FUNGSI GINJAL
2
II. PENDAHULUAN
A. CAKUPAN MATERI MODUL
Modul ini menguraikan dan membahas tentang fungsi ginjal meliputi gangguan fungsi
ginjal, uji biokimia serum terkait fungsi ginjal, urinalisis, dan interpretasi dari setiap
pemeriksaan tersebut.
D. URUTAN BAHASAN
Modul ini akan membahas dan mendiskusikan fungsi ginjal dalam kedokteran hewan
yang diawali dengan pendahuluan tentang mekanisme kerja dan fungsi ginjal secara ringkas,
lalu dilanjutkan dengan uji kimia darah dan interpretasinya yang berkaitan dengan fungsi
ginjal, metode koleksi urin, dan urinalisis.
E. PETUNJUK BELAJAR
Modul ini disusun sebagai bahan dasar pembelajaran mandiri bagi mahasiswa dalam
memahami uji fungsi ginjal sebagai bekal memahami penyakit pada ginjal dan saluran
perkencingan sekaligus cara mendiagnosanya. Petunjuk penggunaan modul ini adalah:
mahasiswa memahami tujuan, capaian pembelajaran, dan manfaat materi yang didapat,
3
dilanjutkan dengan membaca dan memahami penjelasan tentang fungsi ginjal pada kegiatan
belajar, memahami prinsip kerja dan interpretasi setiap pemeriksaan fungsi ginjal, serta
membuat rangkuman dalam bahasa sendiri. Di bagian akhir modul terdapat latihan dan tes
formatif yang disiapkan untuk menjadi alat ukur pemahaman mahasiswa terkait modul ini.
F. PETA KOMPETENSI
Mata Kuliah Patologi Klinik (KHDHN 4607)
M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10
M4 Hemostasis
M6 Sitologi
M7 Hematologi
M8 Kelenjar Adrenal
M9 Enzimologi Klinik
4
III. KEGIATAN BELAJAR
A. PENDAHULUAN
Mengawali pembahasan mengenai fungsi ginjal, saya akan memulainya dengan
penjelasan terkait fungsi dari ginjal itu sendiri. Di sini saya hanya akan menjelaskan secara
singkat untuk mengingat kembali fungsi ginjal yang tentu sudah pernah dijelaskan secara
lengkap pada mata kuliah fisiologi.
Ginjal memegang peranan penting dalam regulasi keseimbangan air, elektrolit, dan
asam-basa dalam tubuh. Selain itu, ginjal juga berperan dalam mempertahankan tekanan
osmosis tubuh dan pembuangan senyawa hasil metabolisme yang tidak dibutuhkan atau
bersifat toksik. Ginjal bertugas dalam mengeliminasi kelebihan air, senyawa anorganik,
senyawa nonvolatil, senyawa toksik, serta membentuk atau mengekskresikan ion hidrogen
dan ammonia. Ginjal juga dapat mempertahankan zat penting untuk metabolisme tubuh
seperti asam amino, vitamin, hormon, protein plasma, glukosa dan lain-lain.
Unit fungsional dalam ginjal disebut dengan nefron, yang terdiri dari glomerulus dan
tubulus. Struktur nefron dapat dilihat pada Gambar 1. Jika kita ringkas, glomerulus berperan
dalam memfiltrasi senyawa yang terkandung plasma darah untuk dibawa menuju ke lumen
tubulus. Senyawa hasil filtrasi, terdiri dari senyawa terlarut dan air, biasa disebut dengan
filtrat glomerulus. Selanjutnya filtrat glomerulus ini akan direabsorpsi ke pembuluh darah
kapiler yang menempel pada tubulus atau diekskresi dalam bentuk urin, sesuai dengan
kebutuhan tubuh.
Gambar 2. Hubungan antara fungsi nefron (diwakili oleh GFR) dengan urea (BUN)
6
Gambar 3. Hubungan antara fungsi nefron (diwakili oleh GFR) dengan kreatinin (BUN)
Dalam meneguhkan diagnosa terhadap gangguan pada fungsi ginjal, pemeriksaan
laboratorium perlu kita lakukan. Pemeriksaan laboratorium untuk fungsi ginjal secara umum
berupa analisa profil biokimia serum darah dan urinalisis. Penting bagi anda untuk
melakukan kedua pemeriksaan tersebut dan mengintegrasikan informasi yang didapat
dari hasil kedua pemeriksaan tersebut untuk memperoleh diagnosa yang lebih akurat. Di
sini saya akan membahas secara rinci mengenai kedua pemeriksaan tersebut.
Kadar urea dan kreatinin dalam darah merupakan parameter penting dalam uji fungsi
ginjal. Urea dalam darah, atau biasa disebut dengan Blood Urea Nitrogen (BUN) merupakan
hasil buangan dari metabolisme protein. Protein dalam tubuh dikatabolisme akan berubah
menjadi ammonia. Oleh hati, ammonia yang bersifat toksik ini dikonversi menjadi urea yang
bersifat lebih rendah toksik, lalu dibebaskan ke aliran darah dan selanjutnya akan dibuang
keluar bersama dengan urin oleh ginjal. Namun demikian, urea akan direasorbsi kembali
hingga 50% di tubulus proximal secara pasif dan 10% secara aktif di duktus kolektivus.
Kreatinin merupakan sisa metabolisme dari metabolisme kreatin dan kreatinfosfat
pada otot yang juga dibebaskan ke aliran darah dan akan dibuang dalam urin oleh ginjal.
7
Berbeda dengan urea, kreatinin tidak akan direabsorpsi oleh ginjal (tubulus/duktus
kolektivus). Selain diekskresi oleh ginjal, kreatinin juga akan mengalami difusi ke lumen
organ gastrointestinal yang selanjutnya akan mengalami proses metabolisme oleh bakteri
intestinal.
Akumulasi urea dan kreatinin (non-protein nitrogen) dalam darah disebut dengan
azotemia. Akumulasi ini terjadi karena urea dan kreatinin dalam darah menumpuk akibat
pembentukan urea dan kreatinin yang terus menerus tidak diimbangi dengan eksreksinya
(tidak terfiltrasi secara optimal di glomerulus ginjal/terbuang dalam urin). Namun demikian,
penting untuk dipahami bahwa terjadinya azotemia tidak selalu diakibatkan oleh kerusakan
ginjal.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa prerenal azotemia juga bisa disebut dengan
prerenal gagal ginjal akut. Azotemia di sini terjadi bukan akibat adanya kerusakan pada
ginjal ataupun saluran perkencingan. Prerenal azotemia ini dapat disebabkan karena adanya
peningkatan pembentukan urea dan kreatinin. peningkatan urea dapat disebabkan oleh
beberapa faktor seperti peningkatan konsumsi protein yang dapat meningkatkan kadar urea
dalam darah dan peningkatan katabolisme protein akibat demam, infeksi berkepanjangan,
hingga hemoragi, dapat disertai ulserasi, dalam organ gastrointestinal. Pembentukan
kreatinin umumnya bersifat konstan, tidak terpengaruh oleh diet. Kerusakan otot
(rhabdomyolysis) dapat menyebabkan sedikit peningkatan tapi tidak terlalu signifikan. Yang
perlu dipertimbangkan dalam menganalisa hasil darah untuk kreatinin pada suatu hewan
dengan nilai rujukan normal (contoh: anjing), semakin besar (berat dan jenis anjing), kadar
kreatinin dalam tubuh semakin besar.
Selain itu, rendahnya perfusi darah pada ginjal sehingga senyawa nitrogen dalam darah
tidak terfiltrasi secara maksimal oleh glomerulus. Penurunan perfusi darah dapat disebabkan
oleh:
i. Dehidrasi akibat diare, muntah, obstruksi gastrointestinal, dll.
ii. Shock
iii. Hipotensi
iv. Gagal jantung
Pada kondisi demikian, ginjal masih berfungsi dengan baik dan bukan menjadi faktor
penyebab azotemia. Namun, kondisi ini dapat melanjut menjadi nefrosis iskemia, kerusakan
8
tubulus ginjal akibat kurangnya suplai oksigen atau nutrisi oleh darah ke sel-sel pada ginjal
yang dapat melanjut menjadi gagal ginjal. Gejala klinis pada prerenal azotemia umumnya
memiliki simptom yang sama dengan dehidrasi berupa oliguria, turgor kulit menurun, dan
mukosa membran tampak kering. Apabila akibat gangguan kardiovaskular, pulsus pada
arteri terasa pelan/tidak terasa. Sementara itu, ginjal dan saluran perkencingan tetap normal.
2. Renal azotemia
Dari namanya, renal azotemia, bisa anda pahami bahwa azotemia ini terjadi akibat
adanya gangguan pada ginjal. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, ditemukannya
akumulasi urea dan kreatinin (azotemia) akibat kerusakan ginjal apabila melebihi 75% dari
kondisi normalnya. Perlu diketahui bahwa secara spesifik, pada ruminansia, peningkatan
urea jarang terjadi karena urea akan didaur ulang di dalam rumen sehingga kadar kreatinin
cenderung menjadi acuan dalam peneguhan diagnosa gangguan fungsi ginjal di ruminansia.
Peningkatan kreatinin perlu dikorelasikan dengan pemeriksaan urine specific gravity (USG)
untuk menentukkan azotemia prerenal atau renal.
Renal azotemia ini dapat didefinisikan juga menjadi gagal ginjal akut atau kronis.
Gagal ginjal akut umumnya akibat nefrosis akut, nekrosis pada tubulus ginjal yang dapat
disebabkan oleh:
i. Senyawa nefrotoksik, seperti ethylene glycol, antibiotik nefrotoksik (golongan
aminoglikosida), makanan yang mengandung melamin, kismis atau anggur (pada
anjing)
ii. Renal iskemia, akibat dehidrasi, trauma, anesthesia, sepsis, heat stroke, hemoragi, dll
iii. Nefritis, peradangan pada ginjal akibat infeksi leptospirosis, Lyme borreliosis, atau
nefritis embolik, dll
Gejala klinis yang nampak pada gagal ginjal akut berupa:
i. Uremia yang merupakan azotemia disertai tampaknya gejala klinis seperti: anorexia,
lethargi, muntah, diare, nafas bau menciri urea
ii. Postur tubuh membungkuk sebagai akibat dari sakit pada bagian abdomen (ginjal)
iii. Oligouria/anuria
iv. Ginjal dapat ditemukan membesar dan sakit ketika dipalpasi yang kemungkinan
disebabkan adanya peradangan.
Sementara itu, gagal ginjal kronis memiliki etiologi yang mirip dengan gagal ginjal
akut, hanya saja kerusakan berjalan perlahan sehingga tubuh toleransi terhadap kerusakan
dan tidak menunjukkan gejala klinis yang tiba-tiba seperti pada gagal ginjal akut. Hal yang
9
menciri dan penting untuk diingat bahwa output urin dapat membedakan gagal ginjal akut
dan kronis. Gagal ginjal akut menunjukkan gejala oligouria atau anuria yang dapat
diakibatkan oleh:
i. Gangguan pada proses filtrasi di glomerulus. Hal ini dapat dibedakan menjadi:
a. Vasomotor nefropati, terdiri dari vasokonstriksi arteri afferent, arteri yang masuk
ke dalam glomerulus, atau vasodilatasi arteri efferent, arteri yang membawa
darah keluar dari glomerulus. Terjadinya salah satu atau keduanya akan
menyebabkan penurunan tekanan hidrostatik sehingga senyawa dan air dalam
darah tidak terfiltrasi, masuk ke ruang Bowman. Gambar 4.A merupakan ilustrasi
kondisi normal pada glomerulus. Pembuluh darah afferent memiliki diameter
lebih besar dibanding pembuluh darah efferent. Hal ini penting dimana ketika
darah yang melimpah akan mengalami penurunan kecepatan aliran darah karena
menuju ke pembuluh darah efferent yang lebih kecil. Penumpukan aliran darah
ini akan memberikan tekanan hidrostatik yang kuat di dalam glomerulus
sehingga senyawa-senyawa dalam darah akan terfiltrasi ke dalam kapsul
Bowman. Gambar 4.B merupakan ilustrasi dari vasonkonstriksi arteri afferent
yang menyebabkan terjadinya penurunan GFR. Secara sederhana dapat
dibayangkan jika pembuluh darah afferent ini menyempit (vasokonstriksi)
menjadi seukuran pembuluh darah efferent, selain volume darah selama di dalam
glomerulus menurun, tekanan hidrostatik juga akan menurun sehingga proses
filtrasi tidak optimal.
Gambar 4. (A) kondisi normal. (B) pembuluh darah/arteri afferent mengalami kontriksi dan
menurunkan GFR.
10
b. Penurunan permeabilitas glomerulus. Menurunnya permeabilitas glomerulus
akibat penyakit sehingga diameter glomerulus mengecil atau area permukaan
filtrasi berkurang akibat tergantikan jaringan parut/fibrosis, dimana aliran darah
dan tekanan hidrostatik tetap normal, seperti pada Gambar 5. Hal ini akan
berdampak menurunnya jumlah filtrat glomerulus.
Gagal ginjal kronis justru menunjukkan gejala klinis berupa poliuria dan polidipsia
(respon dari poliuria). Sangat bertolak belakang dengan gagal ginjal akut. Hal ini diawali
dari kerusakan sebagian besar nefron sehingga terjadi penurunan GFR. Nefron yang sehat
akan merespon dengan menggantikan kinerja nefron yang rusak sehingga melakukan filtrasi
berlebihan yang disebut dengan hiperfiltrasi. Sayangnya hiperfiltrasi sebagai usaha untuk
beradaptasi terhadap kerusakan nefron lain memiliki efek yang buruk dimana protein akan
ikut terfiltrasi secara berlebihan.
