Anda di halaman 1dari 41

MODUL PATOLOGI KLINIK:

FUNGSI GINJAL

drh. Yeremia Yobelanno Sitompul, M.Sc

Departemen Klinik, Patologi, Reproduksi, dan Nutrisi


Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Nusa Cendana
2020
I. TINJAUAN MATA KULIAH
Pada bagian ini, saya akan merinci penjelasan mengenai mata kuliah Patologi Klinik, sebagai
berikut:
A. DESKRIPSI MATA KULIAH
Mata kuliah Patologi Klinik memiliki bobot 3 SKS yang terdiri dari 2 SKS kuliah
selama 100 menit per pertemuan dan 1 SKS praktikum selama 120 menit per pertemuan.
Mata kuliah ini membahas tentang jenis-jenis pemeriksaan yang tercakup dalam ilmu
patologi klinik, yaitu hematologi, sitologi, elektrolit dan uji fungsi organ tubuh berupa otot,
pankreas, ginjal, adrenal, hati, tiroid dan paratiroid.

B. KEGUNAAN MATA KULIAH


Patologi klinik merupakan ilmu yang sangat penting dalam mendiagnosa suatu
penyakit. Perkembangan alat-alat pemeriksaan laboratorium yang semakin canggih (cepat
dan akurat) untuk menunjang ketepatan diagnosa harus diimbangi dengan kemampuan
seorang dokter hewan dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan laboratorium, termasuk
pemeriksaan yang tercakup dalam ilmu patologi klinik. Untuk menguasai ilmu patologi
klinik, penting untuk memahami secara mendalam masing-masing pemeriksaan
laboratorium, mulai dari prinsip, metode, hingga interpretasi dari hasil pemeriksaan.
Histologi I, Fisiologi, Biokimia I & II, dan Imunologi menjadi mata kuliah prasyarat sebelum
mempelajari mata kuliah Patologi Klinik mengingat mata kuliah prasyarat tersebut
mempelajari tentang mekanisme kerja alami tubuh dalam kondisi yang sehat. Keterkaitan
ilmu patologi klinik dengan mata kuliah prasyarat tersebut adalah pada mata kuliah patologi
klinik ini merupakan kelanjutan dari mata kuliah prasyarat tersebut dimana setelah
mempelajari mekanisme kerja alami tubuh, mata kuliah ini berisi tentang analisa
abnormalitas pada tubuh yang terindikasikan dari hasil pemeriksaan laboratorium yang
tidak/di luar nilai referensi normal.
Pokok – pokok bahasan yang dibahas dalam mata kuliah ini berupa hematologi
(eritrosit dan leukosit), hemostasis, sitologi, elektrolit, enzimologi klinik, fungsi ginjal,
fungsi hati, kelenjar adrenal, fungsi otot dan pancreas, dan kelenjar tiroid dan paratiroid.

C. CAPAIAN PEMBELAJARAN/KOMPETENSI UTAMA


Capaian pembelajaran (CPL) Program Studi: Mampu menyimpulkan secara teoritis
kondisi hewan sehat dan sakit melalui gambaran anatomis, fisiologis, gejala klinis,
perubahan patologis dan diagnostik laboratorium secara tepat dan lege artis untuk keperluan
menunjang melakukan penetapan diagnosa penyakit hewan.
1
Capaian pembelajaran mata kuliah (CP-MK):
1) Mampu melakukan tata cara pemeriksaan patologi klinik
2) Mampu menganalisa dan menginterpretasi hasil pemeriksaan patologi klinik
3) Mampu menghubungkan perubahan yang terjadi dengan patogenesis penyakit
sebagai pendukung penegakan diagnosis hasil diskusi mandiri dan dalam
kelompok secara akademik.

D. SUSUNAN DAN KETERKAITAN ANTAR MODUL


Modul ini membahas tentang fungsi ginjal yang merupakan salah satu ilmu patologi
klinik yang penting untuk dikuasai.

E. BAHAN PENDUKUNG LAINNYA


Bahan pendukung lain untuk modul fungsi ginjal tidak tersedia.

F. PETUNJUK UMUM MEMPELAJARI MATA KULIAH


Supaya mampu menyelesaikan dan menguasai mata kuliah ini, berikut petunjuk umum
dalam mempelajari modul mata kuliah ini:
1) Bacalah secara seksama setiap pokok bahasan dalam modul mata kuliah ini.
2) Cermati kata kunci dan prinsip-prinsip dari setiap pokok bahasan untuk
mempermudah anda memahaminya.
3) Diskusikanlah pemahaman anda dengan teman atau dosen pengampu mata kuliah
pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
4) Buatlah ringkasan dari setiap pokok bahasan yang menarik menurut anda untuk
mempermudah diri dalam memahaminya.
Dalam pembelajaran berbasis mahasiswa (student-centered learning), dosen berperan
sebagai fasilitator dalam pembelajaran sekaligus membimbing dalam penggunaan modul ini.
Dosen juga mengorganisasikan kegiatan belajar dalam kelompok kecil (small group
discussion), merencanakan proses penilaian serta menyiapkan perangkatnya. Dosen
kemudian melaksanakan penilaian, menjelaskan kepada mahasiswa mengenai sikap,
pengetahuan dan ketrampilan dari kompetensi yang telah ditetapkan, yang perlu dibenahi
oleh mahasiwa, merundingkan rencana pembelajaran selanjutnya dan mencatat pencapaian
mahasiswa dalam pembelajaran.

2
II. PENDAHULUAN
A. CAKUPAN MATERI MODUL
Modul ini menguraikan dan membahas tentang fungsi ginjal meliputi gangguan fungsi
ginjal, uji biokimia serum terkait fungsi ginjal, urinalisis, dan interpretasi dari setiap
pemeriksaan tersebut.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN/ KOMPETENSI UMUM


Kemampuan akhir yang diharapkan adalah mahasiswa mampu menyimpulkan secara
teoritis kondisi hewan sehat dan sakit melalui gambaran anatomis, fisiologis, gejala klinis,
perubahan patologis dan diagnostik laboratorium secara tepat dan lege artis untuk keperluan
menunjang melakukan penetapan diagnosa penyakit hewan

C. KETERKAITAN ATAU MANFAAT MATERI BAGI MAHASISWA


Hasil belajar yang diharapkan setelah mempelajari modul ini adalah:
1) menjabarkan berbagai jenis gangguan fungsi ginjal berdasarkan hasil pemeriksaan
patologi klinis secara terperinci
2) mampu menjabarkan jenis, prinsip kerja, manfaat, dan aplikasi pemeriksaan uji
fungsi ginjal dengan benar
3) mampu memahami patogenesis hasil abnormal dalam setiap pemeriksaan akibat
adanya gangguan fungsi ginjal.
4) mampu menganalisa dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan gangguan fungsi
ginjal dan urin dengan gejala klinis yang tampak secara tepat
5) Mahasiswa dapat menentukan uji fungsi ginjal yang perlu dilakukan untuk
meneguhkan diagnosa suatu penyakit

D. URUTAN BAHASAN
Modul ini akan membahas dan mendiskusikan fungsi ginjal dalam kedokteran hewan
yang diawali dengan pendahuluan tentang mekanisme kerja dan fungsi ginjal secara ringkas,
lalu dilanjutkan dengan uji kimia darah dan interpretasinya yang berkaitan dengan fungsi
ginjal, metode koleksi urin, dan urinalisis.

E. PETUNJUK BELAJAR
Modul ini disusun sebagai bahan dasar pembelajaran mandiri bagi mahasiswa dalam
memahami uji fungsi ginjal sebagai bekal memahami penyakit pada ginjal dan saluran
perkencingan sekaligus cara mendiagnosanya. Petunjuk penggunaan modul ini adalah:
mahasiswa memahami tujuan, capaian pembelajaran, dan manfaat materi yang didapat,

3
dilanjutkan dengan membaca dan memahami penjelasan tentang fungsi ginjal pada kegiatan
belajar, memahami prinsip kerja dan interpretasi setiap pemeriksaan fungsi ginjal, serta
membuat rangkuman dalam bahasa sendiri. Di bagian akhir modul terdapat latihan dan tes
formatif yang disiapkan untuk menjadi alat ukur pemahaman mahasiswa terkait modul ini.

F. PETA KOMPETENSI
Mata Kuliah Patologi Klinik (KHDHN 4607)

Setelah mempelajari mata kuliah Patologi Klinik mahasiswa diharapkan mampu


menyimpulkan secara teoritis kondisi hewan sehat dan sakit melalui gambaran
anatomis, fisiologis, gejala klinis, perubahan patologis dan diagnostik laboratorium
secara tepat dan lege artis untuk keperluan menunjang melakukan penetapan diagnosa
penyakit hewan

M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10

Keterangan Peta Kompetensi:


M1 Fungsi Ginjal

M2 Fungsi Otot dan Pankreas

M3 Cairan tubuh dan Elektrolit

M4 Hemostasis

M5 Kelenjar Tiroid dan Paratiroid

M6 Sitologi

M7 Hematologi

M8 Kelenjar Adrenal

M9 Enzimologi Klinik

M10 Fungsi Hati

4
III. KEGIATAN BELAJAR
A. PENDAHULUAN
Mengawali pembahasan mengenai fungsi ginjal, saya akan memulainya dengan
penjelasan terkait fungsi dari ginjal itu sendiri. Di sini saya hanya akan menjelaskan secara
singkat untuk mengingat kembali fungsi ginjal yang tentu sudah pernah dijelaskan secara
lengkap pada mata kuliah fisiologi.
Ginjal memegang peranan penting dalam regulasi keseimbangan air, elektrolit, dan
asam-basa dalam tubuh. Selain itu, ginjal juga berperan dalam mempertahankan tekanan
osmosis tubuh dan pembuangan senyawa hasil metabolisme yang tidak dibutuhkan atau
bersifat toksik. Ginjal bertugas dalam mengeliminasi kelebihan air, senyawa anorganik,
senyawa nonvolatil, senyawa toksik, serta membentuk atau mengekskresikan ion hidrogen
dan ammonia. Ginjal juga dapat mempertahankan zat penting untuk metabolisme tubuh
seperti asam amino, vitamin, hormon, protein plasma, glukosa dan lain-lain.
Unit fungsional dalam ginjal disebut dengan nefron, yang terdiri dari glomerulus dan
tubulus. Struktur nefron dapat dilihat pada Gambar 1. Jika kita ringkas, glomerulus berperan
dalam memfiltrasi senyawa yang terkandung plasma darah untuk dibawa menuju ke lumen
tubulus. Senyawa hasil filtrasi, terdiri dari senyawa terlarut dan air, biasa disebut dengan
filtrat glomerulus. Selanjutnya filtrat glomerulus ini akan direabsorpsi ke pembuluh darah
kapiler yang menempel pada tubulus atau diekskresi dalam bentuk urin, sesuai dengan
kebutuhan tubuh.

Gambar 1. Struktur nefron


5
B. UJI FUNGSI GINJAL
Seperti pada organ lainnya, ginjal dapat mengalami kerusakan dari berbagai faktor,
baik infeksius maupun non-infeksius. Hewan dikatakan mengalami gagal ginjal ketika ginjal
tidak mampu berfungsi dengan baik, terutama dalam mengekskresikan senyawa-senyawa
toksik atau yang kadarnya berlebih dalam tubuh. Uniknya, ginjal dapat tetap bekerja
dengan baik meski mengalami kerusakan hampir 70%. Hal ini dibuktikan pada suatu
penelitian pada Gambar 2 dan 3 dimana peningkatan urea dan kreatinin pada serum darah
sangat tinggi ketika kecepatan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR)
mengalami penurunan dari 75%-100%.

Gambar 2. Hubungan antara fungsi nefron (diwakili oleh GFR) dengan urea (BUN)

6
Gambar 3. Hubungan antara fungsi nefron (diwakili oleh GFR) dengan kreatinin (BUN)
Dalam meneguhkan diagnosa terhadap gangguan pada fungsi ginjal, pemeriksaan
laboratorium perlu kita lakukan. Pemeriksaan laboratorium untuk fungsi ginjal secara umum
berupa analisa profil biokimia serum darah dan urinalisis. Penting bagi anda untuk
melakukan kedua pemeriksaan tersebut dan mengintegrasikan informasi yang didapat
dari hasil kedua pemeriksaan tersebut untuk memperoleh diagnosa yang lebih akurat. Di
sini saya akan membahas secara rinci mengenai kedua pemeriksaan tersebut.

1) PEMERIKSAAN BIOKIMIA SERUM

Kadar urea dan kreatinin dalam darah merupakan parameter penting dalam uji fungsi
ginjal. Urea dalam darah, atau biasa disebut dengan Blood Urea Nitrogen (BUN) merupakan
hasil buangan dari metabolisme protein. Protein dalam tubuh dikatabolisme akan berubah
menjadi ammonia. Oleh hati, ammonia yang bersifat toksik ini dikonversi menjadi urea yang
bersifat lebih rendah toksik, lalu dibebaskan ke aliran darah dan selanjutnya akan dibuang
keluar bersama dengan urin oleh ginjal. Namun demikian, urea akan direasorbsi kembali
hingga 50% di tubulus proximal secara pasif dan 10% secara aktif di duktus kolektivus.
Kreatinin merupakan sisa metabolisme dari metabolisme kreatin dan kreatinfosfat
pada otot yang juga dibebaskan ke aliran darah dan akan dibuang dalam urin oleh ginjal.

7
Berbeda dengan urea, kreatinin tidak akan direabsorpsi oleh ginjal (tubulus/duktus
kolektivus). Selain diekskresi oleh ginjal, kreatinin juga akan mengalami difusi ke lumen
organ gastrointestinal yang selanjutnya akan mengalami proses metabolisme oleh bakteri
intestinal.
Akumulasi urea dan kreatinin (non-protein nitrogen) dalam darah disebut dengan
azotemia. Akumulasi ini terjadi karena urea dan kreatinin dalam darah menumpuk akibat
pembentukan urea dan kreatinin yang terus menerus tidak diimbangi dengan eksreksinya
(tidak terfiltrasi secara optimal di glomerulus ginjal/terbuang dalam urin). Namun demikian,
penting untuk dipahami bahwa terjadinya azotemia tidak selalu diakibatkan oleh kerusakan
ginjal.

Berdasarkan lokasi penyebabnya, azotemia terdiri dari:


1. Prerenal azotemia

Beberapa sumber menyebutkan bahwa prerenal azotemia juga bisa disebut dengan
prerenal gagal ginjal akut. Azotemia di sini terjadi bukan akibat adanya kerusakan pada
ginjal ataupun saluran perkencingan. Prerenal azotemia ini dapat disebabkan karena adanya
peningkatan pembentukan urea dan kreatinin. peningkatan urea dapat disebabkan oleh
beberapa faktor seperti peningkatan konsumsi protein yang dapat meningkatkan kadar urea
dalam darah dan peningkatan katabolisme protein akibat demam, infeksi berkepanjangan,
hingga hemoragi, dapat disertai ulserasi, dalam organ gastrointestinal. Pembentukan
kreatinin umumnya bersifat konstan, tidak terpengaruh oleh diet. Kerusakan otot
(rhabdomyolysis) dapat menyebabkan sedikit peningkatan tapi tidak terlalu signifikan. Yang
perlu dipertimbangkan dalam menganalisa hasil darah untuk kreatinin pada suatu hewan
dengan nilai rujukan normal (contoh: anjing), semakin besar (berat dan jenis anjing), kadar
kreatinin dalam tubuh semakin besar.
Selain itu, rendahnya perfusi darah pada ginjal sehingga senyawa nitrogen dalam darah
tidak terfiltrasi secara maksimal oleh glomerulus. Penurunan perfusi darah dapat disebabkan
oleh:
i. Dehidrasi akibat diare, muntah, obstruksi gastrointestinal, dll.
ii. Shock
iii. Hipotensi
iv. Gagal jantung
Pada kondisi demikian, ginjal masih berfungsi dengan baik dan bukan menjadi faktor
penyebab azotemia. Namun, kondisi ini dapat melanjut menjadi nefrosis iskemia, kerusakan

8
tubulus ginjal akibat kurangnya suplai oksigen atau nutrisi oleh darah ke sel-sel pada ginjal
yang dapat melanjut menjadi gagal ginjal. Gejala klinis pada prerenal azotemia umumnya
memiliki simptom yang sama dengan dehidrasi berupa oliguria, turgor kulit menurun, dan
mukosa membran tampak kering. Apabila akibat gangguan kardiovaskular, pulsus pada
arteri terasa pelan/tidak terasa. Sementara itu, ginjal dan saluran perkencingan tetap normal.

2. Renal azotemia

Dari namanya, renal azotemia, bisa anda pahami bahwa azotemia ini terjadi akibat
adanya gangguan pada ginjal. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, ditemukannya
akumulasi urea dan kreatinin (azotemia) akibat kerusakan ginjal apabila melebihi 75% dari
kondisi normalnya. Perlu diketahui bahwa secara spesifik, pada ruminansia, peningkatan
urea jarang terjadi karena urea akan didaur ulang di dalam rumen sehingga kadar kreatinin
cenderung menjadi acuan dalam peneguhan diagnosa gangguan fungsi ginjal di ruminansia.
Peningkatan kreatinin perlu dikorelasikan dengan pemeriksaan urine specific gravity (USG)
untuk menentukkan azotemia prerenal atau renal.
Renal azotemia ini dapat didefinisikan juga menjadi gagal ginjal akut atau kronis.
Gagal ginjal akut umumnya akibat nefrosis akut, nekrosis pada tubulus ginjal yang dapat
disebabkan oleh:
i. Senyawa nefrotoksik, seperti ethylene glycol, antibiotik nefrotoksik (golongan
aminoglikosida), makanan yang mengandung melamin, kismis atau anggur (pada
anjing)
ii. Renal iskemia, akibat dehidrasi, trauma, anesthesia, sepsis, heat stroke, hemoragi, dll
iii. Nefritis, peradangan pada ginjal akibat infeksi leptospirosis, Lyme borreliosis, atau
nefritis embolik, dll
Gejala klinis yang nampak pada gagal ginjal akut berupa:
i. Uremia yang merupakan azotemia disertai tampaknya gejala klinis seperti: anorexia,
lethargi, muntah, diare, nafas bau menciri urea
ii. Postur tubuh membungkuk sebagai akibat dari sakit pada bagian abdomen (ginjal)
iii. Oligouria/anuria
iv. Ginjal dapat ditemukan membesar dan sakit ketika dipalpasi yang kemungkinan
disebabkan adanya peradangan.

