Anda di halaman 1dari 21

Pemasaran pariwisata

Enam tahapan pemasaran terpadu :

1. Penelitian pasar
Suatu pasar adalah sejumlah orang yang bermaksud mengambil kepeutusan untuk membeli
sesuatu. Untuk mengambil keputusan dalam membeli sesuatu,pemebeli harus mampu dan
bermaksud untuk membeli.
Penelitian pasar adalah suatu investasi yang tangguh karena penelitian ini melakukan 3 hal
pokok
- Dengan penelitian ini kita dapat memperkirakan jumlah pembeli dan rata-rata jumlah
pengeluaran perbelanjaannya.
- Kita dapat menentukan jenis pelanggan sedemikian rupa sehingga bentuk produk wisata
dapat disesuaikan dengan selera pembeli
- Akibatnya,kegiatan ini dapat mengembalikan modal yang ditanam dalam
prasarana,produk,dan biaya-biaya pemasaran. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam
kegiatan ini dapat dipergunakan dengan lebih berhasil guna karena pendekatan yang
dilakukan disana adalah pendekatan “senjata” dan bukan pendekatan “peluru” .

2. Kebijakan Produk Baru dan Produk Terpadu


3. Kebiajakan penentuan harga
Kebijakan penentuan harga tidak dapat dipertimbangkan secara terpisah,dengan tidak dapat
mempertimbangkan secara terpisah,dengan tidak menengok kembali tujuan utama
perusahaan. Dalam teori usaha yang klasik,tujuan pokok bisnis terutama untuk
meningktakan pengembalian modal investasi. Hal ini selanjutnya menuntut tindakan-
tindakan secara sistematis akan memperbesar jumlah laba,yakni selisih antara harga jual dan
biaya tidak tetap dari masing-masing unit produk,yang dikalikan jumlah banyaknya unit yang
laku terjual pada harga tertentu. Seluruh jumlah keuntungan dibagi dengan investasi kecil
yang diperlukan untuk menghasilkan unit produk yang terjual (tidak termasuk biaya-biaya
tetap) memberikan kita angka marginal pengembalian investasi yang ditanam.
4. Kebijakan Distribusi
Distribusi adalah sarana yang membuat produk itu tersedia. Dalam bidang pariwisata,produk
yang dijual itu dapat terdiri atas satu unsur suatu gabungan dari beberapa unsur produk.
5. Kebijakan Promosi dan Publisitas
Promosi terutama diarahkan pada calon pembeli yang sudah dikenal atau diketahui secara
pribadi. Sedangkan publisitas berkaitan dengan calon pembeli yang masih belum dikenal.
6. Armada dan Administrasi Penjualan

STRATEGI PEMASARAN ( PEMASARAN PARIWISATA,SALAH WAHAB,Ph. D. : Cetakan Ketiga Pt


pradnya paramita JAKARTA 1997 )
Kata strategi dulunya dipakai oleh orang-orang Yunani untuk istilah para jenderal pemimpin
pasukan. Dalam hal ini perlu dikaji pengertian strategi dalam bidang militer dan perlu
dibedakan antara kata “strategi” dan “taktik”
(ILMU PARIWISATA NYOMAN S PENDIT : JAKARTA PT PRADNYA PARAMITA 2002 )

