Anda di halaman 1dari 32

PAPER ILMU BEDAH KHUSUS

“Fraktur “

OLEH

Michaela Marisa Dael (1709010048)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2020
1. Fraktur Diafisis Humerus

Menurut Fossum (2013) fraktur diaphyseal humerus menyebabkan gangguan pada


kontinuitas tulang kortikal diaphyseal.

Untuk pengobatan melalui pembedahan bisa menggunakan IM pin dan kawat ortopedi,
interlocking nails, fiksator kerangka eksternal ditambah IM pin, fiksator kerangka eksternal, dan
pelat tulang dapat digunakan untuk memperbaiki fraktur humerus. Manajemen Praoperatif
Sebelum operasi, dapat melakukan spica splint untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan
melindungi jaringan lunak dari cedera lebih lanjut yang disebabkan oleh fragmen tulang. Karena
fraktur ini akibat dari trauma, hewan yang menderita harus diperiksa sekaligus mengenai
cederanya dan distabilkan jika perlu sebelum operasi (Fossum, 2013).

a. Temuan pada pemeriksaan fisik (Inspeksi dan Palpasi)

Pasien-pasien dengan fraktur diaphyseal humerus biasanya tidak bisa menahan beban dan
terdapat berbagai tingkat pembengkakan pada ekstremitas. Ketika di lakukan manipulasi
anggota gerak hewan akan menunjukan rasa nyeri dan juga terdengar krepitus. Hewan sering
menyeret anggota gerak ketika berjalan dan mungkin tidak bisa mengangkat kaki ketika
proprioception diperiksa. Ini dapat menyebabkan pemeriksa berasumsi bahwa ada cedera
neurologis. Meskipun begitu, temuan serupa dapat terjadi karena cedera ortopedi saja , jika
rasa sakit dan bengkak membuat pasien enggan untuk menggerakkan anggota tubuh ketika di
lakukan evaluasi proprioception (Fossum, 2013).

b. Metode operasi
1) Anestesi
Menurut Fossum (2013), anestesi yang di berikan yaitu:
 Premedikasi
Jika pasien gelisah berikan:
 Diazepam (0,2 mg / kg, IV), atau
 Midazolam (0,2 mg / kg IV, IM), plus
 Hydromorphone * (0,1-0,2 mg / kg IV, IM pada anjing; 0,05-0,1 mg / kg
IV, IM pada kucing), atau
 Morfin (0,1-0,2 mg / kg IV atau 0,2-0,4 IM), atau
 Buprenorfin † (0,005-0,02 mg / kg IV, IM)
 Induksi Pertimbangan Intraoperatif:
o Jika dengan premedikasi, berikan:
 Propofol (2-4 mg / kg IV), atau
o Jika tidak dengan premedikasi, maka berikan:
 Propofol (4-8 mg / kg IV), atau
 Ketamin (5,5 mg / kg IV) dengan diazepam (0,28 mg / kg IV)
 Maintenance:
 Isoflurane atau sevoflurane, ditambah
 Fentanyl (2-10 ug / kg IV PRN pada anjing; 1-4 ug / kg IV PRN pada
kucing) untuk menghilangkan rasa sakit jangka pendek, ditambah
 Hydromorphone * (0,1-0,2 mg / kg IV PRN pada anjing; 0,05-0,1 mg /
kg IV PRN pada kucing), atau
 Morfin (0,1-1 mg / kg IV PRN pada anjing; 0,1-0,2 mg / kg IV PRN pada
kucing), atau
 Buprenorfin † (0,005-0,02 mg / kg IV), ditambah
 Ketamin (dosis rendah) (0,5-1 mg / kg IV), atau
 Ketamine CRI (dosis pemuatan 0,5 mg / kg IV, kemudian 10 ug / kg /
menit IV)
o Untuk relaksasi otot, berikan:
 Vecuronium (0,01-0,02 mg / kg IV), atau
 Atracurium (0,1-0,25 mg / kg IV), atau
 Cisatracurium (0.1 mg/kg IV)
 Blok
Epidural:
o Jika diperlukan relaksasi atau paralisis ekstremitas belakang, maka:
 Bupivacaine (0,5% 0,22 ml / kg), durasi 2-5 jam, atau
 Ropivacaine (0,5% 0,22 ml / kg) durasi 2-5 jam, atau
 Lidocaine (2% 1 ml per 4,5 kg berat badan), durasi 1-2 jam
o Jika relaksasi atau paralisis tidak diinginkan maka:
 Morfin (0,1 mg / kg bebas pengawet), atau
 Buprenorfin (0,003-0,005 mg / kg yang dilarutkan dalam saline)
2) Posisi rebah

Untuk pendekatan kraniolateral terhadap humerus, hewan diposisikan dalam lateral


recumbency dengan kaki yang fraktur ke atas. Untuk pendekatan medial ke humerus, hewan
diposisikan dalam posisi dorsal recumbency. Persiapan hanging-leg memfasilitasi manipulasi
anggota tubuh selama operasi. Ekstremitas harus disiapkan dari dorsal midline ke karpus. Jika
lokasi fraktur memungkinkan, humerus proksimal dapat digunakan sebagai tempat donor
untuk cangkok tulang cancellous. Jika tidak, sayap iliac ipsilateral harus disiapkan untuk
operasi (Fossum, 2013).

3) Loksai incisi dan Teknik operasi

Diafisis humerus proksimal dan sentral paling mudah diekspos melalui pendekatan
kraniolateral. Buat sayatan kulit dari batas kranial tuberkulum humerus ke lateral epikondilus
distal (Gbr. 1A). Ikuti kelengkungan normal humerus. Melakukan incise lemak subkutan dan
fasia brakialis sepanjang garis yang sama, berhati-hati untuk mengisolasi dan perlu
melindungi vena cephalic (Gbr. 1B). Jika perlu, melakukan ligasi vena cephalic untuk
membuka luka dan paparan yang diinginkan. Kemudian mengincisi fasia brakialis di
sepanjang perbatasan otot brakiocephalicus dan kepala lateral trisep. Melakukan dengan
sangat hati-hati saat menoreh fasia sepanjang batas kranial trisep di atas otot brachialis
sampai saraf radial divisualisasikan (Gbr. 1C). Setelah melakukan isolasi pada saraf,
kemudian merefleksikan otot brakiocephalicus dan otot pectoralis superficial bagian kranial
dan otot brachialis bagian kaudal untuk mengekspos poros humerus proksimal dan sentral
(Gbr. 1D). Untuk mendapatkan paparan lebih lanjut dari poros humerus distal, perlu
merefleksikan musculus brachialis cranialis dan lateral otot triceps kaudalis. Melepaskan asal
musculus ekstensor karpi radialis dari punggung epicondyle lateral untuk paparan
maksimum. Kemudian untuk menutup daerah incisi, melakukan penjahitan pada musculus
brakiocephalicus dan musculus pectoralis superficial ke fasia muckulus brachialis (Fossum,
2013).