12
Selain menyebabkan proteinuria, adanya protein dalam urin, keberadaan protein
selama di dalam ginjal akan berdampak buruk bagi ginjal sendiri, karena protein akan:
i. menstimulasi sel mesangial à Sel mesangial proliferasi à pembentukan kolagen
dan proteoglikan à penebalan/pengerasan à glomerulosclerosis (pengerasan
glomerulus)
ii. direabsorpsi tubulus proximal à proliferasi sel di interstisial à penumpukkan
matriks ekstraseluler (extracellular matrix/ECM) à fibrosis à kerusakan interstisial
dan tubulus
iii. direabsorpsi tubulus proximal à stimulus inflamasi di interstisial à bersifat toksik
pada ginjal à
Kerusakan pada ginjal secara kronis ini akan berdampak pada penurunan fungsi ginjal
secara menyeluruh seperti gangguan pembentukan sal darah merah sebagaimana tidak
mampu menghasilkan hormon eritropoietin yang penting dalam stimulasi pembentukan sel
darah merah pada sumsum tulang.
Penentuan akut atau kronisnya penyakit gagal ginjal tergantung dari sejarah awal
penyakit, kondisi fisik, dan dapat dibedakan dari beberapa pemeriksaan hematologi, kimia
darah, dan urin. Perbedaannya secara umum dapat terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan gagal ginjal akut dan kronis
Parameter Akut Kronis
Sejarah awal Kondisi tubuh sehat, tidak ada Dalam hitungan minggu/bulan
penyakit penurunan berat badan, tiba-tiba mengalami poliuria/polidipsia terus
mengalami penurunan nafsu menerus, ada muntah beberapa kali,
makan dan malas bergerak dan berat badan menurun
Pemeriksaan Kondisi fisik baik, tapi terlihat Kakeksia (cachexia), ukuran ginjal
fisik lemas (tergantung keparahan normal ke mengecil, tidak sakit
azotemia), ginjal normal ke ketika dipalpasi
membesar dan sakit ketika
dipalpasi
Azotemia + +
PCV Tidak terjadi anemia, jika terjadi Non-regeneratif anemia sering
kemungkinan karena faktor lain ditemukan
Albumin Normal menurun
Kalium Meningkat Tidak meningkat
13
Status asam- Asidosis metabolik Tidak selalu terjadi, dan bersifat
basa ringan
Urinalisis Banyak sedimen yang terlihat Tidak ada, kecuali jika dibarengi
adanya infeksi saluran perkencingan
postrenal
Output urin Anuria/oligouria Poliuria, polidipsia
Respon terapi Reversibel Non-reversibel
3. Postrenal azotemia
Azotemia yang terakhir adalah postrenal azotemia. Sesuai Namanya, azotemia ini terjadi
akibat adanya gangguan yang terjadi pada saluran perkencingan setelah ginjal. Hal ini dapat
disebabkan dua hal, yaitu:
i. Obstruksi
Obstruksi dapat terjadi akibat inflamasi atau adanya material (urolit) yang
menyebabkan lumen ureter (bilateral) atau urethra menyempit/tersumbat. Obstruksi
ini sendiri dapat berdampak hingga ke ginjal dimana tekanan hambatan yang kuat ini
akan menghambat filtrasi darah. Selain disuria atau stranguria, gejala klinis yang
tampak jika terjadi postrenal azotemia mirip dengan gagal ginjal akut, ditambah
dengan adanya pembesaran vesica urinaria, kombinasi hipotermia dan bradikardia
akibat hiperkalemia.
ii. Uroabdomen
Ruptur pada saluran perkencingan sehingga urin mengalir ke rongga abdomen.
Urin termasuk urea dan kreatinin di abdomen akan direabsorpsi sebagai usaha
menghilangkan urin di abdomen. Kreatinin dapat menjadi indikator yang baik untuk
kasus ini karena reabsorpsi kreatinin di abdomen jauh lebih lambat dibanding urea.
Diagnosa dapat dilakukan dengan membandingkan kadar kreatinin dalam cairan
abdomen dengan darah dimana terjadinya uroabdomen apabila kadar kreatinin dalam
cairan abdomen > darah. Gejala klinis tergantung dengan daerah ruptur maupun
penyebab rupturnya. Secara umum hewan mengalami variasi antara disuria,
stranguria, pollakiuria, dan sakit ketika dipalpasi daerah abdomen.
14
Selain urea dan kreatinin, senyawa kimia lain dalam darah yang mengindikasikan adanya
gangguan pada ginjal:
i. Fosfor
Hiperfosfatemia terjadi apabila glomerulus tidak dapat memfiltrasi secara
optimal pada anjing dan kucing, tidak pada ruminansia dan kuda karena eksreksi fosfor
utama melalui feses, bukan urin. Hiperfosfatemia terjadi pada prerenal azotemia dan
gagal ginjal akut (renal azotemia). Pada gagal ginjal kronis, kadar fosfor yang tinggi
akan menjadi normal karena peningkatan sekresi PTH (hiperparatiroidisme) sebagai
respon untuk menyeimbangkan Ca:P, namun ketika semakin banyak nefron yang rusak
dan tidak dapat bereaksi terhadap hormon PTH, kadar fosfor akan kembali meningkat.
ii. Kalium
Hiperkalemia terjadi pada hewan yang mengalami oligo/anuria dan hipokalemia
jika mengalami poliuria. Hiperkalemia berat lebih mengindikasikan adanya obstruksi
uretra, uroabdomen, atau hypoadrenocortiscism.
iii. Kalsium
Kadar kalsium bervariasi pada gagal ginjal. Akibat kegagalan filtrasi, kalsium
akan terakumulasi di dalam darah (hiperkalsemia). Namun demikian, tingginya fosfor
akibat prerenal atau renal azotemia dapat mengikat kalsium sehingga menyebabkan
hipokalsemia. Selain itu, sebagaimana ginjal berperan dalam meregulasi kandungan
kalsium dalam darah, kerusakan ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat merespon
hormone PTH dan tidak dapat mengaktivasi vitamin D3.
iv. Albumin
Hiperalbuminemia terjadi pada kondisi prerenal azotemia akibat dehidrasi atau
renal azotemia dengan gejala klinis dehidrasi. Hipoalbuminemia terjadi ketika adanya
hiperfiltrasi pada kasus gagal ginjal kronis.
v. Eritrosit
Prinsipnya sama dengan interpretasi pemeriksaan serum albumin, terjadinya
peningkatan PCV terjadi pada kondisi prerenal azotemia akibat dehidrasi atau renal
azotemia disertai kondisi fisik dehidrasi. Penurunan PCV atau anemia berkaitan
dengan gagal ginjal kronis dimana ginjal mengalami kerusakan yang parah sehingga
tidak dapat menghasilkan hormone eritropoiesis untuk menstimulus pembentukan
eritrosit pada sumsum tulang.
15
2) URINALISIS
16
ii. Palpasi/pemijatan vesika urinaria
Sesuai Namanya, urin dikeluarkan dengan cara memijat vesika urinaria agar urin
keluar dari dalam tubuh. Sampel urin yang didapat juga lebih baik hanya digunakan
untuk pemeriksaan warna dan bau saja. Metode ini sebaiknya hanya digunakan pada
hewan yang teranestesia saja. Kekurangan dari metode ini selain potensi kontaminasi
yang tinggi, teknik penerapannya yang bersifat memaksakan urin untuk keluar
sehingga berpotensi menyebabkan kerusakan epitel saluran perkencingan atau ruptur.
Dari yang saya jelaskan di atas, selain membutuhkan skill untuk memijat vesika
urinaria yang benar dan tidak menyebabkan trauma, diperlukan juga skill dalam
administrasi anestesi. Namun demikian, metode ini sendiri lebih cocok untuk skrining
awal saja sebagaimana urin rentan terhadap kontaminasi
iii. Kateterisasi
Selanjutnya adalah kateterisasi, yaitu koleksi urin menggunakan sebuah
pipa/tabung kecil yang lentur dan lembut, dimasukkan melalui penis pada jantan atau
vulva pada betina secara perlahan hingga masuk ke vesika urinaria. Metode ini
tergolong metode yang steril, dalam artian urin langsung dikoleksi dari dalam tubuh
tanpa terpapar lingkungan sehingga dapat dilakukan pemeriksaan urinalisis secara
menyeluruh untuk situasi urgensi tinggi dalam peneguhan diagnosa penyakit. Selain
dari risiko trauma yang cukup tinggi, kekurangan dari metode ini adalah potensi
membawa agen patogen ke dalam saluran perkencingan jika kateter tidak steril dan
umumnya membutuhkan anesthesia lokal atau sedasi dalam pelaksanaannya.
Ketersediaan kateter jelas hal yang menjadi utama dalam metode ini. Skill harus
dimiliki oleh dokter hewan atau tenaga medis agar tidak menyebabkan trauma dan
infeksi pada saluran perkencingan.
iv. Cystocentesis
Metode yang terakhir saya bahas adalah cystocentesis, yaitu metode koleksi
sampel urin dengan cara mengaspirasi urin menggunakan jarum suntik melalui dinding
abdomen secara langsung di vesika urinaria. Jika dibandingkan dengan kateterisasi,
metode ini jauh lebih kecil risikonya dalam membawa agen patogen ke dalam vesika
urinaria, namun memiliki risiko kebocoran vesika urinaria dan dapat menyebabkan
kelukaan pada organ viscera dalam abdomen. Ketersediaan alat untuk metode ini
cukup spuit dan jarum dengan ukuran menyesuaikan hewan yang akan dikoleksi
urinnya. Tingkat urgensi dan skill yang dibutuhkan mirip dengan kateterisasi.
17
Setelah memahami tentang metode-metode koleksi sampel urin, anda perlu
mengetahui betapa pentingnya segera memeriksa urin yang telah anda koleksi. Hal ini
dikarenakan kandungan dalam urin akan mengalami perubahan seiring dengan waktu
penundaan pemeriksaan. Waktu yang paling baik untuk urinalisis adalah 0-60 menit
setelah koleksi sampel. Jika tidak bisa segera, sebaiknya urin segera disimpan di
kulkas, bukan freezer, dan harus segera diperiksa sebelum 12 jam penyimpanan. Urin
yang akan diperiksa setelah dari penyimpanan kulkas harus didiamkan hingga
mencapai suhu ruang dan diaduk/dikocok untuk melarutkan endapan yang terbentuk
selama penyimpanan. Beberapa kondisi urin yang terjadi akibat penundaan/
penyimpanan urin yang lama atau tidak tepat dan dapat membiaskan hasil urinalisis
akan saya jelaskan sekaligus pada interpretasi uji-uji urinalisis selanjutnya.
2. Pemeriksaan Urin
Saya akan memaparkan uji-uji yang dilakukan dalam rangkaian urinalisis. Urinalisis
secara garis besar dibagi menjadi yaitu pemeriksaan fisik urin, pemeriksaan sedimentasi
urin, dan pemeriksaan kimiawi urin. Saya akan membahasnya satu demi satu tentang prinsip
dan interpretasi dari setiap uji.
i. Pemeriksaan Fisik Urin
Pembahasan tentang urinalisis saya mulai dengan pemeriksaan fisik urin.
Pemeriksaan ini bisa disebut juga pemeriksaan urin secara makros, meliputi
pengukuran volume urin per hari, inspeksi warna dan kejernihan, bau, dan pengukuran
berat jenis urin (Urine Specific Gravity/USG).
a. Pemeriksaan volume urin
Prinsip dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah pasien kita
mengeluarkan urin dalam jumlah yang normal atau tidak. Jumlah urin yang
dihitung di sini merupakan jumlah urin yang dikeluarkan selama 1 hari/ 24 jam.
Tidak normalnya jumlah urin apabila jumlah urin yang dikeluarkan hewan
tersebut berjumlah lebih atau kurang dari jumlah normal urin dari jenis hewan
tersebut.
Interpretasinya, jumlah urin yang melebihi batas atas normal disebut
poliuria. Poliuria mengindikasikan asupan air berlebih dalam tubuh atau
beberapa kondisi abnormal seperti gangguan pada saluran kencing bagian atas,
diabetes, dan gagal ginjal kronis.
18
Jika jumlah urin yang kurang dari batas bawah normal, disebut sebagai
oligouria. Oligouria mengindikasikan asupan air yang kurang atau beberapa
kondisi abnormal seperti dehidrasi, obstruksi sebagian, dan gagal ginjal akut.
Sementara itu, kondisi dimana urin tidak keluar sama sekali merupakan
anuria. Anuria mengindikasikan adanya obstruksi total pada saluran
perkencingan atau gagal ginjal akut yang sangat parah. Tabel 1 berisi kisaran
jumlah normal urin berbagai jenis hewan.
20
e. Pemeriksaan berat jenis (BJ) urin
Prinsip dari pengujian ini adalah untuk mengetahui jumlah dan berat benda
terlarut di dalam urin. Berat jenis urin didapat dari hasil perbandingan antara
berat urin dengan berat air dengan jumlah volume yang sama. Semakin berat
benda terlarut, semakin tinggi berat jenis urin, dan sebaliknya. Berat jenis
spesifik untuk air sebesar 1,000. Berat jenis urin tentu lebih besar dari 1,000
karena mengandung berbagai macam benda terlarut. Pemeriksaan ini penting
untuk dilakukan sebelum melakukan pengobatan gangguan ginjal/saluran
perkencingan dengan cairan infus, diuretik, kortikosteroid, atau pengobatan
lainnya. Tabel 2 menunjukkan tiap jenis hewan memiliki berat jenis urin normal
berbeda-beda.
Tabel 2. Berat jenis urin normal beberapa jenis hewan
Jenis Hewan Nilai interval BJ urin
Kuda 1,030-1,060
Sapi (perah) 1,015-1,045
Domba/kambing 1,015-1,045
Babi 1.010-1.030
Anjing 1.020-1.040
Kucing 1.020-1.040
Hasil pemeriksaan akan menunjukkan apakah berat jenis urin yang diperiksa
berada di antara batas atas dan batas bawah nilai interval, lebih rendah dari batas
bawah nilai interval, atau melebihi batas atas nilai interval.