Analisis Pengembangan pariwisata serta Peluang-peluang yang


dimiliki
BAB I
PENDAHULUAN
a.    Latar Belakang
a.1.Definisi Pariwisata
Menurut para ahli bahasa, kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang
terdiri atas dua suku kata, yaitu pari dan wisatawan. Pari berarti seluruh, semua dan
penuh. Wisata berarti perjalanan. Dengan demikian pariwisata dapat diartikan
sebagai perjalanan penuh, yaitu berangkat dari suatu tempat, menuju dan singgah,
di suatu di beberapa tempat, dan kembali ke tempat asal semula  Istilah “pariwisata”
konon untuk pertama kalinya digunakan oleh Presiden Soekarno dalam suatu
percakapan padanan dari istilah asing tourism. Menurut Soekadijo pariwisata adalah
segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan. Semua
kegiatan pembangunan hotel, pemugaran cagar budaya, pembuatan pusat rekreasi,
penyelenggaraan pekan pariwisata, penyediaan angkutan dan sebagainya semua itu
dapat disebut kegiatan pariwisata sepanjang dengan kegiatan-kegiatan itu semua
dapat diharapkan para wisatawan akan datang (Soekadijo, 1997: 2).
Sementara itu A. J. Burkart dan S. Medlik mengungkapkan bahwa “Tourism,
past, present and future”, berbunyi “pariwisata berarti perpindahan orang untuk
sementara (dan) dalam jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan di luar tempat dimana
mereka biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal
di tempattempat tujuan itu (Soekadijo, 1997: 3)
Pariwisata adalah sebuah kegiatan dimana dilakukan oleh beberapa orang
atau seseorang dalam suatu perjalanan yang mana dapat melebihi 24 jam dari
tempat tingalnya. Menurut Spilane (1987:21), dalam arti luas pariwisata adalah
perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan
perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau
keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial,
budaya, alam dan ilmu. Ditambahkan pula bahwa pariwisata terbagi atas beberapa
jenis, yaitu: a) pariwisata untuk menikmati perjalanan (pleasure tourism), b)
pariwisata untuk berekreasi (recreation tourism) , c) pariwisata untuk kebudayaan
(culture tourism), d) pariwisata untuk olahraga (sports tourism), e) pariwisata untuk
urusan usaha dagang (business tourism), f) pariwisata untuk berkonvensi
(convention tourism).    
Fandeli (1995:37) mengemukakan bahwa pariwisata adalah segala sesuatu
yang berkaitan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek daya tarik wisata serta
usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Dijelaskan pula bahwa wisata
merupakan suatu kegiatan bepergian dari suatu tempat ke tempat tujuan lain di luar
tempat tinggalnya, dengan maksud bukan untuk mencari nafkah, melainkan untuk
menciptakan kembali kesegaran baik fisik maupun psikis agar dapat berprestasi lagi.
Sementara itu menurut Pendit (1990:29) bahwa pariwisata merupakan suatu sektor
yang kompleks, yang juga melibatkan industri-industri klasik, seperti kerajinan
tangan dan cinderamata, serta usaha-usaha penginapan dan transportasi.
Ditambahkan pula bahwa pariwisata terdiri 10 unsur pokok, yaitu : 1) politik
pemerintah, 2) perasaan ingin tahun, 3) sifat ramaha tamah, 4) jarak dan waktu, 5)
atraksi, 6) akomodasi, 7) pengangkutan, 8) harga-harga, 9) publisitas dan 10)
kesempatan berbelanja.   
            Menurut Joyosuharto (1995:46) bahwa pengembangan pariwisata memiliki
tiga fungsi, yaitu: 1) menggalakkan ekonomi, 2) memelihara kepribadian bangsa dan
kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup, 3) memupuk rasa cinta tanah air dan
bangsa. Untuk menjalankan ketiga fungsi tersebut maka diperlukan pengembangan
obyek wisata dan daya tarik wisata, meningkatkan dan mengembangan promosi dan
pemasaran, serta meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepariwisataan.
Dikemukakan pula oleh Pendit (1990) bahwa pariwisata mampu
menghasilkan pertumbuhan ekonomi, karena dapat menyediakan lapangan kerja,
menstimulasi berbagai sektor produksi, serta memberikan kontribusi secara
langsung bagi kemajuan-kemajuan dalam usaha-usaha pembuatan dan perbaikan
pelabuhan, jalan raya, pengangkutan, serta mendorong pelaksanaan program
kebersihan dan kesehatan, proyek sasana budaya, pelestarian lingkungan hidup dan
sebagainya yang dapat memberikan keuntungan dan kesenangan baik kepada
masyarakat setempat maupun wisatawan dari luar.
Hunziger dan Krapf dari Swis, mendefinisikan Pariwisata sebagai
“Keseluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang
asing di suatu tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak tinggal di situ untuk
melakukan pekerjaan yang penting yang memberikan keuntungan yang bersifat
permanent maupun sementara.” Definisi ini terdiri atas dua bagian. Bagian pertama
(keseluruhan .... gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing) adalah
definisi pariwisata seperti sudah dijelaskan diatas. Definisi yang pada umumnya
dianggap baik itu pada bagiannya yang kedua mengartikan ‘tinggal untuk sementara’
atau ‘tidak menetap’ secara ekonomik dan menjabarkan sebagai ‘wisatawan tidak
melakukan pekerjaan penting yang memberi keuntungan’ (Soekadijo, l997: 12).
Norval, seorang ahli ekonomi Inggris, juga memberi arti ekonomis kepada
pengertian ‘tidak menetap’ dan beranggapan bahwa yang didefinisikan itu hanya
wisatawan mancanegara saja. Sebab itu definisinya mengatakan bahwa wisatawan
ialah setiap orang yang datang dari negara asing, yang alasannya bukan untuk
menetap atau untuk bekerja di situ secara teratur, dan yang di negara dimana ia
tinggal untuk sementara itu membelanjakan uang yang didapatkannya dilain tempat
(Soekadijo, 1997: 13).
Dr. Salah Wahab menyatakan bahwa pariwisata adalah salah satu jenis
industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam
menyediakan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta
menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Sebagai sektor yang kompleks
yang meliputi industri-industri klasik yang sebenarnya seperti industri kerajinan
tangan dan cinderamata (Pendit, 1999: 35). Robert Mcintosh dan Shashikant Gupta
mengatakan bahwa pariwisata merupakan gabungan gejala dan gabungan yang
timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintahan, tuan rumah, serta masyarakat
tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan. Wisatawan ini serta
pengunjung lainnya (Pendit, 1999: 35).
E. Guyer dan Fleuller merumuskan pariwisata dalam arti modern. Pariwisata
adalah gejala jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan kesehatan, dan
pergantian hawa, penilaian yang sadar dan kelas dalam masyarakat manusia
sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan perdagangan serta
penyempurnaan alat-alat pengangkutan. Herman Von Schullen Za Schratenhoven,
menyoroti pariwisata dari aspek ekonomi, dimana pariwisata adalah istilah bagi
semua, lebih-lebih bagi aspek ekonomi, proses yang ditimbulkan oleh lalu lintas
orang asing yang datang dan pergi dari suatu tempat, daerah atau negara dan
segala sesuatunya yang ada sangkut pautnya dengan proses tersebut (Pendit,
1999: 38).
Kodhyat menyatakan bahwa pariwisata adalah suatu fenomena yang timbul
oleh salah satu bentuk kegiatan manusia, yaitu kegiatan yang disebut perjalanan
(travel). Dimana perjalanan untuk memenuhi rasa ingin tahu, untuk keperluan yang
bersifat rekreatif dan edukatif, dikategorikan sebagai kegiatan wisata (Kodhyat,
1996: 1). Selain pengertian diatas oleh Oka A. Yoeti mendefinisikan pariwisata
sebagai suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang
diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain, dengan maksud bukan untuk
berusaha (bussines) atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi, tetapi semata-
mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi atau untuk
memenuhi keinginan yang beraneka ragam (Yoeti, 1990: 109).
Sedangkan yang disebut wisatawan adalah orang yang mengadakan
perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap ditempat yang didatanginya,
atau hanya untuk sementara waktu tinggal ditempat yang didatanginya. Nyoman S.
Pendit (1999: 42-48) memperinci penggolongan pariwisata menjadi beberapa jenis
yaitu :
1) Wisata Budaya Merupakan perjalanan wisata atas dasar keinginan untuk
memperluas pandangan seseorang dengan mengadakan kunjungan atau
peninjauan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat,
kebiasaan dan adat istiadat mereka.
2) Wisata Kesehatan Hal ini dimaksudkan dengan perjalanan seorang
wisatawan dengan tujuan untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-
hari di mana ia tinggal demi kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan
rohani dengan mengunjungi tempat peristirahatan seperti mata air panas
mengandung mineral yang dapat menyembuhkan, tempat yang memiliki iklim udara
menyehatkan atau tempat yang memiliki fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya.
3) Wisata Olah Raga Wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan
berolahraga atau. memang sengaja bermaksud mengambil bagian aktif dalam
peserta olahraga disuatu tempat atau Negara seperti Asian Games, Olympiade,
Thomas Cup, Uber Cup dan lain-lain. Bisa saja olahraga memancing, berburu,
berenang
4) Wisata Komersial Dalam jenis ini termasuk perjalanan untuk mengunjungi
pameranpameran dan pekan raya yang bersifat komersial, seperti pameran industri,
pameran dagang dan sebagainya.
5) Wisata Industri Perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar atau
mahasiswa, atau orang-orang awam ke suatu kompleks atau daerah perindustrian
dimana terdapat pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel besar dengan maksud tujuan
untuk mengadakan peninjauan atau penelitian. Misalnya, rombongan pelajar yang
mengunjungi industri tekstil.
6) Wisata Politik Perjalanan yang dilakukan untuk mengunjungi atau
mengambil bagian aktif dalam peristiwa kegiatan politik. Misalnya, ulang tahun 17
Agustus di Jakarta, Perayaan 10 Oktober di Moskow, Penobatan Ratu Inggris,
Perayaan Kemerdekaan, Kongres atau konvensi politik yang disertai dengan
darmawisata.
7) Wisata Konvensi Perjalanan yang dilakukan untuk melakukan konvensi
atau konferensi. Misalnya APEC, KTT non Blok.
8) Wisata Sosial Merupakan pengorganisasian suatu perjalanan murah serta
mudah untuk memberi kesempatan kepada golongan masyarakat ekonomi lemah
untuk mengadakan perjalanan seperti kaum buruh, pemuda, pelajar atau
mahasiswa, petani dan sebagainya.
9) Wisata Pertanian Merupakan pengorganisasian perjalanan yang dilakukan
ke proyek-proyek pertanian, perkebunan, ladang pembibitan dan sebagainya
dimananwisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk
tujuan studi maupun melihat-lihat keliling sambil menikmati segarnya tanaman
beraneka ragam warna dan suburnya pembibitan di tempat yang dikunjunginya.
10) Wisata Maritim (Marina) atau Bahari Wisata yang dikaitkan dengan
kegiatan olah raga di air, lebih-lebih danau, bengawan, teluk atau laut. Seperti
memancing, berlayar, menyelam, berselancar, balapan mendayung dan lainnya.
11) Wisata Cagar Alam Wisata ini biasanya diselenggarakan oleh agen atau
biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan jalan mengatur wisata
ke tempat atau daerah cagar alam, tanaman lindung, hutan daerah pegunungan dan
sebagainya.
12) Wisata Buru Wisata untuk buru, ditempat atau hutan yang telah
ditetapkan pemerintah Negara yang bersangkutan sebagai daerah perburuan,
seperti di Baluran, Jawa Timur untuk menembak babi hutan atau banteng.
13) Wisata Pilgrim Jenis wisata ini dikaitkan dengan agama, sejarah, adat-
istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat Ini banyak
dilakukan oleh rombongan atau perorangan ketempat-tempat suci, ke makam-
makam orang besar, bukit atau gunung yang dianggap keramat, tempat pemakaman
tokoh atau pimpinan yang dianggap legenda. Contoh makam Bung Karno di Blitar,
Makam Wali Songo, tempat ibadah seperti di Candi Borobudur, Pura Besakih di Bali,
Sendang Sono di Jawa Tengah dan sebagainya.
14) Wisata Bulan Madu Suatu penyelenggaraan perjalanan bagi pasangan-
pasangan, pengantin baru, yang sedang berbulan madu dengan fasilitas-fasilitas
khusus dan tersendiri demi kenikmatan perjalanan dan kunjungan mereka. 
Menurut James J. Spillane (1994: 28-30) terdapat empat pendekatan didalam
pariwisata yang muncul secara kronologis yakni : 
1) Pendekatan Advocasy Pendekatan ini mendukung pariwisata dan
menekankan keuntungan ekonomis dari pariwisata. Potensi pariwisata bisa dipakai
untuk mendukung macam-macam kegiatan ekonomis, menciptakan lapangan kerja
baru, memperoleh devisa asing yang dibutuhkan bagi pembangunan dan masih
banyak lagi.
2) Pendekatan Cautionary Pendekatan ini menekankan bahwa pariwisata
banyak mengakibatkan banyak kerugian (disbenefits) dalam berbagai aspek sosial-
ekonomi: seperti menimbulkan lapangan kerja musiman dan kasar (rendahan),
mengakibatkan kebocoran devisa asing, menyebabkan komersialisasi budaya, serta
menyebabkan berbagai macam konflik.
3) Pendekatan Adaptancy Pendekatan ini menyebutkan agar pengaruh
negatif pariwisata dapat dikontrol dengan mencari bentuk lain perkembangan
pariwisata dari yang selama ini sudah dikenal secara umum, atau dengan
menyesuaikan pariwisata dengan Negara atau daerah tujuan wisata. Cara berpikir
baru ini berdasarkan pandangan bahwa alam dan budaya dapat digabungkan dalam
satu konteks
4) Pendekatan Developmental Pendekatan Developmental atau sering
disebut pendekatan Alternative ini menganggap bahwa pariwisata dapat disesuaikan
dengan keadaan masyarakat tuan rumah dan peka akan selera masyarakat tuan
rumah tersebut Dapat dipercaya bahwa perkembangan tersebut sebetulnya
mempengaruhi pilihan wisatawan terhadap daerah tujuan wisatanya dan demikian
juga kehidupan mereka didaerah tujuan wisata atau bentuk alternative pariwisata ini
mempengaruhi jurang pemisah antara hak dan kewajiban dari tamu, tuan rumah dan
perantaranya.
Menurut penulis didalam pendekatan dalam pariwisata yang sesuai dengan
keadaan di Kabupaten Boyolali adalah pendekatan Developmental. Banyaknya
obyek wisata yang ada, dengan berbagai macam keunikan yang ada dan
karakteristiknya maka wisatawan dapat memilih obyek wisata yang di inginkan.
Adanya jurang pemisah antara wisatawan akan meminimalisir kerusakan budaya
lokal oleh wisatawan sehingga tradisi yang ada menjadi luntur.
Menurut Oka A. Yoeti (1990: 111-113), letak geografis, dimana kegiatan
pariwisata berkembang meliputi :
1) Pariwisata Lokal (Local Tourism) Yaitu pariwisata setempat yang
mempunyai ruang lingkup relative sempit dan terbatas dalam tempat-tempat tertentu
saja. Misalnya kepariwisataan Kota Boyolali.
2) Pariwisata Regional (Regional Tourism) Yaitu kepariwisataan yang lebih
luas dibandingkan dengan local tourism tetapi yang sempit dibandingkan
kepariwisataan nasional, seperti Bali, Yogyakarta
3) Pariwisata Nasional
a. Kepariwisataan dalam arti sempit Yaitu pariwisata dalam negeri dimana titik
beratnya orang yang melakukan perjalanan wisata adalah warga negara sendiri dan
orang asing yang berdomisili di negara tersebut
b. Kepariwisataan nasional dalam arti luas Jadi di sisi lain adanya lalu lintas
wisatawan dalam negeri sendiri, juga ada lalu lintas wisatawan dari luar negeri
maupun dan dalam negeri keluar negeri.
4) Regional-Internasional Tourism Yaitu kegiatan pariwisata yang
berkembang disuatu wilayah internasional yang terbatas, tetapi melewati batas-
batas lebih dari dua atau tiga negara diwilayah tersebut, misalnya kepariwisataan
ASEAN, Timur Tengah.
5) International Tourism Yaitu kegiatan pariwisata yang berkembang diseluruh
negara di dunia termasuk didalamnya regional-internasional tourism juga kegiatan
national tourism.
Berdasarkan pendapat-pendapat dan para ahli tersebut maka penulis dapat
memberikan pengertian pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk
sementara waktu dari satu tempat ke tempat lain yang mempunyai obyek dan daya
tarik wisata untuk dapat dinikmati sebagai suatu rekreasi atau hiburan mendapatkan
kepuasan lahir dan batin

