Tulisan dengan judul Best Forecasting Model on Arrivals of Foreign Visitors to DKI
Jakarta by Port of Entry ini menyajikan gambaran pergerakan wisatwan mancanegara yang
datang ke DKI Jakarta melalui Bandara Soekarno Hatta, Bandara Halim Perdana Kusuma
dan Pelabuhan Tannjung Priok diduga selain mempunyai keterkaitan dengan jumlah
wisatawan pada waktu-waktu sebelumnya juga mempunyai keterkaitan dengan pergerakan
jumlah wisatawan di pintu masuk lain yang seringkali disebut dengan hubungan spasial.
Harapan saya, hasil penelitian ini bermanfaat bagi fihak-fihak terkait, terutama
sebagai informasi para penentu kebijakan sektor pariwisata dalam merumuskan kebijakan
yang akan datang khususnya dalam program pariwisata di DKI Jakarta.
Penulis menyadari, tanpa bantuan dari berbagai fihak, rasanya mustahil dan sungguh
terasa sangat berat untuk bisa menyelesaikan tulisan ini. Karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Bapak Dr. I Made Sumerta Jaya, M.Si selaku dosen yang telah berkenan meluangkan waktu
dan memberikan materi kuliah Pemodelan Space Time di mata kuliah Kapita Selekta serta
dorongan semangat kepada penulis hingga tulisan ini selesai.
2. Bapak Dr. Bagus Sartono, M.Si selaku selaku dosen yang telah berkenan meluangkan waktu
dan memberikan materi kuliah Kapita Selekta serta dorongan semangat kepada penulis
hingga tulisan ini selesai.
3. Bapak Dr. Utami Dyah Savitri, M.Si selaku selaku dosen yang telah berkenan meluangkan
waktu dan memberikan materi kuliah Kapita Selekta serta dorongan semangat kepada penulis
hingga tulisan ini selesai.
4. Fihak lain yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, yang banyak berperan membantu
dalam penyelesaian penulisan ini.
Akhirnya, saran dan kritik membangun dari semua fihak sangat diharapkan untuk
penyempurnaan tulisan ini.
Imam Hidayat
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Tabel iii
Daftar Gambar v
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
Metodologi 2
Hasil dan Pembahasan 10
Analisis Deskriptif 11
Membangun Model Rataan Berupa Box-Jenkins 13
Membangun Model Vector Auto Regressive (VAR) 21
Membangun Model GSTAR Bobot Inverse Jarak 25
Membangun Model GSTAR Bobot Seragam 31
Kesimpulan dan Saran 37
Lampiran 38
Daftar Pustaka 41
ii
DAFTAR TABEL
iii
Bobot Seragam 32
Tabel 29. Dugaan Parameter GSTAR Bobot Seragam 32
Tabel 30. Hasil Peramalan Model GSTAR Bobot Seragam 35
Tabel 31. Ringkasan RMSE model GSTAR Bobot Seragam 36
Tabel 32. Ringkasan RMSE Berbagai Model untuk Permalan Ketiga Lokasi 36
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I. PENDAHULUAN
Data deret waktu dari beberapa lokasi yang berdekatan seringkali mempunyai
hubungan yang saling bergantung [1]. Model Generalized Space Time Autoregrresive
(GSTAR) adalah salah satu model yang banyak digunakan untuk memodelkan dan
meramalkan data deret waktu dan lokasi.
Model ini merupakan pengembangan dari model Space Time Autoregrresive
(STAR) yang cenderung tidak fleksibel saat dihadapkan pada lokasi-lokasi yang memiliki
karakteristik yang heterogen [5]. Salah satu penelitian mengenai model GSTAR adalah
Model Generalisasi Lokasi Time Autoregresi dan Penerapannya pada Produksi Minyak
Bumi[6]. Studi model GSTAR tersebut dimotivasi oleh fenomena produksi minyak bumi
yang memiliki keheterogenan tinggi, sehingga model STAR kurang sesuai dalam
mendeskripsikan dan memperkirakan produksi minyak. Penelitian lain mengenai model
GSTAR adalah mengenai kekonsistenan least square sebagai metode estimasi dalam
model pada studi kasus pada produksi teh bulanan di Jawa Barat[2].
Salah satu permasalahan utama pada pemodelan GSTAR adalah pemilihan dan
penentuan bobot lokasi. Bobot lokasi yang baik adalah bobot lokasi yang membentuk
model dengan kesalahan ramalan terkecil. Secara umum terdapat tiga bobot lokasi yang
digunakan dalam GSTAR, yaitu bobot lokasi seragam, bobot lokasi invers jarak, dan bobot
lokasi normalisasi korelasi silang.
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan penentuan bobot lokasi antara lain
mengkaji tentang penggunaan bobot lokasi seragam pada data produktivitas teh di beberapa
perkebunan [6]. Penentuan bobot lokasi dengan menggunakan normalisasi hasil inferensia
statistik terhadap korelasi silang antar lokasi merupakan cara yang optimal untuk
pemodelan GSTAR dibandingkan dengan bobot lokasi seragam[7].
Namun, karakteristik suatu data mempunyai keunikan sendiri, sehingga
memungkinkan adanya pemilihan dan penentuan bobot lokasi yang berbeda. Pada
penelitian ini analisis GSTAR diaplikasikan untuk memodelkan wisatawan mancanegara
yang datang ke DKI Jakarta melalui pintu masuk : Bandara Soekarno Hatta, Bandara
Halim Perdana Kusuma dan Pelabuhan Tanjung Priok yang datanya diambil per bulan dari
tahun 2009 sampai dengan 2015.
Pergerakan wisatwan mancanegara yang melalui tiap pintu masuk diduga selain
mempunyai keterkaitan dengan jumlah wisatawan pada waktu-waktu sebelumnya juga
mempunyai keterkaitan dengan pergerakan jumlah wisatawan di pintu masuk lain yang
seringkali disebut dengan hubungan spasial. Model yang diharapkan yaitu model yang
menggambarkan keterkaitan waktu dan lokasi pada data wisatawan mancanegara yang
datang ke DKI Jakarta menurut pintu masuk setiap bulan berdasarkan penentuan bobot
lokasi yang memberikan nilai kesalahan ramalan terkecil.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh model space-time terbaik dengan
membandingkan dan mengevaluasi ketepatan ramalan berbagai bobot lokasi dari model
GSTAR pada data wisatawan mancanegara yang datang ke DKI Jakarta menurut pintu
masuk setiap bulan
1
BAB II. METODOLOGI
Proses linier Umum {𝑍𝑡 } adalah suatu proses yang merupakan kombinasi linier dari white
noise sekarang dan sebelumnya
𝑍𝑡 = 𝑎𝑡 + 1 𝑎𝑡−1 + 2 𝑎𝑡−2 + . . .
𝑖=1 𝑖 < ∞
2
Dengan ∑∞
𝑍𝑡 = 𝑎𝑡 + 1 𝑎𝑡−1+ 2 𝑎𝑡−2 + . . .
= E (𝑎𝑡 ) + E (𝑎𝑡−1 ) + ⋯ ….