Untuk jahitan jaringan dan kulit subkutan menggunakan metode standar. Setengah bagian
belakang humerus dapat diakses melalui paparan medial, yang di jadikan pilihan oleh
beberapa ahli bedah ketika pelat tulang digunakan sebagai metode fiksasi. Membuat sayatan
dari tuberkulum proksimal yang lebih besar ke epikondilus medialis dari jarak jauh.
Membuat sayatan yang pada deep fasia brakialis di sepanjang perbatasan caudal dari
musculus brakiocephalicus (Gbr. 2A). Perlu berhati-hati pada bagian distal untuk menjaga
dan mengisolasi struktur neurovaskular (mis. Nervus median, musculocutaneous dan nervus
ulnnaris serta arteri dan vena brakialis) (Gbr. 2B). Merefleksikan muskulus brakiocephalicus
cranial, dan insisi melalui musculus pectoralis superficial . Untuk mengekspos bagian tengah
humerus, refleksikan musculus pectoralis superficial cranilais dan musculus biseps brachii , juga
struktur neurovascular bagian caudal (Gbr. 2C). Untuk mengekspos bagian distal humerus,
perlu merefleksikan biceps brachii, struktur neurovaskular, dan musculus pectoralis superficial
cranialis. Untuk melakukan penutupan, maka menjahit bagian pectoralis superficialis ke dasar
fasia brachiocephalicus. Menjahit deep fasia yang tersisa, jaringan subkutan, dan kulit
(Fossum, 2013).

Gambar 1. A. Mebuat sayatan kulit dari batas cranial tuberkel humerus ke epikondilus
lateral bagian distal untuk mengekspos diafisis pertengahan humerus. B. Insisi lemak subkutan
dan fasia brakialis di sepanjang garis yang sama, berhati-hati untuk mengisolasi dan melindungi
vena cephalic. C, Visualisasikan saraf radial ketika menorehkan fasia di sepanjang batas kranial
trisep di atas musculus brachialis. D, Tarik kembali musculus brachiocephalicus cranilalis dan

musculus brachialis caudalis untuk mengekspos humerus (Fossum, 2013).


Gambar 2. A, Untuk mengekspos permukaan medial sepertiga distal humerus, insisi fasia brakialis
yang dalam di sepanjang batas kaudal musculus brachiocephalicus. B, Pada aspek distal, berhati-hati untuk
menjaga dan mengisolasi saraf median, musculocutaneous, dan nervus ulnaris serta arteri dan vena
brakialis. C, Refleksikan otot bisep brachii dan struktur neurovaskular kaudalis dan musculus pektoral

superfisialiss cranial (Fossum, 2013).

4) Lokasi memasukkan intramedular (IM) pin/interlocking nail


a) Aplikasi intramedular (IM) pin

IM Pin dapat digunakan untuk menstabilkan fraktur mid-diaphyseal humerus,


memberikan ketahanan yang sangat baik terhadap tekukan tetapi tidak ada tahan terhadap
gaya rotasi atau pembebanan aksial. Implan tambahan harus digunakan untuk
memberikan dukungan rotasi dan aksial pada sebagian besar patah tulang. Tempatkan pin
IM dengan cara retrograde atau normograde di humerus. Untuk retrograde pin IM,
kendalikan bagian proksimal dari permukaan fraktur ke arah persendian bahu. Untuk
memastikan bahwa pin keluar di daerah yang tepat pada bagian proksimal, tekan poros
pin terhadap permukaan medial dan caudal rongga sumsum tulang untuk memaksa titik
pin meluncur di sepanjang kortex craniolateral dan keluar secara craniolateral ke
persendian bahu. Manuver ini juga “mempreset” pin ke dalam fragmen proksimal
sehingga pinpoint distal diarahkan ke korteks caudomedial ketika mengurangi fraktur dan
pin didorong ke fragmen distal. Pada normograde pin, masukkan pada aspek craniolateral
dari tuberkulum yang lebih besar dan arahkan sesuai dengan kanal meduler untuk keluar
di fraktur. Dengan teknik apa pun, kurangi fraktur dan mengarahkan pin ke menuju
kearah distal. Selanjutnya pasang pin besar di isthmus dari rongga sumsum yang hanya
pada proksimal menuju foramen supracondylar, atau masukkan pin yang lebih kecil ke
bagian medial kondilus (Gbr. 3) (Fossum, 2013).

Pada kucing, umumnya kanal meduler berakhir di area supracondylar, dan


lewatnya pin IM ke bagian medial kondilus sangat tidak mungkin. Penempatan pin lebih
mudah dilakukan pada kucing karena rongga sumsum memiliki diameter yang seragam,
tulang memiliki kelengkungan yang lebih sedikit, dan selubung jaringan lunak yang
menutupi tulang lebih sedikit dibandingkan dengan anjing. Perlu dilakukan dengan hati-
hati untuk tidak memasuki foramen supratrochlear kucing karena saraf median terdapat di
daerah ini (Fossum, 2013).

Gambar 3. Fraktur humerus dapat distabilkan dengan pin intramedullary (IM), yang dapat
dimasukkan ke bagian tersempit dari rongga sumsum (isthmus) atau dipandu melalui punggungan
epicondyloid untuk masuk ke epikondilus medial. Implan tambahan, seperti kawat, cerclage,

diperlukan untuk memberikan dukungan mekanis (Fossum, 2013).

b) Applikasi interlocking nail.


Interlocking nails digunakan untuk menstabilkan fraktur humerus middiaphyseal
tunggal dan kominutasi (Gbr. 4). Interlocking nail memberikan ketahanan terhadap gaya
lentur, rotasi, dan aksial, juga ecara efektif dapat menjadi jembatan untuk fraktur yang
tidak dapat direduksi. Ream kanal medullary menggunakan teknik normograde atau
retrograde (Fossum, 2013).
Memasukkan nterlocking nail dengan cara normograde, dimulai dari punggung
tuberkulum yang lebih besar. Buat pendekatan kraniolateral ke bahu untuk mengekspos
titik penyisipan (Gbr. 5). Lenturkan bahu untuk memfasilitasi penyisipan nail (Fossum,
2013).
Gambar 4. Posisi interlocking nail di humerus (Fossum, 2013).

Gambar 5. Pendekatan cranolateral ke bahu. A, Buat sayatan di kulit dan jaringan subkutan mulai
dari proksimal hingga proses akromion hingga humerus proksimal. B, Incisi deep fascia sepanjang margin
kranial dari bagian akromial musculus deltoideus dan tarik caudal musculus. C, Isolasikan tendon
infraspinatus, tempatkan jahitan tetap di bagian proksimalnya, dan melakukan incisi pada tendon. D, Incisi
kapsul sendi di pertengahan antara tepi glenoid dan kepala humerus. E, Putar humerus bagian internal
sampai kepala mengalami subluksasi dan lepaskan tutup kartilago. F, Kuret ujung cacat tulang untuk

memastikan pengangkatan semua tulang rawan yang terkena (Fossum, 2013).

c) Aplikasi plat dan sekrup tulang

Plat tulang dapat memberikan stabilitas yang dibutuhkan dan memungkinkan


untuk mengembalikan fungsi lebih awal ketika digunakan pada fraktur humerus yang
kompleks atau stabil. Plat tulang umumnya digunakan ketika waktu yang di butuhkan
untuk penyatuan tulang panjang, atau ketika kenyamanan pasca operasi diinginkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran plat adalah fungsi yang dimaksudkan
(contohnya: Kompresi, netralisasi, atau plat penghubung) dan ukuran pasien (Fossum,
2013).

Untuk pemasangan plat yaitu dengan menempatkan plat berukuran dan berkontur
dengan tepat pada permukaan kranial, lateral, kaudolateral, kaudomedial, atau medial
humerus (Gbr. 6). Gabungkan plat dengan pin IM untuk stabilitas tambahan untuk fraktur
kominutif (Gbr. 7) (Fossum, 2013).

Aplikasi plat kranial paling mudah pada fraktur humerus proksimal dan fraktur
humerus midshaft. Aplikasi plat lateral paling mudah dengan fraktur proksimal dan
midshaft tetapi dapat digunakan dengan fraktur distal. Penempatan medial, caudomedial,
dan caudolateral paling mudah untuk fraktur distal (Fossum, 2013).

