Anda di halaman 1dari 15

PELANGGARAN KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

Kajian Putusan Nomor 63/Pid.B/2012/PN.TBL dan Nomor 64/Pid.B/2012/PN.TBL

VIOLATION OF THE CODE OF ETHICS AND


CODE OF CONDUCT OF JUDGES
An Analysis of Court Decision Number 63/Pid.B/2012/PN.TBL
and Number 64/Pid.B/2012/PN.TBL

Imran
Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM-UII)
Jl. Jeruklegi, Gg. Bakung No. 517 A, Pringgolayan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta 55198
Email: imranpushamuii@yahoo.com

Naskah diterima: 6 Februari 2019; revisi: 7 Mei 2019; disetujui: 7 Mei 2019

http://dx.doi.org/10.29123/jy.v12i1.379

ABSTRAK ini menunjukkan telah terjadi pelanggaran Kode Etik


dan Pedoman Perilaku Hakim yang dilakukan oleh
Dalam sistem peradilan pidana penanganan suatu kasus
majelis hakim.
dimulai sejak kasus itu muncul, kemudian ditangani
oleh polisi, hingga proses akhir dari penegakan hukum Kata kunci: kode etik dan pedoman perilaku hakim,
terletak pada putusan hakim. Putusan hakim dapat sistem peradilan pidana, profesionalisme.
berupa menjatuhkan hukuman ataupun membebaskan
seorang terdakwa. Dalam putusan hakim akan terlihat
ABSTRACT
kemampuan hakim dalam mengonstruksi kasus sejak
dakwaan dibacakan hingga pledoi diucapkan. Semua In the criminal justice system, the handling of a case
konstruksi hakim tersebut akan tergambar dalam starts since the claim arises, then is handled by the
pertimbangan-pertimbangan. Dalam pertimbangan police, until the final process of law enforcement, which
tersebut akan terlihat apakah suatu putusan tersebut lies in the judge’s decision. Judges’ decisions can be in
melanggar kode etik atau tidak. Apa yang terlihat dalam the form of sentencing or acquitting a defendant. The
dua putusan hakim yang dikeluarkan oleh Pengadilan ability of a judge to construct a case will appear in the
Negeri Tobelo, mencerminkan adanya persoalan ketika decision from the time the indictment is read until the
seorang terdakwa dua kali dihukum oleh majelis hakim plea is pronounced. In these considerations, it will be
yang sama untuk perbuatan yang sama pula. Hal inilah seen whether the judge’s decision violates the code of
yang kemudian menjadi rumusan masalah, apakah ethics or not. Two judges’ decisions issued by the Tobelo
putusan tersebut melanggar Kode Etik dan Pedoman District Court reflect the problem in which a defendant
Perilaku Hakim atau tidak? Dengan menggunakan was twice sentenced by the same panel of judges for
metode penelitian hukum normatif yang memfokuskan violating the same law. This is what then becomes the
kajian pada data sekunder, maka akan terlihat bagaimana formula of the problem, whether the decision violates
sesungguhnya dua putusan tersebut. Hasil dari penelitian the Code of Ethics and Code of Conduct of Judges or
not. By using normative legal research method focusing

Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Imran) |1


on secondary data construing, it will expose the fact of judges examining the case.
these two decisions. The results of this analysis indicate
Keywords: code of ethics and code of conduct of judges,
that there are violations of the Code of Ethics and Code
criminal justice system, professionalism.
of Conduct of Judges been committed by the panel of

I. PENDAHULUAN bersama anggota Satpol PP lainnya pergi ke ruang


A. Latar Belakang kamar mesin diesel, dan kemudian terdakwa
merusak mesin diesel dengan cara memotong
Sistem peradilan di Indonesia masih
kabel penghubung baterai charger dengan accu,
menyimpan banyak persoalan. Mulai dari
kemudian baterai charger diserahkan kepada SB,
persoalan administratif, hingga persoalan
akibatnya listrik menjadi padam.
substansif yang berkaitan dengan putusan
hakim. Persoalan ini hingga hari ini tidak Dari kasus ini kemudian terjadi laporan oleh
pernah terselesaikan secara tuntas dan dapat PT MMC ke Kepolisian Tobelo yang kemudian
dilihat hasilnya sebagai bentuk dan upaya memunculkan perkara yang disidangkan di
untuk menciptakan profesionalitas pengadilan, Pengadilan Negeri Tobelo dengan Putusan
maupun meningkatnya kualitas para hakim. Nomor 63/Pid.B/2012/PN.TBL. Dua orang
Akibatnya adalah lemahnya penegakan hukum terdakwa kemudian di dakwa dengan dakwaan
dan rendahnya kualitas keadilan di negeri ini. alternatif yaitu:

Salah satu persoalan yang kemudian “Kesatu: Bahwa terdakwa I ZI dan terdakwa
II MSL bersama-sama SB (terdakwa dalam
muncul yaitu berkaitan dengan kasus yang berkas terpisah) pada hari Minggu tanggal
terjadi di Pengadilan Negeri Tobelo. Kasus ini 25 Maret 2012 sekitar jam 10.00 WIT
bermula pada tanggal 25 Maret 2012, Wakil atau setidak-tidaknya pada suatu waktu
dalam bulan Maret 2012 bertempat di
Bupati Pulau Morotai serta rombongan Satpol PP PT MMC tepatnya di Pulau Ngele-Ngele
yang mendatangi PT MMC di Pulau Ngele-Ngele Besar Kecamatan Morotai Selatan Barat
Kabupaten Morotai atau setidak-tidaknya
Besar. Kedatangan wakil bupati tersebut yaitu
pada suatu tempat yang masih termasuk
untuk meminta penghentian kegiatan perusahaan. dalam daerah hukum Pengadilan Negeri
Namun dalam pertemuan tersebut tidak dicapai Tobelo dengan terang-terangan dan tenaga
bersama menggunakan kekerasan terhadap
kesepakatan. Pada saat yang bersamaan SB, orang atau barang. Perbuatan tersebut
selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dilakukan terdakwa dengan cara-cara
Kabupaten Pulau Morotai, mengadakan apel sebagai berikut:
yang diikuti oleh anggota Satpol PP kurang lebih Bahwa pada hari Minggu tanggal 25
50 orang. Maret 2012 sekitar pukul 09.00 WIT
para terdakwa bersama rombongan Wakil
SB kemudian memerintahkan ZI dan Bupati Pulau Morotai serta rombongan
Satpol PP mendatangi kembali PT MMC
MSL bersama anggota Satpol PP lainnya, untuk Ngele-Ngele Besar setelah itu diadakan
mematikan diesel listrik, melepas dinamo yang pertemuan dengan direktur PT MMC
IR, namun tidak ada kesepakatan. Pada
berada di ruang pembibitan, serta melepas
saat yang sama SB selaku Kepala Satuan
pelampung pada keramba ikan. Lalu, ZI dan MSL Pamong Praja Kabupaten Pulau Morotai
mengadakan apel yang diikuti terdakwa I