=0
= 2𝑎 ( 1 + 2 + 4 + ⋯ … . . )
1
= 2𝑎
1− 2
Koragam : Cov (𝑍𝑡 , 𝑍𝑡−1 ) = Cov (𝑎𝑡 + 𝑎𝑡−1 + 2 𝑎𝑡−2 + . . . , 𝑎𝑡−1 + 𝑎𝑡−2+ 2 𝑎𝑡−3 )
= 2𝑎 ( 1 + 2 + 4 + ⋯ … . . )
= 2𝑎 1− 2
Cov (𝑍𝑡 ,𝑍𝑡−1 ) 2𝑎
1− 2
Korelasi : Corr (𝑍𝑡 , 𝑍𝑡−1 ) = = 1 =
Var (𝑍𝑡 ) 𝑎
2
1− 2
𝑘 2𝑎
𝛾𝑘 = Cov (𝑍𝑡 , 𝑍𝑡−𝑘 ) = dan Corr (𝑍𝑡 , 𝑍𝑡−𝑘 ) = 𝑘 untuk k = 0, 1, 2, ……
1− 2
Mengacu kepada konsep weak stationarity, ∀t, k, s ≥ 1, suatu series {𝑍𝑡 } dikatakan
stasioner bila:
E (𝑍𝑡 ) = E (𝑍𝑡−𝑘 )
2
Matrix Autocorrelation Function (MACF)
Diberikan suatu vektor time series sebanyak n pengamatan 𝑧1 , 𝑧2 , … … … … , 𝑧𝑛
matriks korelasi sampel dinyatakan sebagai:
Dengan 𝜌̂𝑖𝑗 (𝑘) adalah korelasi silang sampel dari komponen deret ke-i dan ke-j yaitu
∑𝑛−𝑘 ̅ ̅
𝑡=1 ( 𝑍𝑖,𝑡 − 𝑍𝑖 )( 𝑍𝑗,𝑡+𝑘 − 𝑍𝑗 )
𝜌̂𝑖𝑗 (𝑘) = ………………………………………………..(2)
[∑𝑛 ̅ 2 𝑛 ̅ 2 1/2
𝑡=1( 𝑍𝑖,𝑡 − 𝑍𝑖 ) ∑𝑡=1( 𝑍𝑗,𝑡 − 𝑍𝑗 ) ]
dengan 𝑍̅𝑖 dan 𝑍𝑗̅ adalah mean sampel dari komponen deret yang bersesuaian.
Bentuk matriks dan grafik semakin kompleks apabila dimensi dan vektornya
semakin besar, sehingga menyulitkan dalam hal pengidentifikasian. Untuk mempermudah
metode yang digunakan adalah dengan menggunakan simbol yang dinotasikan dengan
(+),(-) dan (.) pada matriks korelasi sampel ke (i,j)[9]. Simbol (+) diartikan sebagai lebih
besar dari 2 kali standar error dan menunjukkan hubungan memiliki korelasi positif. Simbol
(-) menyatakan suatu nilaikurang dari -2 kali standar error dan menunjukkan hubungan
memiliki korelasi negatif. Sedangkan symbol (.) menotasikan berada diantara ±2 kali
standar error dan menunjukkan tidak adanya korelasi.
Matriks fungsi korelasi parsial pada lag ke-s (P(s)) sebagai koefisien matriks
terakhir jika data diterapkan untuk suatu proses vector autoregressive pada orde ke-s i[3].
Hal ini merupakan pengembangan definisi fungsi parsial sampel untuk univariate time
series[3]. Sehingga P(s) sama dengan dalam regresi linier multivariat. Seperti PACF kasus
univariate time series, MAPCF juga bersifat terputus setelah lag p pada model VAR (p).
3
dengan
Kemudian matrik diatas distandarkan dalam bentuk 𝑤𝑖𝑗∗ untuk mendapatkan ∑𝑖 ≠𝑗 𝑊𝑖𝑗 = 1.
Bobot berdasarkan pada normalisasi korelasi silang antar lokasis pada lag waktu yang
bersesuaian.
Taksiran dari korelasi silang ini pada data sampel adalah:
∑𝒏 ̅ ̅
𝒊=𝒌+𝟏[( 𝒁𝒊 (𝒕)− 𝒁𝒊 )][( 𝒁𝒋 (𝒕−𝒌)− 𝒁𝒋 )]
𝐫𝒊𝒋 (𝒌)= …………………………………(5)
√ ( ∑𝒏 ̅ 𝟐 𝒏 ̅ 𝟐
𝒕=𝟏 [ 𝒁𝒊 (𝒕)− 𝒁𝒊 ] )( ∑𝒕=𝟏 [ 𝒁𝒋 (𝒕)− 𝒁𝒋 ] )
Bobot ini memenuhi ∑𝑖 ≠𝑗 𝑊𝑖𝑗 = 1. Bobot lokasi dengan menggunakan normalisasi dari
besaran-besaran korelasi silang antara lokasi pada waktu yang bersesuaian ini
memungkinkan semua bentuk kemungkinan hubungan antar lokasi. Bobot ini juga
memberikan fleksibilitas pada besar dan tanda hubungan antar lokasi yang berlainan yaitu
positif dan negatif. Bobot lokasi ini merupakan bobot lokasi yang mencakup bobot lokasi
seragam dan biner[8]
4
Estimasi Parameter Least Square pada Model GSTAR
Model GSTAR dapat direpresentasikan sebagai suatu model linier dan parameter-
parameter autoregresifnya dapat diestimasi menggunakan metode least square[2]. Dengan
orde autoregresi, p=1 dan orde spasial 1, maka Persamaan (4) dapat diturunkan ke dalam
bentuk model GSTAR(11 ) sebagai berikut:
𝑍𝑖 (t) menyatakan observasi pada waktu t=0,1,…T di uts i=1, 2,…N dengan parameter
regresi waktu 𝜑𝑖0 dan spasial 𝜑𝑖1 dimana Wij menyatakan bobot lokasi i terhadap lokasi j.
Model GSTAR(11) dalam bentuk Persamaan (7) digunakan untuk melihat observasi yang
terjadi di setiap lokasi pada waktu tertentu.
Dalam melakukan penaksiran parameter terhadap suatu model linear, metode
kuadrat terkecil merupakan cara favorit dan sering digunakan oleh para peneliti maupun
praktisi. Metode ini juga diterapkan pada model GSTAR(11 ) yang dapat ditulis dalam
bentuk linear sebagai berikut:
Y = X β + u ……………………………………………………………………………….(8)
Estimasi dengan metode Least Square adalah sebagai berikut:
1
RMSE = √ 𝑛 ( ∑𝒏𝒕=𝟏 [ 𝑦𝑡 − 𝑦̂𝑡 ]2 ) ………………………………………………………(10)
dengan
𝑦𝑖 = pada pengamatan pada waktu ke-t
𝑦̂𝑡 = nilai ramalan pada waktu ke-t
n = jumlah pengamatan (data testing)
5
𝑍1 (t) : Jumlah Wisatawan mancanegara yang datang ke DKI Jakarta melalui Bandara
Soekarno Hatta
𝑍2 (t) : Jumlah Wisatawan mancanegara yang datang ke DKI Jakarta yang melalui
Bandara Halim Perdana Kusuma
𝑍3 (t) : Jumlah Wisatawan mancanegara yang datang ke DKI Jakarta yang melalui
Pelabuhan Tanjung Priok
6
a. Identification stage (Tahap Identifikasi)
Tahapan ini terdiri dari Perumusan Model Umum dan Uji Stasioneritas Data.
