,
3. Sebagai karakterisasi awal digunakan
akuades, dan kemudian untuk pengolahan
air dimasukkan sampel air sumur, Gambar 2. Grafik Lp pada membran khitosa
4. Selama proses diaduk dengan agitator, dengan variasi konsentrasi formamida
5. Run dimulai dengan mengalirkan udara
melalui pompa udara dengan perbedaan Gambar 2 menunjukkan bahwa Lp
tekanan sebesar 0,25 bar, 0,5 bar, dan 0,75 tertinggi adalah pada membran dengan
bar. Untuk sampel air sumur digunakan konsentrasi formamida 10%. Hal ini
pada tekanan 0,75 bar, menunjukkan bahwa air lebih mudah
6. Permeat yang melewati membran dilewatkan pada membran khitosan dengan zat
ditampung dan dicatat waktu tiap 1 ml aditif formamida 10%.
sampai kondisi steady state, Gambar 2 menunjukkan bahwa
7. Permeat dianalisa untuk menentukan konsentrasi zat aditif mempengaruhi struktur
kualitas air secara kimia dan secara fisika. pori membran yang terbentuk. Semakin besar
konsentrasi aditif maka pori-pori yang
3. PEMBAHASAN terbentuk semakin banyak sehingga Lp yang
dihasilkan semakin besar, demikian
Kinerja membran khitosan yang sebaliknya, jika konsentrasi aditif kecil maka
dipelajari meliputi karakteristik membran yaitu Lp juga kecil.
koefisien permeabilitas pelarut murni,
pengaruh penambahan aditif formamida 3.2 Pengaruh Penambahan Zat Aditif
terhadap fluks dan koefisien rejeksi, pengaruh terhadap Fluks (J) dan Koefisien
tekanan operasi dan analisa baku mutu air Rejeksi (R)
sumur yang dihasilkan setelah melewati
membran. Zat aditif berfungsi untuk membantu
pembentukan pori-pori dan menambah
3.1 Koefisien Permeabilitas Pelarut kekuatan mekanik membran. Sebagai aditif
Murni (Lp) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
larut dalam air, adanya reaktifitas dengan
Koefisien permeabilitas air murni (Lp) komponen lainnya dalam ruang cetak dan larut
diperoleh dengan mengalurkan kurva fluks air dalam komponen cetak lainnya.
Hasil Penelitian Industri 65 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
Nilai fluks (J) menunjukkan laju alir karena besarnya konsentrasi formamida maka
umpan yang dapat dilalui di dalam membran, viskositas larutan semakin besar dan ini
sehingga semakin besar harga J maka berakibat pada pembentukan pori. Membran
membran tersebut semakin baik. Koefisien khitosan dengan konsentrasi formamida tinggi
rejeksi (R) menunjukkan selektifitas membran menyebabkan pori yang terbentuk semakin
dalam melewatkan permeat. Perhitungan banyak, karena ikatan antara khitosan dan
faktor penolakan didasarkan pada besarnya formamida yang terbentuk semakin banyak.
persen penolakan terhadap jumlah zat terlarut Hal ini menyebabkan laju alir permeat yang
oleh membran. besar, akibatnya akan ada zat terlarut yang ikut
terbawa bersama permeat sehingga konsentrasi
permeat menjadi lebih tinggi dan
menyebabkan nilai rejeksi menurun.

3.3 Pengaruh Tekanan pada Ultrafiltrasi


terhadap Fluks (J)

Tekanan operasi mempengaruhi nilai J


membran. Hubungan pengaruh tekanan
operasi ultrafiltrasi terhadap J membran
terlihat pada Gambar 5.

Gambar 3. Kurva pengaruh penambahan


konsentrasi formamida terhadap fluks

Gambar 5. Kurva fluks air murni terhadap


tekanan ultrafiltrasi pada berbagai
konsentrasi formamida
Gambar 4. Kurva pengaruh penambahan
konsentrasi formamida terhadap
koefisien rejeksi
Gambar 5 memperlihatkan bahwa nilai J
air murni pada kelima membran khitosan
Gambar 3 menunjukkan nilai J, Gambar menunjukkan hubungan tekanan dengan fluks.
4 menunjukkan nilai R, semakin rendah Semakin besar tekanan yang diberikan pada
dengan bertambahnya konsentrasi formamida. masing-masing membran maka fluks yang
Konsentrasi permeat (Cp) yang tinggi dihasilkan akan semakin meningkat. Kenaikan
mengakibatkan penurunan rejeksi membran. tekanan menyebabkan bertambahnya jumlah
Dari Gambar 3 dan 4 juga terlihat bahwa permeat yang melewati membran sehingga
penurunan rejeksi seiring dengan fluks yang dihasilkan menjadi besar. Hal ini
meningkatnya fluks pada membran. Ini terjadi akan mempengaruhi nilai Lp. Semakin tinggi J
yang dihasilkan maka Lp semakin baik dan
Hasil Penelitian Industri 66 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
membran dapat dikatakan memiliki kinerja pada membran khitosan dengan konsentrasi
yang baik. formamida 10%, yaitu sebesar 1,663
ml/det.m2.bar. Fluks (J) terbesar untuk
3.4 Analisa Baku Mutu Air Sumur setelah pengolahan air sumur diperoleh pada membran
Proses Ultrafiltrasi khitosan dengan konsentrasi formamida 10%
dan tekanan operasi 0,75 bar yaitu sebesar
Dari analisa air sumur sebelum diberikan 1,975 ml/det.m2 dengan penolakan solut
perlakuan dengan membran khitosan secara sebesar 96,71%. Padatan tersuspensi
ultrafiltrasi memiliki kandungan padatan mengalami penurunan pada setiap membran.
tersuspensi sebesar 1338 mg/l. Kualitas air Membran khitosan dengan konsentrasi
sumur setelah melewati berbagai membran formamida antara 7,5% sampai 0% mengalami
khitosan dapat dilihat seperti dalam Tabel 1. penurunan kekeruhan dan TSS hampir 100%.
Tabel 1. Hasil analisa air sumur sebelum dan
DAFTAR PUSTAKA
sesudah proses ultrafiltrasi
Parameter
No
Membran Aspiyanto, Syahrul A, Sri M. 1996. Selektif
Kekeruhan TSS
Ultrafiltrasi pH Aditif pada Pembuatan Membran
(NTU) (mg/l)
1. Air sumur Osmosa Balik dengan Menggunakan
46,3 1338 7,5
(sebelum UF) Pembalikan Fasa. Prosiding Seminar
2. Formamida 10% 1,7 44 7 Teknik Soehadi Reksowardojo.
3. Formamida 7,5% 1 41 7 Bandung. ITB-Press
4. Formamida 15% 0 37 7
5. Formamida 2,5% 0 33 7
Jiahao L., dkk. 2003. Journal of Applied
6. Formamida 0% 0 27 7
Polymer Science. Preparation and
Tabel 1 memperlihatkan adanya Characterization of Chitosan/CU (II)
perubahan konsentrasi padatan tersuspensi dan Affinity Membrane for Urea Adsorbtion.
kekeruhan hasil permeasi. Air sumur Desa Vol. 90. 1108-1112. Republic of China
Blang Batee Kecamatan Perelak sebenarnya Kusumawati N. Agustus 2009. Inotek. Volume
tidak layak untuk dikonsumsi karena baik total 13, Nomor 2. Pemanfaatan Limbah Kulit
padatan tersuspensi dan kekeruhannya yang Udang sebagai Bahan Baku Pembuatan
terlalu tinggi yaitu untuk jumlah padatan Membran Ultrafiltrasi
tersuspensi dalam air sumur tinggi yaitu
sebesar 1338 mg/l dan kekeruhan sebesar 46,3 Malahayati M. 2001. Studi Pembuatan
NTU. Adapun yang memenuhi syarat-syarat Membran Khitosan dari Kulit Udang
kualitas air minum yang dianjurkan oleh untuk Pemisahan Logam Tembaga (Cu).
Departemen Kesehatan untuk residu Skripsi. Fakultas MIPA Jurusan Kimia
tersuspensi adalah 50 mg/l dan kekeruhan 5 Unsyiah. Banda Aceh
NTU.
Marganof. 2003. Potensi Limbah Udang
4. KESIMPULAN Sebagai Penyerap Logam Timbal,
Kadmium, dan Tembaga di Perairan.
Dari hasil penelitian dapat diambil http://tumouton.net/70207134/margonof.
kesimpulan sebagai berikut: semakin tinggi pdf
konsentrasi aditif formamida yang digunakan
pada pembuatan membran khitosan, maka Marlina. 1998. Prinsip Dasar Teknologi
pori-pori membran yang terbentuk akan Membran. Banda Aceh. FMIPA Unsyiah
semakin banyak. Nilai Lp tinggi diperoleh

Hasil Penelitian Industri 67 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


Mulder, M. 2001. Basic Principles of Sujudi, A. 2006. Syarat-syarat dan
Membranes Technology. Netherlands. Pengawasan Air Minum. Departemen
Kluwer Academics Publisher Kesehatan Republik Indonesia

Hasil Penelitian Industri 68 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


PERLAKUAN AWAL KAYU POPLAR DENGAN MENGGUNAKAN
Ca(OH)2
(Long-Term Ca(OH)2 Pretreatment of Poplar Wood)

Mirna Rahmah Lubis


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Syech Abdurrauf No. 7, Darussalam, Banda Aceh, 23111
e-mail: mirnarahmahlubis@yahoo.com