Sementara itu, gagal ginjal kronis memiliki etiologi yang mirip dengan gagal ginjal
akut, hanya saja kerusakan berjalan perlahan sehingga tubuh toleransi terhadap kerusakan
dan tidak menunjukkan gejala klinis yang tiba-tiba seperti pada gagal ginjal akut. Hal yang
9
menciri dan penting untuk diingat bahwa output urin dapat membedakan gagal ginjal akut
dan kronis. Gagal ginjal akut menunjukkan gejala oligouria atau anuria yang dapat
diakibatkan oleh:
i. Gangguan pada proses filtrasi di glomerulus. Hal ini dapat dibedakan menjadi:
a. Vasomotor nefropati, terdiri dari vasokonstriksi arteri afferent, arteri yang masuk
ke dalam glomerulus, atau vasodilatasi arteri efferent, arteri yang membawa
darah keluar dari glomerulus. Terjadinya salah satu atau keduanya akan
menyebabkan penurunan tekanan hidrostatik sehingga senyawa dan air dalam
darah tidak terfiltrasi, masuk ke ruang Bowman. Gambar 4.A merupakan ilustrasi
kondisi normal pada glomerulus. Pembuluh darah afferent memiliki diameter
lebih besar dibanding pembuluh darah efferent. Hal ini penting dimana ketika
darah yang melimpah akan mengalami penurunan kecepatan aliran darah karena
menuju ke pembuluh darah efferent yang lebih kecil. Penumpukan aliran darah
ini akan memberikan tekanan hidrostatik yang kuat di dalam glomerulus
sehingga senyawa-senyawa dalam darah akan terfiltrasi ke dalam kapsul
Bowman. Gambar 4.B merupakan ilustrasi dari vasonkonstriksi arteri afferent
yang menyebabkan terjadinya penurunan GFR. Secara sederhana dapat
dibayangkan jika pembuluh darah afferent ini menyempit (vasokonstriksi)
menjadi seukuran pembuluh darah efferent, selain volume darah selama di dalam
glomerulus menurun, tekanan hidrostatik juga akan menurun sehingga proses
filtrasi tidak optimal.

Gambar 4. (A) kondisi normal. (B) pembuluh darah/arteri afferent mengalami kontriksi dan
menurunkan GFR.
10
b. Penurunan permeabilitas glomerulus. Menurunnya permeabilitas glomerulus
akibat penyakit sehingga diameter glomerulus mengecil atau area permukaan
filtrasi berkurang akibat tergantikan jaringan parut/fibrosis, dimana aliran darah
dan tekanan hidrostatik tetap normal, seperti pada Gambar 5. Hal ini akan
berdampak menurunnya jumlah filtrat glomerulus.

Gambar 5. Penurunan permeabilitas glomerulus


ii. kebocoran pada tubulus
Mengalirnya senyawa yang telah terfiltrasi keluar lumen tubulus dapat
diakibatkan karena kerusakan pada epitel tubulus. Akibatnya filtrat glomerulus tidak
melanjut hingga menjadi urin, tetapi menumpuk di jaringan interstisial ginjal, seperti
yang terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kebocoran cairan dari lumen tubulus ke jaringan intestisial


11
iii. Obstruksi
Obstruksi dapat terjadi intraluminal (tumpukan material seperti sel debris,
presipitat protein atau pembengkakan epitel tubulus) atau ekstraluminal (tekanan dari
luar lumen) sehingga akan menghambat filtrat glomerulus untuk melanjut menjadi
urin, terilustrasikan pada Gambar 7. Tekanan akibat obstruksi intraluminal lebih jauh
dapat menghambat proses filtrasi pada glomerulus, sementara obstruksi ekstraluminal
dapat menurunkan tekanan darah pada pembuluh darah interstisial ginjal.

Gambar 7. Obstruksi intra (kiri) dan ekstraluminal (kanan)

Gagal ginjal kronis justru menunjukkan gejala klinis berupa poliuria dan polidipsia
(respon dari poliuria). Sangat bertolak belakang dengan gagal ginjal akut. Hal ini diawali
dari kerusakan sebagian besar nefron sehingga terjadi penurunan GFR. Nefron yang sehat
akan merespon dengan menggantikan kinerja nefron yang rusak sehingga melakukan filtrasi
berlebihan yang disebut dengan hiperfiltrasi. Sayangnya hiperfiltrasi sebagai usaha untuk
beradaptasi terhadap kerusakan nefron lain memiliki efek yang buruk dimana protein akan
ikut terfiltrasi secara berlebihan.

12
Selain menyebabkan proteinuria, adanya protein dalam urin, keberadaan protein
selama di dalam ginjal akan berdampak buruk bagi ginjal sendiri, karena protein akan:
i. menstimulasi sel mesangial à Sel mesangial proliferasi à pembentukan kolagen
dan proteoglikan à penebalan/pengerasan à glomerulosclerosis (pengerasan
glomerulus)
ii. direabsorpsi tubulus proximal à proliferasi sel di interstisial à penumpukkan
matriks ekstraseluler (extracellular matrix/ECM) à fibrosis à kerusakan interstisial
dan tubulus
iii. direabsorpsi tubulus proximal à stimulus inflamasi di interstisial à bersifat toksik
pada ginjal à
Kerusakan pada ginjal secara kronis ini akan berdampak pada penurunan fungsi ginjal
secara menyeluruh seperti gangguan pembentukan sal darah merah sebagaimana tidak
mampu menghasilkan hormon eritropoietin yang penting dalam stimulasi pembentukan sel
darah merah pada sumsum tulang.
Penentuan akut atau kronisnya penyakit gagal ginjal tergantung dari sejarah awal
penyakit, kondisi fisik, dan dapat dibedakan dari beberapa pemeriksaan hematologi, kimia
darah, dan urin. Perbedaannya secara umum dapat terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan gagal ginjal akut dan kronis
Parameter Akut Kronis
Sejarah awal Kondisi tubuh sehat, tidak ada Dalam hitungan minggu/bulan
penyakit penurunan berat badan, tiba-tiba mengalami poliuria/polidipsia terus
mengalami penurunan nafsu menerus, ada muntah beberapa kali,
makan dan malas bergerak dan berat badan menurun
Pemeriksaan Kondisi fisik baik, tapi terlihat Kakeksia (cachexia), ukuran ginjal
fisik lemas (tergantung keparahan normal ke mengecil, tidak sakit
azotemia), ginjal normal ke ketika dipalpasi
membesar dan sakit ketika
dipalpasi
Azotemia + +
PCV Tidak terjadi anemia, jika terjadi Non-regeneratif anemia sering
kemungkinan karena faktor lain ditemukan
Albumin Normal menurun
Kalium Meningkat Tidak meningkat

13
Status asam- Asidosis metabolik Tidak selalu terjadi, dan bersifat
basa ringan
Urinalisis Banyak sedimen yang terlihat Tidak ada, kecuali jika dibarengi
adanya infeksi saluran perkencingan
postrenal
Output urin Anuria/oligouria Poliuria, polidipsia
Respon terapi Reversibel Non-reversibel

3. Postrenal azotemia
Azotemia yang terakhir adalah postrenal azotemia. Sesuai Namanya, azotemia ini terjadi
akibat adanya gangguan yang terjadi pada saluran perkencingan setelah ginjal. Hal ini dapat
disebabkan dua hal, yaitu:
i. Obstruksi
Obstruksi dapat terjadi akibat inflamasi atau adanya material (urolit) yang
menyebabkan lumen ureter (bilateral) atau urethra menyempit/tersumbat. Obstruksi
ini sendiri dapat berdampak hingga ke ginjal dimana tekanan hambatan yang kuat ini
akan menghambat filtrasi darah. Selain disuria atau stranguria, gejala klinis yang
tampak jika terjadi postrenal azotemia mirip dengan gagal ginjal akut, ditambah
dengan adanya pembesaran vesica urinaria, kombinasi hipotermia dan bradikardia
akibat hiperkalemia.
ii. Uroabdomen
Ruptur pada saluran perkencingan sehingga urin mengalir ke rongga abdomen.
Urin termasuk urea dan kreatinin di abdomen akan direabsorpsi sebagai usaha
menghilangkan urin di abdomen. Kreatinin dapat menjadi indikator yang baik untuk
kasus ini karena reabsorpsi kreatinin di abdomen jauh lebih lambat dibanding urea.
Diagnosa dapat dilakukan dengan membandingkan kadar kreatinin dalam cairan
abdomen dengan darah dimana terjadinya uroabdomen apabila kadar kreatinin dalam
cairan abdomen > darah. Gejala klinis tergantung dengan daerah ruptur maupun
penyebab rupturnya. Secara umum hewan mengalami variasi antara disuria,
stranguria, pollakiuria, dan sakit ketika dipalpasi daerah abdomen.

14
Selain urea dan kreatinin, senyawa kimia lain dalam darah yang mengindikasikan adanya
gangguan pada ginjal:
i. Fosfor
Hiperfosfatemia terjadi apabila glomerulus tidak dapat memfiltrasi secara
optimal pada anjing dan kucing, tidak pada ruminansia dan kuda karena eksreksi fosfor
utama melalui feses, bukan urin. Hiperfosfatemia terjadi pada prerenal azotemia dan
gagal ginjal akut (renal azotemia). Pada gagal ginjal kronis, kadar fosfor yang tinggi
akan menjadi normal karena peningkatan sekresi PTH (hiperparatiroidisme) sebagai
respon untuk menyeimbangkan Ca:P, namun ketika semakin banyak nefron yang rusak
dan tidak dapat bereaksi terhadap hormon PTH, kadar fosfor akan kembali meningkat.
ii. Kalium
Hiperkalemia terjadi pada hewan yang mengalami oligo/anuria dan hipokalemia
jika mengalami poliuria. Hiperkalemia berat lebih mengindikasikan adanya obstruksi
uretra, uroabdomen, atau hypoadrenocortiscism.
iii. Kalsium
Kadar kalsium bervariasi pada gagal ginjal. Akibat kegagalan filtrasi, kalsium
akan terakumulasi di dalam darah (hiperkalsemia). Namun demikian, tingginya fosfor
akibat prerenal atau renal azotemia dapat mengikat kalsium sehingga menyebabkan
hipokalsemia. Selain itu, sebagaimana ginjal berperan dalam meregulasi kandungan
kalsium dalam darah, kerusakan ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat merespon
hormone PTH dan tidak dapat mengaktivasi vitamin D3.
iv. Albumin
Hiperalbuminemia terjadi pada kondisi prerenal azotemia akibat dehidrasi atau
renal azotemia dengan gejala klinis dehidrasi. Hipoalbuminemia terjadi ketika adanya
hiperfiltrasi pada kasus gagal ginjal kronis.
v. Eritrosit
Prinsipnya sama dengan interpretasi pemeriksaan serum albumin, terjadinya
peningkatan PCV terjadi pada kondisi prerenal azotemia akibat dehidrasi atau renal
azotemia disertai kondisi fisik dehidrasi. Penurunan PCV atau anemia berkaitan
dengan gagal ginjal kronis dimana ginjal mengalami kerusakan yang parah sehingga
tidak dapat menghasilkan hormone eritropoiesis untuk menstimulus pembentukan
eritrosit pada sumsum tulang.