Sebelum menentukan model rataan tentatif, dilakukan pengujian kestasioneran
terhadap rataan. Pengujian kestasioneran terhadap rataan dilakukan dengan
menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF) yang merupakan uji formal
yang digunakan untuk melihat kestasioneran dari set data. Uji tersebut merupakan
pengembangan dari uji Dickey Fuller (Enders 2004). Kemudian dilakukan
pemerikasaan kestasioneran terhadap rataan secara deskriptif dengan
menggunakan plot autocorrelation function (ACF) dan partial autocorrelation
function (PACF).
Uji ADF menggunakan proses higher order autoregressive untuk peubah terikat.
Proses ini memungkinkan pengujian pada ordo tinggi. Misal persamaan
autoregressive ordo ke – p :
di mana n adalah banyaknya amatan yang digunakan. Hipotesis nol ditolak jika
statistik uji ADF () lebih kecil dari nilai kritis Dickey-Fuller pada taraf nyata
tertentu. Dengan demikian data dapat dikatakan sudah stasioner dalam rataan
(Hamilton 1994). Selanjutnya, berdasarkan ACF dan PACF ditentukan model
ARIMA tentatif.
b. Estimation and diagnostic checking stage (Tahap pendugaan dan pemeriksaan sisaan)
Diagnostic
Nilai sisaan dipelajari secara deskriptif untuk melihat apakah masih terdapat
beberapa pola yang belum diperhitungkan. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan
kebebasan pada sisaan (tidak autokorelasi) menggunakan Uji Ljung-Box. Statistik
uji Ljung-Box dinyatakan sebagai berikut (Enders 2004):
7
𝑟𝑗2
𝑄𝐿𝐵 = 𝑛 (𝑛 + 2) ∑𝑘𝑖=1
−𝑘
dengan 𝑟𝑗2 adalah autokorelasi sisaan ke–j, n adalah banyaknya pengamatan, dan
k adalah lag maksimum yang diinginkan. Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : Tidak terdapat autokorelasi antar sisaan di semua lag k
H1 : Terdapat autokorelasi antar sisaan di semua lag k
Statistik uji Ljung-Box menyebar Khi-kuadrat dengan derajat bebas k-p-q, di
mana p dan q merupakan orde pada model. Jika nilai 𝑄𝐿𝐵 > 2(𝑘−𝑝−𝑞) () maka
hipotesis nol (H0) ditolak dan artinya model yang dibangun tidak layak (Cryer
2008).
Jika nilai dugaan 𝛼1 sampai dengan 𝛼𝑞 bernilai nol, maka dapat disimpulkan
bahwa 𝑢𝑡2 tidak memiliki autokorelasi yang nyata atau dengan kata lain tidak
terdapat pengaruh ARCH, sehingga hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini
adalah:
H0 : (Tidak ada pengaruh ARCH/GARCH)
H1 : minimal ada satu , untuk i = 1,...,q (Ada pengaruh ARCH/GARCH)
dengan statistik uji LM sebagai berikut : LM = nR2
di mana n merupakan jumlah amatan dan R2 merupakan koefisien determinasi dari
model regresi kuadrat sisaan diatas. Statistik uji LM ini mengikuti sebaran khi-
kuadrat dengan derajat bebas q yang merupakan ordo dari ARCH. Hipotesis nol
(H0) akan ditolak jika statistik uji LM lebih besar dari nilai tabel dengan taraf
nyata tertentu.
8
Adapun langkah-langkahnya :
a. Mendeskripsikan data jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang datang ke
DKI Jakarta dan memplot data tersebut.
b. Memeriksa kestasioneran data dengan melihat plot ACF. Jika data tidak stasioner
terhadap varian maka dilakukan transformasi, untuk melihat kestasioneran dalam
varian dilihat dari plot Box-Cox. Jika data tidak stasioner terhadap mean dapat
dilakukan differencing pada data, untuk melihat kestasioneran terhadap mean
dapat melihat skema matriks korelasi silang (MACF).
c. Identifikasi data musiman dengan melihat skema matriks korelasi silang dengan
adanya nilai lag nyata pada lag 12 dan seterusnya, dan juga dapat dilihat dari plot
data awal, jika pada waktu−waktu tertentu mengalami naik atau turun secara
bersamaan.
d. Menentukan MACF, MPACF dan nilai AIC.
e. Mengidentifikasi orde model dengan melihat hasil dari MACF dan MPACF, serta
memilih model terbaik dengan melihat nilai AIC terkecil.
f. Menghitung bobot lokasi seragam, bobot lokasi invers jarak, dan bobot lokasi
normalisasi silang.
g. Menetukan parameter autoregressive untuk masing−masing bobot lokasi.
h. Memperoleh model GSTAR untuk masing−masing bobot lokasi.
i. Melakukan uji kenormalan residual dengan menggunakan Q-Q Plot.
j. Melakukan uji white noise residual dengan menggunakan plot MACF dan melihat
nilai AIC minimum pada lag 0.
k. Menghitung nilai RMSE masing-masing model.
l. Memilih model terbaik berdasarkan nilai RMSE terkecil.
9
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahapan awal yang dilakukan pada tiap penelitian adalah penyiapan data. Data
Wisatawan Mancanegara Datang ke DKI Jakarta melalui 3 (tiga) pintu masuk, yaitu :
Bandara Soekarno Hatta, Bandara Halim Perdana Kusuma dan Pelabuhan Tanjung Priok
Tahun 2010-2015 merupakan data hasil olahan publikasi DKI Jakarta Dalam Angka Tahun
2010-2016 yang terdiri dari 72 baris dan 4 kolom diberi nama tugas.xlsx dan disimpan ke
D:\S-2 IPB\SEMESTER III\kapita selekta\UTS\bahan\tugas.xlsx
Pada penelitian ini penulis menggunakan program SAS 9.4, sehingga dilakukan
proses import dari data awal tugas.xlsx ke dalam program untuk dilakukan pengolahan
lanjutan yang diberi nama uts.
Adapun Syntax Program sebagai berikut :
Libname ks 'D:\S-2 IPB\SEMESTER III\kapita selekta';
Setelah itu, dilakukan pemilahan data asal (uts) dimana 60 data awal (Januari 2010-
Desember 2014) digunakan sebagai data training untuk menyusun model dan 12 data terakhir
(Januari-Desember 2015) digunakan sebagai data testing untuk evaluasi model yang dihasilkan.
Proses pemilahan ini dilakukan untuk tiap series, yaitu : Z_1(t) : Jumlah Wisatawan mancanegara
10
yang datang ke DKI Jakarta melalui Bandara Soekarno Hatta, Z_2(t) : Jumlah Wisatawan
mancanegara yang datang ke DKI Jakarta yang melalui Bandara Halim Perdana Kusuma dan Z_3(t) :
Jumlah Wisatawan mancanegara yang datang ke DKI Jakarta yang melalui Pelabuhan Tanjung Priok
dan diberi nama sesuai dengan urutannya (LOKASI_1 untuk series data Z_1(t) atau Bandara
Soekarno Hatta , LOKASI_2 untuk untuk series data Z_2(t) atau Bandara Halim Perdana Kusuma
dan LOKASI_3 untuk series data Z_3(t) atau Pelabuhan Tanjung Priok
DATA KS.LOKASI_1;
SET ks.uts;
IF 1 <= T <= 60 THEN OUTPUT KS.LOKASI_1;
RUN;
DATA RAMAL_LOKASI_1;
SET ks.uts;
IF 61 <= T <= 72 THEN OUTPUT KS.RAMAL_LOKASI_1;
RUN;
Gambar 3. Syntax Program Pemilahan Data Training dan Testing
ANALISIS DESKRIPTIF
Berdasarkan analisis deskriptif yang dirangkum pada Tabel 1 terlihat bahwa pada
kurun waktu 2009 s/d 2015 jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke DKI Jakarta
paling banyak melalui bandara Soekarno Hatta, sedangkan jumlah wisatawan mancanegara
yang datang ke DKI Jakarta paling sedikit melalui bandara Halim Perdana Kusuma.