ABSTRAK. Kayu poplar merupakan sumber daya yang unik yang bermanfaat untuk bahan
bakar organik yang aman bagi lingkungan. Studi ini menyelidiki perlakuan awal yang terlibat
dalam proses biokonversinya. Perlakuan awal dilakukan guna menghasilkan yield yang tinggi
untuk perdagangan dengan cara mengubah karakteristik kunci biomassa tersebut secara metodik
sehingga sesuai dengan hidrolisis enzimatik. Studi ini menilai perubahan komposisi yang
disebabkan oleh perlakuan awal kayu poplar dengan menggunakan kapur dalam jangka panjang
dan pengaruhnya pada yield glukan dan xylan. Yield perlakuan awal lignin yang dihasilkan
adalah 29 g lignin sisa/100 g lignin dalam biomassa baku, dan selesai selama 12 minggu
perlakuan awal dengan kapur pada 65oC dalam kondisi oksidatif. Yield perlakuan awal glukan
dan xylan adalah 67 g glukan yang direkoveri/100 g glukan dalam biomassa dan 54,3 g xylan
yang direkoveri/100 g xylan dalam biomassa baku. Karena ada studi sebelumnya mengenai
perlakuan awal corn stover dengan menggunakan kapur dalam jangka panjang, maka data dalam
kerja ini memberikan pengaruh penggunaan lignoselulosa kayu sebagai substrat. Dari
perbandingan tersebut, tampak bahwa untuk kayu poplar yang diolah secara oksidatif pada 65oC
selama 12 minggu, lignin yang terpisah lebih sedikit dan karbohidrat yang terlarut lebih banyak;
tetapi, yield glukan hampir sama dan yield xylan lebih tinggi daripada yang dilaporkan oleh Kim
untuk corn stover. Yield glukan yang lebih rendah yang dihasilkan dari poplar wood tersebut
disebabkan oleh yield perlakuan awal glukan yang lebih rendah. Neraca massanya penting untuk
disempurnakan yang meliputi analisis tentang cairan dari perlakuan awal untuk menentukan
apakah glukan terlarut tersebut telah terdegradasi.

Kata Kunci: hidrolisis, kapur, kayu poplar, xylan, yield glucan

ABSTRACT. Poplar wood provides a unique and sustainable resource for environmentally safe
organic fuels and chemicals. This study investigated the pretreatment step involved in
bioconversion processes. Pretreatment is conducted to realize high yields vital to commercial
success. The purpose of the pretreatment is to methodically change key features of the biomass to
favor enzymatic hydrolysis. This work assesses the compositional changes due to oxidative and
non-oxidative longterm lime pretreatment of poplar wood and their effect on the yield of glucan
and xylan. The resulted pretreatment yield of lignin was 29 g lignin remaining/100 g lignin in raw
biomass, and was accomplished for 12-week lime pretreatment at 65ºC in oxidative conditions.
The resulted pretreatment yields of glucan and xylan were 67 g glucan recovered/100 g glucan in
raw biomass and 54,3 g xylan recovered/100 g xylan in raw biomass respectively. Because there
Hasil Penelitian Industri 69 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
is a previous study of long-term lime pretreatment of corn stover, the data in this work show the
effect of using woody lignocellulose as substrate. From the comparison, resulted that in the case
of poplar wood oxidatively pretreated at 65oC for 12 weeks, less lignin was removed and more
carbohydrates were solubilized; however, glucan yield was almost equal and xylan yield was
higher than the reported by Kim for corn stover. The lower yield of glucan resulted from poplar
wood because of the lower pretreatment yield of glucan. It is important to complete the mass
balances including an analysis on the pretreatment liquor to determine if the solubilized glucan
was degraded.

Keywords: glucan yield, hydrolisis, lime, poplar wood, xylan

1. PENDAHULUAN merugikan, ketahanan dalam tanah yang


tandus, pertumbuhan yang cepat, kebutuhan
Minat masyarakat umum dalam memilih pupuk dan herbisida yang rendah, serta yield
bahan bakar minyak semakin meningkat akibat yang tinggi. Switchgrass mempunyai potensi
dari harga bensin yang tinggi, permintaan untuk menghasilkan biomassa yang diperlukan
untuk mengimbangi efek rumah kaca dan untuk produksi hingga 100 galon (380 liter)
ketidakamanan suplai minyak dan gas. Biofuel etanol per ton kubik (Laboratory, 2006).
(bahan bakar yang saat ini diturunkan dari Dalam studi ini dua variasi switchgrass telah
material tanaman yang dipanen) seperti etanol diuji: Alamo (tumbuh lebih baik di selatan
yang diproduksi dari pati jagung dan sukrosa USA) dan Shawnee (tumbuh lebih baik di
dalam gula tebu saat ini. Penggunaannya barat tengah USA).
semakin meningkat, kebanyakan untuk Sorghum, menarik disebabkan oleh yield
memenuhi permintaan di sektor transportasi. yang tinggi. Sorghum tumbuh pada kondisi
Tetapi, penyediaan biofuel mengalami banyak kering, tahan panas, garam dan kekurangan
kendala diantaranya akibat keterbatasan yang air, yang membuatnya ideal bagi daerah semi-
berkaitan dengan lahan, air, kebutuhan pupuk, kering. Untuk produksi bahan bakar, sorghum
ketidakmungkinan memenuhi permintaan yang untuk makanan hewan Bagas, sisa padatan
sedang berkembang, dan karena bahan bakar gula tebu yang dihancurkan, sering digunakan
biofuel ini lebih disukai untuk persediaan sebagai sumber energi utama (panas dan
makanan (Solomon, dkk., 2007). listrik) untuk pabrik gula/etanol. Penggunaan
Persediaan lignoselulosa merupakan lain bahan ini adalah sebagai alternatif pohon
suatu alternatif bagi jagung dan gula tebu, gratis untuk pembuatan kertas. Saat ini, energy
tetapi proses yang menggunakan persediaan cane, variasi khusus tanaman ini, sedang diuji
ini telah dikritik akibat isu-isu teknis, secara luas untuk produksi sejumlah biofuel
ekonomis dan lingkungan (Giampietro dan secara komersil, karena dibandingkan dengan
Ulgiati, 1997). Namun, penggunaan biomass variasi gula tebu yang lain, membutuhkan
lignoselulosa tersebut paling potensial untuk input (misalnya air dan pupuk) yang lebih
generasi bahan bakar transportasi di masa sedikit, lebih tahan dingin, dan memberikan
mendatang. yield yang lebih baik (Alexander, 1985).
Switchgrass, merupakan rumput yang Corn stover merupakan bahan tanaman
berbentuk lempengan dengan sifat makanan yang tersisa di ladang setelah memanen
yang baik dan manfaat konservasi tanah yang jagung: daun-daun, batang, sekam, tongkol
khas bagi rumput hijau. Rumput ini sangat dan mungkin beberapa sisa biji-bijian. Stover
disenangi untuk biofuel disebabkan oleh dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak
ketahanannya terhadap kondisi iklim yang atau dikumpulkan untuk digunakan sebagai

Hasil Penelitian Industri 70 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


makanan ternak tetapi umumnya tidak diolah yang ditemukan setelah hidrolisis
dimanfaatkan. Penggunaaannya sebagai bahan perlakuan awal.
bakar untuk bioenergi atau sebagai persediaan Secara lebih khusus lagi, lignin, glukan,
biofuel meningkat karena lokasinya yang dan xylan berfraksionasi selama perlakuan
istimewa: daerah yang sama seperti yang yang menghasilkan dua bagian seperti yang
digunakan benih jagung saat ini untuk ditunjukkan dalam Gambar 1.
produksi etanol. Untuk lignin, bagian-bagian ini adalah
Corn stover telah diklaim sebagai ”hasil Al dan Cl. Untuk glukan, satu bagian
panen yang paling melimpah yang tersedia merupakan Ag + Bg, dan bagian lainnya
saat ini” (Pollock, 2007). Tetapi, antusiasisme merupakan Cg. Untuk xylan, satu bagian
ini mungkin terhalangi oleh kemungkinan merupakan Ax + Bx, dan yang lainnnya adalah
bahwa pengambilan corn stover dari Cx. Komponen biomassa lainnya juga
ladangnya secara teratur mempunyai dampak terfraksionasi menjadi dua bagian (A0 dan C0).
negatif pada kesuburan dan struktur tanah,
yang mempengaruhi hasil panennya (NREL,
}
A0 C0

2001). Sisa setelah Yang terlarut selama


Ekstrak
Setiap biomassa mempunyai keunikan perlakuan awal perlakuan awal

dalam sifat-sifat kimia dan fisikanya, tetapi Abu


Asetil
generalisasi dapat dibuat berkaitan dengan
dinding sel tanamannya. Biomassa dapat
}
Al Cl
Yang terlarut
digambarkan sebagai makromolekul yang Sisa setelah perlakuan selama perlakuan
Lignin
tersusun dari serat selulosa yang tersimpan awal awal

}
dalam matriks lignin dan hemiselulosa yang
Ax Bx Cx
terikat secara kovalen (Brett dan Waldron, Yang
1996). Tiga substansi struktural ini (lignin, terlarut Yang Yang terlarut
selama tidak selama perlakuan
selulosa, dan hemiselulosa) tidak terdistribusi hidrolisis terlarut awal
seragam dalam sel, dan proporsi massa relatif enzimatik Xylan
mereka dapat bervariasi secara luas.

