Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Teori Konsumsi Islam

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Mikro Islam

Dosen Pembimbing :

Mustakim, S.Pd.I.,M.E

Oleh

Kelompok 3

Fahri

Selvi Marlina

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH

Jalan Kapten Pierre Tendean Telp.(0742)22190

KUALA TUNGKAL 36513

2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah SWT,


yang telahmemberikan rahmat dan hidayat nya kepada penulis, sehingga dengan
rahmat dan hidayah nya itu penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah Ekonomi
Mikro Islam yang berjudul “Teori Konsumsi Islam”.
Selanjutnya salawat beriring salam, penulis kirimkan buat nabi
Muhammad SAW, sebagai pimpinan umat manusia, yang telah meninggalkan dua
pedoman hidup bagi manusia yaitu Alquran dan Sunah.
Dalam pembuatan makalah ini penulis tidak terlepas dari berbagai
kesulitan karena keterbatasan ilmu dan pengalaman yang penulis miliki, namun
berkat petunjuk Allah SWT, motivasi, bimbingan, serta bantuan dari berbagai
pihak, baik secara langsung maupun secara tidak lansung, dengan izin Allah
SWT, tugas makalah ini dapat di selesaikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan kepada pembaca demi
kesempurnaan makalah ini untuk masa yang akan datang, semoga makalah ini ada
manfaat nya.

Kuala Tungkal, 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam teori ekonomi mikro, dikenal teori permintaan. Teori
permintaan berusaha menjelaskan sifat permintaan para pembeli terhadap
suatu barang. Konsumen akan melakukan pilihan terhadap semua barang yang
diinginkan berdasarkan rupiah yang dimilikinya. Dengan penghasilan yang
terbatas, rumah tangga sebagai pelaku ekonomi yang rasional akan melakukan
pilihan yang terbaik untuk mengonsumsi barang-barang kebutuhannya
berdasarkan prioritas yang dibutuhkan. Konsumen akan merasa terpenuhi jika
barang yang di butuhkan terpenuhi dengan membeli
barang pengeluaran serendah mungkin. Pandangan ekonomi Islam mengenai
permintaan relatif sama dengan ekonomi konvensional, namun terdapat
batasan-batasan dari individu untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan
aturan syariah. Dalam ekonomi Islam, norma dan moral Islam  merupakan
prinsip dalam melakukan kegiatan ekonomi, yang menentukan suatu individu
maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya sehingga teori
ekonomi yang terjadi berbeda dengan teori ekonomi konvensional.

B. Rumusan Masalah

Berdasar pada latar belakang yang penulis paparkan di atas,


maka kami merumuskan masalah sebagai berikut:

1.  Apakah yang dimaksud konsumsi inter-temporal?


2. Bagaimana konsep final spending?
3. Bagaimana hubungan terbalik saving ratio dengan final spending?
4. Bagaimana hubungan terbalik riba dengan infaq?
5. Bagaimanakah investasi tabungan?

C. Tujuan
1. Mengetahui apakah yang dimaksud konsumsi inter-temporal?
2. Mengetahui bagaimana kosep final spending?
3. Mengetahui bagaimana hubungan income dengan final spending?
4. Mengetahui hubungan terbalik saving ratio dengan final spending?
5. Mengetahui bagaimana hubungan terbalik riba dengan infaq?
6. Mengetahui bagaimana investasi tabungan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. konsumsi Inter-Temporal
1. Konsumsi Inter-Temporal Konventional  

konsumsi inter-temporal adalah konsumsi yang dilakukan dalam


dua waktu, yaitu masa sekarang (periode pertama) dan masa yang akan
dating (periode kedua). Dalam ekonomi konvensional, pendapatan adalah
penjumlahan konsumsi dengan tabungan. Atau secara matematis ditulis:

                                    Y = C+S

                                    Y = pendapatan

C = konsumsi

S = tabungan

Misal pendapatan, konsumsi, saving pada periode pertama adalah


Y1, C1, S1, dan pendapatan, konsumsi, dan saving periode kedua adalah Y2,
C2, S2, maka persamaan di atas dapat dituliskan sebagai berikut:

        Pendapatan pada periode pertama:

Y1 = C1 + S1

dan pada periode kedua

Y2 = C2 + S2

Apabila kosumsi di periode pertama lebih kecil daripada


pendapatan, maka akan terjadi saving dan konsumsi di periode ke dua
semakin besar.