Gambar 6. Plat tulang diaplikasikan sebagai plat kompresi ke permukaan humerus kranialis
lateral atau medial untuk menstabilkan fraktur diafisis transversal. Fraktur oblik atau comminuted

reducible dapat distabilkan dengan sekrup lag dan plat netralisasi (Fossum, 2013).

Gambar 7. Aplikasi kombinasi plat-pin untuk stabilisasi fraktur humerus comminuted. Pin

intramedullary mengurangi stres lentur siklik pada plat tulang (Fossum, 2013).

c. Perawatan post operasi

Melakukan radiografi pasca operasi sangat penting untuk mengevaluasi pengurangan


fraktur dan lokasi implan(Fossum, 2013).
Aktivitas berjalan dibatasi dan perlu adanya rehabilitasi fisik sampai fraktur sembuh.
Rehabilitasi fisik mendorong penggunaan anggota tubuh yang terkontrol dan fungsi anggota
tubuh yang optimal setelah penyembuhan patah tulang. Perawatan harus dijalankan untuk
mengembangkan protokol khusus untuk setiap pasien tergantung pada lokasi fraktur,
stabilitas dan jenis fiksasi fraktur, potensi untuk penyembuhan, kemampuan dan sikap pasien,
dan kemauan (Tabel 1). Manajemen fixator eksternal mencakup perawatan pin harian dan
pengemasan pin sesuai kebutuhanevaluasi dengan radiografi dilakukan selama 6 minggu
(Fossum, 2013).

 Obat

Untuk menghilangkan nyeri deberikan obat analgesik, yaitu (Fossum, 2013):

 Fentanyl CRI (1-10 μg / kg IV dosis pemuatan, kemudian 2-20 ug / kg / jam IV),


atau
 Hydromorphone CRI (0,025-0,1 mg / kg / jam IV pada anjing), atau
 Morfin (0,1-1 mg / kg IV atau 0,1-2 mg / kg IM 1-4 jam pada anjing; 0,1-0,2 mg /
kg IV atau 0,1-0,5 mg / kg IM q1-4 jam pada kucing), atau
 Hydromorphone * (0,1-0,2 mg / kg IV, IM 3-4hr pada anjing; 0,05-0,1 mg / kg
IV, IM 3-4 jam pada kucing), atau
 Buprenorfin † (0,005-0,02 mg / kg IV, IM 4-8 jam atau 0,01-0,02 mg / 6-12 jam
pada kucing), ditambah
 +/− Ketamine CRI (2 μg / kg / menit IV. Jika tidak ada dosis pemuatan
sebelumnya, berikan 0,5 mg / kg IV sebelum CRI), ditambah
 NSAID, dengan pertimbangan:
o Pada anjing:
 Carprofen (2,2 mg / kg 12 jam PO), atau
 Deracoxib (3-4 mg / kg 24 jam PO ,selama <7 hari), atau
 Meloxicam (0,1-0,2 mg / kg sekali SC atau PO kemudian 0,1 mg / kg PO
24 jam)
o Pada kucing:
 Meloxicam (0,05-0,1 mg / kg PO, SC sekali)
Tabel 1. Contoh protokol rehabilitasi fisik untuk pasien dengan fraktur diaphyseal yang
dinstabilkan dengan fiksasi interna (Fossum,2013)

2. Fraktur Diafisis Radius-ulna

Fraktur diaphyseal radial dan fraktur diaphyseal ulnaris merupakan gangguan kontinuitas
kortikal diaphyseal tulang. Kurangnya jaringan lunak dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya fraktur terbuka (Fossum, 2013).

a. Temuan pada pemeriksaan fisik (Inspeksi dan Palpasi)

Karena sifat traumatis fraktur radial dan ulnaris, hewan harus dinilai untuk mendeteksi
kelainan sistem tubuh lainnya. Palpasi tungkai menunjukkan pembengkakan, nyeri, dan
krepitasi. Fraktur mungkin terbuka: kehilangan atau kerusakan jaringan lunak yang
berdekatan peluang kejadiannya besar. Hewan yang terkena sering tampak memiliki respon
proprioseptif abnormal karena mereka enggan untuk menggerakkan anggota badan (Fossum,
2013).

b. Persiapan Preoperatif

Kerusakan atau kehilangan jaringan di daerah fraktur kemungkinan luas. Luka terbuka
harus tangani lebih awal dengan hati-hati yaitu memotong rambut di sekitarnya,
membersihkan luka, dan mengambil swab untuk kultur bakteri dan uji kerentanan.
Antebrachium harus distabilkan dengan menggunakan perban Robert Jones untuk
melumpuhkan fragmen, mengurangi atau mencegah pembengkakan jaringan lunak,
melindungi atau mencegah luka terbuka, Serta dapat memberi tingkat kenyamanan pada
pasien sampai operasi dilakukan (Fossum, 2013).
c. Metode operasi
1) Anestesi
Menurut Fossum (2013), anestesi yang di berikan yaitu:
 Premedikasi
Jika pasien gelisah berikan:
 Diazepam (0,2 mg / kg, IV), atau
 Midazolam (0,2 mg / kg IV, IM), plus
 Hydromorphone * (0,1-0,2 mg / kg IV, IM pada anjing; 0,05-0,1 mg / kg
IV, IM pada kucing), atau
 Morfin (0,1-0,2 mg / kg IV atau 0,2-0,4 IM), atau
 Buprenorfin † (0,005-0,02 mg / kg IV, IM)
 Induksi Pertimbangan Intraoperatif:
o Jika dengan premedikasi, berikan:
 Propofol (2-4 mg / kg IV), atau
o Jika tidak dengan premedikasi, maka berikan:
 Propofol (4-8 mg / kg IV), atau
 Ketamin (5,5 mg / kg IV) dengan diazepam (0,28 mg / kg IV)
2) Posisi rebah

Jika reduksi tertutup atau terbuka terbatas, fiksasi kerangka eksternal yang dipilih maka,
memposisikan hewan dengan kaki yang terkena ditangguhkan dari langit-langit sehingga
dapat memfasilitas visualisasi perataan sendi yang benar. Jika reduksi terbuka maka fiksasi
plat dilakukan, hewan tersebut dapat diposisikan dalam posisi telentang dan punggung
bagian ekstremitas menarik ke arah samping agar dapat mencapai bagian craniomedial
(Fossum, 2013).

3) Loksai incisi dan Teknik opersi

Pembedahan dilakukan dengan pendekatan craniomedial ke radius yaitu dengan palpasi


langsung di bawah kulit dan subkutan jaringan pada permukaan kraniomedial ekstremitas.
Membuat sayatan melalui kulit dan jaringan subkutan untuk mengekspos diafisis radial.
Perpanjang sayatan secara distal, dan angkat tendon ekstensor untuk mengekspos permukaan
tengkorak metafisis distal jari-jari (Fossum, 2013).

Gambar 8. pendekatan kraniomedial pada diafisis radial, dan membuat sayatan melalui kulit serta
subkutan jaringan untuk mengekspos diafisis radial. Tarik otot ekstensor carpi radialis lateral untuk mengekspos
diafisis (Fossum, 2013).

4) Lokasi memasukkan intramedular (IM) pin/interlocking nail.


a) Aplikasi Gips

Gips dapat diterapkan sebagai satu-satunya metode fiksasi untuk fraktur stabil
pada anjing atau kucing muda ketika fraktur akan mempertahankan pengurangan
yang memadai dan akan sembuh dengan cepat. Posisikan anjing dalam posisi
telentang lateral dengan kaki yang patah menempel di meja. Mintalah asisten
memegang anggota badan dalam adduksi dan sedikit fleksi karpal. Gunakan
stockingette, bantalan gips, dan bahan gips (Fossum, 2019).