Interpretasinya, berat jenis urin yang berada di antara nilai interval
mengindikasikan urin tersebut normal. Berat jenis yang lebih rendah dari batas
bawah nilai interval mengindikasikan air tidak terserap kembali dari pre-urin
dalam ginjal sehingga konsentrasi urin menjadi rendah. Berat jenis yang sangat
rendah, di bawah 1,008-disebut dengan hiposthenuria. Hal ini dapat disebabkan
karena hewan polidipsia, hyperadrenocorticism, atau diabetes insipidus. Berat
jenis urin antara 1,008-1,012 disebut dengan isothenuria, dimana BJ urin
berukuran sama dengan filtrat glomerulus. Hal ini dapat disebabkan oleh gagal
ginjal baik akut maupun kronis. Berat jenis yang tinggi, melebihi batas atas nilai
interval, mengindikasikan adanya dehidrasi dimana air hanya sedikit yang
terfiltrasi atau, sebagai respon ginjal atas kondisi dehidrasi, air direabsorpsi
semaksimal mungkin untuk mencegah dehidrasi semakin parah. Selain itu,
21
hewan dengan kasus diabetes melitus mengalami glukosa (glukosuria), memiliki
konsentrasi urin menjadi tinggi. Pemeriksaan ini penting terkait penentuan
azotemia yang terjadi adalah prerenal, renal atau postrenal ketika hasil
pemeriksaan serum menunjukkan peningkatan urea dan kreatinin.
Setelah membahas tentang pemeriksaan fisik secara makros, kini kita membahas
pemeriksaan fisik secara mikros, yaitu pemeriksaan sedimentasi urin.
Prinsip dari pemeriksaan sedimentasi urin secara mikroskopis yaitu
mengidentifikasi benda terlarut pada urin yang dapat teramati di bawah mikroskop.
Hal ini dapat menunjang diagnosa yang lebih kuat dibanding urinalisis secara
fisik/makroskopik. Sedimen dalam urin dapat terdiri dari eritrosit, leukosit, sel epitel,
silinder, mikroorganisme, hingga kristal garam. Identifikasi sedimen urin sebaiknya
dilakukan pada urin yang masih segar karena beberapa sedimen seperti sel epitel dan
silinder mudah terdegradasi pada suhu ruang. Selain itu penyimpanan urin yang lama
dapat mengakibatkan perubahan pH yang dapat membentuk senyawa kristal (contoh:
kondisi basa pada urin menyebabkan pembentukan kristal struvit) yang dapat
membiaskan hasil pemeriksaan. selain identifikasi sedimen, interpretasi hasil dari
pemeriksaan ini tergantung dari kisaran jumlah suatu sedimen. Beberapa sedimen
secara normal tampak dalam pemeriksaan sedimen seperti sel epitel, eritrosit, leukosit,
silinder, dan kristal garam. Namun demikian, jika jumlah yang terlihat sangat banyak,
dapat mengindikasikan adanya kondisi patologis. Sementara itu, adanya sedimen
berupa bakteri atau jamur jelas bersifat abnormal, semakin banyak jumlah
mikroorganisme yang ditemukan, kemungkinan besar semakin tinggi tingkat
keparahan infeksi. Hal yang penting dalam pemeriksaan ini adalah kemampuan anda
mengidentifikasi sedimen-sedimen yang tampak.
Interpretasi:
Sel epitel yang umumnya dapat terlihat pada pemeriksaan ini adalah sel epitel
skuamus, sel epitel transisional, dan sel epitel ginjal, terdapat pada Gambar 8. Sel
epitel skuamus berinti, berukuran besar, berbentuk pipih, nukleus kecil atau tidak
bernukleus, dan tidak mempunyai nilai diagnostik yang berarti meskipun jika
ditemukan dalam jumlah banyak. Sel epitel transisional berinti, berukuran lebih kecil
dari sel skuamus dengan bentuk pleomorfik dan kadang tampak memiliki granul.
Akibat penyimpanan urin yang lama, sel epitel biasanya mengalami perubahan bentuk
22
tidak beraturan atau rusak. Meningkatnya jumlah sel ini pada sedimen dapat
mengindikasikan adanya trauma akibat urolithiasis, infeksi, dan inflamasi idiopatik.
Sel epitel ginjal berinti, berukuran kecil dengan bentuk bulat dan keberadaannya dapat
diidentifikasikan sebagai abnormal, mengindikasikan adanya gagal ginjal akut.
Gambar 8. Kiri: sel epitel skuamus (tanpa pewarnaan; x400); tengah: sel epitel transisional
(pewarnaan SediStain;x400); kanan: sel epitel ginjal (pewarnaan new methylene
blue; x 400)
Eritrosit pada mamalia tidak berinti, berukuran kecil, tampak berwarna kuning pucat
atau bening saat pemeriksaan tanpa pewarnaan, dan umumnya berbentuk bulat. Akibat
penundaan pemeriksaan, eritrosit yang tampak biasanya mengalami krenasi atau lisis
jika urin memiliki berat jenis yang rendah sehingga terjadi proses osmosis.
23
Meningkatnya eritrosit dapat disebabkan karena trauma, infeksi, dan inflamasi pada
ginjal dan saluran perkencingan.
Leukosit berukuran lebih besar dibanding eritrosit, lebih kecil dibanding sel epitel,
tampak bening saat pemeriksaan tanpa pewarnaan, berinti dan bergranulasi. Begitu
juga dengan eritrrosit, leukosit akan mengalami pembesaran/vakuoalisasi hingga lisis
akibat penundaan pemeriksaan. Meningkatnya leukosit dapat disebabkan karena
adanya infeksi dan inflamasi pada ginjal dan saluran perkencingan. Bisa anda lihat
pada Gambar 9 adanya eritrosit, leukosit, dan sel epitel skuamus
c
b
Gambar 9. Sedimen urin (tanpa pewarnaan; x400). (a) eritrosit, (b) leukosit, (c) sel epitel
skuamus
Silinder merupakan bentukan akumulasi matriks protein, dengan sel lain maupun
tidak, yang tercetak pada tubuli ginjal sehingga berbentuk silinder. Silinder yang hanya
terbentuk dari protein disebut silinder hialin. Terakumulasinya silinder ini dengan
benda lain menghasilkan bentuk yang berbeda dan memiliki nama yang berbeda,
seperti silinder epitel ginjal (hialin + sel epitel berinti), silinder granuler (hialin +
runtuhan sel epitel), dan silinder leukosit (hialin + leukosit). Meningkatnya jumlah
silinder dapat mengindikasikan adanya peradangan, trauma, atau degenerasi sel pada
ginjal. Penting untuk urinalisis segera setelah koleksi sampel urin karena silinder
mudah mengalami disintegrasi (rusak) akibat suhu rendah atau peningkatan pH urin
selama penyimpanan.