                              Y1 = C2 + S1 dan C1 < Y1

Y2 = C2 + S2

      = (C2 + S2) + S2

Pada prinsipnya perilaku konsumen dimana terjadi selisih antara


pendapatan dengan jumlah uang yang digunakan untuk konsumsi, dapat
dibagi menjadi 3:(1) 

1. Lender, dimana jumlah konsumsi lebih kecil daripada pendapatan


2. Borrower, dimana jumlah konsumsi lenih besar daripada pendapatan
3. Polonius point, dimana jumlah konsumsi sama dengan jumlah
pendapatan

2.  Konsumsi Inter-Temporal Dalam Islam

Monzer Kahfz(2) berusaha mengembangkan pemikiran mengenai


konsumsi inter-temporal dalam Islam dengan membuat asumsi sebagai
berikut:

1.    Islam dilaksanakan oleh masyarakat

2.    Zakat hukumnya wajib

3.    Tidak ada riba dalam perekonomian

4.    Mudarobah wujud dalam perekonomian

5.    Pelaku ekonomi bersikap rasional dengan memaksimalkan


kemaslahatan

Berlakunya instrument dalam ekonomi islam berdampak kepada


perubahan perilaku konsumsi ekonomi tanpa menggunakan instrument
islam. Beberapa instrument yang dapat mempengaruhi volume jumlah
uang yang menentukan konsumsi periode satu dan dua meliputi:

- Zakat; pengenalan zakat pada periode 1(Z1) akan mengurai jumlah


uang (m1) yang di peruntukan C1. Bila tidak ada tabungan atau
peminjaamn pada periode satu maka final spending (kosumsi akhir)
sama dengan m1 (m1 = FS = C1 + Z1).
- Infak atau shadaqah; pengeluaran infak atau shadaqah pada periode 1
akan mengurangi m1 yang dialokasikan untuk C1. Tidak ada tabungan
atau peminjaman pada periode 1 maka final spending sama dengan
m1.
- Rate of profit atau pendapatan bagi hasil (rp); apabila pada periode 1
ada sebagian m1 yang dialokasikan dalam bentuk tabungan yang
diinvestasikan maka final spending pada periode 2 (FS2) sama dengan
m2 ditambah  dengan jumlah m1 yang ditabung ditambah dengan rate
of profit (rp) (FS2 = m2 + (1+ rp) m1)

Dalam konsep Islam, konsumsi intertemporal dijelaskan oleh


hadits Rasulullah s.a.w yang maknanya adalah “yang kamu  miliki adalah
apa yang telah kamu makan dan apa yang telah kamu infakkan”. Oleh
karena itu, persamaan pendapatan menjadi:
                             Y = (C + Infak) + S

Persamaan ini disederhanakan menjadi:

                             Y = FS + S

di mana:  FS = C + Infak

FS adalah final spending (konsumsi akhir) di jalan Allah.

B. Konsep Final Spending


Konsumsi merupakan alat untuk mencapai falah. Monzer khaf
memperkenalkan final spending (FS) sebagai variabel standar konsumen muslim
dalam melihat kepuasan optimum. Kahf mengikutkan variabel zakat sebagai
variabel yang menjadi keharusan dalam sistem perekonomian islam. Khaf
berasumsi bahwa zakat merupakan kewajiban bagi para muzakki (golongan yang
hartanya mengenai nisab sehingga di wajibkan zakat atasnya). Dengan demikian
zakat tidak masuk final spending. Final spending dalam seorang individu muslim
dalam analisa dua periode menurut khaf adalah sebagai berikut:

FS = (Y-S) + (S-Sz)

FS = (Y-sY) + (sY-zsY), atau;

FS = Y(1-zs)

Di mana; FS = final spending, Y = pendapatan, S = total tabungan, s =


presentase Y yang di tabung dan z = presentase zakat. Terlihat bagaimana korelasi
negatif antara s dan FS, semakin tinggi s semakin kecil FS. Sehingga di dapatkan
maksimum kepuasannya berdasarkan tingkat kekayaan dan jumlah pendapatan:

Max U = U (FS,s)

subject to; FS + S = Y dan DW = S ≥ z (W + S)

Di mana: U = kepuasan konsumen, W = Kekayaan konsumen dan D =


time derivative (turunan waktu). Model di atas merupakan gambaran yang ada
pada golongan muzakki.

Berdasarkan kemampuan ekonominya masyarakat dapat di bagi menjadi 3


golongan; pertama, golongan masyarakat pembayar zakat atau muzakki. Kedua,
golongan penerima zakat atau mustahik. Ketiga golongan masyarakat non
muzakki dan mustahik atau kita sebut sebagai middle income.

Golongan Muzakki:
FS = Y – S

FS = Cz – (Zy + In + Sh + Wf)

Di mana; Cz = total konsumsi golongan muzakki, Zy = zakat pendapatan,


In = infak, Sh = Shadaqah, Wf = wakaf. Pada model di atas di asumsikan bahwa
zakat bersumber dari pendapatan. Dapat di sebutkan bahwa para muzakki mampu
untuk mengeluarkan zakat, infak-shadaqah, serta memberikan wakaf.

Golongan mustahik:

FS + S = Y S Mustahik = 0 dan Y = 0 atau Y < Co, maka

1. FS = Z Z = Co, atau;

2. Fs = Y + Z Y + Z = Co

Di mana: Co = konsumsi kebutuhan pokok, Y = pendapatan, Z = zakat


yang di terima. Pada model pertama terlihat bahwa konsumsi sepenuhnya
bersumber dari zakat. Artinya sumber konsumsi golongan mustahik ini termasuk
kategori fakir, ibnussabil dan fisabilillah. Sedangkan pada golongan yang kedua
meliputi mustahik kategori miskin karena belum dapat memenuhi kebutuhan
pokoknya sehingga harus di penuhi oleh zakat. Pada kondisi ini final
spending melebihi tingkat pendapatan. Menurut Imam Ghazali distribusi zakat
hendaknya sebesar kebutuhan mustahik saja7. Artinya zakat yang di distribusikan
pada golongan mustahik hendakya untuk kebutuhan primer. Jadi Final
SpendingMustahik sebesar kebutuhannya.

Golongan Middle income:

FS = Y – S

FS = Cm + In + Sh

Di mana: Cm = total konsumsi golongan middle income, In = infak, Sh =


shadaqah. Golongan Middle income ini dapat memenuhi kebutuhan primernya
dan masih memiliki kemampuan untuk mengonsumsi barang sekunder. Meskipun
begitu kekayaannya belum mencapai nisbah sehingga untuk mencapai final
spendingnya golongan ini mengeluarkan shadaqah atau infak.

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa zakat pada golongan muzakki


akan mengurangi final spendingnya. Hal ini bertolak belakang dengan golongan
mustahik di mana golongan ini mampu meningkatkan final spendingnya hingga
sebatas untuk memenuhi kebutuhan primernya. Dengan demikian dapat di katakan
bahwa zakat merupakan instrumen yang efektif dalam meningkatkan konsumsi
masyarakat muslim dan salah satu cara untuk menumpuk dan meningkatkan
pahala menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat).

C. Hubungan Terbalik Saving Ratio Dengan Final Spending    


Untuk melihat hubungan antara saving dan final spending, kita akan
melihatnya pada final spending dalam periode pertama dan periode kedua. Total
final spending pada dua periode tersebut adalah final spending periode pertama
ditambah final spending periode kedua, atau secara matematis:

                 FS = FS(t=1) + FS(t=2)

di mana:

FS(t=1) = Y – S1

FS(t=2) = S1 – zS110                                

zS1 adalah besarnya zakat pada periode kedua, zaka pada periode dua hanya
didasarkan pada besarnya jumlah tabungan pada periode pertama (S1).

Karena S1 = sY1

Maka dapat ditulis:

FStotal   = FS(t=1) FS(t=2)

= (Y1 – S1) + (S1 – zS1)

= (Y1 – sY1) + (sY1 – zsY1)

= Y1 ( 1 – zs)

      Dari persamaan ini, terlihat bahwa komponen ‘zs’ bertanda negatif. Ini
menunjukkan adanya hubungan terbalik antara final spending dengan saving
ratio’s’; sedangkan zakat rate ‘z’ tetap besarannya. Semakin besar ‘-s’ maka
semakin kecil FS; sebaliknya semakin kecil ‘-s’ maka semakin besar FS.

D. Hubungan Terbalik Riba Dengan Infaq


Bayangkanlah suatu keadaan dimana:

1.         Orang tidak mau bekerja mancari penghasilan.

2.         Praktik riba menjadi tradisi di masyarakat.

3.         Zakat wajib dilakukan.

Dalam keadaan ini berarti sumber pendapatan masyarakat hanya dari riba
saja, dan  tidak ada sumber penghasilan lain.

Dari dua komponen final spending, yaitu konsumsi (C) dan infak, maka
yang paling  mungkin turun adalah konsumen infak. Hal ini disebabkan karena
kecenderungan orang untuk mampertahankan tingkat konsumsinya. Dengan kata
lain, komponen konsumsi cenderung cocok untuk tingkat pendapatan tertentu,
sedangkan komponen infak cenderung variable untuk tingkat pendapata tertentu.

Sehingga kita mendapat hubungan terbalik (inverse relationship) antara


riba dengan infak:

                            (-)

          Infak = f (Riba)

      Semakin besar riba, semakin kecil infak, semakin kecil riba, semakin besar
infak. Dalam suatu masyarakat di mana riba telah begitu merajalela, maka tingkat
infaknya akan kecil bahkan kadangkala orang berusaha menghindar untuk
membayar zakat yang memang merupakan kewajibannya. Sebaliknya bila riba
dihapuskan dari perekonomian, maka infak akan tumbuh subur. Allah berfirman
“Allah menghapuskan riba dan menyuburkan sedekah” (QS 2:276).

E. Investasi Dengan Tabungan

Investasi adalah segala macam usaha yang dilakukan seseorang untuk


menambah nilai dari aset yang telah dimilikinya. Sedangkan tabungan lebih ke
arah proses menyimpan sebagian hasil pendapatan yang disimpan atau disisihkan
untuk kepentingan di masa mendatang, walaupun pada praktiknya menabung bisa
meningkatkan nilai aset (uang) kita dalam bentuk tambahan bunga.

Jadi penekanan tabungan lebih ke arah mengamankan uang kita dengan


risiko yang nyaris tak ada, sedangkan investasi memiliki konsekensi yaitu
munculnya peluang untuk untung dan rugi.

Misalkan seorang mempunyai harta (Wealth, W) sebesar Rp.100 juta.


Harta tersebut dapat seluruhnya diinvestasikan atau sebagiannya. Bila seluruhnya
diinvestasikan maka pemanfaatan harta (v) = 1, sedangkan bila tidak ada yang
diinvestasikan maka v = 0, jika dalam menginvestasikan hartanya ia tdak
melakukanya sendiri, misalnya melalui kerjasama bagi hasil mudharabah, maka
return ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah. Secara matematis dapat ditulis:

Y = (πR) vW

                      Y   = pendapatan

                      π    = nisbah bagi hasil

                      v    = tingkat pemanfaatan harta

                      W  = harta yang ditabung

Semakin besar pemanfatan harta (v), semakin besar pula pendapatan (Y).

Dalam buku Al ihya, Imam Ghazali mengecam orang yang menimbun


harta dan tidak di transaksikan atau di putar di sector riil.

“jika seseorang ,menimbun dirham dan dinar, ia berdosa. Dinar dan


dirham tidak memiliki guna langsug pada dirinya. Dinar dan dirham diciptakan
supaya beredar dari tangan ke tangan, untuk mengatur dan memfasilitasi
pertukaran.. (sebagai) symbol untuk mengetahui nilai dan kelas barang. Siappun
yang mengubahnya menjadi peralatan peralatan emas dan peraj tidak bersyukur
kepada penciptanya dan lebih buruk daripada penimbun uang, karena orang
yang seperti itu adalah seperti orang yang memaksa penguasa untk melakukan
fungsi-fungsi yang tidak cocok – seperti menenun kain, mengupulkan pajak, dll.
Menimbun koin masih lebih baik dibanding mengubahnya, karena logam dan
material lainnya seperti tembaga, perunggu, besi, tanah liat yang dapat
digunakan untuk membuat peralatan. Tetapi tanah liat tidak dapat digunakan
untuk menggti fungsi yang dijadikan oleh dirham dan dinar”.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam Ekonomi Islam, konsumsi diakui sebagai salah satu perilaku
ekonomi dan kebutuhan asasi dalam kehidupan manusia. Perilaku konsumsi
diartikan sebagai setiap perilaku seorang konsumen untuk menggunakan dan
memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam
ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar sebagai berikut :

1.  Prinsip Keadilan

2.  Prinsip Kebersihan

3.  Prinsip Kesederhanaan

4.  Prinsip Kemurahan Hati

5.  Prinsip Moralitas.

Hububungan riba dengan sedekah dan hubungan saving ratio dengam final
spending merupakan satu kesatuan dengan teori permintaan, Permintaan adalah
banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat
harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dalam periode tertentu dan dalam
periode tertentu. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis
yang menyatakan :

“Makin rendah harga suatu barang maka semakin banyak permintaan


terhadap barang tersebut, sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka
semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut.”

Secara garis besar, permintaan dalam ekonomi Islam sama dengan


ekonomi konvensional, namun ada prinsip-prinsip tertentu yang harus
diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya. Islam mengharuskan
orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Aturan Islam
melarang seorang muslim memakan barang yang haram, kecuali dalam  keadaan
darurat dimana apabila barang tersebut tidak dimakan, maka akan berpengaruh
terhadap diri muslim tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami edisi ketiga, (Jakarta, Rajawali Pers,


2010.)
https://anedya.blogspot.com/2018/04/makalah-ekonomi-mikro-islam-
konsumsi.html

http://ekonomiislamindonesia.blogspot.co.id/2012/08/konsumsi-intertemporal-
dalam.html

Anda mungkin juga menyukai