11
Pintu Masuk Total Rata-rata Minimum Maximum StDev
Time Series Plot of Soekarno Hatta Time Series Plot of Halim Perdana Kusuma
260000 1600
240000 1400
Wisatawan Mancanegara
1200
Wisatawan Mancanegara
220000
200000 1000
180000 800
160000 600
140000 400
120000 200
100000 0
1 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 1 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70
Index Index
8000
Wisatawan Mancanegara
7000
6000
5000
4000
1 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70
Index
Korelasi Jumlah Wisatawan Mancanegara datang ke DKI Jakarta Antar Pintu Masuk
Berdasarkan Tabel 5 terdapat hubungan korelasi positif antara Jumlah Wisatawan
Mancanegara yang datang ke DKI Jakarta bandara Soekarno Hatta (Z1) dengan bandara
Halim Perdana Kusuma (Z2) terhadap Pelabuhan Tanjung Priok (Z3), sedangkan Jumlah
Wisatawan Mancanegara yang datang ke DKI Jakarta melalui Bandara Halim Perdana
Kusuma (Z2) dan Jumlah Wisatawan Mancanegara yang datang ke DKI Jakarta melalui
Pelabuhan Tanjung Priok (Z3) berkorelasi negatif.
12
Tabel 5. Matriks Korelasi Jumlah Wisatawan Mancanegara yang datang ke DKI Jakarta
Antar Pintu Masuk
Series Z1 Z2
0.312
Z2 0.008
-0,064 -0,066
Z3 0.592 0.584
Cell Contents: Pearson correlation
P-Value
Pada table 5 diatas, terdapat 2 nilai p−value yang lebih dari sebesar 0,05 pada Bandara
Halim Perdana Kusuma dan Pelabuhan Tanjung Priok yang berarti tidak adanya keterkaitan
antar lokasi tersebut. Tetapi nilai p−value antar lokasi yang lain memiliki nilai yang kurang
dari α yang menunjukkan adanya hubungan keterkaitan antar lokasi.
Dengan menggunakan program SAS akan diberikan kemudahan dalam melakukan proses
identifikasi, estimasi dan diagnostic yang akan dilakukan untuk tiap series data (lokasi_1, lokasi_2,
lokasi_3) oleh program (SAS) secara otomatis sehingga mengahasilkan 12 angka ramalan/forecast
untuk tiap series data (dugaan1, dugaan2, dugaan3).
a. Tahap Identifikasi
Stasioneritas berarti tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Data
secara kasarnya harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Dengan kata lain, fluktuasi data
13
berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan varians
dari fluktuasi tersebut atau tetap konstan setiap waktu. Suatu data time series yang tidak
stasioner harus diubah menjadi data stasioner, karena aspek-aspek AR dan MA dari model
ARIMA hanya berkenaan dengan data time series yang stasioner.
AR (p) Menurun secara exponential Menurun drastis pada lag tertentu (p)
MA (q) Menurun drastis pada lag tertentu (q) Menurun secara exponential
ARMA (p,q) Menurun secara exponential Menurun secara exponential
Berdasarkan plot ACF dan PACF diatas, series Z1 atau Bandara Soekarno Hatta
terlihat turun lambat, hal ini menunjukan bahwa terdapat ketidakstationeran dalam mean
dan ragam. Plot ACF dan PACF menunjukan bahwa perlu dilakukan differencing satu
agar data stasioner dalam mean dan ragam. Plot ACF yang turun drastic (cut-off) setelah
lag1 dan PACF yang juga turun drastic (cut-off) pada lag1 menunjukan bahwa model
tentative yang terbentuk untuk series 1 atau bandara Soekarno Hatta merupakan ARMA
(1,1).
Sedangkan plot ACF dan PACF untuk series Z2 atau Bandara Halim Perdana
Kusuma sepeerti tampak pada gambar 7 berikut turun lambat, hal ini juga menunjukan
terdapat ketidakstationeran dalam mean dan ragam. Plot ACF yang turun drastic (cut-
off) setelah lag1 dan PACF yang juga turun drastic (cut-off) pada lag1 menunjukan
14
bahwa model tentative yang terbentuk untuk series 2 atau bandara Halim Perdana
Kusuma merupakan ARMA (1,1)
Berdasarkan Gambar 7 dibawah ini, plot ACF untuk series Z3 atau Pelabuhan
Tanjung Priok tersebut tenyata sudah turun tajam, hal ini juga menunjukan data sudah
stationer dalam mean. Sedangkan untuk Plot ACF PACF menunjukan bahwa data
stasioner dalam ragam, model tentative yang terbentuk untuk series 3 atau Pelabuhan
Tanjung Priok merupakan ARMA (0,0) atau ARMA (1,1). Namun hal ini perlu dilakukan
uji lanjut untuk memastikannya.
Pada pemodelan time series ada dua asumsi yang harus dipenuhi yaitu data harus stasioner
dan residual harus white noise. Selain plot ACF, PACF dan IACF untuk tiap series juga
ditampilkan pengecekan Autokorelasi untuk white noise ketiga series seperti terlihat pada
table 7. Sebuah proses white noise adalah serangkaian waktu kontinu dari nilai-nilai
15
random, dengan rata-rata dan varians konstan, berdistribusi normal dan saling bebas, dan
tidak autokorelasi. Jika setelah pemodelan diperoleh time series residual berbentuk white
noise, maka kita mengatakan seri telah prewhitened.
16
Information Criteria MIC) seperti terlihat pada table 8 diatas yang menghasikan nilai MIC
terkecil dari tiap series data dan tiap model. Dengan menggunakan informasi tersebut, kita
dapat memperoleh model tentative yang akan digunakan untuk menduga model untuk
masing-masing series data. Series Z1 atau Bandara Soekarno Hatta akan diestimasi
menggunakan model ARMA (1,1) dengan nilai MIC 19.18961, sedangkan series Z2 atau
Bandara Halim Perdana Kusuma akan diestimasi menggunakan model ARMA (0,4) dengan
nilai MAC 10.81839 dan series Z3 atau Pelabuhan Tanjung Priok akan diestimasi
menggunakan ARMA (0,0) dengan nilai MIC 12.93231.
Type Lags Rho Pr < Rho Tau Pr < Tau F Pr > F
BIC(1,1) = 19.18961
Zero Mean (Z1) 1 0.1809 0.7212 0.31 0.7725
Single Mean (Z1) 1 -21.6398 0.0040 -3.72 0.0060 7.20 0.0010
Trend (Z1) 1 -52.8338 0.0001 -5.31 0.0003 14.40 0.0010
BIC(0,4) = 10.81839
Zero Mean (Z2) 1 -6.4398 0.0758 -1.75 0.0766
Single Mean(Z2) 1 -54.3851 0.0005 -5.12 0.0001 13.11 0.0010
Trend (Z2) 1 -71.3837 0.0001 -5.69 0.0001 16.24 0.0010
BIC(0,0) = 12.93231
Zero Mean (Z3) 1 -0.2027 0.6336 -0.29 0.5775
Single Mean (Z3) 1 -44.3168 0.0005 -4.58 0.0005 10.48 0.0010
Trend (Z3) 1 -44.4532 0.0001 -4.54 0.0030 10.33 0.0010
Tabel 9. Ringkasan Augmented Dickey-Fuller Unit Root Tests untuk Ketiga Series
Pada table 9, output SAS juga menghasilkan Augmented Dickey-Fuller Unit Root
Tests untuk tiap series yang digunakan untuk melakukan pengujian apakah data series tidak
stasioner (Ho : = 0). Dari output tersebut terlihat bahwa dengan = 0.05 tolak Ho (Yt
stasioner), karena Pr > F sangat kecil ( < = 0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan
data ketiga series tersebut stasioner.
17
EVALUASI MODEL
Setelah menemukan model tentative dari tahapan sebelumnya, dilakukan evaluasi model
dengan cara menganalisis residualnya melalui korelogram ACF maupun PACF yang
hasilnya terlihat seperti gambar berikut ini
Z1 (Soekarno Hatta) Z2 (Halim Perdana Kusuma) Z3 (Tanjung Priok)
18
Z1 (Soekarno Hatta) Z2 (Halim Perdana Kusuma) Z3 (Tanjung Priok)
PERAMALAN
Tahap terakhir adalah melakukan prediksi atau peramalan berdasarkan model yang
terpilih. Adapun model yang terpilih untuk masing-masing series seperti terlihat pada
table berikut :
19
angka ramalannya. Setelah diperoleh diperoleh model terpilih, maka dapat dilakukan
peramalan. Adapun hasil peramalan setiap series seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Halim Perdana
Soekarno Hatta Tanjung Priok
Bulan Kusuma
Aktual Forecast Aktual Forecast Aktual Forecast
Januari 2015 165,746 190,170 439 319 8,340 5,246
Februari 2015 170,741 189,743 401 278 6,982 5,161
Maret 2015 203,019 189,317 705 242 4,456 5,077
April 2015 159,873 188,892 1,419 210 5,527 4,994
Mei 2015 189,307 188,468 526 183 5,342 4,912
Juni 2015 174,319 188,045 303 159 4,877 4,832
Juli 2015 175,347 187,623 527 139 3,951 4,754
Agustus 2015 252,914 187,201 828 121 5,174 4,676
September 2015 212,706 186,781 773 105 4,515 4,600
Oktober 2015 197,487 186,362 1,103 91 4,854 4,525
November 2015 216,517 185,943 813 79 5,763 4,451
Desember 2015 186,299 185,526 503 69 4,830 4,379
Tabel 12. Hasil Peramalan Model ARMA (1,1) untuk Ketiga Series
Setelah dilakukan peramalan, dapat dilakukan pengukuran kesalahan peramalan.
Adapun syntax programnya adalah :
20
MEMBANGUN MODEL VAR
Tahapan awal yang dilakukan pada tiap penelitian adalah penyiapan data. Data yang digunakan
sama seperti yang digunakan pada pemodelan menggunakan ARIMA sebelumnya.
Gambar 12. Syntax Program untuk Perisapan Data Penyusun Model VAR
Setelah data yang akan digunakan sudah tersedia, dilakukan penentuan ordo optimal bagi
model VAR ketiga deret tersebut.
Adapun Syntax Program sebagai berikut :
DATA Ks.VAR1;
SET Ks.RUANG;
PROC VARMAX DATA=Ks.VAR1;
MODEL soetta halim tg_priok / P=1 MINIC=(p=3 q=3)
DFTEST COINTTEST=(JOHANSEN=(IORDER=1))
LAGMAX=3
PRINT=(ESTIMATES DIAGNOSE ROOTS CORRY PCORR) NOINT;
OUTPUT OUT=Ks.MODEL_VAR1 lead=12;
RUN;
Gambar 13. Syntax Program untuk Penentuan Ordo Optimal Model VAR ketiga series
Adapun output yang dihasilkan akan disajikan sebagai berikut :
Tabel Deskriptif
Tabel 14 berikut ini menyajikan ringkasan statisik 60 data training yang akan digunakan
untuk menyusun model VAR dimana terlihat bahwa Wisatawan mancanegara yang datang
ke DKI Jakarta lebih banyak masuk melalui Bandara Soekarna Hatta disusul Pelabuhan
Tanjung Priok dan Bandara Halim Perdana Kusuma yang paling sedikit
21
Variable Type Rho Pr < Rho Tau Pr < Tau
Soetta Zero Mean 0.18 0.7212 0.31 0.7725
Single Mean -21.64 0.0040 -3.72 0.0060
Trend -52.83 0.0001 -5.31 0.0003
Halim Zero Mean -6.44 0.0758 -1.75 0.0766
Single Mean -54.39 0.0005 -5.12 0.0001
Trend -71.38 0.0001 -5.69 0.0001
Tg_Priok Zero Mean -0.20 0.6336 -0.29 0.5775
Single Mean -44.32 0.0005 -4.58 0.0005
Trend -44.45 0.0001 -4.54 0.
Tabel 15. Ringkasan uji Augmented Dickey Fuller (ADF) Unit Root Tests
Pada table 16 disajikan nilai MIC untuk berbagai alternative model yang akan digunakan,
terlihat bahwa ordo optimal p=2 yang diperoleh dari model ARMA (2,1) dengan nilai MIC
paling kecil sebesar 44.377267.
22
Dengan kriteria tersebut, untuk series Z1 atau bandara Soekarno Hatta mendapat ordo yang
optimal berdasarkan nilai MIC terkecil, maka dilakukan pendugaan parameter model yang
menghasilkan informasi sebagai berikut :
Log-Likeihood AICC HQC AIC SBC PPEC
-1398.53 2838.228 2839.23 2827.065 2858.228 2.622E19
Setelah diperoleh model yang akan digunakan, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan
sisaan seperti terlihat pada table berikut ini :
23
Setelah diperoleh model terpilih, maka dapat dilakukan peramalan. Adapun hasil peramalan
setiap series seperti terlihat pada table 22 berikut ini.
Halim Perdana
Soekarno Hatta Tanjung Priok
Bulan Kusuma
Aktual Forecast Aktual Forecast Aktual Forecast
Januari 2015 165,746 183,380 439 535 8,340 5,537
Februari 2015 170,741 181,137 401 571 6,982 5,590
Maret 2015 203,019 180,215 705 577 4,456 5,597
April 2015 159,873 179,644 1,419 576 5,527 5,590
Mei 2015 189,307 179,166 526 574 5,342 5,579
Juni 2015 174,319 178,713 303 573 4,877 5,566
Juli 2015 175,347 178,268 527 571 3,951 5,552
Agustus 2015 252,914 177,825 828 570 5,174 5,538
September 2015 212,706 177,384 773 568 4,515 5,525
Oktober 2015 197,487 176,944 1,103 567 4,854 5,511
November 2015 216,517 176,505 813 565 5,763 5,497
Desember 2015 186,299 176,068 503 564 4,830 5,484
Tabel 22. Hasil Peramalan Model Var(1) untuk Ketiga Series
Setelah dilakukan peramalan, dapat dilakukan pengukuran kesalahan peramalan.
Salah satunya dengan nilai RMSE. Adapun syntax programnya adalah :
PROC IML;
PROC IML;
USE KS.RAMAL_LOKASI_1;
USE KS.RAMAL_LOKASI_2;
USE KS.RAMAL_LOKASI_3;
READ ALL VAR{soetta halim tg_priok} INTO Y_AKTUAL;
USE KS.MODEL_VAR1;
READ ALL VAR{FOR1 FOR2 FOR3} INTO Y_DUGA;
Y_DUGA=Y_DUGA[59:70,];
e=ABS(Y_AKTUAL-Y_DUGA);
e1=e[,1];
e2=e[,2];
e3=e[,3];
SSE1=e1`*e1;
SSE2=e2`*e2;
SSE3=e3`*e3;
N=NROW(Y_DUGA);
RMSE_UTS1=SQRT((1/N)*SSE1);
RMSE_UTS2=SQRT((1/N)*SSE2);
RMSE_UTS3=SQRT((1/N)*SSE3);
CREATE KS.RMSE_VAR1 VAR{RMSE_UTS1 RMSE_UTS2 RMSE_UTS3};
APPEND;
QUIT;
Gambar 14. Syntax Program untuk Penghitungan RMSE model VAR ketiga series
Adapun output yang dihasilkan seperti table 23 berikut :
Bandara Soekarno Hatta Bandara Halim Perdana Kusuma Pelabuhan Tanjung Priok
29,084.01 359.51 1,141.30
Tabel 23. Ringkasan RMSE model VAR pada Setiap Lokasi
24
MEMBANGUN MODEL GENERALIZED SPACE-TIME AUTOREGRESSIVE
(GSTAR)
Tahap penyiapan data dan penjelasan deskriptif dari data sudah dijelaskan pada
pembahasan sebelumnya mengenai MEMBANGUN MODEL RATAAN YANG
BERUPA MODEL BOX-JENKINS & MEMBANGUN MODEL VAR, karena data
yang digunakan juga sama yang menjadi perbedaan hanya model yang dihasilkan untuk
melakukan peramalan yang pada bagian ini akan menggunakan metode GSTAR.
Penggunaan metoode GSTAR bisa dilakukan karena ada korelasi antara Bandara
Soekarno Hatta dengan Bandara Halim Perdana Kusuma sebesar 0.312 dengan p_value
sebesar 0.008 (< 0.05) sehingga pergerakan wisatawan mancanegara yang datang ke DKI
Jakarta melalui salah satu pintu masuk (Bandara Soekarno Hatta, Bandara Halim Perdana
Kusuma dan Pelabuhan Tanjung Priok) diduga selain mempunyai keterkaitan dengan
volume pada waktu-waktu sebelumnya juga mempunyai keterkaitan dengan pergerakan
volume di pintu masuk lain yang seringkali disebut dengan hubungan spasial.
Model yang diharapkan yaitu model yang menggambarkan keterkaitan waktu dan
lokasi pada data wisatawan mancanegara yang datang ke DKI Jakarta yang melalui 3 pintu
masuk berdasarkan penentuan bobot lokasi yang memberikan nilai kesalahan ramalan
terkecil.Menurut Borovkova,dkk (2002) model GSTAR dapat dituliskan :
𝑝
𝑍(𝑡) = ∑𝑘=1( 𝑘0 + 𝑘1 𝑊) 𝑍(𝑡−𝑘) + 𝑒(𝑡) …………………………………………………………………………………(11)
Dengan
p = orde spasial
k0 = diag (1k0 , … … . , nk0 ) dan (1k1 , … … . , nk1 ) merupakan parameter model
Matriks model GSTAR untuk penggunakan 3 lokasi yang berbeda pada orde waktu
dan orde spasial 1 disajikan pada persamaan 12 berikut ini : (Faizah & Setiawan, 2013).
(12)
Bobot lokasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah bobot seragam dan bobot invers
jarak.
25
𝑑13 = jarak antara Bandara Soekarno Hatta – Pelabuhan Tanjung Priok = 28.3 Km
𝑑23 = jarak antara Bandara Halim Perdana Kusuma – Pelabuhan Tanjung Priok = 21.1 Km
28.3 km 3
1
21.1 km
45.6 k
2
Gambar 15. Ilustrasi Peta lokasi
∗
1 1 ∗
1 1 ∗
1 1
𝑊12 = = =, 𝑊13 = = , 𝑊23 = =
𝑑12 45.6 𝑑13 28.3 𝑑23 21.1
∗ 1 ∗ 1
𝑊12 45.6 𝑊13 28.3
𝑤12 = 𝑊 ∗ ∗ = 1 1 = 0.38295, 𝑤13 = 𝑊 ∗ ∗ = 1 1 = 0.61705
12 +𝑊13 +
45.6 28.3 13 +𝑊12 +
28.3 45.6
1
𝑊23∗
21.1
𝑤23 = 𝑊 ∗ +𝑊 ∗ = 1 1 = 0.827607
23 12 +
21.1 45.6
Setelah diperoleh bobot masing-masing, akan diperoleh model GSTAR sebagai berikut :
Gambar 16. Syntax program untuk Penyusunan GSTAR Bobot Inverse Jarak
26
Adapun output programnya adalah sebagai berikut :
Gambar 17. Output (1) Model Summary GSTAR Bobot Inverse Jarak
Karena data yang digunakan tidak stasioner di dalam varians maka digunakan metode
ordinary least square (ols) non linear seperti terlihat pada table berikut ini
Equation DF Model DF Error SSE MSE Root MSE R-Square Adj R-Sq Label
Soetta 2 57 2.742E10 4.8099E8 21931.4 -0.0743 -0.0932 Soetta
Halim 2 57 4162933 73033.9 270.2 0.1440 0.1290 Halim
Tg_Priok 2 57 44486563 780466 883.4 -0.6768 -0.7062 Tg_Priok
Tabel 24. Output (2) Nonlinear OLS Summary of Residual Errors GSTAR Bobot Inverse Jarak
Selain Nonlinear OLS Summary of Residual Errors seperti terlihat pada table diatas,
program juga menghasilkan dugaan parameter yang akan digunakan dalam menyusun
model seperti terlihat pada table berikut ini
27
Gambar berikut ini menampilkan hasil fit diagnostic terhadap sisaan untuk series data Z1
atau Bandara Soekarno Hatta, terlihat bahwa setelah dilakukan treatment oleh program
untuk menghasilkan persamaan diatas data tersebut juga telah menjadi stasioner dan
menyebar normal di sekitar garis normal .
Selain itu juga terlihat plot ACF dan PACF yang menunjukkan bahwa data telah stasioner
mulai dari lag 1 hingga lag ke-25, dimana plot ACF dan plot PACF yang langsung cut off
pada lag 1 sehingga model time series yang terbentuk adalah ARMA (1,1). Tampak
histogram dari residual yang juga terlihat simetris sehingga asumsi E(Z1(t))= 0 terpenuhi.
Gambar 18. Output (4) Hasil Fit diagnostic Series Z1 GSTAR Bobot Inverse Jarak
Gambar berikut ini menampilkan hasil fit diagnostic terhadap sisaan untuk series data Z2
atau Bandara Halim Perdana Kusuma, terlihat bahwa setelah dilakukan treatment oleh
program untuk menghasilkan persamaan diatas data tersebut juga telah menjadi stasioner
dan menyebar normal di sekitar garis normal .