15
2) URINALISIS

Urinalisis merupakan proses pemeriksaan laboratorium terhadap urin untuk


mengetahui kualitas kerja ginjal dan organ lain yang berkaitan. Di sini penting untuk
mengetahui bahwa urin merupakan cairan yang berasal dari hasil kerja ginjal dan didukung
beberapa organ lainnya, dalam mengatur komposisi biokimiawi darah. Dari proses
pengaturan yang terdiri dari filtrasi, seleksi, absorpsi, dan sekresi ini menghasilkan urin yang
mengandung sisa-sisa metabolisme berlebih atau berbahaya yang dapat mengganggu kerja
fungsi organ-organ termasuk ginjal jika tidak dibuang bersama urin. Urinalisis sendiri jika
dikaitkan dengan azotemia yang kita bahas sebelumnya, dapat membantu menentukan
apakah azotemia yang dialami oleh suatu hewan merupakan prerenal, renal, atau postrenal.
Oleh karena itu, kita bisa simpulkan bahwa tujuan dari urinalisis adalah menunjang diagnosa
kelainan atau penyakit yang menyerang sistem organ perkencingan maupun sistem organ
lain yang dapat terindikasi dari perubahan bentuk atau komposisi urin. Untuk urinalisis ini,
saya akan membahas tentang metode koleksi sampel urin, dan uji-uji dalam urinalisis.

1. Metode Koleksi Sampel Urin

Sebelum melanjut ke pemeriksaan-pemeriksaan yang termasuk dalam urinalisis, saya


akan menjelaskan secara singkat beberapa metode koleksi sampel urin. Penting untuk
dipahami bahwa dalam pemilihan metode yang akan saya yang akan dilakukan untuk koleksi
sampel urin sangat bergantung dari kondisi ketersediaan alat dan bahan, urgensi, dan skill
anda. Saya akan jelaskan hal tersebut sembari menyebutkan satu demi satu metode-metode
koleksi urin yang dapat dilakukan:
i. Koleksi urin hasil urinasi alami
metode ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan dimana kita cukup
menyiapkan alas steril di bawah kandang yang dapat menampung urin. Metode ini
dapat dilakukan juga oleh klien, tidak perlu kontak fisik dengan hewan, dan hasil
koleksi cocok untuk pengecekan warna, bau dan pengukuran volume urin per hari.
Kekurangan dari metode ini tentu saja rentan terhadap kontaminasi sehingga akan
membiaskan hasil pemeriksaan sedimen dan kimia urin. Tentu saja metode hanya
memerlukan alat yang sederhana. Dari tingkat urgensinya, metode ini lebih cocok
digunakan untuk skrining awal ada tidaknya abnormalitas pada urin. Terkait skill,
tentu saja jika tadi saya sebutkan bahwa klien sendiri dapat melakukannya, maka tidak
butuh skill khusus untuk metode ini.

16
ii. Palpasi/pemijatan vesika urinaria
Sesuai Namanya, urin dikeluarkan dengan cara memijat vesika urinaria agar urin
keluar dari dalam tubuh. Sampel urin yang didapat juga lebih baik hanya digunakan
untuk pemeriksaan warna dan bau saja. Metode ini sebaiknya hanya digunakan pada
hewan yang teranestesia saja. Kekurangan dari metode ini selain potensi kontaminasi
yang tinggi, teknik penerapannya yang bersifat memaksakan urin untuk keluar
sehingga berpotensi menyebabkan kerusakan epitel saluran perkencingan atau ruptur.
Dari yang saya jelaskan di atas, selain membutuhkan skill untuk memijat vesika
urinaria yang benar dan tidak menyebabkan trauma, diperlukan juga skill dalam
administrasi anestesi. Namun demikian, metode ini sendiri lebih cocok untuk skrining
awal saja sebagaimana urin rentan terhadap kontaminasi

iii. Kateterisasi
Selanjutnya adalah kateterisasi, yaitu koleksi urin menggunakan sebuah
pipa/tabung kecil yang lentur dan lembut, dimasukkan melalui penis pada jantan atau
vulva pada betina secara perlahan hingga masuk ke vesika urinaria. Metode ini
tergolong metode yang steril, dalam artian urin langsung dikoleksi dari dalam tubuh
tanpa terpapar lingkungan sehingga dapat dilakukan pemeriksaan urinalisis secara
menyeluruh untuk situasi urgensi tinggi dalam peneguhan diagnosa penyakit. Selain
dari risiko trauma yang cukup tinggi, kekurangan dari metode ini adalah potensi
membawa agen patogen ke dalam saluran perkencingan jika kateter tidak steril dan
umumnya membutuhkan anesthesia lokal atau sedasi dalam pelaksanaannya.
Ketersediaan kateter jelas hal yang menjadi utama dalam metode ini. Skill harus
dimiliki oleh dokter hewan atau tenaga medis agar tidak menyebabkan trauma dan
infeksi pada saluran perkencingan.

iv. Cystocentesis
Metode yang terakhir saya bahas adalah cystocentesis, yaitu metode koleksi
sampel urin dengan cara mengaspirasi urin menggunakan jarum suntik melalui dinding
abdomen secara langsung di vesika urinaria. Jika dibandingkan dengan kateterisasi,
metode ini jauh lebih kecil risikonya dalam membawa agen patogen ke dalam vesika
urinaria, namun memiliki risiko kebocoran vesika urinaria dan dapat menyebabkan
kelukaan pada organ viscera dalam abdomen. Ketersediaan alat untuk metode ini
cukup spuit dan jarum dengan ukuran menyesuaikan hewan yang akan dikoleksi
urinnya. Tingkat urgensi dan skill yang dibutuhkan mirip dengan kateterisasi.

17
Setelah memahami tentang metode-metode koleksi sampel urin, anda perlu
mengetahui betapa pentingnya segera memeriksa urin yang telah anda koleksi. Hal ini
dikarenakan kandungan dalam urin akan mengalami perubahan seiring dengan waktu
penundaan pemeriksaan. Waktu yang paling baik untuk urinalisis adalah 0-60 menit
setelah koleksi sampel. Jika tidak bisa segera, sebaiknya urin segera disimpan di
kulkas, bukan freezer, dan harus segera diperiksa sebelum 12 jam penyimpanan. Urin
yang akan diperiksa setelah dari penyimpanan kulkas harus didiamkan hingga
mencapai suhu ruang dan diaduk/dikocok untuk melarutkan endapan yang terbentuk
selama penyimpanan. Beberapa kondisi urin yang terjadi akibat penundaan/
penyimpanan urin yang lama atau tidak tepat dan dapat membiaskan hasil urinalisis
akan saya jelaskan sekaligus pada interpretasi uji-uji urinalisis selanjutnya.

2. Pemeriksaan Urin

Saya akan memaparkan uji-uji yang dilakukan dalam rangkaian urinalisis. Urinalisis
secara garis besar dibagi menjadi yaitu pemeriksaan fisik urin, pemeriksaan sedimentasi
urin, dan pemeriksaan kimiawi urin. Saya akan membahasnya satu demi satu tentang prinsip
dan interpretasi dari setiap uji.
i. Pemeriksaan Fisik Urin
Pembahasan tentang urinalisis saya mulai dengan pemeriksaan fisik urin.
Pemeriksaan ini bisa disebut juga pemeriksaan urin secara makros, meliputi
pengukuran volume urin per hari, inspeksi warna dan kejernihan, bau, dan pengukuran
berat jenis urin (Urine Specific Gravity/USG).
a. Pemeriksaan volume urin
Prinsip dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah pasien kita
mengeluarkan urin dalam jumlah yang normal atau tidak. Jumlah urin yang
dihitung di sini merupakan jumlah urin yang dikeluarkan selama 1 hari/ 24 jam.
Tidak normalnya jumlah urin apabila jumlah urin yang dikeluarkan hewan
tersebut berjumlah lebih atau kurang dari jumlah normal urin dari jenis hewan
tersebut.
Interpretasinya, jumlah urin yang melebihi batas atas normal disebut
poliuria. Poliuria mengindikasikan asupan air berlebih dalam tubuh atau
beberapa kondisi abnormal seperti gangguan pada saluran kencing bagian atas,
diabetes, dan gagal ginjal kronis.

18
Jika jumlah urin yang kurang dari batas bawah normal, disebut sebagai
oligouria. Oligouria mengindikasikan asupan air yang kurang atau beberapa
kondisi abnormal seperti dehidrasi, obstruksi sebagian, dan gagal ginjal akut.
Sementara itu, kondisi dimana urin tidak keluar sama sekali merupakan
anuria. Anuria mengindikasikan adanya obstruksi total pada saluran
perkencingan atau gagal ginjal akut yang sangat parah. Tabel 1 berisi kisaran
jumlah normal urin berbagai jenis hewan.

