Pelanggaran Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim PDF
Pelanggaran Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim PDF
Imran
Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM-UII)
Jl. Jeruklegi, Gg. Bakung No. 517 A, Pringgolayan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta 55198
Email: imranpushamuii@yahoo.com
Naskah diterima: 6 Februari 2019; revisi: 7 Mei 2019; disetujui: 7 Mei 2019
http://dx.doi.org/10.29123/jy.v12i1.379
Salah satu persoalan yang kemudian “Kesatu: Bahwa terdakwa I ZI dan terdakwa
II MSL bersama-sama SB (terdakwa dalam
muncul yaitu berkaitan dengan kasus yang berkas terpisah) pada hari Minggu tanggal
terjadi di Pengadilan Negeri Tobelo. Kasus ini 25 Maret 2012 sekitar jam 10.00 WIT
bermula pada tanggal 25 Maret 2012, Wakil atau setidak-tidaknya pada suatu waktu
dalam bulan Maret 2012 bertempat di
Bupati Pulau Morotai serta rombongan Satpol PP PT MMC tepatnya di Pulau Ngele-Ngele
yang mendatangi PT MMC di Pulau Ngele-Ngele Besar Kecamatan Morotai Selatan Barat
Kabupaten Morotai atau setidak-tidaknya
Besar. Kedatangan wakil bupati tersebut yaitu
pada suatu tempat yang masih termasuk
untuk meminta penghentian kegiatan perusahaan. dalam daerah hukum Pengadilan Negeri
Namun dalam pertemuan tersebut tidak dicapai Tobelo dengan terang-terangan dan tenaga
bersama menggunakan kekerasan terhadap
kesepakatan. Pada saat yang bersamaan SB, orang atau barang. Perbuatan tersebut
selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dilakukan terdakwa dengan cara-cara
Kabupaten Pulau Morotai, mengadakan apel sebagai berikut:
yang diikuti oleh anggota Satpol PP kurang lebih Bahwa pada hari Minggu tanggal 25
50 orang. Maret 2012 sekitar pukul 09.00 WIT
para terdakwa bersama rombongan Wakil
SB kemudian memerintahkan ZI dan Bupati Pulau Morotai serta rombongan
Satpol PP mendatangi kembali PT MMC
MSL bersama anggota Satpol PP lainnya, untuk Ngele-Ngele Besar setelah itu diadakan
mematikan diesel listrik, melepas dinamo yang pertemuan dengan direktur PT MMC
IR, namun tidak ada kesepakatan. Pada
berada di ruang pembibitan, serta melepas
saat yang sama SB selaku Kepala Satuan
pelampung pada keramba ikan. Lalu, ZI dan MSL Pamong Praja Kabupaten Pulau Morotai
mengadakan apel yang diikuti terdakwa I
Putusan Nomor
No. Uraian Keterangan
63/Pid.B/2012/PN.TBL 64/Pid.B/2012/PN.TBL
1. Identitas terdakwa a. ZI a. ZI Sama
b. MSL b. MSL
2. Surat penetapan ketua Nomor 63/Pen.Pid/2012 Nomor 64/Pen.Pid/2012 Berbeda
pengadilan negeri tertanggal 14 Agustus 2012 tertanggal 14 Agustus 2012 nomornya saja
tentang penunjukan
majelis hakim pemeriksa
perkara
3. Masa penahanan a. 27 Mei s.d. 26 Mei 2012 a. 07 Mei s.d. 26 Mei 2012 Sama, hanya ada
b. 27 Mei s.d. 13 Mei 2012 b. 27 Mei s.d. 13 Mei 2012 salah ketik
c. 01 Juni s.d. 08 Juni 2012 c. 01 Juni s.d. 08 Juni 2012
d. 08 Juni s.d. 16 Juni 2012 d. 08 Juni s.d. 16 Juni 2012
e. Dikeluarkan 16 Juni 2012 e. Dikeluarkan 16 Juni 2012
4. Tempus dan locus delicti Tanggal 25 Maret 2012 di Tanggal 25 Maret 2012 di Sama
Pulau Ngele-Ngele Morotai Pulau Ngele-Ngele Morotai
Apa yang terlihat dari dua putusan yang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan
sama tersebut menunjukkan kemampuan hakim Pasal 141, penuntut umum dapat melakukan
dalam memberikan pertimbangan. Bisa dicermati penuntutan terhadap masing-masing terdakwa
dari 13 item dalam tabel 1 yang dipersandingkan secara terpisah.” Artinya splitsing dilakukan
oleh penulis, terlihat hanya tiga hal yang berbeda jika lebih dari suatu perbuatan dan pelaku serta
yaitu: nomor penetapan penunjukan majelis locus delicti perbuatan tersebut.
hakim, amar putusan, dan panitera pengganti.
Menurut Harahap, pemecahan berkas
Selain itu semuanya sama baik secara formal
perkara ini dulu disebut splitsing. Memecah satu
maupun materiel.
berkas perkara menjadi dua atau lebih atau a
Dari sisi formal nama terdakwa, dakwaan, split trial (Harahap, 2016: 442). Pada dasarnya
masa penahanan, dan tempus delicti sama. pemecahan berkas perkara terjadi disebabkan
Menunjukkan perkara ini sesungguhnya faktor pelaku tindak pidana terdiri dari beberapa
memiliki kronologis yang sama, artinya kasus ini orang. Apabila terdakwa terdiri dari beberapa
kemudian dipisah berkas perkara (splitsing) dan orang, penuntut umum dapat menempuh
dijadikan dua kasus yang berbeda. Splitsing yang kebijaksanaan untuk memecah berkas perkara
merupakan kewenangan jaksa penuntut umum menjadi beberapa berkas sesuai dengan jumlah
sesuai dengan Pasal 142 KUHAP berbunyi: terdakwa, sehingga:
“dalam hal penuntut umum menerima satu
a. Berkas yang semula diterima penuntut
berkas perkara yang memuat beberapa tindak
umum dari penyidik, dipecah menjadi dua
pidana yang dilakukan oleh beberapa orang
atau beberapa berkas perkara.
Dari dua putusan yang dianalisis oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).
penulis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Jakarta: Balai Pustaka.
Hakim dalam putusan ini terlihat dalam Putusan
Djohansjah, J. (2008). Reformasi Mahkamah Agung:
Nomor 64/Pid.B/2012/PN.TBL yang dilakukan
Menuju independensi kekuasan kehakiman.
dalam tiga tahap, yaitu: ketika perkara diperiksa
Jakarta: Kesaint Blanc.
oleh ketua pengadilan negeri; ketika perkara
dilimpahkan ke majelis hakim untuk diteliti Harahap, Y. (2016). Pembahasan permasalahan &
surat dakwaannya; dan pada saat putusan akhir penerapan KUHAP (Penyidikan & penuntutan).
Jakarta: Sinar Grafika.
Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia (KHN Rahardjo, S. (2004). Sosiologi hukum perkembangan
RI). (2003). Laporan akhir standar disiplin metode & pilihan masalah. Surakarta:
profesi. Jakarta: KHN RI. Muhamadiyah Universtiy Press.
Magnis-Suseno, F. (1989). Etika sosial. Jakarta: ____________. (2006). Membedah hukum progresif.
Gramedia. Jakarta: Kompas.
Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA Reksodiputro, M. (1993). Sistem peradilan pidana
RI). (2007). Pedoman pelaksanaan tugas Indonesia (Melihat kepada kejahatan &
& administrasi pengadilan dalam empat penegakan hukum dalam batas-batas toleransi).
lingkungan pengadilan. Jakarta: Mahkamah Jakarta: FH UI.
Agung Republik Indonesia.
Rifai, A. (2010). Penemuan hukum oleh hakim dalam
____________. (2009). Pedoman pelaksanaan perspektif hukum progresif. Jakarta: Sinar
tugas & administrasi pengadilan dalam Grafika.
empat lingkungan peradilan. Buku II. Jakarta:
Rifai, A., et al. (2007). Wajah hakim dalam putusan.
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Yogyakarta: Pusham-UII, NCHR, & Komisi
Manan, B. (2004). Hukum positif Indonesia (Satu Yudisial Republik Indonesia.
kajian teoritik). Yogyakarta: FH UII Press.
Shidarta, et al. (2014). Disparitas putusan hakim,
Marzuki, P.M. (2014). Penelitian hukum. Jakarta: identifikasi, & implikasi. Jakarta: Komisi
Prenada Media Group. Yudisial Republik Indonesia, JPIP, & USAID.
Muhammad, A. (2006). Etika profesi hukum. Bandung: Sidartha, B.A. (2000). Penalaran hukum dalam sudut
Citra Aditya Bakti. pandang keluarga sistem hukum & penstudi
hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Muhammad, R. (2006). Potret lembaga peradilan di
Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekanto, S., & Mamudji, S. (2011). Penelitian hukum
normatif; Suatu tinjauan singkat. Jakarta: Raja
____________. (2007). Hukum acara pidana
Grafindo.
kontemporer. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Tedjosaputro, L. (2003). Etika profesi & profesi hukum.
Muladi. (1995). Kapita selekta sistem peradilan
Semarang: Aneka Ilmu.
pidana. Semarang: BP Undip.
Utomo, P. (1992). Etika & profesi. Jakarta: Gramedia.
Mulyadi, L. (2007). Kompilasi hukum pidana dalam
perspektif teoritis & praktek peradilan.
Bandung: Mandar Maju.