2| Jurnal Yudisial Vol. 12 No. 1 April 2019: 1 - 15


ZI dan terdakwa II MSL dan juga anggota I dan terdakwa II serta anggota Satpol
Satpol PP Kabupateb Pulau morotai dan PP Kabupaten Pulau Morotai untuk
atas arahan SB memerintahkan terdakwa mematikan diesel listrik melepas dinamo
I dan terdakwa II serta anggota Satpol yang berada di ruangan pembibitan serta
PP Kabupaten Pulau Morotai untuk melepas pelampung pada keramba ikan.
mematikan diesel listrik melepas dinamo Selanjutnya untuk menindaklanjuti hal
yang berada di ruangan pembibitan serta tersebut kemudian SB, terdakwa I, dan
melepas pelampung pada keramba ikan. terdakwa II serta anggota Satpol PP pergi
Selanjutnya untuk menindaklanjuti hal ke ruang mesin diesel, SB memerintahkan
tersebut kemudian SB, terdakwa I, dan terdakwa I dan terdakwa II untuk merusak
terdakwa II serta anggota Satpol PP pergi mesin diesel dengan cara memotong kabel
ke ruang mesin diesel. SB memerintahkan penghubung baterai charger dengan accu,
terdakwa I dan terdakwa II untuk merusak kemudian baterai charger diserahkan
mesin diesel dengan cara memotong kabel kepada SB akibatnya listrik menjadi padam.
penghubung baterai charger dengan accu,
kemudian baterai charger diserahkan Perbuatan para terdakwa sebagaimana
kepada SB akibatnya listrik menjadi padam. diuraikan di atas diatur dan diancam pidana
Pasal 406 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2
Perbuatan para terdakwa sebagaimana KUHP.”
diuraikan di atas diatur dan diancam pidana
Pasal 170 ayat (1) KUHP
Dari dakwaan ini kemudian majelis hakim
atau memutuskan para terdakwa terbukti melanggar
Kedua: Bahwa terdakwa I ZI dan terdakwa dakwaan kesatu, yaitu Pasal 170 ayat (1) KUHP
II MSL bersama-sama SB (terdakwa dalam yang berbunyi: “barang siapa yang di muka umum
berkas terpisah) pada hari Minggu tanggal bersama-sama melakukan kekerasan terhadap
25 Maret 2012 sekitar jam 10.00 WIT
atau setidak-tidaknya pada suatu waktu orang atau barang, dihukum penjara selama-
dalam bulan Maret tahun 2012 bertempat lamanya lima tahun enam bulan.” Putusan hakim
di PT MMC tepatnya di pulau Ngele-Ngele
menghukum para terdakwa selama satu tahun
Besar Kecamtan Morotai Selatan Barat
Kabupaten Morotai atau setidak-tidaknya penjara. Namun kemudian ditemukan terdapat
pada suatu tempat yang masih termasuk putusan yang sama dengan terdakwa yang sama
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri
Tobelo dengan terang-terangan dan tenaga pula dalam satu pengadilan yang sama, yaitu
bersama menggunakan kekerasan terhadap Putusan Nomor 64/Pid.B/2012/PN.TBL.
orang atau barang. Perbuatan tersebut para
terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai Putusan Nomor 64/Pid.B/2012/PN.TBL
berikut:
ada dua terdakwa yang diajukan dalam
Bahwa pada hari Minggu tanggal 25 persidangan yaitu ZI dan MSL. Kedua terdakwa
Maret 2012 sekitar pukul 09.00 WIT di persidangan didakwa alternatif yaitu: dakwaan
para terdakwa bersama rombongan Wakil
Bupati Pulau Morotai serta rombongan kesatu diancam dengan pidana Pasal 170 ayat
Satpol PP mendatangi kembali PT MMC (1) KUHP dan dakwaan kedua diancam dengan
Ngele-Ngele Besar setelah itu diadakan
pidana Pasal 406 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1)
pertemuan dengan direktur PT MMC
IR, namun tidak ada kesepakatan. Pada ke-2 KUHP. Putusan hakim dalam perkara ini
saat yang sama SB selaku Kepala Satuan yaitu para terdakwa melanggar Pasal 170 ayat (1)
Pamong Praja Kabupaten Pulau Morotai
mengadakan apel yang diikuti terdakwa I KUHP dan dihukum selama satu tahun penjara
ZI dan terdakwa II MSL dan juga anggota
Satpol PP Kabupaten Pulau Morotai dan Dari kedua putusan di atas terlihat ada
atas arahan SB memerintahkan terdakwa dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman

Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Imran) |3


Perilaku Hakim yang dilakukan oleh majelis kebiasaan (Muhammad, 2006: 13). Sedangkan
hakim. Dugaan ini dikarenakan adanya kesamaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika
dari sisi administratif dan substantif putusan yang adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
dikeluarkan oleh majelis hakim. Oleh karena itu buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
sangat perlu untuk dianalisis lebih lanjut dugaan (akhlak) (Depdiknas, 2001: 309).
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Etika dan moral sebenarnya mempunyai
Hakim seperti apa yang dilakukan oleh majelis
pengertian yang berbeda walaupun dalam
hakim.
pemakaiannya sehari-hari, etika dan moral
seringkali digunakan dalam pengertian yang
B. Rumusan Masalah
sama, yaitu tingkah laku, perbuatan, sikap yang
Apakah dalam Putusan Nomor 63/ baik, tegasnya menyangkut baik dan buruknya
Pid.B/2012/PN.TBL dan Nomor 64/Pid.B/2012/ manusia (Magnis-Suseno, 1989: 9). Dengan
PN.TBL telah terjadi Pelanggaran Kode Etik dan demikian etika/moral adalah kerangka dalam
Pedoman Perilaku Hakim? semua aktivitas manusia. Apalagi jika manusia itu
memiliki profesi tertentu maka secara otomatis
aktivitasnya ada dalam kerangka etika/moral.
C. Tujuan dan Kegunaan
Magnis-Suseno dalam Tedjosaputro (2003:
Tujuan dan kegunaan dari penelitian ini
36) mengemukakan lima kriteria nilai moral yang
yaitu: 1) secara teoritis penelitian ini diharapkan
kuat mendasari kepribadian profesional hukum
mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi
yaitu:
hakim dalam memutus perkara yang sama sesuai
dengan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim; 1. Kejujuran
dan 2) secara praktis hasil dari penelitian ini Kejujuran adalah dasar utama, tanpa
diharapkan menjadi suatu kebijakan bagi hakim kejujuran maka profesional hukum
dalam memutus perkara yang berkaitan dengan mengingkari misi profesinya sehingga dia
perkara pidana. menjadi munafik, licik, penuh tipu diri. Dua
sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu:
D. Tinjauan Pustaka (i) sikap terbuka. Ini berkaitan dengan
pelayanan klien, kerelaan melayani secara
Istilah “etika” menurut Bartens berasal dari
bayaran atau cuma-cuma; dan (ii) sikap
bahasa Yunani kuno “etos” dalam bentuk tunggal
wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan
yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak
yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak
yang baik. Bentuk jamak dari ethos adalah ta
sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, dan
etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak
tidak memeras.
inilah terbentuk kata “etika” yang oleh filsuf
Yunani Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai 2. Autentik
untuk menunjukkan filsafat moral. Berdasarkan Autentik artinya menghayati dan
asal usul kata ini, maka etika berarti ilmu tentang menunjukkan diri sesuai dengan
apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat keasliannya, kepribadian yang sebenarnya.
Autentik pribadi profesional hukum antara