Gambar 19. Output (5) Hasil Fit diagnostic Series Z2 GSTAR Bobot Inverse Jarak
28
Selain itu juga terlihat plot ACF dan PACF yang menunjukkan bahwa data telah stasioner
mulai dari lag 1 hingga lag ke-25, dimana plot ACF dan plot PACF yang langsung cut off
pada lag 1 sehingga model time series yang terbentuk adalah ARMA (1,1). Tampak
histogram dari residual yang juga terlihat simetris sehingga asumsi E(Z1(t))= 0
Gambar berikut ini menampilkan hasil fit diagnostic terhadap sisaan untuk series data Z2
atau Bandara Halim Perdana Kusuma, terlihat bahwa setelah dilakukan treatment oleh
program untuk menghasilkan persamaan diatas data tersebut juga telah menjadi stasioner
dan menyebar normal di sekitar garis normal .
Selain itu juga terlihat plot ACF dan PACF yang menunjukkan bahwa data telah stasioner
mulai dari lag 1 hingga lag ke-25, dimana plot ACF dan plot PACF yang langsung cut off
pada lag 1 sehingga model time series yang terbentuk adalah ARMA (1,1). Tampak
histogram dari residual yang juga terlihat simetris sehingga asumsi E(Z2(t))= 0 terpenuhi.
Gambar 20. Output (6) Hasil Fit diagnostic Series Z3 GSTAR Bobot Inverse Jarak
Gambar diatas menampilkan hasil fit diagnostic terhadap sisaan untuk series data Z3 atau
Pelabuhan Tanjung Priok, terlihat bahwa setelah dilakukan treatment oleh program untuk
menghasilkan persamaan diatas data tersebut juga telah menjadi stasioner dan menyebar
normal di sekitar garis normal .
Selain itu juga terlihat plot ACF dan PACF yang menunjukkan bahwa data telah stasioner
mulai dari lag 1 hingga lag ke-25, dimana plot ACF dan plot PACF yang langsung cut off
pada lag 1 sehingga model time series yang terbentuk adalah ARMA (1,1). Tampak
histogram dari residual yang juga terlihat simetris sehingga asumsi E(Z3(t))= 0 terpenuhi.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, bahwa model yang dihasilkan sudah layak dan
memenuhi semua asumsi yang dipersyaratkan dan bias digunakan untuk melakukan
peramalan menggunakan data testing.
29
PERAMALAN
Setelah dilakukan fit diagnostic terhadap model yang dihasilkan, model sudah bisa
digunakan untuk melakukan peramalan/forecasting.
Adapun syntax programnya adalah sebagai berikut :
30
Y_DUGA=Y_DUGA[1:12,];
e=ABS(Y_AKTUAL-Y_DUGA);
e1=e[,1];
e2=e[,2];
e3=e[,3];
SSE1=e1`*e1;
SSE2=e2`*e2;
SSE3=e3`*e3;
N=NROW(Y_DUGA);
RMSE_UTS1=SQRT((1/N)*SSE1);
RMSE_UTS2=SQRT((1/N)*SSE2);
RMSE_UTS3=SQRT((1/N)*SSE3);
CREATE KS.RMSE_GSTAR1 VAR{RMSE_UTS1 RMSE_UTS2 RMSE_UTS3};
APPEND;
QUIT;
Gambar 22. Syntax Program untuk Penghitungan RMSE model GSTAR Bobot Inverse Jarak
Adapun output yang dihasilkan seperti table 23 berikut :
Bandara Soekarno Hatta Bandara Halim Perdana Kusuma Pelabuhan Tanjung Priok
29,082.40 323.29 1,231.58
Tabel 27. Ringkasan RMSE model GSTAR GSTAR Bobot Inverse Jarak
Matriks model GSTAR untuk penggunakan 3 lokasi yang berbeda pada orde waktu
dan orde spasial 1 disajikan pada persamaan 12 yang telah digunakan pada pembahasan
sebelumnya (Model GSTAR Bobot Inverse Jarak).
Bobot lokasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah bobot seragam 𝑤12 = 𝑤13 = 𝑤23 = ½ =
0.5, yang akan menghasilkan perssamaan yang akan digunakan dalam menyuun model sebagai
berikut:
𝑍1(𝑡) = 10 𝑍1(𝑡−1) + 11 ( 𝑤12 𝑍2(𝑡−1) + 𝑤13 𝑍3(𝑡−1) ) = 10 𝑍1(𝑡−1) + 11 ∗ 0.5 ∗ ( 𝑍2(𝑡−1) + 𝑍3(𝑡−1) )
𝑍2(𝑡) = 20 𝑍2(𝑡−1) + 22 ( 𝑤12 𝑍1(𝑡−1) + 𝑤23 𝑍3(𝑡−1) ) = 20 𝑍2(𝑡−1) + 22 ∗ 0.5 ∗ ( 𝑍1(𝑡−1) + 𝑍3(𝑡−1) )
𝑍3(𝑡) = 30 𝑍3(𝑡−1) + 33 ( 𝑤13 𝑍1(𝑡−1) + 𝑤23 𝑍2(𝑡−1) ) = 30 𝑍3(𝑡−1) + 33 ∗ 0.5 ∗ ( 𝑍1(𝑡−1) + 𝑍2(𝑡−1) )
Adapun syntax programnya adalah sebagai berikut :
DATA KS.GSTAR2;
SET KS.RUANG;
PROC MODEL DATA=KS.GSTAR2;
PARMS a b c d e f;
soetta=a*lag1(soetta)+d*((0.5*lag1(halim))+(0.5*lag1(tg_priok)));
halim=b*lag1(halim)+e*((0.5*lag1(soetta))+(0.5*lag1(tg_priok)));
tg_priok=c*lag1(tg_priok)+f*((0.5*lag1(soetta))+(0.5*lag1(halim)));
FIT soetta halim tg_priok / OLS OUT=KS.GSTAR_PARAMETER2 OUTPREDICT
OUTEST=KS.KOEFISIEN2;
RUN;
31
Adapun output programnya adalah sebagai berikut :
Equation DF Model DF Error SSE MSE Root MSE R-Square Adj R-Sq Label
Soetta 2 57 2.742E10 4.8099E8 21931.4 -0.0743 -0.0932 Soetta
Halim 2 57 4162933 73033.9 270.2 0.1440 0.1290 Halim
Tg_Priok 2 57 44486563 780466 883.4 -0.6768 -0.7062 Tg_Priok
Tabel 28. Output (2) Nonlinear OLS Summary of Residual Errors GSTAR Bobot Seragam
Selain Nonlinear OLS Summary of Residual Errors seperti terlihat pada table diatas,
program juga menghasilkan dugaan parameter yang akan digunakan dalam menyusun
model seperti terlihat pada table berikut ini
32
Gambar berikut ini menampilkan hasil fit diagnostic terhadap sisaan untuk series data Z1
atau Bandara Soekarno Hatta, terlihat bahwa setelah dilakukan treatment oleh program
untuk menghasilkan persamaan diatas data tersebut juga telah menjadi stasioner dan
menyebar normal di sekitar garis normal .
Selain itu juga terlihat plot ACF dan PACF yang menunjukkan bahwa data telah stasioner
mulai dari lag 1 hingga lag ke-25, dimana plot ACF dan plot PACF yang langsung cut off
pada lag 1 sehingga model time series yang terbentuk adalah ARMA (1,1). Tampak
histogram dari residual yang juga terlihat simetris sehingga asumsi E(Z1(t))= 0 terpenuhi.