}
Ax + Bx = Xylan yang direkoveri setelah perlakuan awal
Tujuan penelitian ini adalah untuk Ag Bg Cg
mengeksplorasi pengaruh kondisi yang
Yang terlarut Yang Yang terlarut
berbeda dari perlakuan awal kapur dalam selama tidak selama
jangka panjang terhadap kemampuannya hidrolisis terlarut perlakuan
enzimatik awal
melunakkan kayu poplar. Kayu poplar adalah Glukan

kayu yang tumbuh pada tanah yang kurang Ag + Bg = Glukan yang direkoveri setelah perlakuan awal
subur, dapat dipanen secara mekanik, dan
Gambar 1. Tatanama dan definisi fraksi yang
mudah berkembang biak dengan potongan digunakan untuk menghitung yield
akar atau kultur jaringan. Penggunaan poplar perlakuan awal dan yield keseluruhan
yang paling umum adalah untuk pohon
ornamen, pabrik kertas, dan furnitur. Kayu ini Perubahan yang mungkin terjadi (jika
banyak terdapat di Alexandria, USA. Secara ada) dalam lignin atau komponen biomassa
umum, yield perlakuan awal menentukan lainnya selama hidrólisis enzimatik tidak
berapa banyak komponen (lignin, glukan, dan dinilai, tetapi dua bagian tempat glukan dan
xylan) dalam biomassa baku ditemukan dalam xylan berfraksionasi penting untuk dihitung
biomassa yang telah diolah tersebut. Yield selama operasi ini. Perubahan ini adalah Ag
keseluruhan menunjukkan berapa banyak dan Bg untuk glukan dan Ax dan Bx untuk
glukan dan xylan dalam biomassa yang tidak xylan. Maka, dengan menggunakan tatanama
yang dinyatakan dalam Gambar 1, dan definisi
Hasil Penelitian Industri 71 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
umum yang dicantumkan di atas, yield dapat Yield hidrolisis glukan (selulosa):
didefinisikan sebagai berikut:
Yield perlakuan awal (yield rekoveri massa
total atau yield padatan total):
(6)
g biomassa yang diolah
YP ≡
100 g biomassa baku
(1) Yield hidrolisis xylan (hemiselulosa):
Ag + Ax + Al + Ao + Bg + Bx
YP =
total berat kering biomassa

Yield perlakuan awal lignin: (7)


g lignin sisa setelah perlakuan awal
Y ≡
L 100 g lignin dalam biomassa baku
(2) Yield glukan (selulosa) keseluruhan:
Al
Y =
L Al + Cl

Ilustrasi definisi umum dari yield ini disajikan (8)


dalam Gambar 2.

Yield keseluruhan Yield xylan (hemiselulosa) keseluruhan:


Yield Pretreatment Yield hidrolisis

Biomassa Biomassa Sakarifikasi (Hidrolisis


Pretreatment
Mentah yang diolah Enzimatik) Gula

Residu cair Komponen selain gula (9)


Gambar 2. Definisi skematis yield perlakuan
awal dan yield keseluruhan. Dua catatan penting adalah sebagai berikut:
1. Yield perlakuan awal dan yield keseluruhan
Maka, fraksi lignin yang terpisah selama
dihubungkan sebagai berikut:
perlakuan awal adalah:
(10)
(3) (11)

Yield perlakuan awal glukan (selulosa): 2. Reaksi hidrolisis tersebut adalah:


[C6H10O5]n + n. H2O Æ n. C6H12O6 (12)
Selulosa (glukan) Glukosa
Mr = 162,2 Mr = 180,2
(4)
[C5H8O4]n + n. H2O Æ n.C5H10O5 (13)
Xylan Xylosa
Yield perlakuan awal xylan (hemiselulosa): Mr = 132,1 Mr = 150,1
Maka, gula monomerik (yaitu xylosa dan
glukosa) dapat dinyatakan sebagai gula
(5) polimerik (yaitu glukan dan xylan) dengan
menggunakan faktor konversi dari reaksi
hidrolisis tersebut.

Hasil Penelitian Industri 72 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


2. METODOLOGI 750 mL air distilat yang segar. Botol tersebut
disentrifus dan diisi air beberapa kali hingga
Perlakuan awal dengan kapur dalam filtrat tersebut menjadi jernih. Jika butuh
jangka panjang dilakukan dalam reaktor waktu lama untuk menyaring, filter lama
packed-bed. Saat temperatur reaktor steady diganti dengan kertas saring lain yang telah
pada nilai yang diinginkan, campuran 15 g ditimbang.
biomassa, 7,5 g kapur, dan 150 g air yang pH biomassa yang dicuci tersebut diukur
didistilasi dimasukkan ke tiap reaktor dan laju selama langkah pengadukan. Setelah
alir gas-gasnya diatur sekitar 2,7 - 4,0 pencucian, kayu poplar dari botol sentrifus
ml/menit. Selanjutnya campuran tersebut dipindahkan ke wadah 500 mL. Biomassa dan
dipindahkan ke botol sentrifus 1 liter. Air kertas saring tersebut dikeringkan pada 45oC
sekitar 500 ml digunakan untuk membilas selama 24 jam atau lebih. Biomassa dan
padatan dari reaktor ke botol sentrifus tersebut. penyaring tersebut didinginkan dalam
Volume slurry dalam botol tersebut setelah desikator hingga keduanya mencapai
langkah ini adalah sekitar 750 mL. Konsumsi temperatur ruangan. Keduanya ditimbang dan
kapur ditentukan secara netralisasi dengan HCl nilainya dicatat hingga 0,1 mg terdekat.
5 N. Tujuan prosedur ini adalah menentukan Setelah mengurangi berat wadah dan kertas
konsumsi kapur selama perlakuan awal dan saring, diperolehlah berat bersih kayu poplar
menetralkan sampel. (W2) tersebut. Dengan menggunakan 0,3–0,5 g
Peralatan titrasi diatur dan batangan biomassa yang dikeringkan pada 45oC ini,
magnet ditempatkan dalam botol sentrifus kandungan uap lembabnya ditentukan seperti
yang ditempatkan pada magnetic stirrer. pH dalam Prosedur Standar NREL "Penentuan
probe dimasukkan di dalam botol tersebut Padatan Total dan uap dalam Biomassa" (X2).
untuk mengukur pH slurry. Larutan HCl 5 N
diisikan ke dalam buret tersebut dan (14)
volumenya (Vi) dicatat. Asam tersebut
diteteskan secara perlahan ke dalam botol Dimana
hingga pH 7. Waktu yang cukup ditetapkan Y = Yield total, g ampas yang diolah/g ampas
untuk menjamin pH slurry tersebut stabil. yang tidak diolah
Volume yang tersisa dalam buret tersebut (Vf) W1 = Berat biomassa baku yang dicuci
dicatat. Netralisasi tersebut siap diteruskan sebelum perlakuan awal
setelah beberapa kali pencucian. X1 = Kandungan uap biomassa baku yang
Pencucian biomass dilakukan segera dikeringkan (W2), g H2O/g berat total
setelah netralisasi sampel. Kehilangan W2 = Berat kayu poplar yang dikeringkan
biomassa akibat perlakuan awal (yield pada 45oC dalam 500 mL wadah dan
rekoveri massa total) juga ditentukan. kertas saring
Kontainer plastik 500 mL dan kertas saring X2 = Kandungan uap biomassa yang
serat gelas dikeringkan dalam oven 45oC dikeringkan pada 45oC (W2), g H2O/g
selama 24 jam atau lebih. Beratnya dicatat berat total yang dikeringkan pada 45oC.
hingga 0,1 mg terdekat. Setelah netralisasi
sampel tersebut, campuran air/kayu poplar Prosedur berikut digunakan untuk menentukan
disentrifus pada 4000 rpm selama 15 menit. konsumsi kapur selama perlakuan awal:
Peralatan filtrasi vakum diatur menggunakan (15)
corong Buchner dan kertas saring yang
ditimbang sebelumnya. Setelah sentrifugasi, dimana,
air dituangkan ke corong Buchner dengan = Jumlah kapur, Ca(OH)2, yang tidak
filtrasi vakum. Botol sentrifusnya diisi dengan bereaksi (g)

Hasil Penelitian Industri 73 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