24
Gambar 3. Kiri: silinder hialin (tanpa pewarnaan; x400); tengah: silinder epitel ginjal
(pewarnaan new methylene blue; x400); kanan: silinder granuler (tanpa
pewarnaan; x400)
Terbentuknya suatu kristal yang normal biasanya tergantung dari kondisi asam basa
urin. Pada kondisi urin yang asam, kristal yang dapat terbentuk adalah asam urat,
kalsium oksalat, dan sistin, sementara kristal struvit, kalsium fosfat, kalsium karbonat,
dan ammonium fosfat biurat amorfis terbentuk pada kondisi urin yang basa.
Penyimpanan urin yang lama cenderung menyebabkan pH urin meningkat sehingga
akan membentuk kristal basa dan dapat membiaskan hasil pemeriksaan. Keberadaan
kristal yang abnormal terjadi apabila ditemukan dalam jumlah yang banyak,
beragregasi, berukuran lebih besar dari normalnya, dan persisten ditemukan pada
pemeriksaan selanjutnya. Hal ini dapat mengindikasikan adanya penyakit, baik
infeksius dan tidak, pada ginjal maupun saluran perkencingan yang menyebabkan pH
25
urin terlalu asam atau basa maupun asupan makanan yang mengandung promotor
pembentukan kristal. Gangguan metabolisme protein dapat membentuk kristal sistin.
a b
c d
e f
Gambar 4. Sedimen kristal: (a) struvit, seperti peti mati (tanpa pewarnaan; x500), (b) kalsium
oksalat monohidrat, berbentuk kotak dengan tanda silang di dalam (tanpa
pewarnaan; x100), (c) kalsium oksalat dihidrat, berbentuk dumbbell atau tiang
pagar kayu (tanpa pewarnaan; x400), (d) asam urat, berbentuk wajik atau persegi
panjang (tanpa pewarnaan; x100), (e) ammonium fosfat biurat amorfis, bentuk
tidak beraturan (tanpa pewarnaan; x500), (f) sistin, berbentuk heksagonal (tanpa
pewarnaan; x100).
Ditemukannya mikroorganisme seperti bakteri (basil, kokus) dan jamur (hifa) juga
beberapa parasit pada ginjal jelas merupakan temuan abnormal pada sedimen urin
26
yang mengindikasikan adanya infeksi bakterial, fungal, atau infestasi parasit pada
ginjal dan saluran perkencingan.
Gambar 5. Bentukan bakteri (a) basil dan (b) kokus pada pemeriksaan sedimen urin.
27
kental/dehidrasi. Kondisi patologis proteinuria dapat terjadi akibat inflamasi pada
ginjal ataupun saluran perkencingan, kerusakan glomerulus, dan kerusakan tubuli
ginjal.
Pada parameter pH, secara umum hewan herbivora seperti sapi, domba, kambing,
dan kuda memiliki urin bersifat alkalis (pH 7,4-8,4), sementara pada babi dan hewan
karnivora seperti anjing dan kucing memiliki urin bersifat asam (pH 5,0-7,5).
Kondisi urin suatu hewan yang seharusnya asam menjadi basa urinalisis dapat terjadi
secara alami jika diberikan pakan berbasis tumbuhan atau sedang dalam pengobatan
menggunakan mineral alkalis, seperti natrium bikarbonat/asetat/sitrat/laktat.
Sementara itu, Kondisi urin suatu hewan yang seharusnya basa menjadi asam saat
urinalisis dapat terjadi secara alami jika diberikan pakan berbasis protein tinggi atau
sedang dalam pengobatan menggunakan mineral asam, seperti natrium klorida dan
kalsium klorida. Secara patologis kondisi urin yang alkalis dapat mengindikasikan
adanya infeksi oleh bakteri urease positif alkalosis metabolis atau respiratoris.
Namun peningkatan pH yang bias dapat terjadi jika selama penyimpanan, urin
terkontaminasi oleh bakteri urease positif dari luar saluran perkencingan. Kondisi
urin yang bersifat asam secara patologis mengindikasikan kondisi hewan yang
kelaparan, demam, hingga asidosis metabolis ataupun respiratoris.
Pada parameter eritrosit di sini didasari pada kemampuan hemoglobin atau
myoglobin bereaksi untuk melepaskan oksigen dari peroksida. Pada uji ini, urin
normal akan menghasilkan nilai negatif atau trace. Hasil positif pada uji ini dapat
mengindikasikan hematuria, hemoglobinuria atau mioglobinuria. Indikasi hematuria
semakin tepat jika pemeriksaan sedimen urin menunjukkan positif eritrosit. Jika
sedimen urin tidak positif eritrosit, kemungkinan besar urin tersebut hemoglobinuria
atau mioglobinuria. Apabila pada pemeriksaan makroskopis warna urin coklat
kehitaman, hal ini dapat mengindikasikan mioglobinuria. Beberapa strip tes merk
tertentu memiliki parameter yang terpisah antara hemoglobin dengan eritrosit. Secara
umum hasil positif dari uji ini dapat mengindikasikan adanya trauma, infeksi, dan
inflamasi pada ginjal dan saluran perkencingan. Selain itu, reaksi paska transfusi,
heat stroke, dan luka bakar yang parah dapat menyebabkan hemoglobinuria.
Mioglobinuria sendiri sebenarnya jarang terjadi, umumnya terjadi setelah melakukan
kegiatan fisik yang berat/melelahkan.
28
Pada parameter berat jenis pada strip test umumnya memiliki nilai maksimal 1,030.
Melihat berat jenis normal hewan bisa melebihi 1,030, pemeriksaan berat jenis
menggunakan strip test dianggap tidak bisa diandalkan.
Pada parameter benda keton, urin normal pada uji ini akan menghasilkan nilai
negatif. Hasil positif yaitu ketonuria secara normal terjadi pada hewan bunting atau
laktasi. Kondisi positif patologis mengindikasikan kondisi hewan yang kelaparan,
makan tinggi lemak, gangguan fungsi hepar, hingga diabetes melitus.
Pada parameter bilirubin, urin normal akan menghasilkan nilai negatif pada uji ini.
Hasil trace atau +1 masih dianggap normal apabila urin yang diperiksa terbilang
berkonsentrasi tinggi. Kondisi positif patologis mengindikasikan kelaparan, demam,
hingga gangguan hepar. Yang perlu anda perhatikan, penyimpanan urin yang terkena
sinar matahari dapat menyebabkan urin yang sebenarnya tinggi bilirubin memberi
hasil bilirubin rendah atau negatif karena bilirubin akan rusak akibat sinar matahari.
Pada parameter glukosa, urin normal tidak mengandung glukosa dan bernilai negatif
pada uji ini. Kondisi hewan yang mengalami stress hingga diabetes melitus
menghasilkan nilai positif pada pemeriksaan ini.
29
Tabel 2. Korelasi hasil pemeriksaan gejala klinis, berat jenis urin, PCV, dan kandungan
kreatinin, urea, dan albumin dalam serum.