Tabel 1. Volume urin normal berbagai jenis hewan selama 24 jam


Jenis Hewan Nilai interval (mL/kg)
Kuda 10-30
Sapi (perah) 15-45
Domba/kambing 10-30
Babi 5-40
Anjing 20-40
Kucing 20-40

b. Pemeriksaan warna urin


Prinsip dari pengujian ini adalah mengetahui ada tidaknya kandungan terlarut
pada urin yang abnormal dengan cara mengidentifikasinya dari warna urin yang
dikeluarkan. Secara umum warna urin berwarna kuning karena kandungan
urokrom dan urobilin. Semakin tinggi konsentrasi urin, warna urin akan semakin
mengarah kuning tua, sementara semakin rendah konsentrasi urin, warna urin
akan menjadi lebih bening. Terkhusus pada kuda, urin yang semula berwarna
kuning akan berubah menjadi coklat tua akibat oksidasi piro-katekin merupakan
kondisi urin yang normal. Beberapa warna abnormal yang dapat ditemukan
seperti urin berwarna kemerahan, merah muda, coklat kehitaman, hijau, hingga
biru.
Interpretasi warna urin abnormal dapat disebabkan pemberian obat tertentu
atau metabolit. Warna urin kuning tua kecoklatan bisa disebabkan oleh tingginya
konsentrasi urin atau disebabkan oleh meningkatnya bilikrom. Warna urin
kemerahan/merah/merah muda mengindikasikan adanya sel darah merah
(hematuria), hemoglobin (hemoglobinuria), atau myoglobin (myoglobinuria).
Selain itu, pada hewan yang diberikan makan kering (dogfood/catfood), zat
warna dari makanan tersebut dapat membuat urin berwarna kemerahan. Warna
19
coklat hingga kehitaman mengindikasikan adanya senyawa methemoglobin,
konversi hemoglobin akibat keasaman urin. Selain itu, warna gelap dapat terjadi
akibat penundaan pemeriksaan urin dimana eritrosit mengalami lisis. Warna
kehijauan mengindikasikan adanya infeksi (Pseudomonas), oksidasi bilirubin
menjadi biliverdin atau akibat administrasi methylene blue. Warna kebiruan
kemungkinan akibat variasi konsumsi obat tertentu.

c. Pemeriksaan kejernihan urin


Prinsip dari pemeriksaan kejernihan urin adalah mengetahui ada tidaknya
kandungan terlarut pada urin yang abnormal dengan cara mengidentifikasinya
dari kejernihan urin yang dikeluarkan. Umumnya urin normal jernih, sesekali
juga agak keruh (terutama kalau disimpan agak lama sebelum pemeriksaan).
Pada urin kuda yang umumnya mengandung lendir dan kristal garam, urin
normal kuda wajar terlihat agak kental dan pekat. Hasil yang teramati dalam
pemeriksaan ini dapat berupa jernih, keruh, dan berjonjot (flokulasi).
Interpretasinya, warna jernih menunjukkan urin tersebut normal. Warna keruh
pada urin, dapat mengindikasikan adanya sedimen aktif/kandungan elemen
seluler berlebih, seperti leukosit, eritrosit, silinder (cast), sel epitel hingga
kristal-kristal garam. Adanya mikroorganisme (bakteri dan jamur), sperma, atau
sekresi prostat juga dapat menyebabkan urin berwarna keruh. Keberadaan
mikroorganisme ini sendiri bisa menjadi bias, diakibatkan kontaminasi dari
tabung urin dan tumbuh selama waktu penundaan pemeriksaan dan disimpan
tidak dalam suhu rendah. Urin berjonjot, adanya flokulum, merupakan agregat
dari sel darah putih, sel epitel, kalkuli-kalkuli kecil, atau kristal-kristal garam.

d. Pemeriksaan bau urin


Prinsip dari pemeriksaan bau urin adalah mengetahui ada abnormalitas urin
dengan cara mengidentifikasinya aroma urin yang tercium. Umumnya urin
normal memiliki bau yang khas, disebabkan oleh asam lemak volatil di
dalamnya. Bau abnormal yang biasa teramati adalah bisa dikatakan adalah bau
yang tidak pada umumnya, termasuk bau ammonia.
Interpretasinya, bau ammonia dapat disebabkan karena adanya infeksi bakteri
yang memproduksi ammonia atau terkait dengan penyakit pada hepar. Bau
abnormal lainnya dapat diakibatkan karena ada kandungan protein pada urin
akibat perombakan protein secara besar besaran dalam tubuh.

20
e. Pemeriksaan berat jenis (BJ) urin
Prinsip dari pengujian ini adalah untuk mengetahui jumlah dan berat benda
terlarut di dalam urin. Berat jenis urin didapat dari hasil perbandingan antara
berat urin dengan berat air dengan jumlah volume yang sama. Semakin berat
benda terlarut, semakin tinggi berat jenis urin, dan sebaliknya. Berat jenis
spesifik untuk air sebesar 1,000. Berat jenis urin tentu lebih besar dari 1,000
karena mengandung berbagai macam benda terlarut. Pemeriksaan ini penting
untuk dilakukan sebelum melakukan pengobatan gangguan ginjal/saluran
perkencingan dengan cairan infus, diuretik, kortikosteroid, atau pengobatan
lainnya. Tabel 2 menunjukkan tiap jenis hewan memiliki berat jenis urin normal
berbeda-beda.
Tabel 2. Berat jenis urin normal beberapa jenis hewan
Jenis Hewan Nilai interval BJ urin

Kuda 1,030-1,060
Sapi (perah) 1,015-1,045
Domba/kambing 1,015-1,045
Babi 1.010-1.030
Anjing 1.020-1.040
Kucing 1.020-1.040
Hasil pemeriksaan akan menunjukkan apakah berat jenis urin yang diperiksa
berada di antara batas atas dan batas bawah nilai interval, lebih rendah dari batas
bawah nilai interval, atau melebihi batas atas nilai interval.
Interpretasinya, berat jenis urin yang berada di antara nilai interval
mengindikasikan urin tersebut normal. Berat jenis yang lebih rendah dari batas
bawah nilai interval mengindikasikan air tidak terserap kembali dari pre-urin
dalam ginjal sehingga konsentrasi urin menjadi rendah. Berat jenis yang sangat
rendah, di bawah 1,008-disebut dengan hiposthenuria. Hal ini dapat disebabkan
karena hewan polidipsia, hyperadrenocorticism, atau diabetes insipidus. Berat
jenis urin antara 1,008-1,012 disebut dengan isothenuria, dimana BJ urin
berukuran sama dengan filtrat glomerulus. Hal ini dapat disebabkan oleh gagal
ginjal baik akut maupun kronis. Berat jenis yang tinggi, melebihi batas atas nilai
interval, mengindikasikan adanya dehidrasi dimana air hanya sedikit yang
terfiltrasi atau, sebagai respon ginjal atas kondisi dehidrasi, air direabsorpsi
semaksimal mungkin untuk mencegah dehidrasi semakin parah. Selain itu,
21
hewan dengan kasus diabetes melitus mengalami glukosa (glukosuria), memiliki
konsentrasi urin menjadi tinggi. Pemeriksaan ini penting terkait penentuan
azotemia yang terjadi adalah prerenal, renal atau postrenal ketika hasil
pemeriksaan serum menunjukkan peningkatan urea dan kreatinin.

ii. Pemeriksaan Sedimentasi Urin

Setelah membahas tentang pemeriksaan fisik secara makros, kini kita membahas
pemeriksaan fisik secara mikros, yaitu pemeriksaan sedimentasi urin.
Prinsip dari pemeriksaan sedimentasi urin secara mikroskopis yaitu
mengidentifikasi benda terlarut pada urin yang dapat teramati di bawah mikroskop.
Hal ini dapat menunjang diagnosa yang lebih kuat dibanding urinalisis secara
fisik/makroskopik. Sedimen dalam urin dapat terdiri dari eritrosit, leukosit, sel epitel,
silinder, mikroorganisme, hingga kristal garam. Identifikasi sedimen urin sebaiknya
dilakukan pada urin yang masih segar karena beberapa sedimen seperti sel epitel dan
silinder mudah terdegradasi pada suhu ruang. Selain itu penyimpanan urin yang lama
dapat mengakibatkan perubahan pH yang dapat membentuk senyawa kristal (contoh:
kondisi basa pada urin menyebabkan pembentukan kristal struvit) yang dapat
membiaskan hasil pemeriksaan. selain identifikasi sedimen, interpretasi hasil dari
pemeriksaan ini tergantung dari kisaran jumlah suatu sedimen. Beberapa sedimen
secara normal tampak dalam pemeriksaan sedimen seperti sel epitel, eritrosit, leukosit,
silinder, dan kristal garam. Namun demikian, jika jumlah yang terlihat sangat banyak,
dapat mengindikasikan adanya kondisi patologis. Sementara itu, adanya sedimen
berupa bakteri atau jamur jelas bersifat abnormal, semakin banyak jumlah
mikroorganisme yang ditemukan, kemungkinan besar semakin tinggi tingkat
keparahan infeksi. Hal yang penting dalam pemeriksaan ini adalah kemampuan anda
mengidentifikasi sedimen-sedimen yang tampak.
Interpretasi:
Sel epitel yang umumnya dapat terlihat pada pemeriksaan ini adalah sel epitel
skuamus, sel epitel transisional, dan sel epitel ginjal, terdapat pada Gambar 8. Sel
epitel skuamus berinti, berukuran besar, berbentuk pipih, nukleus kecil atau tidak
bernukleus, dan tidak mempunyai nilai diagnostik yang berarti meskipun jika
ditemukan dalam jumlah banyak. Sel epitel transisional berinti, berukuran lebih kecil
dari sel skuamus dengan bentuk pleomorfik dan kadang tampak memiliki granul.
Akibat penyimpanan urin yang lama, sel epitel biasanya mengalami perubahan bentuk

22
tidak beraturan atau rusak. Meningkatnya jumlah sel ini pada sedimen dapat
mengindikasikan adanya trauma akibat urolithiasis, infeksi, dan inflamasi idiopatik.
Sel epitel ginjal berinti, berukuran kecil dengan bentuk bulat dan keberadaannya dapat
diidentifikasikan sebagai abnormal, mengindikasikan adanya gagal ginjal akut.