= Normalitas larutan HCl dipadamkan dan perangkat gelas dibiarkan
= Volume total larutan HCl untuk dingin hingga temperatur ruangan.
menitratsi slurry biomassa (mL) Tudung dan padatan yang diekstrak
= Berat molekul Ca(OH)2, 74,092 dipindahkan ke kertas saring dalam corong
g/mol. Buchner. Selanjutnya padatan dicuci dengan
kira-kira 100 mL - 190 mL etanol bebas segar
Garam yang diperoleh dari netralisasi dan dibiarkan kering dengan menggunakan
slurry biomassa tidak mempengaruhi analisis filtrasi vakum atau pengering udara. Pelarut
berikutnya karena setelah netralisasi, biomassa dari tabung Soklet tersebut dikombinasikan
tersebut dicuci. Selama prosedur pencucian dengan pelarut dalam labu penerima.
tersebut, semua komponen fase-cair terpisah. Kemudian kandungan ekstraktifnya dihitung.
Maka, penetralisir yang memiliki garam
kalsium yang larut dalam air (misalnya CaCl2) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
akan sesuai untuk prosedur ini. Karena kapur
diisikan berlebih, dan pH setelah perlakuan Konsumsi kapur menunjukkan
awal sangat tinggi (> 12), maka asam pekat ketergantungan yang kuat pada waktu,
(yaitu HCl 5 N) lebih disukai. temperatur dan kondisi oksidatif perlakuan
Slurry biomassa dalam botol sentrifus awal. Secara umum, kapur lebih banyak
tersebut dikeringkan dengan udara secara dikonsumsi pada temperatur lebih tinggi,
perlahan. Kemudian kayu poplar tersebut dalam kondisi oksidatif, dan pada periode
dianalisis untuk: perlakuan awal yang lebih lama (Gambar 3).
1. Penentuan yield rekoveri massa total. Konsumsi batu kapur yang paling tinggi
2. Penentuan bahan yang terbentuk oleh adalah sekitar 0,4 g batu kapur/g biomassa
ekstraksi soklet. kering, diperoleh untuk kayu poplar yang
Prosedur ini bertujuan untuk mengukur diolah dengan udara pada 65oC dan 55oC
ekstraktif pada analisis komposisi dan selama 12 minggu. Laju konsumsi batu kapur
memisahkan materi nonstruktural (etanol tersebut menurun dengan waktu. Konsumsi
terlarut) dari kayu poplar guna mencegah batu kapur yang paling cepat dicatat selama
interferensi dalam langkah analitis berikutnya. minggu pertama perlakuan awal; setelah itu,
Labu didih dikeringkan dalam oven pengering konsumsi batu kapur tersebut menjadi lambat.
105(+ 5)oC selama mínimum 15 jam. Setelah Konsumsi batu kapur yang paling tinggi
didinginkan, batu didih ditambahkan ke labu dalam perlakuan awal nonoksidatif, diperoleh
tersebut dan berat keringnya dicatat. Sampel selama 4 minggu perlakuan awal pada 65oC,
sebanyak 6–8 g ditambahkan ke saringan dan sekitar 0,2 g batu kapur/g biomassa
ekstraksi selulosa dan beratnya dicatat hingga kering. Ini merupakan setengah dari nilai yang
0,1 mg terdekat. Peralatan soklet tersebut diperoleh untuk perlakuan awal pada kondisi
dipasang dan saringan tersebut dimasukkan ke oksidatif yang serupa, yang menunjukkan
dalam tabung soklet. pentingnya pengaruh oksigen dalam perlakuan
Etil alkohol bebas sebanyak 190 (+5) awal. Karena batu kapur bertindak sebagai
mL ditambahkan ke labu penerima etanol reaktan dalam reaksi delignifikasi, konsumsi
tersebut. Labu penerima tersebut ditempatkan batu kapur seharusnya menjadi indikasi kasar
pada peralatan soklet. Mantel pemanasnya berapa banyak delignifikasi yang tercapai
diatur sehingga memberikan mínimum 6–10 (Gambar 4). Variabel yang digunakan untuk
siklus aliran per jam dan refluks selama 16–24 mengukur delignifikasi merupakan fraksi
jam. Saat refluks sempurna, mantel pemanas lignin yang dipisahkan.

Hasil Penelitian Industri 74 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


0,45 dalam Gambar 5. Penyajian hasil tersebut
dalam bentuk ini mempunyai keuntungan yaitu
(g Ca(OH)2 dikonsumsi/g biomassa baku)
0,40 25ºC

0,35
35ºC semua hasil terbaca dengan mudah dengan
45ºC sekilas pandang dan laju pemisahan komponen
Konsumsi batu kapur

0,30 55ºC
65ºC
juga dapat digambarkan sebagai slope garis-
0,25
garis tersebut.
0,20
100
0,15

0,10

(g/100 g biomassa baku)


80

Fraksi Berat Komponen


0,05 Solubilized

0,00 60
0 2 4 6 8 10 12 Ash, Extractives,
Lignin & Acetyl
Waktu Perlakuan Awal (minggu) 40
Xylan & Mannan

Gambar 3. Konsumsi batu kapur sebagai fungsi 20 Glucan

waktu dan temperatur perlakuan awal


pada kondisi oksidatif. 0
0 2 4 6 8 10 12
0,90 Waktu Perlakuan Awal (minggu)
(g lignin yang dipisahkan/g lignin dalam biomassa baku)

0,80
Oxidative
Non-oxidative
(a)
Fraksi lignin yang dipisahkan (1-YL)

0,70 100
0,60
(g/100 g biomassa baku)
Fraksi Berat Komponen

0,50 80 Solubilized

0,40
60 Ash, Extractives,
0,30 Lignin & Acetyl

0,20 Xylan & Mannan


40
0,10
Glucan
0,00 20
0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50

Fraksi batu kapur yang dikonsumsi


0
g Ca(OH)2 removed 0 2 4 6 8 10 12
g raw biomass
Waktu Perlakuan Awal (minggu)
(b)
Gambar 4. Delignifikasi sebagai fungsi konsumsi Gambar 5. Massa akhir sumatif untuk kayu
batu kapur dalam kondisi oksidatif poplar yang diolah pada 65oC, a)
dan nonoksidatif oksidatif, b) nonoksidatif
Tetapi, hubungan antara dua variabel ini Semua komponen (kecuali abu) larut
tidak begitu kuat dan dalam kondisi oksidatif, selama perlakuan awal. Tingkat kelarutan
fraksi batu kapur yang dikonsumsi kurang sangat tergantung pada komponen dan kondisi
bervariasi dengan baik terhadap fraksi lignin perlakuan awalnya. Hampir semua asetat
yang terpisah. Untuk kondisi oksidatif, terpisah dalam minggu pertama kondisi
hubungan tersebut lebih baik, tetapi R- perlakuan awal tersebut (kandungan asetil
kuadratnya rendah (R2 = 0,51). setelah 1 minggu atau lebih atau perlakuan
Komposisi biomassa setelah perlakuan awal adalah < 0,1 g asetil/100 g biomassa
awal dan massa akhir sumatif telah dihitung baku). Komponen-komponen lain seperti
untuk tiap kondisi perlakuan awal ditampilkan lignin, ekstraktif, glukan, xylan dan manosa

Hasil Penelitian Industri 75 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


terpisah dengan lebih perlahan yang glukan yang direkoveri/100 g glukan dalam
menunjukkan laju tercepat kelarutan selama biomassa baku untuk corn stover yang diolah
minggu pertama (minggu pertama dan kedua dengan batu kapur pada 65oC dan dalam
untuk perlakuan awal oksidatif pada 65oC) dan kondisi oksidatif. Yield terendah perlakuan
setelah itu kelarutan pada laju terlambat. awal xylan (YX) dilaporkan sebesar 54,3 g
Gambaran serupa ditemukan dalam studi xylan yang direkoveri/100 g xylan dalam
sebelumnya (Kim, 2004; Granda, 2004) biomassa baku, diperoleh untuk kayu poplar
tentang perlakuan awal tipe biomassa yang yang diolah selama 12 minggu pada 65oC dan
lain dalam jangka-panjang (yaitu corn stover kondisi oksidatif. Dengan membandingkan
dan ampas tebu), tetapi tampaknya laju hasil ini dengan yang diperoleh untuk corn
pemisahan komponen khususnya lignin, stover yang diolah dengan batu kapur pada
selama minggu pertama tersebut lebih besar. 65oC dan kondisi oksidatif (Kim, 2004),
Model delignifikasi untuk biomassa dimana yieldnya sebesar 72 g xylan yang
berkayu sudah ada dimana-mana, tetapi direkoveri/100 g xylan dalam biomassa baku,
perbandingan yang sangat berarti dalam tidak tampak adanya perbedaan yang berarti.
konteks studi ini adalah saat membandingkan Yield selulosa dan hemiselulosa tiap kondisi
model delignifikasi biomassa berkayu (kayu yang tampak dalam Gambar 6.
cemara barat) yang diolah dengan natrium 120
hidroksida pada kondisi nonoksidatif (Dolk (g glukan yang direkoveri/100 g glukan
dkk, 1989), dengan yang diperoleh untuk corn 100
Yield Perlakuan Awal Glukan (YG)

stover (Kim, 2004), dimana energi aktivasi Nonoksidatif


dalam biomassa baku)

80
dan konstanta Arrheniusnya lebih tinggi
dengan faktor masing-masing sekitar 4 dan 3. 60 Oksidatif
Ini menunjukkan bahwa delignifikasi alkalin
corn stover lebih mudah tercapai daripada 40

delignifikasi kayu poplar. Model delignifikasi


20
untuk kayu poplar yang diolah dengan
biomassa selanjutnya telah memperkuat atau 0
mengeluarkan kesimpulan ini. 0 2 4 6 8 10 12

Glukan dan xylan telah seluruhnya Waktu Perlakuan Awal (minggu)

dihasilkan hingga minggu kedua perlakuan (a)


awal (minggu pertama pada 65oC) dalam 120
kedua kondisi, oksidatif dan nonoksidatif.
(g xylan yang direkoveri/100 g xylan dalam

Setelah itu, yield karbohidrat (YG dan YX) 100


Yield Perlakuan Awal Xylan (YX)

menurun yang tergantung pada kondisi


80
oksidatif dan temperatur. Degradasi
biomassa baku)

Nonoksidatif
karbohidrat paling tinggi teramati selama 12 60
minggu perlakuan awal pada 55 dan 65oC dan Oksidatif

dalam kondisi oksidatif. Secara umum, 40


selulosa (glukan) lebih tahan daripada
hemiselulosa (xylan). 20

Yield terendah perlakuan awal glukan


0
(YG) tercatat sebesar 67 g glukan yang 0 2 4 6 8 10 12
direkoveri/100 g glukan dalam biomassa baku Waktu Perlakuan Awal (minggu)

dan diperoleh untuk kayu poplar yang diolah (b)


selama 12 minggu pada 55 dan 65oC dalam Gambar 6. a) Selulosa dan b) Hemiselulosa kayu
kondisi oksidatif. Kim (2004) mencatat 93 g poplar yang diolah pada 65oC.