Gambar 9. Gips digunakan untuk menstabilkan, fraktur radial-ulnaris A, Gips silinder penuh,
yang melumpuhkan siku dan karpus, ditempatkan dengan ekstremitas yang diposisikan dalam sedikit
fleksi karpal dan angulasi varus. B, Gips dapat dibajak dengan menempatkan bahan gips di atas
beberapa lapisan padding, memotongnya pada aspek lateral dan medial, dan mengamankannya dengan
pita elastis (Fosssum,2013).
b) Penerapan pin intramedulary dan kawat kirschener

Indikasi dan Prinsip Biomekanik Pin Intramedullary (IM) digunakan untuk fraktur
diaphyseal dari humerus, femur, tibia, ulna, dan metacarpal dan metatarsal tulang. Pin
IM dikontraindikasikan untuk jari-jari karena titik penyisipan pin umumnya
mengganggu dengan karpus. Keuntungan biomekanik dari pin IM adalah
ketahanannya terhadap beban lentur. Berbeda dengan implan lain (mis., pelat tulang
dan eksternal fixator), pin IM sama-sama tahan terhadap beban lentur yang diterapkan
dari segala arah karena bentuknya bulat dan umumnya berpusat di kanal meduler.
Kerugian biomekanik pengunaan pin IM termasuk resistensi yang buruk terhadap
aksial (Kompresif) atau beban rotasi dan kurangnya fiksasi dengan tulang. Satu-
satunya perlawanan untuk rotasi atau beban aksial oleh pin IM adalah gesekan yang
dihasilkan oleh tempat pin dan kontak dengan tulang. Kontak antara pin dan tulang
kortikal adalah variabel karena cross-sectional diameter rongga sumsum bervariasi.
Kontak antara pin dan tulang cancellous epifisis bervariasi dengan jumlah cancellous
tulang dan ketepatan penempatan pin. Karena gesekan dibuat antara pin dan tulang
juga mencegah pin premature migrasi, stres yang terkait dengan fraktur yang tidak
stabil menyebabkan micromotion, resorpsi tulang, dan migrasi pin. Pin IM harus
dilengkapi dengan implan lain (mis., kawat cerclage, fixator atau pelat eksternal). Pin
Steinmann atau kawat Kirschner dapat digunakan sebagai tanda silang pin (kawat)
atau ditempatkan dalam pola triangulasi untuk menstabilkan fraktur metafisis dan
physeal pada hewan muda. Kawat Kirschner juga digunakan sebagai pin IM pada
hewan yang sangat kecil (Fossum, 2013).

Pilih pin IM yang sama dengan 60% hingga 70% dari diameter rongga sumsum
tulang saat berpasangan pin IM dengan kawat cerclage. Pilih diameter yang lebih
kecil pin saat memasangkan pin dengan fixator atau pelat eksternal. Meskipun pin IM
berfungsi paling efektif jika mereka mengisi saluran meduler, kelengkungan dari
kebanyakan anjing, tulang menentukan bahwa pin yang lebih kecil harus digunakan
jika patah harus direkonstruksi secara anatomis. Penentuan ukuran pin dibuat setelah
mengevaluasi radiografi fraktur. Sesuai ukuran dapat dikonfirmasi dengan
membandingkan pin dengan kanal meduler setelah fraktur terbuka. Pilih dua pin
dengan panjang yang sama sebelum memulai prosedur. Kedua pin berfungsi sebagai
pin pemandu ketika diletakkan di atas permukaan eksternal anggota badan (Fossum,
2013).

Pin IM sulit digunakan dalam radius karena konfigurasi yang sempit dari kanal
meduler radial dan perlunya invasi sendi karpal untuk memposisikan pin. Komplikasi
terkait dengan penempatan pin IM dalam radius termasuk rotasi, osteomielitis,
keterlambatan persatuan, nonunion, dan degenerative penyakit sendi pada carpus
(Fossum, 2013).

Pin IM dapat digunakan untuk meluruskan ulna, menstabilkan sederhana fraktur


ulnaris, dan menambahkan dukungan pada fiksasi primer fraktur radial comminuted
(mis., fixator atau plat eksternal). Masukkan pin IM ke dalam kanal medula dari
proksimal permukaan olecranon, dan mengendarainya dalam normograde cara ke
permukaan fraktur. Pertahankan korteks lateral ulna sejajar dengan pin untuk
mempertahankan pin di dalam medulla kanal. Kurangi fraktur dan arahkan pin ke
arah distal sejauh mungkin tanpa menembus korteks. Potong kelebihannya pin
proksimal di bawah tingkat kulit, di atas proksimal ulna. Penerapan fixator kerangka
eksternal. Luar fiksasi kerangka sangat berguna untuk mengobati lebar berbagai
fraktur diafisis radial. Kekakuan dari fixator dapat ditingkatkan pada hewan dengan
fraktur rendah (Fossum, 2013).

Gambar 10. A, Keuntungan biomekanis dari pin IM adalah sama-sama tahan terhadap
beban lentur yang diterapkan dari segala arah karena bentuknya bulat. B dan C, Kerugian
biomekanik dari pin IM termasuk buruk resistensi terhadap beban rotasi atau aksial (tekan) dan
kurangnya fiksasi (interlocking) dengan tulang (Fossum, 2013).
Gambar 11. Penempatan IM secara normograde (Fossum, 2013).

d. Perawatan post operasi

Melakukan radiografi pasca operasi guna mengevaluasi lokasi implan. Aktivitas harus
dibatasi untuk berjalan dan dilakukan rehabiltas fisik sampai fraktur betul-betul sembuh.
Radiografi pasca operasi untuk mendokumentasikan pengurangan fraktur atau penyelarasan
dan posisi implan Pasca operasi manajemen nyeri dapat diindikasikan. Aktivitas harus
dibatasi untuk berjalan tali dan rehabilitasi fisik sampai patah telah sembuh. Rehabilitasi fisik
mendorong penggunaan anggota tubuh yang terkontrol dan optimal fungsi ekstremitas
setelah penyembuhan fraktur. Harus diperhatikan mengembangkan protokol khusus untuk
setiap pasien tergantung pada lokasi fraktur, stabilitas dan jenis fiksasi fraktur, potensi
penyembuhan, kemampuan dan sikap sabar, dan kemauan atau kemampuan klien untuk
berpartisipasi dalam perawatan hewan (Fossum, 2013).

Setelah reduksi terbuka dengan fiksasi kerangka eksternal, sayatan harus ditutup. Spons
kasa dibuka dan diisi untuk mengisi ruang antara bilah fiksasi dan kulit di sekitar pin,
kemudian diamankan di tempat dengan perban di sekitar fiksator. Perawatan dengan kaki di
balut selama periode pasca operasi untuk mencegah pembengkakan. Luka terbuka harus
dirawat setiap hari dengan perban basah sampai kering hingga terbentuk lapisan granulasi.
Luka kemudian ditutup dengan pad nonadhesif dan balutan diganti sesuai kebutuhan. Jika
perban fixator eksternal dipertahankan, harus diganti setiap minggu. Jika perban tidak
digunakan, hidroterapi setiap hari dapat diberikan terapi pijatan. Pemeriksaan harus
dijadwalkan pada 2 minggu untuk pengangkatan jahitan dan evaluasi fiksator, dan setiap 6
minggu untuk evaluasi radiografi (Fossum,2019).