Gambar 8. Kiri: sel epitel skuamus (tanpa pewarnaan; x400); tengah: sel epitel transisional
(pewarnaan SediStain;x400); kanan: sel epitel ginjal (pewarnaan new methylene
blue; x 400)

Eritrosit pada mamalia tidak berinti, berukuran kecil, tampak berwarna kuning pucat
atau bening saat pemeriksaan tanpa pewarnaan, dan umumnya berbentuk bulat. Akibat
penundaan pemeriksaan, eritrosit yang tampak biasanya mengalami krenasi atau lisis
jika urin memiliki berat jenis yang rendah sehingga terjadi proses osmosis.
23
Meningkatnya eritrosit dapat disebabkan karena trauma, infeksi, dan inflamasi pada
ginjal dan saluran perkencingan.

Leukosit berukuran lebih besar dibanding eritrosit, lebih kecil dibanding sel epitel,
tampak bening saat pemeriksaan tanpa pewarnaan, berinti dan bergranulasi. Begitu
juga dengan eritrrosit, leukosit akan mengalami pembesaran/vakuoalisasi hingga lisis
akibat penundaan pemeriksaan. Meningkatnya leukosit dapat disebabkan karena
adanya infeksi dan inflamasi pada ginjal dan saluran perkencingan. Bisa anda lihat
pada Gambar 9 adanya eritrosit, leukosit, dan sel epitel skuamus

c
b

Gambar 9. Sedimen urin (tanpa pewarnaan; x400). (a) eritrosit, (b) leukosit, (c) sel epitel
skuamus
Silinder merupakan bentukan akumulasi matriks protein, dengan sel lain maupun
tidak, yang tercetak pada tubuli ginjal sehingga berbentuk silinder. Silinder yang hanya
terbentuk dari protein disebut silinder hialin. Terakumulasinya silinder ini dengan
benda lain menghasilkan bentuk yang berbeda dan memiliki nama yang berbeda,
seperti silinder epitel ginjal (hialin + sel epitel berinti), silinder granuler (hialin +
runtuhan sel epitel), dan silinder leukosit (hialin + leukosit). Meningkatnya jumlah
silinder dapat mengindikasikan adanya peradangan, trauma, atau degenerasi sel pada
ginjal. Penting untuk urinalisis segera setelah koleksi sampel urin karena silinder
mudah mengalami disintegrasi (rusak) akibat suhu rendah atau peningkatan pH urin
selama penyimpanan.

24
Gambar 3. Kiri: silinder hialin (tanpa pewarnaan; x400); tengah: silinder epitel ginjal
(pewarnaan new methylene blue; x400); kanan: silinder granuler (tanpa
pewarnaan; x400)

Terbentuknya suatu kristal yang normal biasanya tergantung dari kondisi asam basa
urin. Pada kondisi urin yang asam, kristal yang dapat terbentuk adalah asam urat,
kalsium oksalat, dan sistin, sementara kristal struvit, kalsium fosfat, kalsium karbonat,
dan ammonium fosfat biurat amorfis terbentuk pada kondisi urin yang basa.
Penyimpanan urin yang lama cenderung menyebabkan pH urin meningkat sehingga
akan membentuk kristal basa dan dapat membiaskan hasil pemeriksaan. Keberadaan
kristal yang abnormal terjadi apabila ditemukan dalam jumlah yang banyak,
beragregasi, berukuran lebih besar dari normalnya, dan persisten ditemukan pada
pemeriksaan selanjutnya. Hal ini dapat mengindikasikan adanya penyakit, baik
infeksius dan tidak, pada ginjal maupun saluran perkencingan yang menyebabkan pH

25
urin terlalu asam atau basa maupun asupan makanan yang mengandung promotor
pembentukan kristal. Gangguan metabolisme protein dapat membentuk kristal sistin.

a b

c d

e f

Gambar 4. Sedimen kristal: (a) struvit, seperti peti mati (tanpa pewarnaan; x500), (b) kalsium
oksalat monohidrat, berbentuk kotak dengan tanda silang di dalam (tanpa
pewarnaan; x100), (c) kalsium oksalat dihidrat, berbentuk dumbbell atau tiang
pagar kayu (tanpa pewarnaan; x400), (d) asam urat, berbentuk wajik atau persegi
panjang (tanpa pewarnaan; x100), (e) ammonium fosfat biurat amorfis, bentuk
tidak beraturan (tanpa pewarnaan; x500), (f) sistin, berbentuk heksagonal (tanpa
pewarnaan; x100).

Ditemukannya mikroorganisme seperti bakteri (basil, kokus) dan jamur (hifa) juga
beberapa parasit pada ginjal jelas merupakan temuan abnormal pada sedimen urin

26
yang mengindikasikan adanya infeksi bakterial, fungal, atau infestasi parasit pada
ginjal dan saluran perkencingan.

Gambar 5. Bentukan bakteri (a) basil dan (b) kokus pada pemeriksaan sedimen urin.

iii. Pemeriksaan Kimiawi Urin


Saat ini, pemeriksaan kimiawi urin telah menggunakan tes strip urin yang dapat
dilakukan dengan mudah dan cepat. Prinsip dari tes strip ini merupakan urinalisis
secara cepat dengan membandingkan warna yang muncul setelah pencelupan strip ke
dalam urin pada tiap parameter dengan indikator warna yang disediakan yang akan
menunjukkan nilai tiap parameter secara semikuantitatif. Umumnya tes strip yang
digunakan mengukur 10 parameter, yaitu: leukosit, nitrit, urobilinogen, protein, pH,
eritrosit, berat jenis, benda keton, bilirubin dan glukosa.
Interpretasi:
Pada parameter leukosit, urin normal menghasilkan nilai negatif sementara hasil
positif mengindikasikan adanya infeksi. Tetapi tes ini memiliki sensitifitas rendah
(hasil negatif palsu) untuk urinalisis pada anjing dan spesifitas yang rendah (hasil
positif palsu) pada kucing.
Pada parameter nitrit, urin normal seharusnya tidak mengandung nitrit, tetapi berupa
nitrat. Hasil positif nitrit dapat mengindikasikan adanya infeksi bakteri dimana
bakteri tersebut mengubah nitrat dalam urin menjadi nitrit.
Pada parameter urobilinogen, pada uji ini urin normal akan menghasilkan nilai 3.2-
16 mikromol/l yang berarti urobilinogen pada urin hanya berada dalam jumlah yang
sedikit. Semakin tinggi hasil jumlah urobilinogen pada uji ini mengindikasikan
adanya gangguan pada hepar seperti hepatitis dan cirrhosis hepar.
Pada parameter protein, urin normal pada uji ini akan menghasilkan nilai negatif.
Hasil positif protein dalam urin dapat dianggap normal pada urin yang sangat

27
kental/dehidrasi. Kondisi patologis proteinuria dapat terjadi akibat inflamasi pada
ginjal ataupun saluran perkencingan, kerusakan glomerulus, dan kerusakan tubuli
ginjal.
Pada parameter pH, secara umum hewan herbivora seperti sapi, domba, kambing,
dan kuda memiliki urin bersifat alkalis (pH 7,4-8,4), sementara pada babi dan hewan
karnivora seperti anjing dan kucing memiliki urin bersifat asam (pH 5,0-7,5).
Kondisi urin suatu hewan yang seharusnya asam menjadi basa urinalisis dapat terjadi
secara alami jika diberikan pakan berbasis tumbuhan atau sedang dalam pengobatan
menggunakan mineral alkalis, seperti natrium bikarbonat/asetat/sitrat/laktat.
Sementara itu, Kondisi urin suatu hewan yang seharusnya basa menjadi asam saat
urinalisis dapat terjadi secara alami jika diberikan pakan berbasis protein tinggi atau
sedang dalam pengobatan menggunakan mineral asam, seperti natrium klorida dan
kalsium klorida. Secara patologis kondisi urin yang alkalis dapat mengindikasikan
adanya infeksi oleh bakteri urease positif alkalosis metabolis atau respiratoris.
Namun peningkatan pH yang bias dapat terjadi jika selama penyimpanan, urin
terkontaminasi oleh bakteri urease positif dari luar saluran perkencingan. Kondisi
urin yang bersifat asam secara patologis mengindikasikan kondisi hewan yang
kelaparan, demam, hingga asidosis metabolis ataupun respiratoris.
Pada parameter eritrosit di sini didasari pada kemampuan hemoglobin atau
myoglobin bereaksi untuk melepaskan oksigen dari peroksida. Pada uji ini, urin
normal akan menghasilkan nilai negatif atau trace. Hasil positif pada uji ini dapat
mengindikasikan hematuria, hemoglobinuria atau mioglobinuria. Indikasi hematuria
semakin tepat jika pemeriksaan sedimen urin menunjukkan positif eritrosit. Jika
sedimen urin tidak positif eritrosit, kemungkinan besar urin tersebut hemoglobinuria
atau mioglobinuria. Apabila pada pemeriksaan makroskopis warna urin coklat
kehitaman, hal ini dapat mengindikasikan mioglobinuria. Beberapa strip tes merk
tertentu memiliki parameter yang terpisah antara hemoglobin dengan eritrosit. Secara
umum hasil positif dari uji ini dapat mengindikasikan adanya trauma, infeksi, dan
inflamasi pada ginjal dan saluran perkencingan. Selain itu, reaksi paska transfusi,
heat stroke, dan luka bakar yang parah dapat menyebabkan hemoglobinuria.
Mioglobinuria sendiri sebenarnya jarang terjadi, umumnya terjadi setelah melakukan
kegiatan fisik yang berat/melelahkan.