Hasil Penelitian Industri 76 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


Karena variabel bebasnya adalah waktu 4. KESIMPULAN
maka slope fungsi yield perlakuan awal lignin
vs waktu merupakan laju degradasi lignin. Konsumsi batu kapur pada kondisi
Pada semua kasus perlakuan awal, laju oksidatif menampilkan ketergantungan yang
degradasi lignin paling cepat (yaitu slope kuat dan berbanding lurus dengan waktu dan
paling tinggi) tampak selama minggu pertama temperatur perlakuan awal. Tetapi, laju
perlakuan awal tersebut, setelah itu degradasi konsumsi batu kapur tersebut (yaitu slope
lignin berlanjut pada laju lebih rendah dan konsumsi batu kapur terhadap waktu
lebih banyak dalam kondisi oksidatif daripada perlakuan awal) menurun dengan waktu pada
nonoksidatif. Temperatur berpengaruh penting semua temperatur dan kondisi (oksidatif dan
pada delignifikasi tersebut dan lignin lebih nonoksidatif). Hubungan antara konsumsi batu
banyak terpisah pada temperatur yang lebih kapur dan tingkat delignifikasi tidak teramati
tinggi. Yield lignin YL yang diperoleh untuk secara jelas. Delignifikasi dan degradasi gula
semua kondisi perlakuan awal tampak dalam merupakan kontributor utama pada kelarutan
Gambar 7. biomassa selama perlakuan awal.

120 UCAPAN TERIMA KASIH


(g lignin sisa/100 g lignin dalam biomassa baku)

100 Penulis mengucapkan terima kasih


Yield Pretreatment Lignin (YL)

kepada Prof. Dr. Mark T. Holtzapple dan


80 Rocio Sierra dari Texas A&M University atas
bantuan bahan-bahannya dan diskusi yang
60 sangat berharga mengenai penelitian ini.
Nonoksidatif

40 DAFTAR PUSTAKA
Oksidatif
20 Alexander, A. G. 1985. The Energy Cane
Alternative, Sugar Series #6. New
0 York. Elsevier Science Publishing Co.
0 2 4 6 8 10 12 Inc.
Waktu Perlakuan Awal (minggu)
Brett, C., Waldron, K. 1996. Physiology and
Gambar 7. Fraksi lignin yang bersisa setelah
perlakuan awal pada 65oC.
Biochemistry of Plant Cells Walls. 2nd
ed. New York. Chapman & Hall Press
Yield terbesar diperoleh pada perlakuan
Dolk, M., Yan, J. F., McCarthy, J. L. 1989.
awal lignin untuk kondisi oksidatif 65oC
Holzforschung. Kinetics of
sebesar 29 g lignin yang bersisa/100 g lignin
Delignification of Western Hemlock in
dalam biomassa baku. Kim (2004) melaporkan
Flow-Through Reactors under Alkaline
yield perlakuan awal lignin dalam corn stover
Conditions. 43.91-98
selama 4 minggu pada 65oC dan kondisi
oksidatif sekitar 30 g lignin sisa/100 g lignin Giampietro, M., Ulgiati, S. 1997. Bioscience.
dalam biomassa baku. Nilai ini sedikit lebih Feasibility of Large-Scale Biofuel
besar dari nilai yang ditemukan dalam studi produCtion. 47: 587
ini. Dengan demikian jelaslah bahwa biomassa
kayu lebih sulit terdelignifikasi daripada Granda, C. B. 2004. Sugarcane Juice
biomassa herba. Extraction and Preservation, and
Long-term Lime Pretreatment of

Hasil Penelitian Industri 77 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


Bagasse. PhD dissertation. Texas NREL. 2001. Corn Stover for Bioethanol-Your
A&M University, College Station. New Cash Crop?.USA
Texas
Pollock, C. 2007. Corn Stovel Removal
Kim, S. 2004. Lime Pretreatment and Decreases Soil Carbon, Impacts Crop.
Enzymatic Hydrolysis of Corn Stover. USA
PhD dissertation. Texas A&M
University, College Station. Texas Solomon, B. D., Barnes, J. R., Halvorsen, K.
E. 2007. Biomass and Bioenergy.
Laboratory, O. R. N. 2006. Biofuels from Grain and cellulosic ethanol: History,
Switchgrass: Greener Energy Pastures. economics, and energy policy. 31:416-
Tanggal akses 22 May 2006, 425
http://bioenergy.ornl.gov/papers/misc/s
witgrs.html

Hasil Penelitian Industri 78 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


IDENTIFIKASI SIFAT FISIKO-KIMIA KOMPONEN PENYUSUN
MINYAK NILAM
(Identification of Physico-Chemical Properties of Patchouli Oil Components)

Yuliani Aisyah
Jurusan THP, Fakultas Pertanian - Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK. Telah dilakukan penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi sifat fisiko-kimia


komponen penyusun minyak nilam. Analisis komposisi kimia penyusun minyak nilam dilakukan
menggunakan kromatografi gas spectra spektrofotometri. Sifat fisiko-kimia dihitung
menggunakan metoda molecular mechanics pada program Hyperchem, meliputi diameter efektif,
hidrofobisitas, momen dwikutub dan polarisabilitas. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
patchouli alkohol mempunyai nilai hidrofobisitas lebih rendah dan mempunyai nilai momen
dwikutub lebih tinggi dibandingkan dengan komponen penyusun minyak nilam yang lain.
Perbedaan hidrofobisitas tersebut diduga dapat digunakan sebagai dasar mekanisme pemisahan
untuk meningkatkan kadar patchouli alkohol di dalam minyak nilam.
Kata kunci: hidrofobisitas, minyak nilam, momen dwikutub, program Hyperchem, sifat fisiko-
kimia.

ABSTRACT. This study was carried out in order to identify physico-chemical properties of
patchouli oil components. Analysis chemical composition of patchouli oil was carried out using
gas chromatography mass spectrophotometry. The physico-chemical properties were calculated
by molecular mechanics methods in hyperchem programme. The physico-chemical properties
namely effective diameter, hydrophobicity, dipole moment and polarisability. It was found that
patchouli alcohol has lower hydrophobicity and higher dipole moment values than other
components. The difference of hydrophobicity of patchouli alcohol and other components were
considered as mechanism to increase patchouli alcohol content in patchouli oil.
Keywords: dipole moment, hydrophobicity, hyperchem program, patchouli oil, physico-
chemical properties.

1. PENDAHULUAN cablin Benth yang dikenal dengan nilam Aceh


yang kadar minyaknya 2,5–5%, Pogostemon
Nilam (Pogostemon cablin Benth) heyneanus yang dikenal dengan nilam jawa
merupakan salah satu jenis tanaman penghasil dengan kadar minyaknya 0,5–1,5%, dan
minyak atsiri, yang dikenal sebagai minyak Pogostemon hortensis yang dikenal dengan
nilam (patchouli oil). Nilam termasuk suku nilam sabun dengan kadar minyaknya 0,5–
Labiatae, bangsa Lamiales dalam klas 1,5%. Di Indonesia tanaman nilam terutama
Angiospermae. Jenis nilam yang telah banyak ditanam di daerah Aceh, Sumatera
diketahui di Indonesia antara lain Pogostemon Barat dan Jawa (Rukmana, 2004). Penggunaan

Hasil Penelitian Industri 79 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