 Obat
Untuk menghilangkan nyeri deberikan obat analgesik, yaitu (Fossum, 2013):

 Fentanyl CRI (1-10 μg / kg IV dosis pemuatan, kemudian 2-20 ug / kg / jam IV),


atau
 Hydromorphone CRI (0,025-0,1 mg / kg / jam IV pada anjing), atau
 Morfin (0,1-1 mg / kg IV atau 0,1-2 mg / kg IM 1-4 jam pada anjing; 0,1-0,2 mg /
kg IV atau 0,1-0,5 mg / kg IM q1-4 jam pada kucing), atau
 Hydromorphone * (0,1-0,2 mg / kg IV, IM 3-4hr pada anjing; 0,05-0,1 mg / kg
IV, IM 3-4 jam pada kucing), atau
 Buprenorfin † (0,005-0,02 mg / kg IV, IM 4-8 jam atau 0,01-0,02 mg / 6-12 jam
pada kucing), ditambah
 +/− Ketamine CRI (2 μg / kg / menit IV. Jika tidak ada dosis pemuatan
sebelumnya, berikan 0,5 mg / kg IV sebelum CRI), ditambah
 NSAID, dengan pertimbangan:
o Pada anjing:
 Carprofen (2,2 mg / kg 12 jam PO), atau
 Deracoxib (3-4 mg / kg 24 jam PO ,selama <7 hari), atau
 Meloxicam (0,1-0,2 mg / kg sekali SC atau PO kemudian 0,1 mg / kg PO
24 jam)
o Pada kucing:
 Meloxicam (0,05-0,1 mg / kg PO, SC sekali)

3. Fraktur Transverse Mandibula

Fraktur fraktur mandibula dapat terjadi akibat trauma, periodontitis yang parah, atau
neoplasia (Fossum, 2013).

a. Temuan pada pemeriksaan fisik (Inspeksi dan Palpasi)

Temuan fisik hewan dengan fraktur mandibular yaitu nampak hewan mengeluarkan air
liur berlebihan, mungkin menunjukkan rasa sakit pada saat mulut di buka, dan sering tidak
mau makan. Air liur mungkin bercampur dengan darah, tetapi perdarahan yang banyak
jarang terjadi. Krepitasi dan ketidakstabilan seringkali dapat diraba selama pemeriksaan oral
yang cermat; Namun, sebaiknya untuk pemeriksaan menyeluruh dari struktur ini untuk luka
mukosa dan krepitasi, perlu menggunkan anestesi umum. Fraktur symphyseal mandibula
memungkinkan satu hemimandible untuk dipindahkan secara terpisah dari yang lain.
Melakukan pemeriksaan pada gigi dengan cermat untuk mencari bukti trauma. Biopsi harus
diambil dari fraktur yang terkait dengan lisis atau proliferasi tulang (Fossum, 2013).

b. Metode operasi

Metode yang tepat untuk mengobati fraktur mandibula ditentukan berdasarkan skor
penilaian fraktur dan lokasi fraktur. Perawatan konservatif dengan moncong pita atau ikatan
komposit gigi mungkin sesuai untuk beberapa fraktur. Sistem fiksasi internal yang berlaku
untuk fraktur mandibular antara lain kawat ortopedi, kawat Kirschner, dan plat dan sekrup.
Pin Intramedullary (IM) dikontraindikasikan karena kanalis mandibula berisi arteri alveolar
mandibula dan saraf alveolar inferior. Fraktur mandibula yang mengubah oklusi normal
harus dikurangi dan distabilkan (Fossum, 2013).

1) Anestesi

Rekonstruksi anatomi atau penataan kembali korteks mandibula wajib untuk


menyediakan oklusi gigi yang tepat. Fraktur mandibula sederhana dapat direkonstruksi
secara anatomi menggunakan korteks tulang sebagai panduan. Namun, dengan fraktur
kompleks atau kehilangan tulang kortikal, oklusi gigi harus digunakan untuk memandu
penataan kembali mandibula. Karena gigi mandibula dan rahang atas sangat dekat,
diperlukan penyelarasan yang tepat dari arkade atas dan bawah. Jika oklusi gigi yang tepat
tidak dapat ditentukan dengan menggunakan endotrakeal tube, maka dapat direposisi melalui
insisi faringotomi. Hal ini memungkinkan mulut tertutup sepenuhnya selama operasi, yang
memfasilitasi penentuan oklusi gigi yang memadai. Setelah operasi, tabung endotrakeal
diangkat, dan sayatan faringotomi dibiarkan granulasi tertutup (Fossum, 2013).

Menurut Fossum (2013) teknik anestesi lainnya melibatkan ekstubasi dan reintubasi
intermiten pasien untuk memungkinkan ahli bedah kesempatan untuk memeriksa
keselarasan. Teknik ini membutuhkan seleksi pasien yang cermat. Pasien dengan gangguan
fungsi paru atau jantung mungkin tidak dapat menangani ekstubasi dalam waktu singkat.
Pasien relatif mudah untuk diintubasi dengan cepat. Selain itu, beberapa patah tulang yang
rumit mungkin tidak cocok untuk teknik tersebut, dan juga harus merencanakan
pharyngostomy. Sebelum ekstubasi, pasien harus menerima oksigen 100% dan tanda-tanda
vital harus dalam kisaran normal. Pembacaan oksimetri pulsus 100% saat ekstubasi biasanya
memungkinkan ahli bedah beberapa menit untuk memeriksa oklusi dan melakukan
penyesuaian. Ketika oksimetri pulsus mulai turun ke level 90-an, penyedia anestesi perlu
berintubasi kembali dan berventilasi dengan oksigen 100%. Jika perlu, hal tersebut dapat
diulang beberapa kali selama oksigenasi pasien tetap memadai dan tanda-tanda vital tetap
normal. Bolus kecil intermiten yang hipnotis dan onset kerja pendek seperti propofol
mungkin diperlukan ketika pasien tidak menerima agen inhalasi, sebagai berikut:

 Induksi Pertimbangan Intraoperatif:


o Jika dengan premedikasi, berikan:
 Propofol (2-4 mg / kg IV), atau
o Jika tidak dengan premedikasi, maka berikan:
 Propofol (4-8 mg / kg IV), atau
 Ketamin (5,5 mg / kg IV) dengan diazepam (0,28 mg / kg IV)
2) Posisi rebah

Hewan diposisikan dalam rebah dorsal recumbency untuk pengobatan fraktur mandibula.
Bidang bedah, termasuk mulut, disiapkan secara aseptik untuk operasi. Jika cangkok tulang
kanselus autogenus diperlukan, hewan dapat diposisikan dalam penyangga punggung dengan
kaki depan terikat secara kaudal. Kulit di atas proksimal humerus juga dipersiapkan untuk
operasi aseptik. Posisi ini memungkinkan akses simultan ke metafisis humerus proksimal dan
rongga mulut. Karena ini adalah posisi ekstremitas yang tidak biasa untuk mendapatkan
cangkok tulang, perawatan harus di lakukan sebelum prosedur bedah. Draping dapat
dilakukan untuk memasukkan akses ke rongga mulut (Fossum, 2013).

3) Loksai incisi dan Teknik Operasi


a) Reduksi fraktur mandibula terbuka.

Dengan fraktur mandibula bilateral, buat insisi ventral midline pada kulit diantara
mandibula. Pindahkan sayatan ini ke kedua arah untuk mengekspos kedua rahang
bawah. Jika hanya satu mandibula yang terlibat, buat sayatan kulit ventral langsung di
atas mandibula tersebut. Kemudian meninggikan jaringan lunak dari mandibula untuk
mengekspos fraktur. Dan mempertahankan perlekatan otot digastricus (Gbr.12). Perlu
mengurangi dan menstabilkan fraktur. Jika terjadi fraktur segmental badan
mandibula, maka stabilkan fraktur caudal terlebih dahulu. Karena otot-otot kecil hadir
di sekitar badan mandibula, sehingga untuk pengurangan biasanya mudah dilakukan
(Fossum, 2013).