4| Jurnal Yudisial Vol. 12 No. 1 April 2019: 1 - 15


lain: (i) tidak menyalahgunakan wewenang; Sebagai profesi yang mulia, hakim
(ii) tidak melakukan perbuatan yang menggunakan sistem etika untuk menyediakan
merendahkan martabat (perbuatan tercela); struktur yang mampu menciptakan disiplin tata
(iii) tidak mendahulukan kepentingan kerja dan menyediakan garis batas tata nilai yang
klien; (iv) berani berinisatif dan berbuat dapat dijadikan pedoman untuk menyelesaikan
sendiri dengan bijaksana, tidak semata- dilema ketika menjalankan profesinya sehari-
mata menunggu perintah atasan; dan (v) hari. Dengan berbagai macam persoalan yang
tidak mengisolasi diri dari pergaulan. melingkupi hakim dan dunia peradilan saat ini
maka dibutuhkan etika sebagai refleksi kritis
3. Bertanggung jawab
tentang bagaimana manusia harus hidup dalam
Dalam menjalankan tugasnya, profesional
situasi konkret tertentu untuk menentukan sikap
hukum wajib bertanggung jawab, artinya:
dan bertindak secara benar (Keraf, 2010: 18).
(i) kesediaan melakukan dengan sebaik
Etika merupakan norma-norma yang dianut oleh
mungkin tugas apa saja yang termasuk
kelompok, golongan atau masyarakat tertentu
lingkup profesinya; (ii) bertindak secara
mengenai perilaku yang baik dan buruk. Etika
proporsional tanpa membedakan perkara
merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai
bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo).
norma-norma yang terwujud dalam perilaku
4. Kemandirian moral hidup manusia baik secara pribadi maupun
Kemandirian moral artinya tidak mudah kelompok (Nuh, 2011: 224 ).
terpengaruh atau tidak mudah mengikuti
Profesional seorang hakim teletak pada
pandangan moral yang terjadi di sekitarnya,
tugas utamanya yaitu memeriksa, mengadili, dan
melainkan membentuk penilaian sendiri.
memutus perkara. Putusan hakim merupakan
Mandiri secara moral berarti tidak dapat
tindakan akhir dari hakim di dalam persidangan,
dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak
menentukan apakah dihukum atau tidak si
terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi
pelaku, jadi putusan hakim adalah pernyataan
(pamrih) menyesuaikan diri dengan nilai
dari seorang hakim dalam memutuskan suatu
kesusilaan agama.
perkara di dalam persidangan dan memiliki
5. Keberanian moral kekuatan hukum tetap (Mulyadi, 2007: 127).
Keberanian moral adalah kesetiaan Putusan hakim tidak bersifat statis, karena
terhadap suara hari nurani yang menyatakan akan terkait dengan realitas yaitu berbagai
kesediaan untuk menanggung risiko kepentingan, kekuatan serta kekuasaan. Putusan
konflik. Keberanian tersebut antara lain: hakim senantiasa kontekstual dan tidak bebas
(i) menolak segala bentuk korupsi, kolusi, nilai (tidak netral) (Shidarta et al., 2014: 9). Oleh
suap, pungli; (ii) menolak tawaran damai di karena itu putusan hakim tersebut harus dapat
tempat atas tilang karena pelanggaran lalu menunjukkan kecerdasan nalar, rasa, hasrat, dan
lintas jalan raya; dan (iii) menolak segala intuisi serta keberanian dalam memutus suatu
bentuk cara penyelesaian melalui jalan perkara.
belakang yang tidak sah.
Dilihat dari sudut birokrasi peradilan,
putusan hakim akan terkait dengan tiga kriteria,

Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Imran) |5


yaitu: efektivitas, efisiensi, dan kejujuran. harusnya mampu merekonstruksi undang-undang
Efektivitas dinilai dalam segi apakah putusan itu berdasarkan bukti fakta persidangan, nilai
hakim mampu menjadi pilar hukum, artinya keadilan. Menurut Rahardjo, secara sosiologis
seberapa besar putusan pengadilan memberikan ada dua macam hakim yaitu: Pertama, hakim
jawaban terhadap kegelisahan masyarakat. yang mengadili perkara mendengarkan suara dan
Efisensi terkait dengan pembiayaan dari apa yang putusan hati nuraninya, baru kemudian mencari
dilakukan para hakim yang dihubungkan dengan aturan hukum untuk menjadi landasan putusan
apa yang mereka capai. Kejujuran berada diantara nuraninya. Kedua, hakim yang memeriksa dan
dua kategori dan merupakan masalah paling peka mendengarkan “suara perutnya” lebih dulu lalu
bagi masyarakat umum. Di sini perhatian terpusat dicarikan pasal-pasal untuk membenarkannya
pada bagaimana peradilan memperlakukan (Rahardjo, 2006: 93).
masyarakat atau mereka yang masuk dalam
Putusan hakim merupakan suatu produk
proses dengan sepantasnya secara hukum dan
yang dihasilkan dalam suatu persidangan yang
moral, tanpa mengindahkan keefektifan mereka
terbuka untuk umum, mempunyai makna penting
dalam memutus perkara atau efisiensi mereka
bagi para pencari keadilan dalam peradilan pidana
dalam mengurangi biaya (Shidarta et al., 2014: 8)
atau perdata. Putusan hakim di satu pihak berguna
Oleh karena itu pengadilan dan hakim bagi terdakwa untuk memperoleh kepastian
adalah dua komponen yang tidak terpisahkan, hukum tentang “statusnya,” sedangkan di satu
satu menjadi bagian yang lain. Hakim menjadi pihak putusan hakim merupakan “mahkota”
entitas yang utama yang memaknai kata sekaligus “puncak” pencerminan nilai-nilai
“pengadilan” tempat diselenggarakannya proses keadilan; kebenaran hakiki; hak asasi manusia;
yang disebut mengadili. Sementara pengadilan penguasaan hukum atau fakta secara mapan,
sebagai lembaga atau institusi dituntut untuk mumpuni dan faktual, serta visualisasi etika,
menyelenggarakan proses mengadili secara mentalitas, dan moralitas dari hakim (Mulyadi,
profesional dengan dukungan administrasi yang 2014: 129.)
profesional pula (Rifai et al., 2007: 30).
Dalam memutus suatu perkara ada tiga
Profesi hakim yang mulia tersebut aspek yang perlu dipertimbangkan oleh seorang
membutuhkan sandaran etika yang mampu hakim yaitu filosofis, yuridis, dan sosiologis.
memberikan tuntutan pada tugas sehari-hari Menurut Muhammad, pertimbangan yuridis
hakim, baik dalam lingkup administratif maupun adalah pertimbangan hakim yang didasarkan
dalam tugas untuk memeriksa, mengadili, dan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam
memutus perkara. Karena perkembangan profesi persidangan dan oleh undang-undang ditetapkan
mengimplikasikan kepada tuntutan-tuntutan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan
norma etik yang melandasi persoalan profesional misalnya dakwaan penuntut umum, keterangan
(Utomo, 1992: 1). terdakwa, keterangan saksi, barang-barang bukti,
dan pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana.
Hakim sebagai orang yang mengadili dan
Hakim sebagai aplikator undang-undang, harus
memutus suatu perkara bukan saja menjalankan
mencari undang-undang yang berkaitan dengan
apa yang termuat dalam undang-undang, tetapi
perkara yang sedang dihadapi. Hakim harus