28
Pada parameter berat jenis pada strip test umumnya memiliki nilai maksimal 1,030.
Melihat berat jenis normal hewan bisa melebihi 1,030, pemeriksaan berat jenis
menggunakan strip test dianggap tidak bisa diandalkan.
Pada parameter benda keton, urin normal pada uji ini akan menghasilkan nilai
negatif. Hasil positif yaitu ketonuria secara normal terjadi pada hewan bunting atau
laktasi. Kondisi positif patologis mengindikasikan kondisi hewan yang kelaparan,
makan tinggi lemak, gangguan fungsi hepar, hingga diabetes melitus.
Pada parameter bilirubin, urin normal akan menghasilkan nilai negatif pada uji ini.
Hasil trace atau +1 masih dianggap normal apabila urin yang diperiksa terbilang
berkonsentrasi tinggi. Kondisi positif patologis mengindikasikan kelaparan, demam,
hingga gangguan hepar. Yang perlu anda perhatikan, penyimpanan urin yang terkena
sinar matahari dapat menyebabkan urin yang sebenarnya tinggi bilirubin memberi
hasil bilirubin rendah atau negatif karena bilirubin akan rusak akibat sinar matahari.
Pada parameter glukosa, urin normal tidak mengandung glukosa dan bernilai negatif
pada uji ini. Kondisi hewan yang mengalami stress hingga diabetes melitus
menghasilkan nilai positif pada pemeriksaan ini.

3) INTEGRASI ANTAR PEMERIKSAAN


Setelah membahas tentang masing-masing pemeriksaan yang dapat menunjang
peneguhan diagnosa, saya akan menjelaskan keterkaitan hasil dari pemeriksaan tersebut
secara ringkas dalam bentuk tabel. Namun, saya memfokuskan integrasi informasi ini antara
hasil pemeriksaan urea, kreatinin, albumin dalam serum dan PCV dengan gejala klinis dan
berat jenis urin untuk menentukan apakah hewan mengalami prerenal, renal atau postrenal
azotemia serta apakah mengalami gagal ginjal akut atau kronis. Hasil pemeriksaan serum
atau urinalisis lainnya juga sesungguhnya penting, tapi korelasinya lebih ke arah seberapa
parah tingkat kerusakan ginjal atau organ lainnya. Sebagai contoh, tingginya leukosit pada
serum atau pada urin menunjukkan gagal ginjal diakibatkan oleh infeksi bakteri.
Ditemukannya eritrosit pada urin mengindikasikan gangguan pada ginjal atau saluran
perkencingan cukup parah hingga adanya luka dan pendarahan. Keberadaan protein dalam
urin mengindikasikan kerusakan yang parah pada glomerulus dan tubulus ginjal. Semoga
tabel 2 ini dapat mempermudah anda menghubungkan hasil pemeriksaan dengan arah
diagnosa jenis azotemia dan akut atau kronisnya kondisi gagal ginjal yang dialami pasien
anda nantinya.

29
Tabel 2. Korelasi hasil pemeriksaan gejala klinis, berat jenis urin, PCV, dan kandungan
kreatinin, urea, dan albumin dalam serum.
Kasus 1 2 3 4 5
Gejala klinis Dehidrasi dehidrasi poliuria Poliuria Oligouria/
anuria
Berat jenis Hipersthenuria normal normal isosthenuria isosthenuria
Kreatinin ­ ­ ­ ­ ­
Urea ­ ­ ­ ­ ­
Albumin ­ ­ - ¯ -
PCV ­ ­ - ¯ -
Azotemia prerenal Prerenal/ Renal Renal/post renal
renal renal
Akut/kronis - Akut/ Kronis kronis akut
kronis (awal)

30
IV. PENUTUP
A. LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai isi modul ini, coba jelaskan
bagaimana hubungan antara hasil pemeriksaan pada Tabel 2 dengan kemungkinan diagnosa
azotemia dan akut atau kronisnya gagal ginjal yang dialami!
Petunjuk menjawab latihan
Agar anda dapat menjelaskan latihan ini, silahkan anda mencermati baik-baik bahasan
mengenai penyebab azotemia, albumin, PCV dan BJ urin.

B. RANGKUMAN
Penentuan diagnosa adanya gangguan fungsi ginjal yang akurat apabila, selain dari
pemeriksaan fisik, melakukan pemeriksaan serum dan urinalisis sekaligus dan
mengintegrasikan informasi yang didapat dari hasil pemeriksaan keduanya.
Pemeriksaan serum yang paling umum dilakukan adalah kadar urea dan kreatinin.
Pengukuran kadar fosfor, albumin, kalium, kalsium dalam serum dan PCV juga dapat
dilakukan untuk melihat tingkat keparahan gangguan fungsi ginjal.
Urinalisis secara umum dibagi menjadi pemeriksaan fisik urin secara makros,
pemeriksaan fisik secara mikros yaitu sedimentasi urin, dan pemeriksaan kimiawi urin yang
umumnya menggunakan strip test. Dalam melakukan urinalisis, penting untuk diingat
mengenai kelebihan dan kekurangan dari setiap metode koleksi sampel urin, serta
perubahan-perubahan kondisi urin akibat penundaan pemeriksaan yang dapat membiaskan
hasil urinalisis.
Pentingnya melakukan pemeriksaan secara menyeluruh (fisik, serum, dan urinalisis)
disebabkan hingga saat ini belum ada satu pemeriksaan spesifik yang dapat menentukan
apakah azotemia bersifat prerenal, renal, atau postrenal dan akut atau kronisnya gagal ginjal
itu sendiri. Terapi yang diberikan pun tentu sangat berbeda untuk tiap kondisi azotemia dan
gagal ginjal yang dialami sehingga tiap pemeriksaan fungsi ginjal bersifat penting dan tidak
bisa diabaikan begitu saja.

31
C. TES FORMATIF
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Peningkatan urea dan kreatinin dalam serum secara signifikan tampak ketika
ginjal telah mengalami kerusakan setidaknya mencapai …
A. 0%
B. 25%
C. 50%
D. 75%
2. Azotemia akibat adanya gangguan vasokonstriksi arteri afferent tergolong dalam
azotemia …
A. Pre renal
B. renal
C. postrenal
D. cardial
3. Anjing Puta tampak lemas dan turgor kulit buruk. Dalam pemeriksaan serum
mengalami azotemia dan urinalisis menunjukkan hipersthenuria, anjing Puta
mengalami …
A. Azotemia pre renal
B. Azotemia renal
C. Azotemia post renal
D. Azotemia semu
4. Kucing Buntal selama 2 hari tidak melakukan urinasi dan tampak lemas. Dalam
pemeriksaan serum mengalami azotemia dan urinalisis menunjukkan
hipersthenuria, ketika dilakukan kateterisasi, kateter tertahan sehingga harus
dilakukan flushing. Kucing Buntal mengalami …
A. Azotemia pre renal
B. Azotemia renal
C. Azotemia post renal
D. Azotemia semu
5. Kristal urin yang berbentuk seperti peti mati adalah ….
A. Kristal kalsium oksalat
B. Kristal struvit
C. Kristal asam urat
D. Kristal sistin

32
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang terdapat di

bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar dan gunakan rumus berikut untuk

mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar ini.

Tingkat penguasaan :

Jumlah jawaban yang benar x 100%


Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan :

100% = Baik sekali


80% = Baik
60% = Cukup
< 60% = Kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat dinyatakan telah

menguasai modul ini dengan baik. Namun, jika masih dibawah 80%, saya sarankan untuk

mengulangi materi Kegiatan Belajar pada modul ini, terutama pada bagian yang belum

dikuasai. Sangat saya persilakan untuk berdiskusi dengan saya terkait materi yang belum

anda pahami.

33
V. DAFTAR PUSTAKA

Barger, A.M dan Macneill, A.L. 2015. Clinical Pathology and Laboratory Techniques for
Veterinary Technicians. Iowa: Wiley & Sons.
Chew, D., Dibartola, S. dan Schenck, P. 2011. Canine and feline nephrology and urology.
2nd ed. Missouri: Elsevier/Saunders.
Elliott, J., Grauer, G. dan Westropp, J. 2017. BSAVA manual of canine and feline nephrology
and urology. 3rd ed. Gloucester: BSAVA.
Esfandiari, A., Widhyari, S. D., Sajuthi, D., Maylina, L., Mihardi, A. P., Supriyatna, E. A.,
dan Adijuwana, H. 2016. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik.
Bogor: IPB Press.
Kerr, M. (2002). Veterinary laboratory medicine clinical biochemistry and haematology.
2nd ed. Oxford: Blackwell Science.
Mair, T., Love, S., Schumacher, J., Smith, R. dan Frazer, G. 2013. Equine Medicine,
Surgery, and Reproduction. 2nd ed. Edinburgh: Elsevier.
Neumann, S. and Kaup, F. 2008. Fundamentals of veterinary clinical pathology. 2nd ed.
Iowa: Blackwell.
Thrall, M. A., Weiser, G., Allison, R. W., dan Campbell, T. W. 2012. Veterinary
Hematology and Clinical Chemistry 2nd Edition. Iowa: Wiley-Blackwell.
Villiers, E. dan Blackwood, L. 2016. BSAVA manual of canine and feline clinical pathology
2nd Edition. Quedgeley, Gloucester: British Small Animal Veterinary Association.
Zimmerman, J., Karriker, L., Ramirez, A., Schwartz, K., Stevenson, G. dan Zhang, J.
2019. Diseases of swine. 11th ed. New Jersey: John Wiley & Sons.