Gigi akan menjadi lurus kebali ketika dilakukan eduksi terbuka dari korteks
mandibula. Kemudian mengevaluasi rongga mulut untuk luka terbuka. Jika ada luka
besar, tutup sebagian mukosa untuk memperkecil ukurannya. Untuk memungkinkan
drainase pasca operasi, jangan sepenuhnya menutup luka yang terkontaminasi.
Tempatkan saluran Penrose jika ada infeksi atau kemungkinan lainya. Tutup luka
bedah dengan menjahit lapisan yang sesuai (Fossum, 2013).

Gambar 12. A, Untuk pendekatan ventral ke mandibula, buat insisi garis tengah ventral di kulit
antara mandibula. B. meninggikan jaringan lunak dari mandibula untuk mengekspos fraktur, tetapi

pertahankan perlekatan otot digastricus (Fossum, 2013).

b) Reduksi fraktur terbuka sendi vertikal ramus dan temporomandibular.

Buat sayatan kulit di atas batas ventrolateral badan mandibula kaudal, dan
pisahkan otot platysma untuk mengekspos otot digastricus. Kemudian meninggikan
otot masseter dari ramus untuk mengekspos permukaan mandibula lateral serta
prosesu angular dan koronoid (Gbr 13). Metode selanjutnya yaitu menurangi fraktur
dan melakukan stabilisasi. Dan melakukan perbaikan luka terbuka yang besar pada
rongga mulut. Tutup luka bedah dengan menjahit lapisan yang sesuai (Fossum, 2013).
Gambar 13. A, Untuk pendekatan lateral ramus mandibula, buat sayatan kulit di atas batas
ventrolateral tubuh mandibula kaudal, dan pisahkan otot platysma untuk mengekspos otot masseter. B
dan C, Insisi dan angkat otot masseter dari ramus untuk mengekspos permukaan mandibula lateral dan

proses angular dan koronoid (Fossum, 2013).

c) Stabilisasi fraktur transvers mandibula.

Fraktur transvers harus diluruskan kembali dan dikompresi. Mengaplikasikan satu


atau dua kawat interfragmentari tegak lurus ke garis fraktur untuk mencapai kompresi
(Gbr.14). Atau, jika fraktur pasien memerlukan fiksasi yang lebih kaku, gunakan
fiksator eksternal atau plat tulang kompresi.

Gambar 14. Kawat interfragmentasi dapat digunakan untuk menstabilkan fraktur mandibula. A ke
C, Untuk fraktur transversal, kawat dapat ditempatkan tegak lurus terhadap garis fraktur. D, Stabilkan
caudorostral, panjang, garis fraktur miring dengan dua kawat ditempatkan pada sudut kanan satu sama lain.
Kawat di sekitar batas mandibula ventral mencegah segmen kaudal bergeser secara rostrale ketika
interfragmentary dikencangkan. E dan F, Untuk menstabilkan fraktur panjang, miring, slab, tempatkan
kawat melalui kedua segmen tulang dan di sekitar batas mandibula ventral untuk mencegah menimpa
segmen tulang. G, Amankan fragmen butterfly besar dengan kawat interfragmentary.
c. Perawatan post operasi

Radiografi pasca operasi harus dievaluasi untuk posisi implan. Namun, oklusi gigi lebih
diutamakan daripada pengurangan fragmen yang akurat. Oklusi gigi lebih mudah ditentukan
dengan pemeriksaan fisik dibandingkan dengan radiografi. Kadang-kadang moncong tape
dapat digunakan pasca operasi untuk mendukung fiksasi. Ketika moncong digunakan sebagai
fiksasi primer atau pendukung fiksasi internal, kulit pada permukaan ventral mandibula dapat
menjadi iritasi. Kulit harus dibersihkan dan dirawat dengan hati-hati dengan salep yang
menenangkan. Fixator eksternal harus dievaluasi pasca operasi untuk memastikan bahwa
klem atau akrilik tidak terlalu dekat dengan kulit (Fossum, 2013).

Hewan perlu diberi makanan lunak sampai fraktur sembuh; mengunyah mainan harus
dihindari. Pasien-pasien dengan fiksasi maxillomandibular yang mengalami kesulitan dengan
pemberian makanan oral mungkin mendapat manfaat dari tabung makanan esophagus.
Pemilik harus diinstruksikan untuk tidak membiarkan hewan mengunyah batu atau tongkat
atau bermain tarik-menarik. Klien harus diinstruksikan untuk membersihkan kulit di bawah
moncong pita setiap hari dan untuk membersihkan area di sekitar pin fiksasi eksternal.
Kumur chlorhexidine oral dua kali sehari direkomendasikan untuk pasien dengan interdental
splints untuk meminimalkan gingivitis yang terkait dengan debris yang terperangkap. Hewan
tersebut harus dievaluasi ulang 2 minggu pasca operasi dan jahitan dilepas. Radiografi harus
diperoleh setelah 6 minggu untuk mengevaluasi penyembuhan dan diulang setiap 6 minggu
sesudahnya sampai penyembuhan selesai. Komposit gigi yang digunakan untuk ikatan gigi
dapat rusak sebelum waktunya dan membutuhkan penerapan kembali jika penyembuhan
tidak lengkap. Komposit gigi, kawat intraoral, dan fixator eksternal harus diambil ketika
fraktur sembuh; kawat antarfragmentari dan plat serta sekrup tulang tidak dilepas kecuali jika
menyebabkan masalah. Membelah bidai interdental dan melepaskannya secara segmental
membantu menghindari patah gigi selama manuver ini (Fossum, 2013).

Perawatan selama periode pasca operasi segera untuk mencegah pembengkakan.


Luka terbuka harus dirawat setiap hari dengan perban basah sampai kering hingga terbentuk
lapisan granulasi. Luka kemudian ditutup dengan pad nonadhesif dan balutan diganti sesuai
kebutuhan. Hewan itu harus dilepaskan ke pemilik dengan instruksi untuk membatasi
olahraga dan menghindari jerat fixator. Jika perban fixator eksternal dipertahankan, itu harus
diubah setiap minggu. Jika perban tidak digunakan, hidroterapi harian dapat diberikan
dengan pijatan shower genggam (Fossum, 2013).

 Obat

Untuk obat analgesia yang digunakan, sama seperti analgesia yang di berikan
pada fraktur diafisis humerus dan radius-ulna, (bisa di lihat pada Daftar 2) (Fossum,
2013).

Obat Antiinflamasi Nonsteroid Disetujui untuk Mengobati Anjing dan Kucing


Dengan Penyakit Ortopedi :

 Carprofen pada anjing: 2.2 mg/kg PO, SC q12h or 4.4 mg/kg PO, SC q24h Cats: 4
mg/kg SC, IV once
 Deracoxib Dogs: 1–2 mg/kg PO q24ha
 Etodolac 5–15 mg/kg PO q24h
 Meloxicam.
Pada anjing : 0,2 mg / kg 24 jam IV, SC, PO sekali selama 1 hari, diikuti oleh
0,1 mg / kg 24 jam (dalam makanan)
Pada kucing: 0,05 mg / kg PO 24 jam dengan pengurangan dosis jika pengobatan
jangka panjang dilakukan. Pengobatan jangka panjang dapat dikurangi menjadi
0,05 mg / kg PO 48 jam dan serendah 72 jam. Dosis tunggal 0,15 mg / kg SC
tetapi disetujui untuk dosis hingga 0,3 mg / kg SC
 Firocoxib .
Pada anjing: 5 mg / kg PO q24h
 Robenacoxib .
Pada anjing: 1.0-2.0 mg / kg 24 jam
Pada kucing: 2 mg / kg SC di antara tulang belikat atau pada kucing dengan berat
2.5–6 kg berikan 6 mg / kucing PO 24 jam hingga 3 hari; pada kucing dengan
berat 6,1-12 kg berikan 12 mg / kucing PO 24 jam hingga 3 hari. Untuk hari 3–11
berikan 1 mg / kg PO 24 jam.
4. Luksasi Coxofemoral

Coxofemoral atau hip luxation adalah perpindahan traumatis dari kepala bagian femoralis
dari acetabulum (Fossum, 2013).

a. Temuan pada pemeriksaan fisik (Inspeksi dan Palpasi)

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat kondisi umum pasien. Pasien terhidrasi,
membran mukosa berwarna merah terang, CRT <2s, Denyut jantung dan laju respirasi
normal, suhu 38,5 0C. Kaki belakang kanan ketika dipalpasi tidak menunjukkan rasa sakit
atau tidak ada krepitasi sama sekali, tetapi kaki kanan tampaknya tertatih-tatih. Ada memar
di area coxofemoral (Wisesa, dkk, 2018).