b.    Tujuan dan Kegunaan


a.    Tujuan
Tujuan dari pada penulisan makalah ini antara lain Sbb:
1.    Untuk  menambah wawasan para pelajar dari isi dari pada makalah ini
2.    Untuk  mengetahui dan member solusi-solusi atas masalah-masalah yang dihadapi
dalam perkembangan dunia kepariwisataan
3.    Untuk memgetahui bagaimana pengembagan atas objek-objek wisata yang telah
teridentifikasikanya
b.    Kegunaan
Kegunaan dari pada penulisan makalah ini antara lain Sbb:
1.    Sebagai bahan bacaan pada para pelajar atau mahasiswa/i
2.    Sebagai suatu penambahan wawasan penulis
3.    Sebagai suatu syarat dalam dunia perkulihan
4.    Dapat berupa pedoman pengembangan bagi instansi-instansi pembangunan
pariwisata
BAB II
PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang dan tujuan serta kegunaan di atas maka penulis merumuskan
beberapa masalah-masalah yang harus diselesaikan antara lain Sbb:
a.    Bagaimana system kepariwisataan
b.    Bagaimana pengembangan pariwisata
c.    bagaimana keterkaitan antara pariwisata dengan wisatawan dalam dunia pariwisata
d.    manfaat apakah dari pariwisata tersebut dalam pembangunan ekonomi Negara
e.    solusi-solusi apakah yang perlu direkomendasikan dalam pengembangan dunia
kepariwisataan
f.     atas dasar apa pariwisata itu penting bagi suatu Negara