Kasus 1 2 3 4 5
Gejala klinis Dehidrasi dehidrasi poliuria Poliuria Oligouria/
anuria
Berat jenis Hipersthenuria normal normal isosthenuria isosthenuria
Kreatinin
Urea
Albumin - ¯ -
PCV - ¯ -
Azotemia prerenal Prerenal/ Renal Renal/post renal
renal renal
Akut/kronis - Akut/ Kronis kronis akut
kronis (awal)
30
IV. PENUTUP
A. LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai isi modul ini, coba jelaskan
bagaimana hubungan antara hasil pemeriksaan pada Tabel 2 dengan kemungkinan diagnosa
azotemia dan akut atau kronisnya gagal ginjal yang dialami!
Petunjuk menjawab latihan
Agar anda dapat menjelaskan latihan ini, silahkan anda mencermati baik-baik bahasan
mengenai penyebab azotemia, albumin, PCV dan BJ urin.
B. RANGKUMAN
Penentuan diagnosa adanya gangguan fungsi ginjal yang akurat apabila, selain dari
pemeriksaan fisik, melakukan pemeriksaan serum dan urinalisis sekaligus dan
mengintegrasikan informasi yang didapat dari hasil pemeriksaan keduanya.
Pemeriksaan serum yang paling umum dilakukan adalah kadar urea dan kreatinin.
Pengukuran kadar fosfor, albumin, kalium, kalsium dalam serum dan PCV juga dapat
dilakukan untuk melihat tingkat keparahan gangguan fungsi ginjal.
Urinalisis secara umum dibagi menjadi pemeriksaan fisik urin secara makros,
pemeriksaan fisik secara mikros yaitu sedimentasi urin, dan pemeriksaan kimiawi urin yang
umumnya menggunakan strip test. Dalam melakukan urinalisis, penting untuk diingat
mengenai kelebihan dan kekurangan dari setiap metode koleksi sampel urin, serta
perubahan-perubahan kondisi urin akibat penundaan pemeriksaan yang dapat membiaskan
hasil urinalisis.
Pentingnya melakukan pemeriksaan secara menyeluruh (fisik, serum, dan urinalisis)
disebabkan hingga saat ini belum ada satu pemeriksaan spesifik yang dapat menentukan
apakah azotemia bersifat prerenal, renal, atau postrenal dan akut atau kronisnya gagal ginjal
itu sendiri. Terapi yang diberikan pun tentu sangat berbeda untuk tiap kondisi azotemia dan
gagal ginjal yang dialami sehingga tiap pemeriksaan fungsi ginjal bersifat penting dan tidak
bisa diabaikan begitu saja.
31
C. TES FORMATIF
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Peningkatan urea dan kreatinin dalam serum secara signifikan tampak ketika
ginjal telah mengalami kerusakan setidaknya mencapai …
A. 0%
B. 25%
C. 50%
D. 75%
2. Azotemia akibat adanya gangguan vasokonstriksi arteri afferent tergolong dalam
azotemia …
A. Pre renal
B. renal
C. postrenal
D. cardial
3. Anjing Puta tampak lemas dan turgor kulit buruk. Dalam pemeriksaan serum
mengalami azotemia dan urinalisis menunjukkan hipersthenuria, anjing Puta
mengalami …
A. Azotemia pre renal
B. Azotemia renal
C. Azotemia post renal
D. Azotemia semu
4. Kucing Buntal selama 2 hari tidak melakukan urinasi dan tampak lemas. Dalam
pemeriksaan serum mengalami azotemia dan urinalisis menunjukkan
hipersthenuria, ketika dilakukan kateterisasi, kateter tertahan sehingga harus
dilakukan flushing. Kucing Buntal mengalami …
A. Azotemia pre renal
B. Azotemia renal
C. Azotemia post renal
D. Azotemia semu
5. Kristal urin yang berbentuk seperti peti mati adalah ….
A. Kristal kalsium oksalat
B. Kristal struvit
C. Kristal asam urat
D. Kristal sistin
32
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang terdapat di
bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar dan gunakan rumus berikut untuk
Tingkat penguasaan :
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat dinyatakan telah
menguasai modul ini dengan baik. Namun, jika masih dibawah 80%, saya sarankan untuk
mengulangi materi Kegiatan Belajar pada modul ini, terutama pada bagian yang belum
dikuasai. Sangat saya persilakan untuk berdiskusi dengan saya terkait materi yang belum
anda pahami.
33
V. DAFTAR PUSTAKA
Barger, A.M dan Macneill, A.L. 2015. Clinical Pathology and Laboratory Techniques for
Veterinary Technicians. Iowa: Wiley & Sons.
Chew, D., Dibartola, S. dan Schenck, P. 2011. Canine and feline nephrology and urology.
2nd ed. Missouri: Elsevier/Saunders.
Elliott, J., Grauer, G. dan Westropp, J. 2017. BSAVA manual of canine and feline nephrology
and urology. 3rd ed. Gloucester: BSAVA.
Esfandiari, A., Widhyari, S. D., Sajuthi, D., Maylina, L., Mihardi, A. P., Supriyatna, E. A.,
dan Adijuwana, H. 2016. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik.
Bogor: IPB Press.
Kerr, M. (2002). Veterinary laboratory medicine clinical biochemistry and haematology.
2nd ed. Oxford: Blackwell Science.
Mair, T., Love, S., Schumacher, J., Smith, R. dan Frazer, G. 2013. Equine Medicine,
Surgery, and Reproduction. 2nd ed. Edinburgh: Elsevier.
Neumann, S. and Kaup, F. 2008. Fundamentals of veterinary clinical pathology. 2nd ed.
Iowa: Blackwell.
Thrall, M. A., Weiser, G., Allison, R. W., dan Campbell, T. W. 2012. Veterinary
Hematology and Clinical Chemistry 2nd Edition. Iowa: Wiley-Blackwell.
Villiers, E. dan Blackwood, L. 2016. BSAVA manual of canine and feline clinical pathology
2nd Edition. Quedgeley, Gloucester: British Small Animal Veterinary Association.
Zimmerman, J., Karriker, L., Ramirez, A., Schwartz, K., Stevenson, G. dan Zhang, J.
2019. Diseases of swine. 11th ed. New Jersey: John Wiley & Sons.
34
GLOSARIUM
35
ethylene glycol adalah senyawa organik dengan rumus CH2O2, yang umumnya digunakan
sebagai bahan pembuatan fiber poliester (plastik) dan juga terlarut dalam air
radiator untuk mempertahankan suhu optimal pada mesin
Etiologi adalah penyebab penyakit
Filtrasi adalah proses penyaringan senyawa-senyawa berlebih atau yang tidak dibutuhkan
oleh tubuh di dalam darah oleh glomerulus yang selanjutnya hasil penyaringan
akan melewati kapsul bowman dan melanjut ke tubulus ginjal
Glomerulus ginjal adalah gulungan kapiler darah yang dibungkus oleh kapsul Bowman
yang termasuk dalam struktur nefron ginjal dengan fungsi sebagai
penyaring/memfiltrasi senyawa-senyawa berlebih atau yang tidak dibutuhkan
oleh tubuh di dalam darah
heat stroke adalah kondisi tubuh yang mengalami peningkatan suhu tinggi, di atas 400C,
biasanya akibat suhu lingkungan yang terlalu panas
Hemoglobin adalah protein tinggi zat besi dalam eritrosit
hemoragi adalah pendarahan, keluarnya darah dari dalam pembuluh darah
Hipotermia adalah kondisi tubuh dimana suhu tubuh berada di bawah nilai normal
idiopatik adalah kondisi patologis yang belum diketahui etiologi pastinya
Jaringan interstisial ginjal adalah jaringan yang mengisi daerah antar tubulus dan di luar
glomerulus/kapiler ginjal. Jaringan ini meliputi matriks ekstraseluler, sel-sel
penyokong, dan cairan
Jaringan parut/fibrosis adalah jaringan ikat yang berfungsi menggantikan daerah kosong
yang mengalami kerusakan/nekrosis.
Kakeksia adalah sindrom kelemahan tubuh yang sangat parah ditandai dengan penurunan
massa otot yang drastis
Kalium adalah mineral elektrolit penting dalam tubuh, termasuk berperan dalam menjaga
keseimbangan cairan dan tekanan darah
kalkuli adalah batu hasil endapan kristal-kristal urin yang terakumulasi dan mengumpul
membentuk massa padat
Kalsium adalah mineral elektrolit penting dalam tubuh, termasuk berperan dalam
pertumbuhan tulang dan kerja otot
kecepatan filtrasi glomerulus/Glomerular Filtration Rate/GFR adalah kecepatan rata-rata
ginjal dalam menyaring darah pada glomerulus
kortikosteroid adalah hormon steroid yang diproduksi di korteks adrenal atau obat yang
mengandung hormon steroid
36
leptospirosis adalah kondisi tubuh yang terinfeksi bakteri Leptospira.
Lumen adalah rongga, ruang kosong di tengah pada organ organ berbentuk pipa/tubuler.
Lyme borreliosis adalah kondisi tubuh yang terinfeksi bakteri Borrelia burgdorferi.
Matriks ekstraseluler adalah komponen jaringan dalam tubuh sebagai penyokong yang
terdiri dari air, protein, dan polisakarida.
methylene blue adalah zat pewarna dan juga dapat digunakan sebagai pengobatan
methemoglobinemia
Myoglobin adalah protein tinggi zat besi dalam otot
Nefritis embolik adalah kondisi dimana inflamasi bersifat foki di daerah glomerulus,
tersebar di dalam korteks ginjal, akibat infeksi bakteri. Dikenal juga sebagai
glomerulitis supuratif akut
organ gastrointestinal adalah saluran pencernaan, saluran panjang dari mulut hingga anus
Organ viscera adalah segala organ dalam tubuh, terutama di rongga dada dan abdomen
PCV (packed cell volume) adalah perbandingan eritrosit terhadap volume total darah,
biasanya dinyatakan dalam persen (%)
Penis adalah alat kelamin eksternal jantan
Permeabilitas pada modul ini terkait kemampuan membran sel baik endotel atau epitel
dalam ginjal untuk meloloskan/memindahkan senyawa tertentu melalui
membran sel tersebut
Polydipsia berarti gejala klinis hewan sering/banyak minum
pre-urin adalah cairan hasil filtrasi dan atau reabsorpsi yang berada di tubulus ginjal
Pseudomonas adalah salah satu bakteri gram negatif yang biasanya menginfeksi di paru-
paru atau aliran darah/bakterimia
Reabsorpsi adalah proses penyaringan kembali senyawa-senyawa yang dibutuhkan tubuh
seperti air, asam amino, glukosa yang telah terfiltrasi dan senyawa-senyawa
tersebut kembali akan masuk ke aliran darah
Sel debris adalah sel-sel yang telah mati atau bagian dari sel yang telah mati dan
terdisintegrasi
Sel epitel adalah sel yang terletak pada permukaan sel tubuh
Sel mesangial adalah sel epiteloid yang terletak di antara kapiler glomerulus dan berperan
sebagai sel penyokong
sensitivitas adalah kemampuan suatu tes menunjukkan individu mana yang sakit dari
seluruh populasi yang benar benar sakit
37
Senyawa anorganik adalah senyawa yang tidak mengandung ikatan karbon-karbon atau
karbon-hidrogen seperti benda logam berat dan beberapa senyawa toksik seperti
merkuri, arsenik, dll.
Senyawa nonvolatil adalah senyawa dalam tubuh yang tidak mudah menguap. Senyawa
nonvolatil yang disebutkan di dalam modul ini terkait ke senyawa sisa
metabolisme yang tidak bisa diekskresikan oleh pulmo dalam bentuk uap
sehingga ginjal yang mengekskresikannya lewat urin
sepsis adalah kondisi dimana senyawa stimulus inflamasi dilepas ke aliran darah untuk
melawan infeksi dan menyebabkan peradangan di seluruh tubuh. Peradangan ini
berefek samping turut merusak atau mengganggu kinerja organ-organ vital
hingga kematian
Stranguria kesulitan disertai nyeri saat urinasi
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk menghantarkan cairan (air)
dari dalam darah keluar pembuluh darah.
Tekanan osmosis adalah tekanan minimal yang dibutuhkan untuk mempertahankan agar
pelarut (air) tidak berpindah ke tempat lain melalui membrane semipermeabel
trace adalah istilah dari hasil lab yang berarti ditemukan hanya sedikit atau sedikit abnormal
Tubulus ginjal adalah bagian dari struktur nefron berbentuk pipa yang terdiri dari tubulus
proximal, lengkung henle, dan tubulus distal dengan fungsi menyerap
kembali/reabsorpsi senyawa-senyawa yang dibutuhkan tubuh seperti air, asam
amino, glukosa yang telah terfiltrasi dan senyawa-senyawa tersebut kembali
akan masuk ke aliran darah
ulserasi adalah lesi mukosa berbentuk kawah
urease adalah enzim yang mengkatabolisme urea secara hidrolisis menjadi ammonia dan
karbondioksida
Ureter adalah saluran perkencingan yang menghubungkan ginjal dengan vesika urinari
Urethra adalah saluran perkencingan yang menghantarkan urin dari vesika urinaria keluar
tubuh, melalui organ eksternal genitalia
Vasodilatasi relaksasi dinding otot pembuluh darah untuk memperlebar lumen pembuluh
darah
Vasokonstriksi kontraksi dinding otot pembuluh darah untuk mempersempit lumen
pembuluh darah
Vasomotor nefropati adalah gangguan pada saraf yang mengontrol pembuluh darah di
daerah ginjal
38
Vesical urinaria adalah organ tubuh yang berbentuk kantong, berfungsi menampung urin
dari ginjal sebelum dibuang keluar tubuh
Vulva adalah alat kelamin eksternal betina
39
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. D
2. B
3. A
4. C
5. B
40