Hewan dengan hip luxation biasanya dihadirkan untuk evaluasi ketimpangan tanpa berat
yang terkait dengan trauma. Ketika tulang paha dipindahkan secara kraniodorsal, ekstremitas
dilakukan dengan adduksi, dengan stifle(penahan) diputar secara eksternal terlihat pada
gambar berikut ( Gambar 15) (Fossum, 2013).

Ketika dipindahkan secara caudoventrally, anggota badan diangkut dengan abduksi,


dengan stifle diputar secara internal. Manipulasi anggota tubuh menyebabkan krepitus atau
nyeri. Kurangnya simetri teraba dicatat antara umbi ischii dan trokanter yang lebih besar di
sisi yang terkena dibandingkan dengan ekstremitas normal. Dengan perpindahan
kraniodorsal, trokanter yang lebih besar adalah dorsal ke garis imajiner yang ditarik dari
puncak ilium ke umbi ischii, dan jarak antara umbi ischii dan trochanter yang lebih besar
lebih besar daripada di tungkai normal (Gbr. 16) (Fossum, 2013).

Dengan luxation ventrocaudal, trokanter yang lebih besar dipindahkan secara ventral, dan
ruang antara umbi ischii dan trokanter yang lebih besar dapat dipersempit. Hip luxation juga
menyebabkan perbedaan panjang tungkai. Luxasi kraniodorsal menyebabkan ekstremitas
yang terkena menjadi lebih pendek daripada ekstremitas normal, sedangkan yang sebaliknya
berlaku pada luxation ventral (Fossum,2013).
Gambar 15. Posisi anjing yang mengalami luksasi coxofemoral (Fossum, 2013).

Gambar 16. Luksasicoxofemoral (Fossum, 2013).

b. Metode operasi

Luxation Coxofemoral dapat dikelola dengan manipulasi tertutup untuk menggantikan


kepala femoralis dalam asetabulum atau dengan manipulasi bedah terbuka. Reduksi tertutup
harus dilakukan sebelum reduksi terbuka pada sebagian besar hewan, kecuali ada bukti
radiografi hip dysplasia atau fraktur. Hewan tersebut harus dibius untuk reduksi tertutup
(Fossum, 2013).

1) Metode bedah:
a) Anestesi
Menurut Fossum (2013), anestesi yang di berikan yaitu:
 Premedikasi
Jika pasien gelisah berikan:
 Diazepam (0,2 mg / kg, IV), atau
 Midazolam (0,2 mg / kg IV, IM), plus
 Hydromorphone * (0,1-0,2 mg / kg IV, IM pada anjing; 0,05-0,1 mg / kg
IV, IM pada kucing), atau
 Morfin (0,1-0,2 mg / kg IV atau 0,2-0,4 IM), atau
 Buprenorfin † (0,005-0,02 mg / kg IV, IM)
 Induksi Pertimbangan Intraoperatif:
o Jika dengan premedikasi, berikan:
 Propofol (2-4 mg / kg IV), atau
o Jika tidak dengan premedikasi, maka berikan:
 Propofol (4-8 mg / kg IV), atau
 Ketamin (5,5 mg / kg IV) dengan diazepam (0,28 mg / kg IV)
b) Posisi rebah
Pasien diposisikan dalam lateral recumbency. Tungkai ditangguhkan untuk
persiapan bedah untuk memungkinkan manipulasi tungkai selama operasi.

Gambar 17. Lateral Recumbency (Fossum, 2019).

c) Loksai incisi dan Teknik Bedah


Operasi dilakukan dari pendekatan craniolateral. Alat yang harus disiapkan adalah
plat toggle 2 buah, benang yang tidak dapat diserap dengan diameter 1 mm, dan bahan
dan alat untuk bedah ortopedi. Sayatan dimulai dari kulit, subkutan, musculus hingga
caput os femur dan acetabulum ditemukan. Gunakan bor manual untuk membuat lubang
pada acetabulum. Setelah acetabulum dilubangi, kemudian membuat lubang pada caput
femur menggunakan mesin bor. Setelah acetabulum dan caput femur dilubangi, maka
toggle yang terbuat dari plat aluminium dimasukkan ke lubang acetabulum yang telah
dibuat sebelumnya bersama dengan benang yang tidak dapat diserap yang sudah
terpasang pada pelat sakelar. Setelah itu, benang dimasukkan juga ke lubang di caput
femur yang telah dibuat sebelumnya. Kemudian, benang itu melekat pada pelat sakelar
kedua di area luar caput femur. Kemudian ditarik sampai caput femur masuk ke dalam
acetabulum dengan sempurna. Kemudian musculus dijahit dengan benang yang dapat
diserap dengan teknik menjahit sederhana. Daerah subkutan dijahit dengan benang yang
dapat diserap dengan teknik jahitan kontinyu sederhana dan kulit dengan benang yang
tidak diserap (Wisesa, dkk, 2018).
Stabilisasi bedah dari hip luxation dapat dilakukan dengan rekonstruksi kapsular
jika kapsul persendian aman, meskipun hal ini jarang terjadi. Dalam kebanyakan kasus,
kapsul tidak dapat ditutup dengan aman dan diperlukan stabilitas tambahan. Prosedur
rekonstruktif lainnya harus dilakukan untuk memastikan stabilitas pinggul selama 3
sampai 4 minggu untuk terjadi penyembuhan kapsular. Prosedur rekonstruktif antara lain
rekonstruksi kapsular sintetis dengan jahitan dan sekrup tulang atau jangkar jahitan dan
dengan Toggle pin. Stabilitas tambahan dapat diperoleh dengan translokasi trochanter
besar. Jika anjing itu sedikit displastik, dapat dilakukan osteotomi untuk mempertahankan
reduksi pinggul. Osteotomi hip juga dapat berguna untuk anjing nondysplastic jika cara
lain tidak berhasil digunakan (Fossum, 2013).
 Rekonstruksi kapsul
Dalam beberapa kasus, kapsul sendi mungkin utuh kecuali pada trauma ringan,
dibagian kepala femoralis telah diluksasi, atau bagian kapsul telah robek dan longgar
dari inserticio femoralis. Dalam kedua situasi, jika setelah memindahkan kepala
femoralis maka, cakupan acetabular sangat memadai dan sendi stabil melalui
berbagai gerakan, penjahitan utama kapsul dapat digunakan sebagai prosedur
rekonstruksi tunggal. Penjahitan kapsul sendi menggunakan bahan monofilamen yang
tidak diserap dengan pola menerus. Jika kapsul telah robek dari insertisio, bor lubang
kecil di leher femoralis melalui mana jahitan dapat lulus atau memasang kembali
kapsul dengan jangkar jahitan (Fossum, 2013).