Gambar 25. Output (2) Hasil Fit diagnostic Series Z1 GSTAR Bobot Seragam
Gambar berikut ini menampilkan hasil fit diagnostic terhadap sisaan untuk series data Z2
atau Bandara Halim Perdana Kusuma, terlihat bahwa setelah dilakukan treatment oleh
program untuk menghasilkan persamaan diatas data tersebut juga telah menjadi stasioner
dan menyebar normal di sekitar garis normal .
Gambar 26. Output (3) Hasil Fit diagnostic Series Z2 GSTAR Bobot Seragam
33
Selain itu juga terlihat plot ACF dan PACF yang menunjukkan bahwa data telah stasioner
mulai dari lag 1 hingga lag ke-25, dimana plot ACF dan plot PACF yang langsung cut off
pada lag 1 sehingga model time series yang terbentuk adalah ARMA (1,1). Tampak
histogram dari residual yang juga terlihat simetris sehingga asumsi E(Z1(t))= 0
Gambar berikut ini menampilkan hasil fit diagnostic terhadap sisaan untuk series data Z2
atau Bandara Halim Perdana Kusuma, terlihat bahwa setelah dilakukan treatment oleh
program untuk menghasilkan persamaan diatas data tersebut juga telah menjadi stasioner
dan menyebar normal di sekitar garis normal .
Selain itu juga terlihat plot ACF dan PACF yang menunjukkan bahwa data telah stasioner
mulai dari lag 1 hingga lag ke-25, dimana plot ACF dan plot PACF yang langsung cut off
pada lag 1 sehingga model time series yang terbentuk adalah ARMA (1,1). Tampak
histogram dari residual yang juga terlihat simetris sehingga asumsi E(Z2(t))= 0 terpenuhi.
Gambar 27. Output (4) Hasil Fit diagnostic Series Z3 GSTAR Bobot Seragam
Gambar diatas menampilkan hasil fit diagnostic terhadap sisaan untuk series data Z3 atau
Pelabuhan Tanjung Priok, terlihat bahwa setelah dilakukan treatment oleh program untuk
menghasilkan persamaan diatas data tersebut juga telah menjadi stasioner dan menyebar
normal di sekitar garis normal .
Selain itu juga terlihat plot ACF dan PACF yang menunjukkan bahwa data telah stasioner
mulai dari lag 1 hingga lag ke-25, dimana plot ACF dan plot PACF yang langsung cut off
pada lag 1 sehingga model time series yang terbentuk adalah ARMA (1,1). Tampak
histogram dari residual yang juga terlihat simetris sehingga asumsi E(Z3(t))= 0 terpenuhi.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, bahwa model yang dihasilkan sudah layak dan
memenuhi semua asumsi yang dipersyaratkan dan bias digunakan untuk melakukan
peramalan menggunakan data testing.
34
PERAMALAN
Setelah dilakukan fit diagnostic terhadap model yang dihasilkan, model sudah bisa
digunakan untuk melakukan peramalan/forecasting.
Adapun syntax programnya adalah sebagai berikut :
35
Y_DUGA=Y_DUGA[1:12,];
e=ABS(Y_AKTUAL-Y_DUGA);
e1=e[,1];
e2=e[,2];
e3=e[,3];
SSE1=e1`*e1;
SSE2=e2`*e2;
SSE3=e3`*e3;
N=NROW(Y_DUGA);
RMSE_UTS1=SQRT((1/N)*SSE1);
RMSE_UTS2=SQRT((1/N)*SSE2);
RMSE_UTS3=SQRT((1/N)*SSE3);
CREATE KS.RMSE_GSTAR2 VAR{RMSE_UTS1 RMSE_UTS2 RMSE_UTS3};
APPEND;
QUIT;
Gambar 29. Syntax Program untuk Penghitungan RMSE model GSTAR Bobot Seragam
Adapun output yang dihasilkan seperti table 23 berikut :
Bandara Soekarno Hatta Bandara Halim Perdana Kusuma Pelabuhan Tanjung Priok
29,436.78 327.68 1,222.87
Tabel 31. Ringkasan RMSE model GSTAR Bobot Seragam
36
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dipaparkan sebelumnya seperti terlihat
pada table berikut diperoleh kesimpulan bahwa model dihasilkan dari berbagai metode yang
digunakan untuk data jumlah wisatawan mancanegara yang masuk DKI Jakarta akan
menghasilkan RMSE yang berbeda di tiap pintu masuk.
Metode GSTAR dengan bobot inverse jarak sangat tepat digunakan untuk melakukan
peramalan kunjungan wisatawan mancanegara yang datang ke DKI Jakarta yang masuk
melalui Bandara Halim Perdana Kusuma karena selain keterkaitan dengan volume pada
waktu-waktu sebelumnya juga mempunyai keterkaitan dengan pergerakan volume di pintu
masuk Bandara Soekarno Hatta yang terlihat adanya korelasi positif yang signifikan
sebesar 0.312, sedangkan Metode ARMA (1,1) sangat tepat digunakan digunakan untuk
melakukan peramalan kunjungan wisatawan mancanegara yang datang ke DKI Jakarta yang
masuk melalui Bandara Soekarno Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok
37
LAMPIRAN
Data Training :
Halim Perdana
Bulan Soekarno Hatta Tanjung Priok Jumlah
Kusuma
38
Februari 2012 154,698 491 4,409 159,598
39
Juli 2014 169,135 321 4,458 173,914
Data Testing :
Halim Perdana
Bulan Soekarno Hatta Tanjung Priok Jumlah
Kusuma
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Borovkova , S.A., Lopuhaa, H.P., and Ruchjana, B.N., Generalized STAR Model with
Eksperimental Weights. In M. Stasionopoulus and G. Toulomi (Eds.), Proceeding of the
th
17 International Workshop on Statistical Modeling , Chania, 2002: 139-147.
2. Borovkova, S.A., Lopuhaa, H.P., and Ruchjana, B.N., Consistency and Asymptotic
Normality of Least Square Estimators in Generalized STAR Models, Journal
compilation Statistica Neerlandica, 2008: 482-500
nd
3. Box, G.E.P., and Jenkins, G.M., Time Series Analysis Forecasting and Control, 2
Edition. San Francisco: Holden-Day, 1976.
4. Cliff, A. and Ord, J.K., Spatial Processes: Models and Applications, London: Pion,
1983.
5. Pfeifer, P.E. and Deustch, S.J., A Three Stage Iterative Procedure for Space –Time
Modeling. Technometrics, 1980, Vol.1, No.22: 35-47.
7. Suhartono, dan R.M. Atok, Perbandingan antara Model GSTAR dan VARIMA untuk
Peramalan Data Deret Waktu dan Lokasi, Makalah Seminar Nasional Jurusan Statistika,
FMIPA-ITS, Surabaya, 2006.
9. Wei, W.W.S., Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods, Addison
Wesley Publishing Company, Inc. Canada., 2006.
10. Bambang Juanda dan Junaidi, Ekonometrika Deret Waktu, IPB Press, Bogor, 2012
11. Dian Anggraeni, Alan Prahutama dan Shofi Andari, Aplikasi Generalized Space Time
Autoregressive (GSTA) pada Pemodelan Volume Kendaraan Masuk Tol Semarang,
Media Statistika, 2013, Vol. 6, No. 2,: 71-80
41