minyak atsiri terutama dalam industri parfum, (Yanyan et al., 2004) dan rotavapor dengan
sebagai bahan aditif alami untuk flavor pengaturan suhu fraksinasi (Suryatmi, 2008).
pangan (FDA, 2002) dan untuk keperluan Hasil peningkatan kadar patchouli alkoholnya
medis (Burt, 2004). Minyak nilam pada sangat bervariasi, tergantung metoda yang
umumnya diproduksi dengan cara penyulingan digunakan.
uap, meskipun dapat juga digunakan metoda Dengan berkembangnya ilmu
ekstraksi menggunakan pelarut dan superkritik pengetahuan dan teknologi memberikan
CO2 (Donelian et al., 2009). dampak cara-cara pemisahan yang
Corine dan Sellier (2004) berkembang pula. Masing-masing cara
mengidentifikasi 28 komponen penyusun pemisahan mempunyai kelebihan dan
minyak nilam yang berasal dari Indonesia kelemahan. Distilasi fraksinasi memiliki
dimana 5 komponen utamanya adalah kelemahan yaitu konsumsi energi tinggi dan
patchouli alkohol, δ-guaiena, α-guaiena dan degradasi komponen karena suhu yang tinggi.
seychellena. Sedangkan Dung et al. (1989), Untuk menentukan metoda alternatif yang
mengemukakan bahwa 5 komponen utama akan digunakan perlu dilakukan identifikasi
penyusun minyak nilam asal Vietnam adalah sifat fisiko-kimia komponen yang akan
patchouli alkohol, δ-guaiena, α-guaiena, α- dipisahkan sehingga dapat menentukan
patchoulena dan seychellena. keberhasilan proses pemisahan.
Kadar patchouli alkohol (PA) Penelitian ini bertujuan untuk
merupakan salah satu parameter yang mengidentifikasi sifat-sifat fisiko-kimia
menentukan mutu minyak nilam. Kadar komponen-komponen penyusun minyak
patchouli alkohol menentukan harga minyak nilam, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar
nilam. Standar mutu minyak nilam terbaik dalam menentukan metoda pemisahan yang
adalah mempunyai kadar patchouli alkohol akan digunakan
minimal 31% (SNI 06-2385-2006), tetapi
untuk standar mutu minyak nilam dalam pasar 2. BAHAN DAN METODE
ekspor internasional yaitu minimal 38%
(Essential Oil Association of USA (EOA), 2.1 Bahan
1975). Sementara itu masih banyak ditemui
Bahan baku yang digunakan dalam
minyak nilam yang diproduksi di Indonesia
penelitian ini adalah minyak nilam yang
mempunyai kadar patchouli alkohol yang
diperoleh dari hasil penyulingan petani nilam
masih rendah yaitu dibawah 30%. Hal ini
(Pogostemon cablin Benth) dari Kabupaten
disebabkan antara lain karena penanganan
Aceh Selatan, Aceh. Penyulingan tanaman
pasca panen bahan sebelum disuling belum
nilam dilakukan dengan metoda penyulingan
baik, peralatan dan cara sederhana, waktu
uap, dengan kapasitas alat penyulingan 20 kg
penyulingan yang singkat yaitu 3-4 jam
tanaman nilam selama 6 jam. Minyak nilam
(waktu penyulingan optimal 5-6 jam) dan
yang diperoleh disimpan di dalam botol
pengaruh daerah asal bahan baku. Hal ini akan
berwarna gelap, ditutup dan diletakkan di
mengakibatkan rendahnya harga dan tidak
dalam ruang dingin dengan suhu 4°C.
memenuhi permintaan pasar.
Beberapa penelitian yang telah 2.2 Metode penelitian
dilakukan untuk meningkatkan kadar patchouli
alkohol di dalam minyak nilam dengan 2.2.1 Analisis komponen kimia penyusun
menggunakan metoda yang berbeda, minyak nilam
diantaranya dengan menggunakan metoda
distilasi fraksinasi dengan tekanan 5-6 mmHg Analisis komponen penyusun minyak
(Yanyan et al, 2004), kromatografi cair vakum nilam dilakukan dengan menggunakan
Hasil Penelitian Industri 80 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
kromatografi gas spektrometri massa (GC- 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
MS). GC-MS dioperasikan menggunakan
3.1 Komponen kimia penyusun minyak
kolom Rtx-5MS (panjang 30 meter, ID 0,25
nilam
mm), dengan suhu oven 80ºC, suhu injektor
300ºC, mode injektor split, waktu sampling 1 Hasil analisis GC-MS komponen kimia
menit, tekanan 35,6 kPa, aliran total 71,1 penyusun minyak nilam ditunjukkan pada
mL/menit, aliran kolom 0,68 mL/min, Tabel 1. Hasil analisis minyak nilam dengan
kecepatan linier 30,3 cm/detik, rasio split menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa
99,7. Identifikasi komponen-komponen terdapat 15 komponen kimia penyusun minyak
minyak nilam dilakukan dengan melihat nilam yang dapat teridentifikasi. Komponen-
database dan membandingkan massa spektra komponen kimia penyusun minyak nilam hasil
masing-masing komponen yang teridentifikasi analisis yang mempunyai persentase terbesar
dengan literatur dan publikasi. berdasarkan persentase area adalah patchouli
alcohol (32,60%), δ-guaiene (23,07%), α-
2.2.2 Identifikasi sifat fisiko-kimia komponen guaiene (15,91%), seychellene (6,95%), dan α-
penyusun minyak nilam patchoulene (5,47%). Kecenderungan hasil
penelitian yang hampir sama telah dilaporkan
Identifikasi sifat fisiko-kimia dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Corine dan
dengan menggunakan Program Hyperchem. Sellier (2004) melaporkan 5 komponen utama
Struktur molekul masing-masing komponen penyusun minyak nilam berturut-turut adalah
minyak nilam yang diperoleh dari analisis GC- patchouli alcohol (32,2%), δ-guaiene (16,7%),
MS digambar menggunakan program α-guaiene (15,6%), α-patchoulene (5,5%) dan
Hyperchem dan dioptimasi dengan seychellene (5,3%). Dung et al. (1989)
menggunakan energetic optimisation melaporkan 5 komponen utama penyusun
procedure (Hyperchem). Perhitungan sifat- minyak nilam dari Vietnam berturut-turut
sifat fisiko-kimia yang meliputi diemeter adalah patchouli alkohol (37,8%), α-bulnesene
efektif, hidrofobisitas, momen dwikutub dan (δ-guaiene) (14,7%), α-guaiene (13,4%), α-
polarisabilitas dihitung menggunakan patchoulene (8,0%), seychellene (7,5%).
menggunakan metoda Molecular mechanics Perbedaan komponen kimia penyusun
(MM2) (Braeken et al., 2005). Perhitungan minyak nilam secara kualitatif maupun
diameter efektif molekul masing-masing kuantitatif selain dapat disebabkan karena
komponen penyusun minyak nilam dilakukan perbedaan faktor-faktor lingkungan daerah
menggunakan prosedur kalkulasi diameter asal yang berbeda, juga dapat disebabkan oleh
molekul dan optimisasi energetik (Van der perbedaan cara pemanenan, perlakuan proses
Bruggen, et al. 1999; Braeken, et al., 2005). pasca panen, kondisi penyulingan dan
Perhitungan diameter efektif masing-masing penyimpanan minyak. Menurut Nickavar et al.
komponen berdasarkan persamaan berikut : (2004), perbedaan komposisi dan jumlah
komponen penyusun minyak dapat disebabkan
dc = 2/a + b/π (1) karena variabilitas dari subspesies tanaman
dan eksistensi chemotypes yang berbeda.
Ket: Sedangkan menurut Hosni et al. (2008)
a = panjang molekul perbedaan komposisi kimia minyak atsiri dari
b = diemeter molekul (Van der Bruggen, et spesies yang sama dan dari daerah yang
al., 1999) berbeda disebabkan karena perbedaan
kompleksnya metabolisme sekunder,
chemotypes yang berbeda atau proses adaptasi
khususnya terhadap kondisi ekologi.
Hasil Penelitian Industri 81 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
Tabel 1. Komponen kimia penyusun minyak nilam
No. Waktu BM
Nama senyawa Formula Struktur kimia % relatif
puncak retensi (g/mol)
1 14,692 β-Patchoulene C15H24 204 2,34

2 14,733 β-Elemene C15H24 204 1,17

3 15,183 2.6.6-Trimethyl- C14H24O 208 0,55


cyclohex-2-en-
1-yl

4 15,258 trans- C15H24 204 3,49


Caryophyllene

5 15,458 α-Guaiene C15H24 204 15,91

6 15,692 Seychellene C15H24 204 6,95

7 15,758 α-Humulene C15H24 204 0,69

8 15,875 α-Patchoulene C15H24 204 5,47

Hasil Penelitian Industri 82 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


No. Waktu BM
Nama senyawa Formula Struktur kimia % relatif
puncak retensi (g/mol)
9 15,925 α-Gurjunene C15H24 204 1,47

10 15,975 cis- C15H24 204 1,45


Caryophyllene

11 16,050 β-Selinene C15H24 204 0,49

12 16,233 Aromadendren C15H24 204 0,62

13 16,350 β-Chamigrene C15H24 204 3,73

14 16,450 δ-Guaiene C15H24 204 23,07

15 18,708 Patchouli C15H26O 222 32,60


alkohol

Hasil Penelitian Industri 83 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


3.2 Identifikasi Sifat Fisiko-Kimia kimia penyusun minyak nilam yang lain. Hal
Komponen Penyusun Minyak Nilam ini dapat disebabkan karena patchouli alkohol
memiliki gugus hidroksi (-OH).
Hasil perhitungan sifat-sifat komponen Hidrofobisitas dari suatu senyawa,
penyusun minyak nilam hasil perhitungan dinyatakan dengan koefisien partisi (Log P).
menggunakan metoda molecular mechanics Koefisien partisi merupakan konsentrasi dari
(MM2), yang meliputi diameter efektif, senyawa di dalam oktanol dan konsentrasi di
hidrofobisitas (Log P), momen dwikutub dan dalam air, dan ini menunjukkan hidrofobisitas
polarisabilitas dapat dilihat pada Tabel 2. suatu molekul/senyawa. Menurut Braeken, et
Perbedaan sifat fisiko-kimia yang al, (2005), molekul dengan nilai hidrofobisitas
signifikan antara patchouli alkohol dan (Log P) lebih rendah umumnya mempunyai
komponen penyusun minyak nilam yang lain gugus –OH atau O lebih banyak dibandingkan
adalah sifat hidrofobisitas dan momen dengan molekul lain yang mempunyai nilai
dwikutub. Patchouli alkohol mempunyai nilai hidrofobisitas lebih tinggi, sehingga dapat
hidrofobisitas yang lebih kecil, dan nilai membentuk ikatan hidrogen dengan komponen
momen dwikutub yang lebih besar jika organik yang mempunyai gugus aktif.
dibandingkan dengan komponen-komponen

Tabel 2. Sifat fisiko-kimia komponen penyusun minyak nilam hasil perhitungan menggunakan
metode molecular mechanics (MM2)
Diemeter Hidrofobisitas Polarisabilitas Momen
No Komponen
efektif (Log P) (Å) dwikutub
1 β-Patchoulene 2,29 4,11 25,01 0,10
2 β-Elemene 2,51 4,95 23,66 0,17
3 4-(2.6.6-Trimethyl 2,62 5,71 25,58 0,67
cyclohex-2-en-1-yl)-
pentan-2 one
4 trans-Caryophyllene 2,34 4,87 26,37 0,10
5 α-Guaiene 2,30 4,13 24,53 0,25