6| Jurnal Yudisial Vol. 12 No. 1 April 2019: 1 - 15


menilai apakah undang-undang tersebut adil, 4. Hakim harus bersedia menerima keberatan
ada kemanfaatannya atau memberikan kepastian yang diajukan oleh pihak yang diadili
apabila meragukan objektivitas hakim
hukum jika ditegakkan, sebab salah satu tujuan tersebut (KHN RI, 2003: 38).
hukum itu unsurnya adalah menciptakan keadilan
(Muhammad, 2007: 212 ). Terdapat sepuluh prinsip dalam aturan
perilaku yang termuat dalam Kode Etik dan
Aspek filosofis merupakan aspek yang Pedoman Perilaku Hakim yang ditandatangani
berintikan pada kebenaran dan keadilan, bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi
sedangkan aspek sosiologis mempertimbangkan Yudisal dalam bentuk keputusan bersama.
tata nilai budaya yang hidup dalam masyarakat. Sepuluh prinsip tersebut yaitu: 1) Berperilaku
Aspek filosofis dan sosiologis, penerapannya adil; 2) Berperilaku jujur; 3) Berperilaku arif dan
sangat memerlukan pengalaman dan pengetahuan bijaksana; 4) Bersikap mandiri; 5) Berintegritas
yang luas serta kebijaksanaan yang mampu tinggi; 6) Bertanggung jawab; 7) Menjunjung
mengikuti nilai-nilai dalam masyarakat yang tinggi harga diri; 8) Berdisiplin tinggi; 9)
terabaikan. Jelas penerapannya sangat sulit sebab Berperilaku rendah hati; dan 10) Bersikap
tidak mengikuti asas legalitas dan tidak terikat profesional. Kesepuluh prinsip ini merupakan
pada sistem. Pencantuman ketiga unsur tersebut kewajiban hakim untuk memelihara kehormatan,
tidak lain agar putusan dianggap adil dan diterima keluhuran martabat, dan menjaga marwah dari
masyarakat (Rifai, 2010: 126) godaan-godaan yang dapat merusak perilaku
sehari-hari hakim. Kesepuluh prinsip ini harus
Sebagai bagian dari profesi terhormat dalam
dijalankan secara konkret dan konsisten baik
mengadili perkara, hakim juga memiliki kode
dalam tugas yudisialnya maupun di luar tugas
etik agar ia mampu menjaga diri dan profesinya
yudisialnya sebab hal ini berkaitan dengan upaya
dari “godaan” yang dapat memberinya stigma
penegakan hukum dan keadilan. Paling tidak
amoral. Stigma amoral seringkali dirasakan
ada tiga sebab mengapa kode etik dirumuskan
oleh hakim karena terindikasi berbuat tidak
yaitu: 1) sebagai sarana kontrol sosial; 2) sebagai
adil. Profesi hakim harus mempunyai kode etik
pencegah campur tangan pihak lain; dan 3)
agar nilai-nilai yang terdapat di dalam peraturan
sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik
perundang-undangan terinternalisasi pada diri
(Muhammad, 2006: 78).
seorang hakim. Nilai-nilai tersebut mencakup
beberapa hal sebagai berikut:
II. METODE
1. Hakim dalam menjalankan tugasnya harus
bebas, tetapi harus menjunjung tinggi
keadilan. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian hukum normatif, yang memfokuskan
2. Hakim harus menjunjung tinggi nilai-
kajian pada norma hukum (Soekanto & Mamudji,
nilai keterbukaan dan menemukan hukum
melalui metode interpretasi. 2011: 13). Sifat penelitian ini adalah preskriptif,
memberikan penilaian mengenai sesuatu yang
3. Hakim harus selalu
mempertanggungjawabkan sikap dan seharusnya dilakukan (Marzuki, 2014: 69-70).
tindakannya baik secara vertikal (kepada Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
Tuhan Yang Maha Esa) maupun secara
horizontal (masyarakat). adalah pendekatan kasus (case apporach), yaitu

Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Imran) |7


dengan mengkaji alasan-alasan hukum yang Salah satu lembaga penegak hukum yaitu
meliputi pertimbangan hukum dan kemampuan pengadilan memiliki peran yang sangat penting
membangun penafsiran hukum oleh hakim dalam dalam implementasi konsep negara hukum.
membuat suatu putusan atau penetapan (Marzuki, Pengadilan merupakan institusi pelaksana
2014: 158-166). konstitusi, perlindungan hak asasi manusia, dan
jaminan atas prosedur-prosedur yang adil. Sebagai
Bahan hukum primer dalam penelitian ini
suatu gambaran yang ideal dalam menjalankan
adalah Putusan Nomor 63/Pid.B/2012/PN.TBL,
fungsi pengadilan atau peninjauan konstitusi,
dan Nomor 64/Pid.B/2012/PN.TBL. Sedangkan
para hakim tidak hanya menangani konflik antara
bahan hukum sekunder dalam penelitian ini
elite politik, tetapi juga mampu menghindari
berupa buku dan jurnal hukum yang relevan
pelaksanaan kekuasaan pemerintahan yang
dengan tema penelitian. Beberapa bahan hukum
tidak adil serta memberikan perlindungan
tersebut akan dijadikan sebagai bahan hukum
terhadap hak-hak masyarakat. Dengan demikian,
yang berguna menjawab pokok masalah dalam
pengadilan menjadi pelaku yang sangat kuat
penelitian ini. Dalam kegiatan analisis, penulis
dalam memelihara kekuasan negara melalui jalur
akan menganalisis pertimbangan hukum dari
hukum (Asrun, 2004: 45).
masing-masing majelis hakim dalam Putusan
Nomor 63/Pid.B/2012/PN.TBL dan Nomor 64/ Peranan pengadilan tidak dapat disangsikan
Pid.B/2012/PN.TBL. lagi, sebab dengan lembaga pengadilan inilah
segala yang menyangkut hak dan tanggung jawab
Pisau analisis yang digunakan adalah
yang terabaikan dapat diselesaikan, lembaga ini
menggunakan bahan hukum sekunder seperti
memberikan tempat bahkan membantu kepada
penggunaan buku dan jurnal serta Kode Etik dan
mereka yang dirampas hak-haknya dan memaksa
Pedoman Perilaku Hakim. Hasil analisis akan
kepada pihak-pihak agar bertangung jawab atas
dijadikan dasar untuk membangun argumentasi
perbuatan yang dilakukan yang merugikan pihak
yang menjawab pokok masalah dalam penelitian,
lainnya. Aktivitas lembaga pengadilan demikian
yang bersamaan dengan itu, penulis juga sekaligus
itu pada dasarnya adalah berupaya mewujudkan
memberikan preskriptif berdasarkan argumentasi
rumusan-rumusan hukum yang sifatnya abstrak
yang terbangun.
ke dalam kenyataan masyarakat (Muhammad,
2006: 4).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem peradilan pidana di Indonesia
Penegakan hukum dipahami dan diyakini menempatkan polisi, jaksa, dan hakim serta
sebagai aktivitas menerapkan norma-norma atau lembaga pemasyarakatan sebagai penegak hukum
kaidah-kaidah hukum positif terhadap suatu pidana. Sistem peradilan pidana merupakan suatu
peristiwa konkret. Penegakan hukum bekerja jaringan (network) peradilan yang menggunakan
seperti model mesin otomatis, di mana pekerjaan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik
menegakkan hukum menjadi aktivitas subsumsi hukum pidana materiel, hukum pidana formal
otomat, hukum dilihat sebagai variabel yang jelas maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun
dan pasti yang harus diterapkan pada peristiwa demikian kelembagaan substansial ini harus
yang juga jelas dan pasti (Rahardjo, 2004: 173). dilihat dalam kerangka atau konteks sosial.

8| Jurnal Yudisial Vol. 12 No. 1 April 2019: 1 - 15


Sifatnya yang terlalu formal apabila dilandasi berkas dakwaan secara formal maupun
hanya untuk kepentingan kepastian hukum saja materiel. Dari pembacaan berkas dakwaan
akan membawa kepada ketidakadilan (Muladi, tersebut kemudian majelis hakim yang ditunjuk
1995: 18). akan menentukan jadwal persidangan. Jika
hakim pemeriksa perkara yang telah ditunjuk
Menurut Reksodiputro (1993: 15)
menemukan sesuatu yang dianggap tidak benar
tujuan sistem peradilan pidana adalah: a)
maka majelis hakim pemeriksa perkara dapat
Mencegah masyarakat menjadi objek/korban;
berkonsultasi dengan ketua pengadilan negeri
b) Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi
setempat.
sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah
ditegakkan dan yang bersalah dipidana; dan Dalam Putusan Nomor 63/Pid.B/2012/
c) Mengusahakan agar mereka yang pernah PN.TBL, ada tiga orang yang dihadirkan sebagai
melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi saksi, yaitu: IR, SA, dan PT. Sedangkan untuk
kejahatannya. Putusan Nomor 64/Pid.B/2012/PN.TBL ada
enam orang saksi yang dihadirkan oleh jaksa
Konstruksi perkara pidana dimulai ketika
penuntut umum yaitu: IR, SA, PT, IM, NRK, dan
proses penyelidikan dan penyidikan yang kemudian
NK. Ada tiga orang saksi yang sama dan dalam
menetapkan tersangka terhadap dugaan tindak
kesaksiannya dalam prsidangan ditemukan
pidana. Setelah proses yang lengkap tersebut maka
keterangan yang sama dalam dua perkara tersebut.
terdakwa dan barang bukti akan diserahkan oleh
polisi kepada kejaksaan negeri untuk kemudian Pertimbangan terhadap dakwaan jaksa
disusun dakwaan dan dilimpahkan ke pengadilan penuntut umum dilakukan oleh majelis hakim
negeri setempat. Terhadap berkas perkara yang dua putusan ini yang sesuai dengan fakta-fakta
telah dilimpahkan ke pengadilan negeri maka dalam persidangan. Dijelaskan dalam putusan,
panitera akan memberikan nomor register yang fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan
kemudian diserahkan ke ketua pengadilan untuk sesuai dengan dakwaan kesatu, yaitu melanggar
ditetapkan penunjukan majelis hakim yang akan Pasal 170 KUHP ayat (1) dengan unsur-unsurnya
memeriksa dan mengadili perkara tersebut (MA sebagai berikut: a) barang siapa; b) di muka
RI, 2007: 228). umum; c) bersama-sama melakukan kekerasan
terhadap barang. Dalam pertimbangan majelis
Dengan alur perkara yang begitu ketat, maka
hakim dalam dua perkara ini, dari ketiga unsur
mustahil akan muncul perkara yang sama dengan
tersebut semuanya terbukti telah dilakukan
terdakwa yang sama dan di pengadilan yang
oleh para terdakwa. Seperti yang tertulis dalam
sama, karena bila perkara itu masuk pengadilan
Putusan Nomor 63/Pid.B/2012/PN.TBL di bawah
maka ketua pengadilan akan mempelajari perkara
ini:
tersebut, jika ditemukan sesuatu yang tidak benar
maka ketua pengadilan akan memerintahkan “Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di
panitera untuk mengembalikan berkas perkara atas ternyata perbuatan para terdakwa
tersebut ke pihak kejaksaan. telah memenuhi unsur dari dakwaan kesatu
sehingga majelis hakim berkesimpulan
Hal yang sama juga dilakukan oleh majelis bahwa para terdakwa telah terbukti sacara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan
hakim yang telah ditunjuk untuk mempelajari

Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Imran) |9


tindak pidana yang didakwakan kepadanya telah memenuhi unsur dari dakwaan kesatu
yaitu melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP sehingga majelis hakim berkesimpulan
yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana bahwa para terdakwa telah terbukti sacara
“dimuka umum secara bersama-sama sah dan meyakinkan bersalah melakukan
melakukan kekerasan terhadap barang.” tindak pidana yang didakwakan kepadanya
yaitu melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP
“Menimbang bahwa dari kenyataan yang yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana
diperoleh selama persidangan dalam perkara “dimuka umum secara bersama-sama
ini majelis hakim tidak menemukan hal- melakukan kekerasan terhadap barang.”
hal yang dapat melepaskan para terdakwa
dari pertanggungjawaban pidana dalam “Menimbang bahwa dari kenyataan yang
dakwaan kesatu tersebut sebagai alasan diperoleh selama persidangan dalam perkara
pembenar dan atau alasan pemaaf, oleh ini majelis hakim tidak menemukan hal-
karenanya majelis hakim berkesimpulan hal yang dapat melepaskan para terdakwa
bahwa perbuatan para terdakwa harus dari pertanggungjawaban pidana dalam
dipertanggungjawabkan kepadanya.” dakwaan kesatu tersebut sebagai alasan
pembenar dan atau alasan pemaaf, oleh
“Menimbang bahwa oleh karena para karenanya majelis hakim berkesimpulan
terdakwa mampu bertanggung jawab maka bahwa perbuatan para terdakwa harus
para terdakwa harus dinyatakan bersalah dipertanggungjawabkan kepadanya.”
atas tindak pidana yang didakwakan
terhadap dirinya dan oleh karena itu harus “Menimbang bahwa oleh karena para
dijatuhi pidana.” terdakwa mampu bertanggung jawab maka
para terdakwa harus dinyatakan bersalah
Pertimbangan yang sama dapat dilihat atas tindak pidana yang didakwakan
terhadap dirinya dan oleh karena itu harus
dalam Putusan Nomor 64/Pid.B/2012/PN.TBL
dijatuhi pidana.”
yaitu:
Di bawah ini adalah tabel yang
“Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di membandingkan beberapa hal yang sama dari
atas ternyata perbuatan para terdakwa dua putusan tersebut yaitu:

Tabel 1. Perbandingan Putusan Nomor 63/Pid.B/2012/PN.BTL dan Nomor 64/Pid.B/2012/PN.BTL

Putusan Nomor
No. Uraian Keterangan
63/Pid.B/2012/PN.TBL 64/Pid.B/2012/PN.TBL
1. Identitas terdakwa a. ZI a. ZI Sama
b. MSL b. MSL
2. Surat penetapan ketua Nomor 63/Pen.Pid/2012 Nomor 64/Pen.Pid/2012 Berbeda
pengadilan negeri tertanggal 14 Agustus 2012 tertanggal 14 Agustus 2012 nomornya saja
tentang penunjukan
majelis hakim pemeriksa
perkara
3. Masa penahanan a. 27 Mei s.d. 26 Mei 2012 a. 07 Mei s.d. 26 Mei 2012 Sama, hanya ada
b. 27 Mei s.d. 13 Mei 2012 b. 27 Mei s.d. 13 Mei 2012 salah ketik
c. 01 Juni s.d. 08 Juni 2012 c. 01 Juni s.d. 08 Juni 2012
d. 08 Juni s.d. 16 Juni 2012 d. 08 Juni s.d. 16 Juni 2012
e. Dikeluarkan 16 Juni 2012 e. Dikeluarkan 16 Juni 2012
4. Tempus dan locus delicti Tanggal 25 Maret 2012 di Tanggal 25 Maret 2012 di Sama
Pulau Ngele-Ngele Morotai Pulau Ngele-Ngele Morotai

10 | Jurnal Yudisial Vol. 12 No. 1 April 2019: 1 - 15


5. Uraian dakwaan Sedikit Lebih rinci Substansi sama
tapi yang satu
lebih rinci
6. Dasar dakwaan a. Pasal 170 ayat (1) KUHP a. Pasal 170 ayat (1) KUHP Sama
(alternatif) b. Pasal 406 ayat (1) jo. b. Pasal 406 ayat (1) jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-2 Pasal 55 ayat (1) ke-2
KUHP KUHP
7. Pertimbangan Sama Sama Sama
8. Dakwaan yang terbukti Dakwaan kesatu Pasal 170 Pasal 170 ayat (1) KUHP Sama
ayat (1) KUHP
9. Amar putusan Menjatuhkan pidana Menjatuhkan pidana Beda
terhadap para terdakwa oleh terhadap para terdakwa oleh
karena itu dengan pidana karena itu dengan pidana
penjara masing-masing penjara selama satu tahun
selama satu tahun
10. Tanggal musyawarah 13 Desember 2012 13 Desember 2012 Sama
11. Pembacaan putusan 13 Januari 2013 13 Januari 2013 Sama
12. Susunan majelis hakim a. AHM (Ketua) a. AHM (Ketua) Sama
b. EMA b. EMA
c. DFCHS c. DFCHS
13. Panitera pengganti NH MB Beda
Sumber: Direktori Putusan Mahkamah Agung

Apa yang terlihat dari dua putusan yang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan
sama tersebut menunjukkan kemampuan hakim Pasal 141, penuntut umum dapat melakukan
dalam memberikan pertimbangan. Bisa dicermati penuntutan terhadap masing-masing terdakwa
dari 13 item dalam tabel 1 yang dipersandingkan secara terpisah.” Artinya splitsing dilakukan
oleh penulis, terlihat hanya tiga hal yang berbeda jika lebih dari suatu perbuatan dan pelaku serta
yaitu: nomor penetapan penunjukan majelis locus delicti perbuatan tersebut.
hakim, amar putusan, dan panitera pengganti.
Menurut  Harahap, pemecahan berkas
Selain itu semuanya sama baik secara formal
perkara ini dulu disebut splitsing. Memecah satu
maupun materiel.
berkas perkara menjadi dua atau lebih atau a
Dari sisi formal nama terdakwa, dakwaan, split trial (Harahap, 2016: 442). Pada dasarnya
masa penahanan, dan tempus delicti sama. pemecahan berkas perkara terjadi disebabkan
Menunjukkan perkara ini sesungguhnya faktor pelaku tindak pidana terdiri dari beberapa
memiliki kronologis yang sama, artinya kasus ini orang. Apabila terdakwa terdiri dari beberapa
kemudian dipisah berkas perkara (splitsing) dan orang, penuntut umum dapat menempuh
dijadikan dua kasus yang berbeda. Splitsing yang kebijaksanaan untuk memecah berkas perkara
merupakan kewenangan jaksa penuntut umum menjadi beberapa berkas sesuai dengan jumlah
sesuai dengan Pasal 142 KUHAP berbunyi: terdakwa, sehingga:
“dalam hal penuntut umum menerima satu
a. Berkas yang semula diterima penuntut
berkas perkara yang memuat beberapa tindak
umum dari penyidik, dipecah menjadi dua
pidana yang dilakukan oleh beberapa orang
atau beberapa berkas perkara.

Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Imran) | 11


b. Pemecahan dilakukan apabila yang menjadi maupun rujukan, baik berupa yurisprudensi
terdakwa dalam perkara tersebut, terdiri maupun doktrin yang dijadikan dasar hakim
dari beberapa orang. Dengan pemecahan dalam memberikan pertimbangan, tidak hanya
berkas dimaksud, masing-masing terdakwa mencocokkan apa yang ada dalam fakta
didakwa dalam surat dakwaan yang berdiri persidangan dengan aturan dalam pasal-pasal
sendiri antara yang satu dengan yang lain. KUHP.

c. Pemeriksaan perkara dalam pemecahan Menurut Sidartha (2000: 206), proses-


berkas perkara, tidak lagi dilakukan proses pembuatan putusan tidak dapat dilepaskan
bersamaan dalam suatu persidangan. dari kegiatan bernalar hakim. Kegiatan bernalar
Masing-masing terdakwa diperiksa dalam dari hakim dengan beragam motivering yang
persidangan yang berbeda. menopangnya, selalu berada dalam pusaran
tarikan keanekaragaman kerangka orientasi
d. Pada umumnya, pemecahan berkas perkara
berpikir yuridis yang terpelihara dalam sebuah
menjadi penting, apabila dalam perkara
sistem autopusis, sehingga dapat berkembang
tersebut kurang bukti dan kesaksian.
menurut logikanya sendiri, dan eksis sebagai
Dalam perkara ini splitising justru dilakukan sebuah model penalaran yang khas sesuai dengan
terhadap orang yang sama, padahal jelas sekali tugas-tugas profesionalnya.
dalam dakwaan baik untuk Putusan Nomor
Tugas profesional hakim tersebut juga
Nomor 63/Pid.B/2012/PN.BTL dan Nomor 64/
bersandar pada kode etik hakim. Dalam Kode
Pid.B/2012/PN.BTL kronologis kasus sama,
Etik dan Pedoman Perilaku hakim angka 10
dan orang yang didakwa pun sama, sehingga
termuat pengaturan tentang sikap profesional
tidak sepantasnya kasusnya dibuat menjadi dua
yang bermakna: “suatu sikap moral yang
kasus yang berbeda dengan masa hukuman yang
dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan
berbeda pula.
pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan,
Dalam pertimbangannya pun tidak terlihat yang didukung oleh keahlian atas dasar
hal-hal yang membedakan dua perkara ini, yang pengetahuan, keterampilan, dan wawasan
dapat menunjukkan kemampuan hakim untuk luas. Sikap profesional akan mendorong
menyelesaikan kasus secara adil. Hakim hanya terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga
memberikan pertimbangan yang seadanya saja dan mempertahankan mutu pekerjaan, serta
tanpa mengagli lebih dalam kasus tersebut. berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan
Putusan Nomor 64/Pid.B/2012/PN.BTL sangat kinerja, sehingga tercapai setinggi-tingginya
kental disalin dari Putusan Nomor 63/Pid.B/2012/ mutu hasil pekerjaan, efektif, dan efisien.”
PN.BTL.
Dari bunyi kode etik ini aspek
Penggunaan hukum materiel dan fakta profesionalisme merupakan salah satu aspek
persidangan yang begitu dominan tanpa merujuk yang harus dimiliki seorang hakim agar dapat
pada sumber hukum di luar perundang-undangan menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya
seperti yurisprudensi maupun doktrin. Sangat dengan baik. Profesionalisme hakim dapat dilihat
terlihat dalam dua putusan ini kering dari literatur dari aspek penguasaan ilmu hukum, kemampuan

12 | Jurnal Yudisial Vol. 12 No. 1 April 2019: 1 - 15


berpikir yuridis, kesadaran serta komitmen dalam Buku II tentang Pedoman Tugas
profesional. Jika dilakukan maka putusan ini dan Administrasi Pengadilan dalam Empat
dapat menghindari hakim dari kekeliruan yang Lingkungan Peradilan, yang menyebutkan
tidak perlu seperti kasus di atas. ketua pengadilan negeri memeriksa
berkas perkara yang telah diregister dan
Selain persoalan profesional, putusan hakim
diserahkan oleh panitera muda pidana (MA
merupakan bagian dari penegakan keadilan.
RI, 2007: 228). Pada tahap ini seharusnya
Menurut Kelsen, keadilan adalah suatu kualitas
ketua pengadilan negeri dapat mencermati
yang berhubungan tidak dengan isi perintah
Putusan Nomor 64/Pid.B/2012/PN.TBL
positif, melainkan dengan pelaksanaannya.
sama dengan putusan sebelumnya yang
Keadilan berarti menjaga berlangsungnya
telah diputus oleh majelis hakim. Pada
perintah positif dengan menjalankannya secara
tahap ini ketua pengadilan negeri tidak
bersungguh-sungguh (Djohansjah, 2008: 56).
melakukan pengawasan yang cermat ketika
Seperti juga yang dikatakan oleh Manan, bahwa
menunjuk kembali majelis hakim yang
hakim bukanlah mulut undang-undang atau mulut
sama dengan perkara sebelumnya
hukum positif pada umumnya, melainkan hakim
adalah mulut kepatutan, keadilan, kepentingan 2. Pada tahap kedua ketika majelis hakim
umum, dan ketertiban umum. Apabila memeriksa Putusan Nomor 64/Pid.B/2012/
penerapan aturan hukum akan bertentangan PN.TBL dengan majelis yang sama, dan
dengan kepatutan, keadilan, kepentingan umum waktu persidangannya juga berdekatan,
atau ketertiban umum, hakim wajib memilih maka tidak mungkin hakim tidak paham atas
kepatutan, keadilan, kepentingan umum, dan perkara ini. Dalam Buku II tentang Pedoman
ketertiban umum (Manan, 2004: 63). Tugas dan Administrasi Pengadilan dalam
Empat Lingkungan Peradilan disebutkan,
Pada kasus ini sesungguhnya ada tiga tahap
sebelum perkara disidangkan majelis
yang dilanggar yaitu:
hakim terlebih dahulu memeriksa berkas
1. Tahap pertama, pada saat perkara telah perkara untuk mengetahui apakah surat
diregister ini dimasukkan kepada ketua dakwaan memenuhi syarat formal dan
pengadilan untuk ditentukan majelis materiel. Jika diketahui tidak memenuhi
hakim pemeriksa perkara. Sebagaimana syarat maka surat dakwaan dikembalikan
dalam Peraturan Mahkamah Agung ke penuntut umum untuk diperbaiki. Pada
Nomor 7 Tahun 20015 tentang Organisasi tahap ini seharusnya majelis hakim dapat
dan Tata Kerja Kepaniteraan dan memberikan catatan terhadap kasus ini
Kesekretariatan Peradilan, dalam Pasal dengan menjelaskan kasus yang sama
1 ayat (2) menyebutkan ketua pengadilan sudah pernah diperiksa dan diputus (nebis
melaksanakan pengawasan terhadap in idem) sehingga penuntut umum tidak
penyelenggaraan peradilan di peradilan lagi mengajukan perkara yang sama ke
tingkat banding dan peradilan tingkat persidangan.
pertama yang dibantu oleh wakil ketua
3. Pada tahap ketiga ketika memeriksa dan
pengadilan. Hal yang sama juga diatur
memutus Putusan Nomor 64/Pid.B/2012/

Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Imran) | 13


PN.TBL, yang mana pada tahap ini yang tetap menghukum para terdakwa dengan
majelis hakim sudah dapat mencermati hukuman yang sama, padahal perkara yang sama
dari perkara sebelumnya yang semuanya telah diputus sebelumnya.
sama. Pada tahap ini terlihat hakim dengan
Pada tahap pertama ketua pengadilan
sengaja membiarkan persidangan terus
negeri yang menerima berkas perkara tidak
berjalan hingga memeriksa saksi-saksi
memeriksa secara teliti berkas perkara tersebut
dan menjatuhkan putusan akhir. Berarti
sebelum menyerahkan berkas perkara tersebut ke
majelis hakim telah membiarkan dua orang
majelis hakim pemeriksa perkara. Padahal ketua
terdakwa dihukum atas perbuatan yang
pengadilan negeri menunjuk majelis hakim yang
sama dan telah diputus pada persidangan
sama untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
sebelumnya.
perkara tersebut, artinya kepala pengadilan negeri
Dari tiga tahapan pelanggaran tersebut, paham atas perkara tersebut.
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang
Pada tahap kedua ketika surat dakwaan
dilanggar yaitu: 1.1. (8) “hakim harus memberikan
diteliti majelis hakim pemeriksa perkara sudah
keadilan kepada semua pihak dan tidak beriktikad
langsung dapat mengetahui adanya berkas
semata-mata untuk menghukum” dan bersikap
yang sama dari sisi formal maupun materiel
profesional “bermakna suatu sikap moral
atas perkara tersebut. Pada tahap ketiga
yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan
ketika pemeriksaan dilakukan hingga putusan
pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan
dibacakan seharusnya majelis hakim sudah dapat
yang didukung oleh keahlian atas dasar
menyimpulkan perkara ini sama dengan perkara
pengetahuan, keterampilan, dan wawasan luas.
sebelumnya, sehingga putusannya tersebut tidak
Sikap profesional akan mendorong terbentuknya
dua kali dijatuhkan kepada para terdakwa.
pribadi yang senantiasa akan menjaga dan
mempertahankan mutu pekerjaan serta berusaha
untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerjanya
sehingga tercapai setinggi-tingginya mutu hasil
pekerjaan, efektif, dan efisien.” DAFTAR ACUAN

Asrun, A.M. (2004). Krisis peradilan Mahkamah


IV. KESIMPULAN Agung di bawah Soeharto. Jakarta: Elsam.

Dari dua putusan yang dianalisis oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).
penulis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Jakarta: Balai Pustaka.
Hakim dalam putusan ini terlihat dalam Putusan
Djohansjah, J. (2008). Reformasi Mahkamah Agung:
Nomor 64/Pid.B/2012/PN.TBL yang dilakukan
Menuju independensi kekuasan kehakiman.
dalam tiga tahap, yaitu: ketika perkara diperiksa
Jakarta: Kesaint Blanc.
oleh ketua pengadilan negeri; ketika perkara
dilimpahkan ke majelis hakim untuk diteliti Harahap, Y. (2016).  Pembahasan permasalahan &
surat dakwaannya; dan pada saat putusan akhir penerapan KUHAP (Penyidikan & penuntutan).
Jakarta: Sinar Grafika.

14 | Jurnal Yudisial Vol. 12 No. 1 April 2019: 1 - 15


Keraf, A.K. (2010). Etika lingkungan hidup. Jakarta: Nuh, M. (2011). Etika profesi hukum. Jakarta: Pustaka
Kompas. Setia.

Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia (KHN Rahardjo, S. (2004). Sosiologi hukum perkembangan
RI). (2003). Laporan akhir standar disiplin metode & pilihan masalah. Surakarta:
profesi. Jakarta: KHN RI. Muhamadiyah Universtiy Press.

Magnis-Suseno, F. (1989). Etika sosial. Jakarta: ____________. (2006). Membedah hukum progresif.
Gramedia. Jakarta: Kompas.

Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA Reksodiputro, M. (1993). Sistem peradilan pidana
RI). (2007). Pedoman pelaksanaan tugas Indonesia (Melihat kepada kejahatan &
& administrasi pengadilan dalam empat penegakan hukum dalam batas-batas toleransi).
lingkungan pengadilan. Jakarta: Mahkamah Jakarta: FH UI.
Agung Republik Indonesia.
Rifai, A. (2010). Penemuan hukum oleh hakim dalam
____________. (2009). Pedoman pelaksanaan perspektif hukum progresif. Jakarta: Sinar
tugas & administrasi pengadilan dalam Grafika.
empat lingkungan peradilan. Buku II. Jakarta:
Rifai, A., et al. (2007). Wajah hakim dalam putusan.
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Yogyakarta: Pusham-UII, NCHR, & Komisi
Manan, B. (2004). Hukum positif Indonesia (Satu Yudisial Republik Indonesia.
kajian teoritik). Yogyakarta: FH UII Press.
Shidarta, et al. (2014). Disparitas putusan hakim,
Marzuki, P.M. (2014). Penelitian hukum. Jakarta: identifikasi, & implikasi. Jakarta: Komisi
Prenada Media Group. Yudisial Republik Indonesia, JPIP, & USAID.

Muhammad, A. (2006). Etika profesi hukum. Bandung: Sidartha, B.A. (2000). Penalaran hukum dalam sudut
Citra Aditya Bakti. pandang keluarga sistem hukum & penstudi
hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Muhammad, R. (2006). Potret lembaga peradilan di
Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekanto, S., & Mamudji, S. (2011). Penelitian hukum
normatif; Suatu tinjauan singkat. Jakarta: Raja
____________. (2007). Hukum acara pidana
Grafindo.
kontemporer. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Tedjosaputro, L. (2003). Etika profesi & profesi hukum.
Muladi. (1995). Kapita selekta sistem peradilan
Semarang: Aneka Ilmu.
pidana. Semarang: BP Undip.
Utomo, P. (1992). Etika & profesi. Jakarta: Gramedia.
Mulyadi, L. (2007). Kompilasi hukum pidana dalam
perspektif teoritis & praktek peradilan.
Bandung: Mandar Maju.

____________. (2014). Seraut wajah putusan


hakim dalam hukum acara pidana Indonesia;
Perspektif, teoritis, praktik, teknik membuat &
permasalahannya. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Imran) | 15

Anda mungkin juga menyukai