Gambar 18. Coxofemoral yang distabilisasikan dengan cara capsulorrhaphy. Pola jahitan terputus
diterapkan untuk menjahit kapsul sendi (Fossum, 2013).
 Translokasi Trochanter Besar
Jika pinggul tidak stabil dan jika otot Glutealis tidak terganggu maka, osteotomi
trochanteric dapat dilakukan untuk translosi trochanter dan sedikit ke caudal untuk
menambah stabilitas perbaikan. Relokasi dari trochanter mengikuti kontraksi otot
Glutealis untuk mengabduksi dan memutar internal kepala femoralis.
Lakukan osteotomi trochanteric, dan Refleksikan otot Glutealis ke proksimal.
Gunakan osteotome dan palu untuk membuat permukaan baru caudal dan distal ke
posisi normal trochanter (Fossum, 2013).

Gambar 19. Translokasi trochanter besar (Fossum, 2013).

2) Metode manipulasi tertutup:

Luxation Coxofemoral dapat dikelola dengan manipulasi tertutup untuk menggantikan


kepala femoralis dalam asetabulum atau dengan manipulasi bedah terbuka. Reduksi tertutup
harus dilakukan sebelum reduksi terbuka pada sebagian besar hewan, kecuali ada bukti
radiografi hip dysplasia atau fraktur. Hewan tersebut harus dibius untuk reduksi tertutup
(Fossum,2019).

a) Posisi rebah

Untuk posisi rebah dari metode manipulasi tertutup of luksasi caudoventral dan
Craniodorsal yaitu lateral recumbency

b) Teknik bedah
 Metode manipulasi tertutup of luksasi caudoventral
Tempatkan pasien pada posisi rebah lateral, dimana tungkai tegak lurus ke tulang
belakang. Pegang tungkai dekat sendi tarsal dengan satu tangan, dan tangan yang lain
di sisi tubuh lain agar tubuh tetap stabil. Tempat traksi pada tungkai sementara secara
bersamaan kaki di aduksi untuk menarik kepala femoralis ke tepi luar medial dari
acetabulum. Secara bersamaan kepala femoralis telah dibersihkan asetabular rim,
tekan ke lateral untuk memposisikan kepala femoralis di lateral acetabulum. Dorong
ke proksimal sehingga kepala femoralis masuk ke dalam acetabulum. Setelah
direduksi, pasien di ikat untuk mencegah abduksi lengan. Batasi aktivitas pasien
selama masa perawatan sampai perban dilepaskan yaitu selama 4 samapi 7 hari. Dan
selama dua munggu berikutnya anjing sebaiknya diikat (Fossum, 2013).

 Metode manipulasi tertutup of luksasi Craniodorsal

Tempatkan pasien dalam posisi rebah lateral setelah teranastesi dengan anastesi
umum. Tempatkan tali di pangkal paha dari tungkai yang trauma, di bagian belakang,
dan kencangkan ke meja. Pegang tungkai yang trauma dengan satu tangan di dekat
sendi tarsal dan tempatkan sisi lain pada trochanter besar untuk mengarahkan femur
proksimal. Putar tumgkai ke eksternal, dan tarik secara distal untuk memposisikan
kepala femoralis atas acetabulum. Ketika kepala femoralis terletak lateral acetabulum,
putar tungkai ke internal untuk meletakan kepala femoralis dalam acetabulum.
Terapkan tekanan medial ke trochanter besar sambil fleksi dan ekstensi sendi untuk
membantu melepas debris dari asetabular cup. Teknik ini untuk mereduksi harus
dilakukan selama 10 sampai 15 menit. Tempatkan lengan dalam sebuah Sling Ehmer.
Jika pinggul sangat stabil, atau terdapat kondidi yang tidak memerlukan penggunaan
Sling, hewan sebaiknya ditempatkan di kandang. Hal ini untuk membatasi pergerakan
pasien sampai perban dilepas yaitu selama 7 sampai 10 hari. Setelah penghapusan
perban, masih perlu membatasi pergerakan pasien, dapat dengan memakai rantai atau
tali kekang selama 2 minggu.

Gambar 20. Tempatkan pasien dalam posisi berbaring lateral dengan anestesi umum. Tempatkan tali di pangkal
paha anggota tubuh yang terkena, di bagian belakang, dan kencangkan ke meja untuk restrain. Pegang anggota tubuh
yang terkena dengan satu tangan di dekat sendi tarsal dan letakkan tangan lainnya di atas trokanter yang lebih besar
untuk mengarahkan tulang paha proksimal (Fossum,2019).

c. Perawatan post operasi

Pasien dapat diperban dengan perban Ehmer untuk membantu reduksi pinggul pada awal
periode pasca operasi. Perban dilepas 4 sampai 7 hari setelah direduksi. Jika anjing yang
cukup stabil cukup ditempatkann dalam kandang. Setelah perban Ehmer dilepas, dapat mulai
menerapkan latihan rehabilitasi fisik yang sangat terkontrol.. Pemeriksaan ulang dilakukan 3
hari setelah pelepasan perban Ehmer dan sebelum dimulainya kembali aktivitas tanpa
pengawasan (Fossum ,2013)
 Obat

Untuk menghilangkan nyeri deberikan obat analgesik, yaitu (Fossum, 2013):

 Fentanyl CRI (1-10 μg / kg IV dosis pemuatan, kemudian 2-20 ug / kg / jam IV),


atau
 Hydromorphone CRI (0,025-0,1 mg / kg / jam IV pada anjing), atau
 Morfin (0,1-1 mg / kg IV atau 0,1-2 mg / kg IM 1-4 jam pada anjing; 0,1-0,2 mg /
kg IV atau 0,1-0,5 mg / kg IM q1-4 jam pada kucing), atau
 Hydromorphone * (0,1-0,2 mg / kg IV, IM 3-4hr pada anjing; 0,05-0,1 mg / kg
IV, IM 3-4 jam pada kucing), atau
 Buprenorfin † (0,005-0,02 mg / kg IV, IM 4-8 jam atau 0,01-0,02 mg / 6-12 jam
pada kucing), ditambah
 +/− Ketamine CRI (2 μg / kg / menit IV. Jika tidak ada dosis pemuatan
sebelumnya, berikan 0,5 mg / kg IV sebelum CRI), ditambah
 NSAID, dengan pertimbangan:
o Pada anjing:
 Carprofen (2,2 mg / kg 12 jam PO), atau
 Deracoxib (3-4 mg / kg 24 jam PO ,selama <7 hari), atau
 Meloxicam (0,1-0,2 mg / kg sekali SC atau PO kemudian 0,1 mg / kg PO
24 jam)
o Pada kucing:
 Meloxicam (0,05-0,1 mg / kg PO, SC sekali)

Tabel 2. Contoh protokol latihan pada hip luksasi (Fossum, 2013)

DAFTAR PUSTAKA

Fossum, Theresa Welch. 2013. Small Animal Surgery Fourth Edition. ELSEVIER

Fossum, Theresa Welch. 2013. Small Animal Surgery Fifth Edition. ELSEVIER
Wisesa. A.A.N.G.D, I.W.Y. Semrariana,P.S. Dwipartha,P.T.E. Sucitrayanti,M.P.A.
Yunikawati, A.A.N.O. Pujawan, I.N. Suartha. 2018. Treatment of Coxofemoral Luxation Using
Toggling Tecknique in Dog. Faculty of Veterinary Medicine. Universitas Udayana: Kedonganan
Veterinary

Anda mungkin juga menyukai