6 Seychellene 2,21 4,10 24,05 0,34


7 α-Humulene 2,79 4,65 26,95 0,53
8 α-Patchoulene 2,83 4,11 25,01 0,10
9 α-Gurjunene 2,23 4,43 26,56 0,11
10 cis-Caryophyllene 1,94 4,87 26,37 0,10
11 β-Selinen 2,31 4,90 26,48 0,11

12 Aromadendrene 2,23 4,65 26,56 0,30


13 β-Chamigrene 2,23 4,51 25,62 0,20

14 δ-Guaiene 2,41 4,13 24,53 0,25


15 Patchouli alkohol 2,70 2,54 25,45 1,07

Hasil Penelitian Industri 84 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


Patchouli alkohol juga mempunyai nilai dapat dilakukan dengan menggunakan
momen dwikutub yang lebih besar jika membran yang bersifat hidrofilik. Salah satu
dibandingkan dengan komponen-komponen material membran yang bersifat hidrofilik
kimia penyusun minyak nilam yang lain. adalah selulosa asetat. Sifat hidrofilik dari
Momen dwikutub dari sebuah molekul selulosa asetat mempengaruhi kemudahan
merupakan jumlah dari permanent dipole interaksi dan difusi molekul/senyawa penetran
moment µº dan induced dipole moment µind. dalam membran jika masing-masing membran
Molekul dengan nilai momen dwikutub tinggi dan solut memiliki kesamaan atau perbedaan
memiliki nilai polaritas yang makin tinggi kepolaran ataupun muatan (Fried, 1995).
yang berarti makin polar sifat molekul Selulosa asetat merupakan salah satu
tersebut, sebaliknya molekul yang memiliki polimer sebagai material membran yang
nilai momen dwikutub rendah maka molekul bersifat hidrofilik. Hasil perhitungan sifat
tersebut memiliki nilai polaritas yang juga fisiko-kimia selulosa asetat menggunakan
rendah Van der bruggen, et al. (1999). metoda molecular mechanics (MM2)
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa menunjukkan bahwa selulosa asetat
sifat-sifat kimia komponen-komponen mempunyai nilai hiropobisitas (Log P) 2,29,
penyusun minyak nilam yang menunjukkan momen dwikutub 1,15 dan polarisabilitas 2,29.
perbedaan yang signifikan adalah sifat Selulosa asetat mempunyai nilai hidrofobisitas
hidrofobisitas. Oleh karena itu diharapkan hampir sama dengan nilai hidrofobisitas
kadar patchouli alkohol dapat ditingkatkan patchouli alkohol jika dibandingkan dengan
dengan metode pemisahan menggunakan dasar komponen penyusun minyak nilam lain.
mekanisme perbedaan hidrofobisitas. Berdasarkan uraian tersebut peningkatan kadar
Salah satu metoda pemisahan yang patchouli akohol diduga dapat dilakukan
menggunakan mekanisme perbedaan dengan menggunakan membran selulosa
hidrofobisitas adalah teknologi membran. Pada asetat.
membran nanofiltrasi proses pemisahannya Interaksi patchouli alkohol dan selulosa
berdasarkan pada perbedaan ukuran partikel asetat melalui ikatan hidrogen dapat
bahan dengan ukuran pori-pori membran dan dimodelkan menggunakan program
adanya interaksi kimia antara komponen Hiperchem seperti ditunjukkan pada Gambar
penyusun membran dengan bahan yang akan 3.
dipisahkan (Mulder, 1996). Kemampuan
membran untuk memisahkan komponen suatu
campuran dipengaruhi oleh perbedaan sifat
fisika dan kimia komponen yang akan
dipisahkan (Baker, 2004). Berdasarkan kaidah
like dissolves like, mekanisme pemisahan ini
diharapkan dapat terjadi apabila material (a)
membran yang digunakan bersifat hidrofilik.
Membran dapat dibedakan menjadi dua
jenis, hidrofilik dan hidrofobik. Membran
yang bersifat hidrofilik mempunyai sisi aktif
yang bersifat polar, yang akan berinteraksi
dengan molekul/senyawa penetran yang juga
bersifat polar. Interaksi antara penetran dengan
membran dapat terjadi melalui ikatan kimia,
yaitu ikatan hidrogen. Oleh karena itu (b)
peningkatan kadar patchouli alkohol diduga
Hasil Penelitian Industri 85 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
Ikatan hidrogen 1 hidrogen antara patchouli alkohol dan selulosa
asetat sebagai material membran. Namun, hal
ini harus dibuktikan lebih lanjut dengan
penelitian penggunaan membran dalam
meningkatkan kadar patchouli alkohol di
dalam minyak nilam.

DAFTAR PUSTAKA
Ikatan hidrogen 2
Burt, S. 2006. J. Food Microbiology. Essential
Oil, Their Antibacterial Properties and
(c) Potential Applications in Foods - a
Gambar 3. Patchouli alkohol (a), selulosa asetat Review. 94: 223-253
(b), ikatan hidrogen antara patchouli
alkohol dan selulosa asetat (c) Baker, R.W. 2004. Membrane Technology and
( = C, = O, = H) Applications. California. John Wiley
and Sons
Berdasarkan alasan tersebut dapat
dinyatakan bahwa peningkatan kadar patchouli Braeken, L., Ramaekers, R., Zhang, Y., Maes,
alkohol di dalam minyak nilam diduga dapat G., Van der Bruggen, B. and
terjadi melalui mekanisme terbentuknya ikatan Vandecasteele, C. 2005. J. Membran
hidrogen antara patchouli alkohol dan selulosa Science. Influence Hydrophobicity on
asetat, untuk itu perlu dibuktikan dengan Retention in Nanofiltration of Aqueous
penelitian lebih lanjut yaitu penggunaan Solutions Containing Organic
membran terutama membran yang terbuat dari Compounds. 271: 1-9
material yang bersifat hidrofilik (salah satunya
adalah selulosa asetat) dalam peningkatan Corine, M.B. and Sellier,N.M. 2004. J. Essent.
kadar patchouli alkohol di dalam minyak Oil Res. Analysis of The Essential Oil
nilam. of Indonesian Patchouli (Pogostemon
cablin Benth.) Using GC/MS (EI/CI).
4. KESIMPULAN 16: 17-19

Hidrofobisitas (Log P), momen Donelian,A., Carlson,L.H.C., Lopesa,T.J. and


dwikutub dan polarisabilitas dari masing- Machado,R.A.F. 2009. J. Supercritical
masing komponen penyusun minyak nilam Fluids. Comparison of Extraction of
dapat dihitung dengan menggunakan metoda Patchouli (Pogostemon cablin)
molecular mechanics (MM2) dengan program Essential Oil with Supercritical CO2
Hiperchem. Perbedaan sifat patchouli alkohol and by Steam Distillation. 48: 15-20
dan masing-masing komponen penyusun
minyak nilam yang paling signifikan adalah Dung, N.X., Pier,A.L. Tran, H.T. and La,D.M.
sifat hidrofobisitas dan momen dwikutub. 1989. J. Essent. Oil Res. Chemical
Berdasarkan perbedaan tersebut dipilih Composition of Patchouli Oil from
selulosa asetat yang bersifat hidrofilik sebagai Vietnam. 3: 1-2
material membran. Dengan permodelan Essential Oil Association of USA. 1975. EOA
interaksi antara patchouli alkohol dan selulosa Spesifications and Standard. New York
asetat menggunakan metoda molechular
mechanics (MM2) diusulkan bahwa interaksi Federal Regulations Code. 2002. Food and
kimia yang terjadi adalah terbentuknya ikatan Drugs Administration, from the U.S.
Government Printing Office via GPO
Hasil Penelitian Industri 86 Volume 23, No. 2, Oktober 2010
Access Government [CITE: Standar Nasional Indonesia. 2006. Standar
21CFR172.510], U.S.A. 3: 49-52 Minyak Nilam. SNI: 06-2385-2006.
Jakarta
Fried, J. R. 1995. Polymer Science and
Technology. University of Cincinnati. Suryatmi, R.D. 2008. Fraksinasi Minyak
Oxford. Prentice-Hall International Inc. Nilam. Prosiding Konferensi Nasional
Minyak Atsiri: 131-136
Hosni, K., Msaada, K., Taarit, M.B., Ouchikh,
O., Kallrl, M., and Marzouk, B. 2008. Van der Bruggen, B., Schaep. J., Wilms, D.
J. Industrial Crops and Products. and Vandecasteele. 1999. J. Membrane
Essential oil composition of Hypericum Science. Influence of Molecular Size,
perfoliatum L. and Hypericum Polarity and Charge on the Retention
tomentosum L. Growing Wild in of Organic Molecules by
Tunisia. 27. 308-314 Nanofiltration. 156: 29-41

Mulder, M. 1996. Basic Principle of Yanyan, F.N., Zainuddin, A. dan Sumiarsa, D.


Membrane Technology. London. 2004. Perkembangan Teknologi TRO.
Kluwer Academic Publ. Peningkatan Kadar Patchouli Alkohol
dalam Minyak Nilam (Patchouli Oil)
Nickavar, B., Mojab, F., and Dolat-Abadi, R. dan Usaha Derivatisasi Komponen
2004. J. Food Chemistry. Analysis of Minornya. 16 (2): 72-78
Essential Oil of Two Thymus Species
from Iran. 90: 609-611

Hasil Penelitian Industri 87 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


UCAPAN TERIMA KASIH
Pada volume 23 Tahun 2010, Jurnal Hasil Penelitian Industri (HPI) mengundang Mitra Bestari
untuk berpartisipasi dalam penelaahan naskah yang masuk ke Redaksi. Partisipasi dari luar
Dewan Redaksi Tetap ini diperlukan untuk menjamin bahwa naskah yang masuk benar-benar
ditelaah oleh para ahli dalam bidang yang bersangkutan sehingga dapat meningkatkan mutu
Jurnal HPI ini.