34
GLOSARIUM

Abdomen adalah bagian tubuh daerah perut


Albumin adalah salah satu dari jenis protein yang berfungsi dalam regerenasi serta menjaga
keseimbangan cairan
aminoglikosida adalah golongan antibiotik bakterisidal berspektrum luas namun utamanya
untuk membunuh bakteri gram negative. Contoh antibiotik ini adalah
gentamicin, amikacin, tobramycin, neomycin, and streptomycin
Anorexia adalah penurunan nafsu makan yang biasanya menyebabkan penurunan berat
badan secara drastis
antibiotik nefrotoksik adalah segala antibiotik yang bersifat merusak ginjal atau
mengganggu fungsi ginjal
asam lemak volatil adalah asam lemak yang mudah menguap
Asidosis metabolik adalah gangguan akumulasi asam dalam tubuh akibat hasil metabolisme
bersifat asam yang berlebihan atau tidak mampunya tubuh mengekskresikan
hasil metabolisme yang bersifat asam tersebut
bakteri basil berarti bakteri yang berbentuk batang memanjang
bakteri kokus berarti bakteri yang berbentuk bulat atau sirkuler
Bilikrom adalah bilin, senyawa pewarna yang berasal dari empedu
Bilirubin adalah senyawa pigmen kuning, hasil dari katabolisme heme (eritrosit)
Biliverdin adalah senyawa pigmen hijau, hasil dari katabolisme heme (eritrosit)
Bradikardia adalah penurunan denyut jantung di bawah normal
dehidrasi adalah kondisi tubuh yang mengalami kekurangan cairan
diabetes insipidus adalah penyakit dimana tubuh tidak mampu menghasilkan hormon
antidiuretik atau ginjal tidak mampu merespon stimulus hormon diuretik dengan
baik sehingga hewan mengalami poliuria disertai polidipsia
diabetes melitus adalah penyakit dimana tubuh tidak mampu menghasilkan hormon insulin
yang cukup atau tubuh tidak mampu merespon stimulus hormon insulin dengan
baik sehingga hewan mengalami peningkatan kadar glukosa dalam darah
Disuria rasa nyeri saat urinasi
diuretic adalah senyawa yang menyebabkan hewan mengalami peningkatan produksi urin
Elektrolit adalah mineral yang terlarut dalam bentuk ion-ion yang dapat menjadi konduktor
listrik

35
ethylene glycol adalah senyawa organik dengan rumus CH2O2, yang umumnya digunakan
sebagai bahan pembuatan fiber poliester (plastik) dan juga terlarut dalam air
radiator untuk mempertahankan suhu optimal pada mesin
Etiologi adalah penyebab penyakit
Filtrasi adalah proses penyaringan senyawa-senyawa berlebih atau yang tidak dibutuhkan
oleh tubuh di dalam darah oleh glomerulus yang selanjutnya hasil penyaringan
akan melewati kapsul bowman dan melanjut ke tubulus ginjal
Glomerulus ginjal adalah gulungan kapiler darah yang dibungkus oleh kapsul Bowman
yang termasuk dalam struktur nefron ginjal dengan fungsi sebagai
penyaring/memfiltrasi senyawa-senyawa berlebih atau yang tidak dibutuhkan
oleh tubuh di dalam darah
heat stroke adalah kondisi tubuh yang mengalami peningkatan suhu tinggi, di atas 400C,
biasanya akibat suhu lingkungan yang terlalu panas
Hemoglobin adalah protein tinggi zat besi dalam eritrosit
hemoragi adalah pendarahan, keluarnya darah dari dalam pembuluh darah
Hipotermia adalah kondisi tubuh dimana suhu tubuh berada di bawah nilai normal
idiopatik adalah kondisi patologis yang belum diketahui etiologi pastinya
Jaringan interstisial ginjal adalah jaringan yang mengisi daerah antar tubulus dan di luar
glomerulus/kapiler ginjal. Jaringan ini meliputi matriks ekstraseluler, sel-sel
penyokong, dan cairan
Jaringan parut/fibrosis adalah jaringan ikat yang berfungsi menggantikan daerah kosong
yang mengalami kerusakan/nekrosis.
Kakeksia adalah sindrom kelemahan tubuh yang sangat parah ditandai dengan penurunan
massa otot yang drastis
Kalium adalah mineral elektrolit penting dalam tubuh, termasuk berperan dalam menjaga
keseimbangan cairan dan tekanan darah
kalkuli adalah batu hasil endapan kristal-kristal urin yang terakumulasi dan mengumpul
membentuk massa padat
Kalsium adalah mineral elektrolit penting dalam tubuh, termasuk berperan dalam
pertumbuhan tulang dan kerja otot
kecepatan filtrasi glomerulus/Glomerular Filtration Rate/GFR adalah kecepatan rata-rata
ginjal dalam menyaring darah pada glomerulus
kortikosteroid adalah hormon steroid yang diproduksi di korteks adrenal atau obat yang
mengandung hormon steroid

36
leptospirosis adalah kondisi tubuh yang terinfeksi bakteri Leptospira.
Lumen adalah rongga, ruang kosong di tengah pada organ organ berbentuk pipa/tubuler.
Lyme borreliosis adalah kondisi tubuh yang terinfeksi bakteri Borrelia burgdorferi.
Matriks ekstraseluler adalah komponen jaringan dalam tubuh sebagai penyokong yang
terdiri dari air, protein, dan polisakarida.
methylene blue adalah zat pewarna dan juga dapat digunakan sebagai pengobatan
methemoglobinemia
Myoglobin adalah protein tinggi zat besi dalam otot
Nefritis embolik adalah kondisi dimana inflamasi bersifat foki di daerah glomerulus,
tersebar di dalam korteks ginjal, akibat infeksi bakteri. Dikenal juga sebagai
glomerulitis supuratif akut
organ gastrointestinal adalah saluran pencernaan, saluran panjang dari mulut hingga anus
Organ viscera adalah segala organ dalam tubuh, terutama di rongga dada dan abdomen
PCV (packed cell volume) adalah perbandingan eritrosit terhadap volume total darah,
biasanya dinyatakan dalam persen (%)
Penis adalah alat kelamin eksternal jantan
Permeabilitas pada modul ini terkait kemampuan membran sel baik endotel atau epitel
dalam ginjal untuk meloloskan/memindahkan senyawa tertentu melalui
membran sel tersebut
Polydipsia berarti gejala klinis hewan sering/banyak minum
pre-urin adalah cairan hasil filtrasi dan atau reabsorpsi yang berada di tubulus ginjal
Pseudomonas adalah salah satu bakteri gram negatif yang biasanya menginfeksi di paru-
paru atau aliran darah/bakterimia
Reabsorpsi adalah proses penyaringan kembali senyawa-senyawa yang dibutuhkan tubuh
seperti air, asam amino, glukosa yang telah terfiltrasi dan senyawa-senyawa
tersebut kembali akan masuk ke aliran darah
Sel debris adalah sel-sel yang telah mati atau bagian dari sel yang telah mati dan
terdisintegrasi
Sel epitel adalah sel yang terletak pada permukaan sel tubuh
Sel mesangial adalah sel epiteloid yang terletak di antara kapiler glomerulus dan berperan
sebagai sel penyokong
sensitivitas adalah kemampuan suatu tes menunjukkan individu mana yang sakit dari
seluruh populasi yang benar benar sakit

37
Senyawa anorganik adalah senyawa yang tidak mengandung ikatan karbon-karbon atau
karbon-hidrogen seperti benda logam berat dan beberapa senyawa toksik seperti
merkuri, arsenik, dll.
Senyawa nonvolatil adalah senyawa dalam tubuh yang tidak mudah menguap. Senyawa
nonvolatil yang disebutkan di dalam modul ini terkait ke senyawa sisa
metabolisme yang tidak bisa diekskresikan oleh pulmo dalam bentuk uap
sehingga ginjal yang mengekskresikannya lewat urin
sepsis adalah kondisi dimana senyawa stimulus inflamasi dilepas ke aliran darah untuk
melawan infeksi dan menyebabkan peradangan di seluruh tubuh. Peradangan ini
berefek samping turut merusak atau mengganggu kinerja organ-organ vital
hingga kematian
Stranguria kesulitan disertai nyeri saat urinasi
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk menghantarkan cairan (air)
dari dalam darah keluar pembuluh darah.
Tekanan osmosis adalah tekanan minimal yang dibutuhkan untuk mempertahankan agar
pelarut (air) tidak berpindah ke tempat lain melalui membrane semipermeabel
trace adalah istilah dari hasil lab yang berarti ditemukan hanya sedikit atau sedikit abnormal
Tubulus ginjal adalah bagian dari struktur nefron berbentuk pipa yang terdiri dari tubulus
proximal, lengkung henle, dan tubulus distal dengan fungsi menyerap
kembali/reabsorpsi senyawa-senyawa yang dibutuhkan tubuh seperti air, asam
amino, glukosa yang telah terfiltrasi dan senyawa-senyawa tersebut kembali
akan masuk ke aliran darah
ulserasi adalah lesi mukosa berbentuk kawah
urease adalah enzim yang mengkatabolisme urea secara hidrolisis menjadi ammonia dan
karbondioksida
Ureter adalah saluran perkencingan yang menghubungkan ginjal dengan vesika urinari
Urethra adalah saluran perkencingan yang menghantarkan urin dari vesika urinaria keluar
tubuh, melalui organ eksternal genitalia
Vasodilatasi relaksasi dinding otot pembuluh darah untuk memperlebar lumen pembuluh
darah
Vasokonstriksi kontraksi dinding otot pembuluh darah untuk mempersempit lumen
pembuluh darah
Vasomotor nefropati adalah gangguan pada saraf yang mengontrol pembuluh darah di
daerah ginjal

38
Vesical urinaria adalah organ tubuh yang berbentuk kantong, berfungsi menampung urin
dari ginjal sebelum dibuang keluar tubuh
Vulva adalah alat kelamin eksternal betina

39
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

1. D

2. B

3. A

4. C

5. B

40

Anda mungkin juga menyukai