BAB III
PEMBAHASAAN,PENUTUP SERTA SARAN DAN KRITIK
a.    Pembahasaan
a.1 Faktor-Faktor Pendorong kegiatan Kepariwisataan
Dewasa ini maupun pada masa yang akan datang, kebutuhan untuk
berwisata akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk
dunia, serta perkembangan penduduk dunia yang semakin
membutuhkan refressing akibat dari semakin tingginya kesibukan kerja. Menurut
Fandeli (1995:50-51) faktor yang mendorong manusia berwisata adalah: 1)
keinginan untuk melepaskan diri tekanan hidup sehari-hari di kota, keinginan untuk
mengubah suasana dan memanfaatkan waktu senggang; 2) kemajuan
pembangunan dalam bidang komunikasi dan transportasi; 3) keinginan untuk
melihat dan memperoleh pengalaman-pengalaman baru mengenai masyarakat dan
tempat lain; 4) meningkatnya pendapatan yang dapat memungkinan seseorang
dapat dengan bebas melakukan perjalanan yang jauh dari tempat tinggalnya.
Faktor-faktor pendorong pengembangan pariwisata di Indonesia menurut
Spilane (1987:57), adalah : 1) berkurangnya peranan minyak bumi sebagai sumber
devisa negara jika dibanding dengan waktu lalu; 2) merosotnya nilai eksport pada
sektro nonmigas; 3) adanya kecenderungan peningkatan pariwisata secara
konsisten; 4) besarnya potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia bagi
pengembangan pariwisata.
Situasi dan kondisi sosioekonomi Indonesia saat ini, yang memperlihatkan
bahwa  semakin berkurangnya lahan pertanian dan lapangan pekerjaan lainnya
serta semakin rusaknya lingkungan akibat kegiatan manufaktur dan kegiatan-
kegiatan ekonomi lainnya yang mengeksploitasi sumberdaya alam, maka pariwisata
perlu dikembangkan sebagai salah satu sumber produksi andalan. Sektor pariwisata
selain dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, juga tidak merusak lingkungan
bahkan sebaliknya merangsang pelestarian lingkungan hidup. Hal ini dapat
dimengerti karena pengembangan pariwisata tidak dapat dipisahkan dari lingkungan
hidup sebagai salah satu sasaran atau obyek wisata.
Dari laporan dan analisis World Tourism Organization (WTO) diperoleh
bahwa sumbangan pariwisata amat berarti bagi penciptaan lapangan kerja.
Disebutkan bahwa dari setiap sembilan kesempatan kerja yang tersedia secara
global saat ini, satu diantaranya berasal dari sektor pariwisata. Diduga pula bahwa
daya serap tenaga kerja pada sektor pariwisata lebih besar di negara-negara
berkembang (Suara Pembaruan, 28 Pebruari 1998). Selain itu, pariwisata dapat
membuka pasar baru bagi produksi pertanian dan hasil kerajinan rumah tangga
yang masih tradisonal maupun usaha-usaha jasa seperti tukang pijit, penginapan,
transportasi dan guide yang dengan sendirinya membuka peluang kerja baru bagi
para pencari kerja yang terus meningkat setiap tahun, serta meningkatkan output
negara. 
Sehubungan perekonomian negara, sektor pariwisata terbukti telah
memberikan kontribusi yang cukup pada perolehan devisa. Hal ini dapat dilihat dari
perolehan devisa negara pada tahun 1995, pariwisata menempati urutan ketiga
setelah migas dan tekstil, dengan devisa sebesar 5.228,4 juta dollar AS.
Sebelumnya tahun 1994 berada pada posisi keempat setelah migas, tekstil dan kayu
olahan, dengan devisa sebesar 4.785,1 juta dollar AS (Kedaulatan Rakyat, 21
Agustus 1998). Ditambahkan pula bahwa terhadap GDP Indonesia, sektor
pariwisata juga memainkan peranan yang penting. Hasil studi World Travel and
Tourism Council (WTTC) menyimpulkan bahwa pertumbuhan kontribusi pariwisata
terhadap GDP rata-rata sebesar 8% dan merupakan yang tercepat di dunia.
a.2 Sumber daya Pariwisata serta objek daerah tujuan wisata
Potensi pengembangan pariwisata sangat terkait dengan lingkungan hidup
dan sumberdaya. Menurut Fandeli (1995:48-49), sumberdaya pariwisata adalah
unsur fisik lingkungan yang statik seperti: hutan, air, lahan, margasatwa, tempat-
tempat untuk bermain, berenang dan lain-lain. Karena itu pariwisata sangat terkait
dengan keadaan lingkungan dan sumberdaya. Ditambahkan pula bahwa Indonesia
yang memiliki keragaman sumberdaya yang tersebar pada ribuan pulau, dengan
lautannya yang luas memiliki potensi yang baik untuk kegiatan pariwisata.
Data dari BPS (1999) menunjukan bahwa luas lautan Indonesia 7,9 juta km²
atau 81% dari luas keseluruhan, dan luas daratannya 1,9 juta km². Daratan memiliki
ratusan gunung dan sungai, hutannya seluas 99,5 juta ha yang terdiri dari 29,7 juta
ha            hutan lindung dan 29,6 juta ha hutan produksi, serta ratusan bahkan
ribuan jenis flora dan faunanya. Unsur-unsur ini merupakan potensi yang dapat
dikembangkan bagi kegiatan pariwisata.
Dari berbagai sumber informasi dan surat kabar, diberitakan bahwa Indonesia
memiliki banyak potensi di daerah-daerah yang belum dikembangkan atau dijadikan
daerah tujuan wisata (DTW). Sekitar 212 obyek wisata, berupa peninggalan
bersejarah, gunung, air tejun, danau, hutan, dan lain-lain yang ada di Sumatera
Selatan yang belum dikelola (Suara Pembaruan, 11-12-1999:12). Daerah Lampung
yang kaya dengan peninggalan-peninggalan bersejarah, gunung-gunung, pantai-
pantai dan berbagai keindahan alam yang terukir pada beberapa lokasi, belum
dijadikan obyek wisata secara optimal (Suara Pembaruan, 22-12-1999:10). NTT
yang kaya akan obyek wisata laut juga belum dikembangkan (Suara Pembaruan, 27
Juli 1999:10), dan masih banyak obyek wisata lainnya yang belum dimanfaatkan
sebagai DTW guna mendatangkan keuntungan secara sosial ekonomi.
Sumberdaya alam hayati, seperti Taman Nasional Tanjung Puting (Kaltim),
Taman Nasional Ujung Kulon (Jabar), Taman Nasional Komodo (NTT) dan berbagai
sumberdaya alam hayati lainnya, merupakan potensi bagi sasaran kunjungan
pariwisata (Suara Pembaharuan, 17 Sept. 1999:8).
Selain itu, Indonesia dengan keragaman suku, agama dan ras (SARA) yang
memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, berupa tari-tarian dan upacara-upacara
adat juga merupakan hal yang sangat potensial bagi pengembangan
pariwisata.  Memang diakui bahwa dengan keragaman SARA tersebut juga
mengandung potensi konflik yang seringkali dapat menimbulkan kerusuhan sosial.
Karena itu dalam rangka pengembangan pariwisata, selain terdapat sejumlah
potensi yang dapat diandalkan, juga terdapat sejumlah hal yang dapat menjadi
kendala.
 Adapun kendala-kendala yang akan dihadapi dalam pengembangan
pariwisata, antara lain adalah: pertama, sering timbulnya konflik dan kerusuhan
sosial serta situasi dan konsisi politik yang masih memanas, berakibat pada kurang
terjaminnya keamanan bagi para wisatawan. Menurut Menteri Pariwisata, Seni dan
Budaya, Marzuki Usman bahwa akibat berbagai kerusuhan yang sering terjadi
selama tahun 1998, terjadi penurunan jumlah wisatawan asing yang datang ke
Indonesia sekitar 16,35% dibanding tahun 1997, yaitu pada tahun 1997 wisatawan
asing yang datang sejumlah 5,1 juta orang, pada tahun 1998 hanya 4,3 juta
orang  (Kompas, 28 April 1999:3). Disebutkan pula bahwa banyak biro perjalanan
yang membatalkan perjalanan wisatanya ke Indoesia karena alasan keamanan.
Melihat akan adanya penurunan tersebut, dapat dibayangkan berapa besar kerugian
yang dialami, apalagi bila dikaitkan dengan biaya-biaya promosi yang telah
dikeluarkan.
Kedua, rendahnya mutu pelayanan dari para penyelenggara pariwisata,
persaingan yang tidak sehat di antara para penyelenggara pariwisata serta
kurangnya pemahaman terhadap pentingnya pelindungan konsumen yang sangat
ditekankan di Eropa, Amerika dan Australia, merupakan kendala yang sangat
menghambat pariwisata di Indonesia (Suara Pembaruan, 17 Sept. 1999:8)
Ketiga, rendanya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengembangan
pariwisata merupakan kendala. Sebab banyak rencana pengembangan yang gagal
karena kurang mendapat dukungan dari masyarakat akibat rendahnya kesadaran
tersebut. Hal ini dapat dilihat pada contoh kasus pengembangan pariwisata di
Sungai Barito, Banjarmasin dengan Program Pasar Apung (PPA). Dalam
pelaksanaan PPA masyarakat diberi dana untuk pengecetan sampan-sampan
miliknya, tetapi dana tersebut tidak digunakan untuk mengecet sampannya tetapi
untuk hal yang lain (Kompas, 23 Januari 1999).
Keempat, kurangnya modal dan rendahya sumberdaya manusia, terutama
tenaga yang terampil dan profesional dalam hal manajerial di bidang pariwisata
merupakan kendala yang seringkali muncul terutama pada negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia (Suara Pembaruan, 5 Peb. 1999:10). Sumberdaya
manusia merupakan komponen utama dan penentu, terutama dalam menjalan
pekerjaan pada jajaran frontlinters, yakni mereka yang bertugas memberikan
pelayanan langsung kapada para wisatwan (Suara Karya, 25 Pebruari 1998:8).      
Kelima, sistem transportasi yang belum memadai seringkali menjadi kendala
dalam pariwisata yang perlu ditinjau kembali, untuk meningkatkan pelayannya dari
segi kualitas maupun kuantitasnya (Suara Pembaruan, 17 Sept. 1999:8). 
            Keenam, pengelolaan pariwisata yang bersifat top-down merupakan salah
satu kendala yang banyak menghambat pariwisata, terutama pada masa Orde Baru
yang terlalu otoriter dan sentralistis (Kompas, 23 Januari 1999:2). Selama ini,
banyak DTW yang tidak dikembangkan karena berbagai keterbatasan dari
pemerintah pusat, sementara itu pihak swasta dan pemerintah daerah harus
menunggu petunjuk dari pemerintah pusat.

a.3 Peluang Sumber daya Manusia pada


pengembangan pariwisata
Adapun beberapa hal yang dapat menjadi peluang bagi pengembangan pariwisata saat ini,
antara lain adalah: pertama, turunnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar, dapat memicu
meningkatnya jumlah wisatawan (Kedaulatan Rakyat, 6 Agustus 1998:5). Pernyataan ini  dapat
dibenarkan karena dengan turunnya nilai mata uang rupiah memungkinkan biaya-biaya yang
dikeluarkan wisman jauh lebih rendah dibanding sebelumnya. Dengan demikian hal ini
merupakan peluang yang akan dimanfaatkan oleh wisman maupun penyelenggara pariwisata
untuk mengembangkan pariwisata dengan lebih mudah.
Kedua, adanya kecenderungan pihak wisawan asing dewasa ini untuk berwisata dalam
dimensi tradisonal, seperti mengunjungi desa-desa yang memiliki keunikan baik untuk sekedar
mengunjungi maupun untuk wisata ilmiah (Suara Pembaruan, 30 Januari 1999). Kecenderungan
ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Indonesia yang masih memiliki banyak desa
tradisonal serta berbagai obyek penelitian. Peluang ini selain kurang membutuhkan modal yang
besar, wisata ilmiah juga dapat memberikan kontribusi ilmiah bagi Indonesia.  
Ketiga, jumlah penduduk Indonesia yang jumlahnya lebih dari 200 juta, juga
merupakan peluang pasar yang baik selain para wisatawan asing. Hal ini didukung
oleh data dari hasil Sensus Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS menunjukkan
adanya peningkatan wisatawan dalam negeri dari 1991 hingga 1994 sebesar 22,8%,
pada tahun 1991 sebanyak 64,5 juta orang pada tahun 1994 menjadi 83,9 juta orang
(Kedaulatan Rakyat, 21 Agust. 1998:5)
Keempat, data yang diperoleh dari BPS (1999) menunjukan bahwa jumlah
angkatan kerja di Indonesia pada tahun 1999 adalah 94.847.178 orang, jumlah yang
bekerja: 88.816.859 orang dan yang tidak bekerja: 6.030.319 orang. Angkatan kerja
yang belum bekerja ini  diharapkan dapat terserap dalam sektor pariwisata.
Kelima, adanya kecenderungan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek), transportasi, komunikasi dan informasi yang terus meningkat dapat
membuka peluang bagi pengembangan pariwisata. Walaupun mungkin kondisi
Iptek, transportasi, dan lain-lain tersebut, saat ini belum memadai tetapi
kecenderungan kemajuan telah memberikan kemungkinan bahwa di waktu yang
akan datang, akan lebih baik. Dengan kemajuan komunikasi, transportasi dan
informasi serta semakin maraknya pembangunan lembaga-lembaga pendidikan
pariwisata di seluruh Inodensia, diharapkan dapat mempersiapkan SDM yang lebih
baik serta membuka peluang yang luas untuk bekerjasama dengan berbagai pihak
di dalam dan di luar negeri, terutama antara antara DTW dengan negara-negara
yang potensial.
Walaupun telah terbuka peluang-peluang sebagaimana dikemukakan di atas,
pengembangan pariwisata pada saat ini maupun yang akan datang akan
diperhadapkan pada tantangan-tantangan, sebagai berikut :
Pertama, adanya berita-berita tantang kerusuhan, kebakaran hutan, dan
kondisi lain yang kurang baik di Indonesia cukup menjadi komoditas yang laku dijual
oleh negara-negara yang kurang senang dengan Indonesia. Contoh kasus berita
tentang kebakaran hutan di Kalimantan dan kerusuhan tanggal 13-14 Mei 1998,
diberitakan setiap saat oleh siaran Amerika dan Eropa sehingga cukup pengaruh
bagi pasar wisata, bahkan  pada waktu itu, beberapa negara potensial melarang
warganya berkunjung ke Indonesia (Kedaulatan Rakyat, 6 Agustus 1998:5). Hal ini
merupakan tantangan bagi Indonesia untuk segera menciptakan keamanan.
Keamanan merupakan hal yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan baik dari dalam
maupun luar negeri. Karena itu diharapkan adanya kerjasama yang baik antara
pemerintah dengan seluruh komponen bangsa dalam menciptakan keamanan. 
Kedua, sistem informasi yang kurang memadahi juga tantangan yang perlu
mendapat perhatian serius dalam pengelolaan pariwisata. Hal ini menjadi penting
agar pengalaman masa lalu tidak terulang. Akibat sistem informasi yang kurang
memadahi pandangan dunia terhadap Indonesia menjadi miring, celakanya lagi
ketika Jakarta atau daerah-daerah tertentu rusuh, dunia menganggap bahwa seluruh
Indonesia rusuh sehingga mengeluarkan larangan berkunjung ke Indonesia.
Padahal DTW bukan hanya ada satu di Indonesia, dan belum tentu semua DTW
mengalami kerusuhan secara serentak. Untuk itu maka diperlukan suatu sistem
informasi yang profesional, mantap visinya serta terampil dan cekatan dalam gerak
langkahnya. Sistem informasi ini antara lain bertugas untuk memberikan klarifikasi,
sekaligus secara proaktif menyiapkan dan memberikan informasi tentang obyek
wisata, kesiapan sarana, prasarana dan lain-lain. Selain itu, juga dapat
dimanfaatkan untuk mempromosikan pariwisata di Indonesia ke negara-negara lain.
Ketiga, masalah SDM merupakan tantangan yang cukup berat bagi
pengembangan pariwisata, karena SDM sangat menentukan segala sesuatu yang
perhubungan dengan pariwisata. Pariwisata sangat mementingkan profesionalisme
baik dalam pengelolaan investasi maupun dalam bidang perhotelan, transportasi,
komunikasi dan informasi. Selain itu, walaupun pariwisata telah membuka peluang
pasar bagi sektor-sektor lain, akibat dari rendahnya SDM peluang tersebut tidak
dapat dimanfaatkan secara optimal. SDM yang rendah dapat menyebabkan mutu
barang-barang kerajinan menurun, teknik pemasaran kurang tepat, kurang tepat
membaca trend pasar, dan lain-lain. Sehubungan masalah SDM
Keempat, akibat rendahnya SDM dan kurangnya modal dalam negeri akan
membuka kemungkinan bahwa pariwisata akan dikuasai oleh pihak asing yang
memiliki SDM yang lebih baik dan lebih siap dari segi modal. Untuk itu dibutuhkan
upaya-upaya khusus untuk menghindari hal tersebut. 
Kelima, belum meratanya arus penerimaan wisatawan, di mana ada DTW
tertentu sangat ramai dikunjungi wisatawan sementara  itu DTW yang lain sangat
sepi. Peristiwa ini mengindikasikan bahwa selain kurang menarik, dapat terjadi
karena belum diketahui oleh wisatawan. Tantangan ini perlu dihadapi antara lain
dengan meningkatkan promosi dan melakukan upaya-upaya tertentu agar DTW
yang kurang menarik menjadi DTW yang senangi oleh para wisatawan.
Keenam, adanya kemungkinan pariwisata dapat merusak budaya, seperti
pergeseran nilai upacara adat yang dapat mengarah kepada komersialisasi,
timbulnya industri seks, dan sebagainya. Hal ini harus diwaspadai dengan agar
keutuhan dan nilai-nilai budaya tetap diperhatikan.

a.4  penjaminan Pengembangan Pariwisata sebagai alternative pendapatan

Pengembangana adalah salah satu bagian manjemen yang menitik beratkan


pada implementasi potensi budaya harus dilaksanakan dengan rentang waktu, berapa langka
sistematis yang dapat mengarah pada pencapaian hasil,dan hasil yang dicapai diharapkan pada
perencanaan manajeman dengan kegiatan yang sangat spesetif untuk mencapai tujuaan visi,
tujuan, dan sasaran dari rencana tersenut.

Menurut Lanya (1995) definisi mengenai pengembanga yaitu, “Pengembangan adalah


memajukan dan memperbaiki atau meningkatkan sesuatu yang telah ada”. Dalam bukunya
berjudul “ Dasar-dasar pariwisata”, Gamal Suwantoro (1997), menyatakan pengembangan
bertujuan untuk mengembangkan produk yang  pelayanan yang berkualitas, seimbang,
bertahan. Berdasarkan definisi di atas, yang dimaksud dengan strategi pengambangan adalah
upaya-upaya yang dilakukan dengan tujuan memajukan, memperbaiki, dan meningkatkan
kondisi kepariwisataan suatu obyek dan daya tarik wisata sehingga mampu menjadi mapan dan
ramai untuk dikunjungi oleh wisatawan serta mampu memberikan suatu manfaat baik bagi
masyarakat di sekitar obyek dan daya tarik dan lebih lanjut akan menjadi pemasukan bagi
pemerintah. Ada lima pendekatan dalam pengembangan, diatara lima pendekatan tersebut,
yang dapat menitikberatkan dalam penulisan ini adalah (the community approach) empat
diantaranya diindetifikasikan oleh Getz (1987), dan satu tambahan oleh page (1995). Empat
kelompok pendekatan yang di identifikasikan Getz (1997) adalah:

a.     Boosterm: adalah suatu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebaga suatu


atridut positif  untuk suatu tempat dan penghuninya masyarakat setempat tidak dilibatkan
dalam proses perencanaan daya dukung wilayah tidak cukup dipertimbangkan.

b.     The Economic-indusry approach: adalah pendekatan pengembangan yang tujuan-tujuan


ekonomi lebih didahulukan dari tujuan-tujuan sosial dan lingkungan, yaitu dengan
menjadikan pengalaman-pengalamanpengunjung dan tingkat kepuasan sebagai
sasaran-sasaran utama.

c.    The Physical-Spatial Approach: pendekatan ini didasarkan pada tradisi “penggunaan


lahan” geografi.Strategi-strategi pengembangan berdasarkan perencanaan yang
berbeda-beda melalui prinsip-prinsip keruangan digunakan di sini, misalnya
pengelompokan pengunjung di satu kawasan, dan pemecahan-pememcahan untuk
menghindari kemungkinan terjadinya konfik. Hamya satu kritikan bagi pendekatan
ini adalah masih kurang mempertimbangkan dampak sosial dan
kultural dari pengembangan wisata.

d.    The Comunity Approah: pendekatan ini lebih menekankan padanpentingnya keterlibatan


maksimul dari masyarakat setempat di dalam proses pengembangan. Pendekatan ini
menganggap penting suatu pedoman pengembangan yang dapat diterima secara sosial
(socially acceptable).

 Oleh karena itu pendekatan yang dilkukan adalah menenkankan kepentingan pada manfaat-
manfaat sosial yang cultural bagi masyarakat lokal bersama-sama termasuk di dalam
pertimbangan ekonomi dan lingkingan. Seperti yang diungkapkan Haywood (1988) masalah
dalam menerapkan konsep ini adalah seringkali “kemitraan” (partnership) dalam kenyataan
diturunkan derajatnya menjadi “penghargaan” (takenism). Kemudian page (1995) menambakan
lagi satu pendekatan dalam pembangunan ini, yaitu :

a.    Sustainable Approach: pendekatan yang berkelanjutan berkepentingan atas masa depan


yang panjang atas sumber daya dan efek-efek pengembangan ekonomi pada lingkungan
yang mungkin juga menyebabkan gangguan kultural dan sosikal yang memantapkan
pola-pola kehidupan dan kaya hidup individual. Menurut Hall (1991) pengembangan
yang berkalanjutan berhubungan dengan “equity, the needs of economically marginal
populations, and the idea of techmological and social limitations on the ability of
environment to meet present and future needs”. Pembangunan pariwisata
berkelanjutan diartikan sebagai proses pengembangan yang tidak
mengesempingkan kelestarian sumberdaya yang dibutuhkan untuk pembangunan di
masa akan datang. Pengertian Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan ini sering
diartikan sama dengan wisata alternatif, yang di identifikasi sebagai: “Forms of tourism
that are consistent with natural, social, and community values and which allow both
hosts and guests to enjoy positive and worthwhile interaction and shared experiences
(Eadington and Smith, 1992) Dalam Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan,
penekanan berkelanjutan bahkan tidak cukup dengan kebarlanjutan ekologis dan
berkelanjutan ekonomi. Yang tidak kalah pentingnya adalah berkelanjutan kebudayaan,
karenan kebudayaan merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dalam
pembangunan kepariwisataan (Wall, 1993).     

Berdasarkan potensi dan peluang yang ada, maka pengembangan pariwisata


perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan
pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam kerangka itu pariwisata perlu
mengembangkan paket-paket wisata baru seperti agrowisata atau ekowisata. Jenis
wisata semacam ini selain tidak membutuhkan modal yang besar juga dapat
berpengaruh langsung bagi masyarakat sekitar. Masyarakat dapat diikutsertakan
dan keuntungan yang diperolehpun dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar.
Pengembangan pariwisata yang menunjang pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, perlu ditetapkan berbagai peraturan yang berpihak pada
peningkatan mutu pelayanan pariwisata dan kelestarian lingkungan wisata, bukan
berpihak pada kepentingan pihak-pihak tertentu. Selain itu perlu diambil tindakan
yang tegas bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap aturan yang telah
ditetapkan.
kedua, pengelolaan pawisata harus melibat masyarakat setempat.
Ketiga, kegiatan promosi yang dilakukan harus beragam,
Keempat, perlu menentukan DTW-DTW utama yang memiliki keunikan dibanding dengan
DTW lain, terutama yang bersifat tradisional dan alami. Kebetulan saat ini obyek wisata yang
alami dan tradisional menjadi sasaran utama para wisatawan asing. Obyek ini masih banyak
ditemukan di luar Jawa, misalnya di daerah-daerah pedalaman Kalimantan, Papua dan lain-lain.
Kelima, pemerintah pusat membangun kerjasama dengan kalangan swasta dan
pemerintah daerah setempat, dengan sistem yang jujur, terbuka dan adil. Kerjasama ini penting
untuk lancarnya pengelolaan secara profesional dengan mutu pelayanan yang memadahi.
Selain itu kerjasama di antara penyelenggara juga perlu dibangun. Kerjasama di antara agen
biro perjalanan, penyelenggara tempat wisata, pengusaha jasa akomodasi dan komponen-
komponen terkait lainnya merupakan hal sangat penting bagi keamanan kelancaran dan
kesuksusan pariwisata. 
Keenam, perlu dilakukan pemerataan arus wisatawan bagi semua DTW yang ada di
seluruh Indonesia. Dalam hal ini pemerintah juga harus memberikan perhatian yang sama
kepada semua DTW. Perhatian terhadap DTW yang sudah mandiri hendaknya dikurangi dan
memberikan perhatian yang lebih terhadap DTW yang memerlukan perhatian lebih.
Ketujuh, menggugah masyarakat sekitar DTW agar menyadari peran, fungsi dan manfaat
pariwisata serta merangsang mereka untuk memanfaatkan peluang-peluang yang tercipta bagi
berbagai kegiatan yang dapat menguntungkan secara ekonomi. Masyarakat diberikan
kesempatan untuk memasarkan produk-produk lokal serta membantu mereka untuk
meningkatkan keterampilan dan pengadaan modal bagi usaha-usaha yang mendatangkan
keuntungan.
            Kedelapan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan perlu dipersiapkan
secara baik untuk menunjang kelancaran pariwisata. Pengadaan dan perbaikan
jalan, telephone, angkutan, pusat perbelanjaan wisata dan fasilitas lain disekitar
lokasi DTW sangat diperlukan.
Dengan memperhatikan beberapa saran ini kiranya dapat membantu bagi
penyelengaraan pariwisata yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi. Tentunya
saran-saran tersebut tidak berlaku untuk semua DTW, hal itu sangat tergantung
pada kebutuhan DTW masing-masing yang memiliki permasalahannya sendiri dari
waktu ke waktu dan lingkungan yang berbeda-beda.   
Sedangkan menurut Spillane, (1994) untuk dapat mengembangkan suatu kawasan menjadi
kawasan pariwisata (termasuk juga agrowisata) ada lima unsur yang harus dipenuhi seperti
dibawah ini:

a)    Attractions
Dalam konteks pengembangan agrowisata, atraksi yang dimaksud adalah, hamparan
kebun/lahan pertanian, keindahan alam, keindahan taman, budaya petani tersebut serta segala
sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas pertanian tersebut.
b)    Facilities
Fasilitas yang diperlukan mungkin penambahan sarana umum, telekomunikasi, hotel dan
restoran pada sentra-sentra pasar.
c)    Infrastructure
Infrastruktur yang dimaksud dalam bentuk Sistem pengairan, Jaringan komunikasi, fasilitas
kesehatan, terminal pengangkutan, sumber listrik dan energi, system pembuangan
kotoran/pembungan air, jalan raya dan system keamanan.
d)    Transportation
Transportasi umum, Bis-Terminal, system keamanan penumpang, system Informasi perjalanan,
tenaga Kerja, kepastian tariff, peta kota/objek wisata.
e)    Hospitality
Keramah-tamahan masyarakat akan menjadi cerminan keberhasilan sebuah system pariwisata
yang baik.   
Segala hal dan keadaan yang nyata, yang dapat di raba maupun tidak, di garap, di atur, dan
di sediakan sedemikian rupa, sehingga dapat bermanfaat. Di manfaatkan atau di wujudkan
sebagai kemampuan faktor dan unsur yang di perlukan atau menentukan bagi usaha dalam
pengembangan pariwisata baik itu berupa suasana, keadaan, benda maupun jasa di sebut,
sebagai potensi wisata (tour pontency) (Darmadjati 1995). Dari kamus besar bahasa Indonesia,
menerangkan definisi potensi adalah kemampuan yang mempunyai nilai untuk di kembangkan.
Sedangkan yang dimaksud potensi wisata adalah suatu asset yang di miliki oleh suatu daerah
tujuan wisata yang di manfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tidak mengesampingkan
aspek sosial budaya. Berikut dua bentuk potensi wisata yaitu:
a.    Site Atraction. Suatu tempat yang di jadikan obyek wisata seperti tempat-tempat tertentu
yang menarik.
b.    Event Atraction yaitu suatu kejadian yang menarik untuk di jadikan momen kepariwisataan
seperti   pameran, pesta kesenian, upacara keagamaan, konfrensi dan lain-lain.
Dalam dunia pariwisata, segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan
dilihat disebut  atraksi” atau lazim pula di katakana obyek wisata. Atraksi-atraksi ini antara lain
panorama keindahan alam yang menakjubkan seperti gunung, lembah, ngarai, air terjun, danau,
pantai, matahari terbit, dan matahari terbenam, cuaca, udara dan lain-lain. Di samping itu
juga berupa budaya hasil ciptaan manusia seperti monumen, candi, bangunan klasik,peningalan
purba kala, musium budaya, arsitektur kuno, seni tari, musik, agama,adat-istiadat, upacara,
pekan raya, peringatan perayaan hari jadi, pertandingan, atau kegiatan-kegiatan budaya, sosial
dan keolahragaan lainnya yang bersifat khusus, menonjol dan meriah, (Pendit,2002.20).

c.    Rantai pengembangan produk pariwisata


Tiap mata rantai dapat merupakan produk tersendiri dan terkait dengan bidang-bidang lain yang
saling mempengaruhi.Akomodasi dapat dijadikan salah satu mata rantai dari produk pariwisata,
tetapi hotel dapat juga merupakan produk tersendiri apabila akomodasi dijual sebagai bagian
dari satu paket wisata, maka akomoodasi tersebut menjadi salah satu matarantai produk
pariwisata. Akan tetapi mandiri tidak sebagai komponen wisata, maka akomodasi termasuk
menjadi produk tersendiri. Akomodasi juga saling terkait dan saling mempengaruhi bidang-
bidang lain akomodasi tidak dapat beroperasi tanpa bidang-bidang lain. Sebaliknya
dengan beroperasinya sarana akomodasi, maka produk-produk energi, air bersih, bahan-bahan
minuman dan makanan dapat terjual, dibeli oleh sarana akomodasi. Seperti
A.   Atraksi Wisata (Tourist Attraction)
Pada peragaan diatas dapat kita lihat dengan jelas, bahwa masyarakat
wisatawan berkunjung ke suau tempat, daerah atau Negara, disebabkan oleh daya tarik
yang memikatnya. Sesuatu yang menarik dan mengakibatkan wisatawan berkunjung ke suatu
tempat, daerah, negara itu yang disebut daya tarik, atau atraksi wisata. Berbagai negara yang
menjadi daerah tujuan wisata itupun dilatarbelakangi oleh berbagai daya tarik yang cukup
memikat, sehingga calon wisatawan memutuskan untuk dapat berkunjung ke suatu daerah
tujuan wisata.
B. Kemudahan (fasilitation)
Salah satu hal penting untuk pengembangan pariwisata adalah kemudahaan (fasilitation). Tidak
jarang wisatawan berkunjung ke suatu tempat, daerah, atau Negara, karena tertarik oleh
kemudahan kemudahan yang dapat diperoleh.Demikian pulah sebaliknya tidak kurang
wisatawan batal berkunjung ke suatu tempat, daerah, atau negara, karena merasa tidak
memperoleh kemudahan. Kemudahan yang dimaksud antara lain dalam hal memperoleh
informasi,mengurus dokumen perjalana, membawa barang, uang dan lain lain. Informasi
merupakan satu hal yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia, terutama di era
globalisasi. Informasi yang diperlukan oleh wisatawanbiasanya yang menyangkut hal-hal
elementer dan umum, seperti visa, iklim, mata uang lokal, pakaian, bahasa suku/bangsa,
kehidupan sehari-hari, letak penduduk. Tentu saja diperlikan informasi yang lebih rinci, misalnya;
atraksi wisata, hotel, alat-alat transportasi (udara, darat, laut), makanan dan minuman lokal,
harga dan lain-lain. Informasi semacam itu pada umumnya dapat dibedakan melalui
bahan bahan informasi. Agar calon wisatawan dapat memperoleh bahan-bahan informasi,
termaksud dengan mudah, maka setiap jenis media informasi perlu untuk dimanfaatkan untuk
dipublikasikan ke seluruh negara sumber wisatawan.
C.Aksesibilitas (Acessibility)
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pariwisata adalah aksesibilitas atau kelancaran
masyarakat dari satu tempat ke tempat lainnya perpindahan tersebut bisa dalam jarak dekat,
menengah ataupun jauh. Untuk melakukan perpindahan itu tentu saja diperlukan alat alat
transportasi. Ketika melakukan perjalanan, berbagai bentuk keinginan yang terlintas dalam
benak wisatawan, ada yang ingin cepat, adapula yang santai-santai saja. Berdasarkan latar
belakang wisatawan ada yang sanggup membayar mahal adapula yang tidak sanggup
membayar mahal tetapi biasanya lebih banyak yang ingin murah. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, maka berbagai kemudahan transpotasi dapat dinikmati secara cepat dan nyaman.
D.Akomodasi (Accomoodation)
Akomoodasi merupakan istilah yang menerangkan semua jenis sarana yang menyediakan
tempat penginapan bagi masyarakat yang sedang dalam perjalanan. Dalam kata atau istila
akomoodasi tercakup hotel, mootel, wisma, pondok wisata, vila, aparteman, karavan,
perkemahan, kapal pesiar, yachi, pondok remaja (youth hostel), dan sebagainya. Jadi kata atau
istilah akomodasi mencakup pengertian yang sangat luas jika diartikan berdasarkan jenisnya.
E.Jasa Boga (food and beverages)
Makan dan minum juga merupakan merupakan hal yang amat penting, bagi tiap manusia dan
khususnya wisatawan. Tidak jarang wisatawan melakukan perjalanan wisata mengunjugi suatu
tempat didorong oleh alasan makanan atauminuman. Oleh sebab itu, wisatawan biasanya
menaruh harapan untuk mendapatkan makanan atau minuman yang enak baik makanan atau
minuman yang telah dikenalinya maupaun karena inigin mencoba makanan atau minunanbaru
yang belum pernah dinikmatinya. Di Indonesia jika kita berkunjung ke setiap daerah, masing
masing daerah memiliki makanan atau minuman yang kahas. Untuk memenuhi kebutuhan
makan, dan minum para wisatawan, diWamena juga menyediakan beberapa rumah
makan (Restorant).
F. Perusahaan Perjalanan (Tour Operation)
Dalam suatu aktifitas perjalanan yang menempuh jarak cukup jauh, tentunya membutuhkan jasa
perantara guna memfasilitasi dari daerah asal wisatawan, ke daerah tujuan wisata hingga
pulang. Para wisatawan tentunya akandiperhadapkan dengan tiga pilihan apakah hendak
melakukan perjalanan dengan menggunakan jalur transportasi darat, laut, atau udara. Jika
sudah ditentukan, maka tentunnya calon penumpang harus membeli tiket
keberangkatan.Selanjutnya diperhadapkan dengan dua pilihan lagi apakah pembelian
tiket dilakukan pada perusahaan perjalanan atau langsung. Berikut uraian tentang
agen perjalanan.
a.     Agen perjalanan
Di luar negeri perusahaan perjalanan digolongkan kedalam dua kelompok besar, yaitu “Agent
Perjalanan (Trave Agent)” dan “operator perjalanan (Tour Operator)”. Agen perjalanan sendiri
dikenal dengan berbagai istilah seperti tour and travel services, travel services, travel
bureau, atau tourist bureau. Sedangkan tour operator juga dikenal dengan istilah yang
kegiatannya serupa tapi tidak sama: whole saler.
b.    Biro Perjalanan wisata.
Jika diatas dijelaskan bahwa, fungsi utama suatu Agen Perjalanan Wisata adalah sebagai
perantara dalam menjual produk perusahaan lain kepada wisatawan (konsumen), maka fungsi
utama Biro Perjalanan Wisata justru sebaliknya yakni membuat produk dalam bentuk paket-
paket wisata. Produk yang dimaksud dapat dijual oleh Biro Perjalanan Wisata yang
bersangkutan kepada wisatawan (konsumen) atau dijual melalui Agen Perjalan Wisata.
G. Toko Cenderamata (Souvenir art Shop)
Untuk memenuhi minat wisatawan yang berkunjung ke Desa Wollo, disini juga disediakan
berbagai jenis cenderamata yang sangat fariatif dan berciri khas tersendiri. Bagi wisatawan yang
hendak membeli cenderamata, merekaberkunjung ke beberapa tempat, yang menyediakan
cenderamata bagi para wisatawan baik lokal, nasional, maupun internasional. Cenderamata
disediakan di beberapa art shop antara lain: Baliem Indah Art shop, Baliem Valley art shop, Duta
baliem Art shop, dan Paradise souvenir art  shop.

b.    P E N U T U P
            Berdasarkan uraian tentang potensi, kelemahan, peluang, tantangan dan
strategi yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pariwisata, maka dapat
dikatakan bahwa pariwisata merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang dapat
menunjang pertumbuhan ekonomi. Wilayah daratan dan lautan yang luas dengan
berbagai keragaman dan keunikannya merupakan potensi yang dapat diandalkan
bagi kemajuan pariwisata.
Berbagai peluang tercipta terutama turunnya nilai mata uang rupiah dan
kecenderungan para wisatawan asing untuk mencari DTW yang masih tradisional
dan alami, perlu dimanfaat sebaik-sebaiknya bagi pengembangan pariwisata.
Sementara itu berbagai kendala dan tantangan yang ada, terutama masalah
rendahnya SDM dan gangguan keamanan yang sering timbul,  perlu disiasati
dengan berbagai strategi agar kendala dan tantangan tersebut tidak menghambat
pengembangan pariwisata.
Pengembangan pariwisata selain mendatangkan keuntungan secara
langsung bagi negara, juga diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi
sejumlah pencari kerja yang belum memiliki kerja, juga diharapkan dapat membuka
pasar baru bagi berbagai produk lokal yang dimiliki masyarakat.
C.SARAN DAN KRITIK
A. SARAN
Dengan semua isi dari pada makalah ini maka penulis tak lupa menyarankan
bahwa isi dari pada makalah ini sangat jauh dari penyempurnaan. oleh karena itu
penulis minta agar para saudara pembaca tidak tersingung pada makalah ini. Dan
penulis pun selalu menanti saran dari para saudara agar memperbaiki tulisan
makalah yang sempurna di masa yang akan datang
B.   KRITIK
Dari penulisan makalah ini, maka sebagai seorang penulis yang tidak sempurna
selalu menanti kritik dan saran dari para saudara pembaca agar dapat memperbaiki
sistematik penulisan makalah yang baik di hari berikutnya
Lokasi Pantai Watu Bale Kebumen - Kira kira bagaiman jika Kali Biru Kulon Progo ada di
pinggir Pantai Gunung Kidul? mungkin gak ya? hehhe, ternyata itu mungkin saja bro.
Yups, rumah pohon ala ala Kalibiru, jembatan segitiga ala punthuk Mongkrong ternyata
bia dijumpai di tepi pantai dan tak melulu di tepian tebing atau gunung yang tinggi.
Adalah Pantai Watu Bale Kebumen yang secara cerdik dan kreatif menggabungkan
"wahana" wisata yang sedang hits di berbagai tempat menjadi satu di sebuah Pantai.
Tentu saja suasana dan nuansanya akan sangat berbeda, namun tak kalah indahnya
sob. Jadi, objek wisata Pantai Watu Bale ini merupakan objek wisata baru yang sedang
ngehits di Kebumen sana. Selain bisa menikmati suasana semilir angin laut dengan
suara deburan ombak yang menyapu karang, para wisatawan dapat mengambil foto
dengan spot spot yang memukau. 

Rumah Pohon Pantai Watu Bale Kebumen

Kalau saya bilang, pengelola Pantai Watu Bale ini cukup cerdas menangkap peluang
dan tren yang menjangkiti para traveler atau wisatwan yang kini hoby berburu tempat
selfie.Dikarenakan saat ini sedang tren gardu pandang, atau jembatan melayang di
ujung bukit, alhasil diadopsilah wahana wahana tersebut di Lokasi Pantai Watu Bale.
Hasilnya, Amazing bro.. dengan topografi Pantai yang memiliki tebing, karang dan juga
pohon pohon, jadilah Pantai Watu Bale ini wisata alam yang komplit.

Keindahan Pantai Watu Bale Kebumen


Pantai ini ini sebenarnya cukup sempit dengan permukaan pasir pantai yang cukup
curam, an sering digunakan untuk menambatkan perahu perahu nelayan. Meski tam
memiliki pasir seindah Pantai 3 Warna Malang, namun pengelola justru memiliki ide
yang brilian dengan memanfaatkan geografis Pantai yang lebih banyak bukit dan
karangnya itu. Dengan menambahkan beragam wahana, membuat pantai Watu Bale
Kebumen ini begitu apik. Tercatat ada 3 spot selfie yang pasti bikin kalian ngiler pengen
ke sana Sob, yaitu Jembatan segitiga, Rumah Pohon, dan Bukit Titanic. 
Jembatan Segitiga Pantai Watu Bale

Untuk konsep rumah Pohon ini hampir mirip dengan Kalibiru di Kulon Progo, bedanya
adalah background yang didapat lautan bebas dengan karang di kiri kanan. Sedangkan
untuk yang bernyali bisa selfie di jembatan segitiga ala Punthuk Mongkrong yang
menjorok ke bibir laut, terasa banget deburan ombaknya. Nah yang autentik dari Lokasi
pantai Watu Bale ini adalah BukitTitanic yaitu wahana mirip Kapal yang diletakkan di
atas bukit. Bukan kapal sunguhan sebenarnya, hanya spot selfie yang dibentuk
menyerupai anjungan kapal yang menjorok ke jurang. Jika berfoto di spot ini terasa
seperti berada di kapal.

Anda mungkin juga menyukai