Mitra Bestari yang turut berpartisipasi adalah:


No. Nama Jabatan dan Instansi
1. Dr. Ir. Darmadi, MT Staf Pengajar Fak. Teknik Jurusan Teknik Kimia
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

2. Dr. Nasrul AR., ST, MT Staf Pengajar Fak. Teknik Jurusan Teknik Kimia
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

3. Dr. Hesti Meilina, ST, MP Staf Pengajar Fak. Teknik Jurusan Teknik Kimia
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

4. Dr. Ir. Izarul Machdar, M.Eng Staf Pengajar Fak. Teknik Jurusan Teknik Kimia
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

5. Dr. Ir. Muhammad Zaki, M.Sc Staf Pengajar Fak. Teknik Jurusan Teknik Kimia
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

7. Dr. Ir. Anshar Patria, M.Sc Staf Pengajar Fak. Pertanian Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

8. Nasrullah RCL., ST, MT Staf Pengajar Fak. Teknik Jurusan Teknik Kimia
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

9. Satriana, S.TP, MT Staf Pengajar Fak. Pertanian Jurusan Teknologi


Hasil Pertanian
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Untuk itu, Redaksi Jurnal HPI mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan kami
berharap bahwa kerjasama dan partisipasinya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

Hasil Penelitian Industri 88 Volume 23, No. 2, Oktober 2010


INDEKS PENGARANG

Aisyah, Y., 79 Mahlinda, 1 Rambe, S. M., 38


Aprilia, S., 62 Mukhriza, T., 62 Redha, F., 19
Rienoviar, 8
Djafar, F., 47 Nashrianto, H., 8
Nasution, Z. A., 38 Said, S. D., 28
Gani, A., 47 Nazlul, 19 Suhendrayatna, 19
Nurdin, S., 19 Supardan, M. D., 47
Lestari, L., 62
Limbong, H. P., 55
Lubis, M. R., 69
INDEKS SUBYEK

anti oksidan, 8 ginger oil, 47 particle size, 47


anti-oxidant, 8 glucan yield, 70 patchouli oil, 79
asam askorbat, 8 pemecah kemiri, 1
ascorbic acid, 8 Hibiscus sabdariffa Linn, 8 physico-chemical properties, 79
hidrodistilasi, 47 poplar wood, 70
bioaccumulation, 19 hydrodistilation, 47 program Hyperchem, 79
bioakumulasi, 19 hidrofobisitas, 79 prototipe, 55
biocontrol agent, 28 hidrolisis, 69 prototype, 55
biofungicide, 28 hydrolysis, 70
biofungisida, 28 hydrophobicity, 79 rasio, 47
biokontrol, 28 hyperchem program, 79 ratio, 47
biopesticide, 28 roselle syrup, 8
biopestisida, 28 kapur, 69
bioreactor, 19 kayu poplar, 69 Saccharomyces cerevisiae, 19
bioreaktor, 19 kemasan, 55 serat batang kelapa sawit, 38
kemiri, 1 sifat fisiko-kimia, 79
candlenut, 1 khitosan, 62 sirup rosella, 8
candlenut cracker, 1 khromium, 19 suspended solid, 62
cekungan, 55
chitosan, 62 lembaran serat semen, 38 ukuran partikel, 47
chromium, 19 limbah karton, 55
cubic growth model, 28 lime, 70 Trichoderma harzianum, 28
tekanan pencetakan, 38
daya simpan, 8 membran ultrafiltrasi, 62
dipole moment, 79 minyak jahe, 47 ultrafiltration membrane, 62
minyak nilam, 79
endurance time, 8 model pertumbuhan kubik, 28 variable frequency drive, 1
molding pressure, 38
fibre cement sheets, 38 momen dwikutub, 79 waste cardboard, 55
fluks, 62
flute, 55 oil palm stem fibre, 38 xylan, 69, 70
fluxs, 62
formamida, 62 packaging, 55 yield glucan, 69
formamide, 62 padatan tersuspensi, 62
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
Jurnal Hasil Penelitian Industri adalah publikasi ilmiah resmi dari Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda
Aceh, terbit dua kali dalam setahun. Jurnal ini merupakan wadah penyebaran hasil penelitian dan pengembangan
sektor industri bidang pangan, industri proses, rancang bangun peralatan, tekhnologi hasil pertanian, lingkungan,
teknologi minyak atsiri/oleo dan energi.

Redaksi menerima naskah yang sesuai untuk dipublikasikan dalam Jurnal ini. Naskah yang sesuai disampaikan
rangkap 2 (dua) eksemplar, tercetak asli disertai dengan rekaman (softcopy) dalam bentuk CD atau dapat juga
dikirim secara elektronik melalui email attachment ke alamat berikut:

Redaksi Jurnal Hasil Penelitian Industri


Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh
Jl. Cut Nyak Dhien No. 377, Lamteumen Timur, Banda Aceh 23236
Telp. (0651) 49714 ; Fax. (0651) 49556
E-mail : hpi_brsbna@yahoo.com

Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penulisan naskah antara lain:

Naskah atau artikel yang diajukan merupakan hasil Referensi hendaknya berasal dari sumber yang jelas dan
penelitian, ulasan ilmiah dan catatan penelitian terpercaya. Referensi yang ditampilkan dalam naskah
(research notes), yang belum pernah diterbitkan dan mengikuti pola baku dengan mencantumkan nama
tidak direncanakan diterbitkan dalam penerbitan- penulis (surname) dan tahun publikasi, misalnya (Rifai,
penerbitan lain. 1983). Bila referensi terdiri dari dua orang penulis
digunakan ‘dan’, ‘and’ atau ‘&’, sedangkan bila lebih
Format naskah atau artikel diketik menggunakan Ms. dari dua orang penulis digunakan ‘et al.’ atau ‘dkk’,
Word dengan satu kolom, menggunakan font Times namun harus ditulis lengkap dalam daftar pustaka.
New Roman dengan ukuran font 12 point, spasi 1. Batas
atas dan bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan kanan 2 cm, Daftar Pustaka berisikan daftar referensi yang
dicetak satu muka pada kertas berukuran A4, dan tidak digunakan dan ditulis dengan pola baku, seperti contoh
lebih dari 10 (sepuluh) halaman. berikut:
Sistematika penulisan artikel terdiri atas judul, nama Jurnal
penulis, instansi, abstrak dan kata kunci (bahasa Peterson, R.L., and C. Zelmer. 1998. Symbiosis. Fungal
Indonesia dan bahasa Inggris), pendahuluan, Symbioses with Orchid Protocorms. 25:29-55
metodologi, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan
saran, ucapan terima kasih (bila ada) dan daftar Buku
pustaka. Luyben, William L., and Chien, I. Lung. 2010. Design
and Control of Distillation Systems for Separating
Judul diketik dengan huruf capital tebal (Bold), memuat Azeotropes. New Jersey. John Wiley & Sons, Inc.
maksimum 20 kata, ditulis dalam 2 bahasa, Bahasa Reynolds, Joseph P., Jeris, John S., and Teodhore, L..
Indonesia dan Bahasa Inggris, terjemahan judul dalam 2002. Handbook of Chemical and Environmental
bahasa Inggris diketik dengan huruf kecil dan miring, Engineering Calculations. New Jersey. John Wiley
dituliskan di bawah judul yang berbahasa Indonesia . & Sons, Inc.
Nama penulis ditulis di bawah judul dengan ketentuan Prosiding
jika penulisnya lebih dari satu dan intansinya berbeda Argent, G. 1989. Vireya Taxonomy in Field and
maka ditandai dengan 1), 2) dan seterusnya. Laboratory. In Proceedings of The Forth
Instansi/alamat dan Email ditulis di bawah Nama International Rhododendron Conference.
penulis. Wollongong, NSW
Abstrak diketik dengan huruf miring (italic) maksimal Skripsi/Thesis/Disertasi
250 kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Mo, B. 2004. Plant ‘integrin-like’ Protein in Pea
(Pisum sativum L.) Embryonic Axws. PhD
Kata Kunci/Keywords terdiri dari 3 hingga 5 kata, Dissertation. Department of Biology, University of
disusun menurut abjad dan dicetak tebal. South Dakota. South Dakota
Tabel diberi nomor dan ditulis singkat serta jelas Website
dibagian atasnya. Bucknell University Information Services and
Grafik, gambar dan foto harus tajam dan jelas agar Resources. Information Services and Resources
cetakan berkualitas baik dan diberi nomor, judul dan Homepage. http://www.isr.bucknell.edu
keterangan yang jelas dibawahnya. Softcopy foto atau Shukla, O.P. 2004. Biopulping and Biobleaching: An
gambar turut disertakan dalam format *JPEG. Energy and envioronment Saving Technology for
Indian Pulp and Paper Industry. EnviroNews. No.
2. Vol.10. http://isebindia.com/01_04/04-04-3.html
Jl. Cut Nyak Dhien No. 377 Lamteumen Timur, Banda Aceh - 23236
Telp. (0651) 49714, Fax. (0651) 49556, E-mail: hpi_brsbna@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai