Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN PADA NEONATUS DENGAN


HYPERBILIRUBIN

Nama : Amelia Devi Fitria

NPM : F0G018034

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Suriyati, S.ST., M.Keb

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

TAHUN 2020
BAB I
KONSEP TEORI

A. DEFINISI HYPERBILIRUBIN
Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah,
baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan
ikterus. Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari
katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat
hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada
albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan
ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi
menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi
ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma
total. Pengobatan pada kasus hiperbilirubinemia dapat berupa fototerapi, intravena
immunoglobulin (IVIG), transfusi pengganti, penghentian ASI sementara, dan terapi
medikamentosa.

Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin


dalam darah >5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor
penyebab fisiologik dan non-fisiologik
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemu- kan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali
dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebab- kan oleh keadaan ini. Bayi dengan
hiper- bilirubinemia tampak kuning akibat aku- mulasi pigmen bilirubin yang
berwarna kuning pada sklera dan kulit.
Pada janin, tugas mengeluarkan biliru- bin dari darah dilakukan oleh plasenta,
dan bukan oleh hati. Setelah bayi lahir, tugas ini langsung diambil alih oleh hati, yang
memerlukan sampai beberapa minggu untuk penyesuaian. Selama selang waktu
tersebut, hati bekerja keras untuk menge- luarkan bilirubin dari darah. Walaupun
demikian, jumlah bilirubin yang tersisa masih menumpuk di dalam tubuh. Oleh
karena bilirubin berwarna kuning, maka jumlah bilirubin yang berlebihan dapat
memberi warna pada kulit, sklera, dan jaringan-jaringan tubuh lainnya.
Pada setiap bayi yang mengalami ikterus harus dibedakan apakah ikterus yang
terjadi merupakan keadaan yang fisiologik atau non-fisiologik. Selain itu, perlu
dimonitor apakah keadaan tersebut mempunyai kecenderungan untuk berkem- bang
menjadi hiperbilirubinemia berat yang memerlukan penanganan optimal.

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


a) Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena
adanya perdarahan tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti :
infeksi toxoplasma. Siphilis.
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor:

1. Produksi yang berlebihan


Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada
hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan
darah lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
2. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom
Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi.
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel
otak.
4. Gangguan dalam ekskresi.
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
b) Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain:
1. Faktor Maternal
1) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
2) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
3) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
4) ASI
2. Faktor Perinatal
1) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
1) Prematuritas
4. Faktor genetic
1) Polisitemia
2) Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
3) Rendahnya asupan ASI
4) Hipoglikemia
5) Hipoalbuminemia

C. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi
dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi
dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak
larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin
dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini
beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari
albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan
oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari
usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali
dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat
ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada
dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul
ikterus bila kadarnya >7mg/dl.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam
jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga
akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun
di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.
Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).

D. METABOLISME BILIRUBIN
75%dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari penghancuran
hemoglobin ,dan 25%dari mioglobin ,sitokrom ,katalase dan tritofan pirolase .satu
gram bilirubin yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin .bayi cukup bulan akan
menghancurkan eritrosit sebanyak satu gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang
terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin).
Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk
kedalam otak dan terjadilah kernikterus. yang memudahkan terjadinya hal tersebut
ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500 gram),
infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar bilirubin akan diikat oleh
enzim glucuronil transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian
diekskresi kesistem empedu, selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi
sterkobilin. sebagian di serap kembali dan keluar melalui urin sebagai urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam usus
karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan
tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya masuk kembali ke
hati (inilah siklus enterohepatik).
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
1. Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran nya terdapat pada
hemolisis yang meningkat seperti pada ketidakcocokan golongan darah (Rh, ABO
antagonis,defisiensi G-6-PD dan sebagai nya).
2. Gangguan dalam uptake dan konjugasi hepar di sebabkan imaturitas hepar,
kurangnya substrat untuk konjugasi (mengubah) bilirubin, gangguan fungsi hepar
akibat asidosis,hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapat enzim glukuronil
transferase (G-6-PD).
3. Gangguan tranportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian di
angkut oleh hepar. Ikatan ini dapat di pengaruhi oleh obat seperti salisilat dan lain-
lain. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat pada otak (terjadi krenikterus).
4. Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar. Akibat
kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

E. KLASIFIKASI
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak
mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena ikterus.
Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai
berikut:
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5%
pada neonatus kurang bulan.
3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Arief ZR, 2009. hlm. 29)

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus
yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus
gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap,
letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang
tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat juga
terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.
KONSEP SOAP
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN NEONATUS PADA BAYI
DENGAN HYPERBILIRUBIN

Tanggal pengkajian :
Jam :
Tempat pengkajian :
Nama Mahasiswa :
NIM :

A. DATA SUBYEKTIF

1. Identitas

a. Identitas Pasien

Nama bayi :

Tanggal lahir :

Jenis kelamin :

b. Identitas penanggung jawab/suami

Nama ibu : Nama Ayah :

Umur : Umur :

Agama : Agama :

Suku/bangsa : Suku/bangsa :

Pendidikan : Pendidikan :

Pekerjaan : Pekerjaan :

Alamat :
2. Keluhan Utama
Pernah melakukan persalinan di RS/PMB dan pada hari ke – Ny “...” Mengatakan
bayinya berwarna kekuningan pada bagian wajah dan leher
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan yang lalu
Ibu mengatakan anaknya tidak pernah menderita penyakit menular, seperti
TBC,HIV/AIDS, Hepatitis
b. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu mengatakan didalam keluarganya tidak ada riwayaat penyakit menurun
seperti hipertensi,jantung, asama, dan diabetes melitus.
4. Riwayat Kehamilan
a. Riwayat obtetrik (ibu) : G…P…Ab….Ah
b. Keluhan yang dialami ibu :
1. TM I
2. TMT II :
3. TMT III :
c. Kejadian selama hamil:
5. Riwayat Penyakit/Kehamilan
a. Perdarahan :
b. Preeklamsi :
c. Eklamsi :
d. Penyakit/kelainan :
6. Kebiasaan waktu hamil
a. Makanan :
b. Obat-obat/jamu :
c. Merokok :
d. Lain-lain :
e. Komplikasi Ibu :
f. Bayi :
7. Riwayat Persalinan
a. Ketuban Pecah jam :
b. Warna :
c. Jumlah :
8. Pola Nutrisi
a. Nutrisi :
b. Personal Hygine :
c. Eliminasi :
d. Istirahat :

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : baik/lemah
b. Kesadaran : composmentis,apatis,somnolen
c. Tanda-Tanda Vital :
Nadi :
Pernafasan :
Suhu :
2. Pemeriksaan Antopometri
a. JK : Laki-laki / Perempuan
b. BB : Gram
c. PB : cm
d. LK : cm
e. LD : cm
f. LILA : cm
3. Pemeriksaan Fisik
a. Muka : warna kekuningan
b. Mata : kanan dan kiri posisinya simetris, terletak sejajar dengan
telinga, konjungtiva terlihat sedikit pucat , sklera kuning.
c. Mulut : reflek menghisap +/-
d. Leher : ada atau tidak pembesaran vena Jugularis
e. Dada/perut : Simetris / tidak kiri dan kanan dada,
Gerakan dada sesuai dengan nafas bayi / tidak ,
ada/tidak tonjolan dada pada bayi,
Tonus otot pada bayi baik/Tidak
Tali pusat masih basah/ada infeksi
f. Genetalia dan Anus
Ada / tidak kelainan pada genetalia
g. Ekstremitas atas dan bawah : Ada/tidak kelainan pada tangan
Jari lengkap/tidak
Reflek menggeggam pada tangan +/-
Reflek babinsky dan morro +/-
4. Pemeriksaan penunjang
Jenis Hasil Status Normal
pemeriksaan
Hemoglobin g/dL 15,0-24,6
Bilirubin mg/dL ≤ 10 untuk bayi kurang
Total bulan, ≤12 untuk bayi
cukup bulan.
Bilirubin mg/dL <1,0
Indirek
Bilirubin mg/dL <0,30
Direk

C. ANALISA
By “ .. ” neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan usia ... hari dengan
Hiperbilirubinemia

D. PENATALAKSANAAN
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi

2. Melakukan pemeriksaan ttv dan antopometri pada bayi

3. Melakukan pemeriksaan fisik pada bayi

4. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, bahwa kondisi


bayi nya dalam kondisi kuning dan harus dilakukan perawatan lebih lanjut .
Evaluasi : Keluarga mengerti

5. Melakukan hasil kolaborasi dengan dokter spesialis anak


DAFTAR PUSTAKA.

Ai Yeyeh Rukiyah, Lia yulianti. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: TIM

Azis Alimul Hidayat, A. 2008. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: EGC

Vivian Lani, Lia Dewi. 2010. Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai