Anda di halaman 1dari 4

MASALAH KESEHATAN JIWA ANAK

Penulis : Aisyah Chairah


Kedudukan Ilmu Jiwa Anak dan Sejarahnya
1. Kedudukan ilmu jiwa anak dan latar belakang historis

Kartono (1990:3) berpendapat bahwa jiwa itu dianggap sebagai pusat tenaga batin, yang memberikan
nafas kehidupan pada manusia dengan segenap tingkah laku nya dan membuat manusia jadi seorang individu
yang khas unik, serta berbeda dengan orang atau subyek lain. Kartono (1990:4) menyatakan bahwa baru pada
abad ke-19, ilmu jiwa anak mulai dipelajari secara intensif sebagai ilmu pengetahuan. Berdasarkan pendapat
tersebut bahwa sepanjang masa, anak selalu ada di samping orang dewasa dan masa depan orang dewasa
ditentukan oleh mutu anak-anak pada masa sekarang. Anak-anak dipandang sebagai orang dewasa lugu dalam
bentuk kecil, berbadan kecil, berakal belum sempurna, dan memerlukan waktu untuk berkembang.

2. Sejarah singkat psikologi anak

Kartono (1990:4) berpendapat bahwa pada akhir abad ke-19 mulai timbul perhatian umum terhadap
pribadi dan hakikat anak, sehingga anak dijadikan objek yang dipelajari secara ilmiah. Masa baru ini dipelopori
antara lain oleh wilhem preyer, seorang tabib yang menulis buku Die Seele des Kindes (jiwa anak) pada tahun
1882 (Kartono,1990:4). Berdasarkan hal tersebut bahwa gangguan kesehatan jiwa pada anak cenderung akan
meningkat sejalan dengan permasalahan kehidupan dan kemasyarakatan yang semakin kompleks, oleh karena
itu memerlukan perhatian khusus oleh semua orang terutama keluarga dan juga memerlukan pelayanan
kesehatan jiwa yang memadai sehingga memungkinkan anak untuk mendapatkan kesempatan tumbuh
kembang semaksimal mungkin.

Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Kartono (1990:18) mengatakan bahwa dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara
kontinu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara interdependen, saling
bergantung satu sama lainnya. Kedua proses itu tidak bisa dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang murni berdiri
sendiri-sendiri, akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud dan lebih mudah memahaminya.

1.Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi
fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam passage (peredaran waktu) tertentu
(Kartono, 1990:19). Berdasarkan pernyataan tersebut, dalam pertumbuhan diuraikan sebagai peningkatan dalam
ukuran, seperti tinggi dan berat badan atau tiap bagian tubuh. Kendati potensi untuk tumbuh tergantung pada
sifat , dan pola tumbuh kembang namun juga dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya pengaruh perhatian dan
kasih sayang yang membantu meningkatkan kesehatan. Penganiayaan fisik atau kekerasan sangat
mempengaruhi pertumbuhan seseorang.

2. Perkembangan

Menurut Kartono (1990:21), perkembangan adalah perubahan-perubahan psikofisik sebagai hasil dari
proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar
dalam pasage waktu tertentu menuju kedewasaan. Berdasarkan pernyataan tersebut maka perkembangan anak
ini sering kali diibaratkan dengan berkembangnya kuncup bunga yang belum ada gunanya kemudian mekar
membesar menjadi sekuntum bunga yang harum baunya dan berwarna indah. Sekarang bunga berubah jadi
berguna dan mempunyai daya tarik bagi binatang-binatang serangga tertentu. Tidak lama kemudian bunga ini
menjadi benih kembali. Maka sesuai dengan pernyataan diatas seorang bayi itu belum mempunyai daya dan
belum berguna. Lama-kelamaan ia menjadi anak muda dan jadi dewasa yang berdaya dan dapat melaksanakan
sesuatu usaha. Juga menjadi berguna, sebab bisa bekerja dan mendatangkan hasil atau mata pencaharian.

Prinsip Tumbuh Kembang


Hamid (1999:4) berpendapat bahwa prinsip tumbuh kembang perlu dipahami agar dapat menjalankan
perannya dengan baik terutama bagi anak dan remaja, diantaranya:

1.Tumbuh kembang terjadi secara teratur dan berurutan

Pertumbuhan yang sangat pesat terjadi selama satu tahun pertama, kemudian menjadi lebih lambat
selama pertengahan dan akhir masa kanak-kanak, gigi mulai tercabut satu-persatu pada pertengahan masa
kanak-kanak, karakteristik seks sekunder berkembang lebih pesat pada awal masa remaja (Hamid, 1999:4).
Berdasarkan pernyataan tersebut walaupun mulai, lama dan pengaruh setiap fase berbeda bagi setiap anak,
tetapi urutan perkembangan pada dasarnya sama pada semua anak.

2. Tumbuh kembang dipengaruhi oleh lingkungan sosiologi dan ekonomi

Hamid (1999:5) mengatakan bahwa Keluarga, teman sebaya, dan masyarakat menciptakan suasana
sosial dan emosional bagi anak. Berdasarkan hal tersebut, struktur keluarga dan masyarakat berbeda pada satu
tempat dan tempat lain, begitu pula adat istiadat, peraturan, institusi dan ekonomi. Perilaku yang dipelajari oleh
anak berbeda karena perbedaan norma sosial dari satu tempat ke tempat lain.

3. Kecepatan tumbuh kembang spesifik

Hamid (1999:5) berpendapat bahwa walaupun tumbuh kembang berlangsung secara berkesinambungan,
tetapi tidak terjadi secara bersamaan. Berdasarkan pendapat diatas bahwa perubahan pada penampilan,
perilaku, dan keterampilan tidak sama pada setiap individu. Oleh karena kecepatan tumbuh kembang tiap
individu bersifat unik, maka kita perlu memperhatikan perilakunya secara menyeluruh dan tidak hanya terpusat
pada satu aspek perkembangan atau pada keterampilan spesifik saja.

4. Tumbuh kembang dapat dibedakan

Respons dini bayi terhadap stimulus melibatkan kegiatan seluruh tubuh (Hamid, 1999:6). Berdasarkan
pendapat tersebut bahwa bayi yang baru lahir menangis dengan menggerakkan seluruh bagian tubuhnya. Anak
yang lebih tua menangis hanya dengan mata dan wajahnya.

5. Tumbuh kembang terintegrasi dan berkesinambungan

Hamid (1999:6) menyatakan bahwa prinsip ini menekankan pada gambaran perkembangan
menyeluruh sebagai suatu proses yang kompleks, multidimensional, dan berlangsung secara
berkesinambungan. Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa untuk memahami tumbuh kembang pada manusia
yang meliputi aspek fisik, psikososial dan moral spiritual, perlu juga dipelajari tentang tahap tumbuh kembang.
Perilaku berkembang dari yang sederhana ke perilaku yang lebih kompleks sesuai dengan keterampilan baru
dan terpadu dengan keterampilan yang dipelajari sebelumnya untuk mencapai tugas yang lebih sulit.

Keperawatan Jiwa pada Anak Teraniaya


1.Landasan teori tindak kekerasan pada anak

Menurut Hamid (1999:39), kerangka kerja keperawatan tentang anak teraniaya dan terlantar
merupakan fenomena multifaktor yang melibatkan orangtua, keluarga, budaya, anal dan stres dalam rentang
mulai dari perilaku normal dan penuh kasih sayang sampai tindak penganiayaan dan penelantaran. Berdasarkan
pendapat tersebut, korban penganiayaan biasanya mempunyai karakteristik yang sama, walaupun usia dan jenis
kelamin berbeda. Anak-anak yang pernah mengalami penganiayaan atau menyaksikan penganiayaan terhadap
ibunya, cenderung akan bertindak kejam pada usia dewasa.

2. Proses keperawatan

Asuhan keperawatan pada keluarga yang melakukan kekerasan pada anak mereka perlu berlandaskan
pada proses keperawatan yang diawali dengan pengkajian yang cermat (Hamid, 1999:41). Berdasarkan hal
tersebut rasa takut yang dialami perawat mungkin akan menghambat mereka untuk menggali kemungkinan
tindak kekerasan dalam keluarga, oleh karena itu perawat perlu menghayati perasaannya sendiri terhadap
penganiayaan dan penelantaran.

A.Pengkajian

Hamid (1999:41) berpendapat bahwa wawancara terpisah yang dilakukan pada saat pengkajian
memerlukan ketenangan dan privacy. Apabila telah terjadi penganiayaan, perawat kemungkinan besar akan
menghadapi orangtua yang resistans, oleh karena itu perawat perlu untuk tetap tegas dengan nada suara
terkendali dan tidak bersikap mengancam (Hamid, 1999:41). Hal ini menyatakan bahwa kerjasama yang baik
dengan orangtua akan sangat menguntungkan proses pemulihan anak. Perawat juga perlu menyadari sejahat
apa pun orang tua pada anak, anak akan tetap mencintai dan tergantung pada orangtua nya, meskipun ia telah
dianiaya.

B. Diagnosis keperawatan

Menurut Hamid (1999:41), diagnosa keperawatan yang biasa diterapkan pada anak teraniaya dan
terlantar antara lain:

1.perubahan rasa aman berkaitan dengan luka sundutan rokok

2. Potensi terhadap cedera karena diusir

3. Gangguan konsep diri berkaitan dengan penganiayaan.

4. Perubahan keadaan gizi karena penelantaran.

5. Penyelesaian masalah yang tidak efektif karena tingkat stres yang tinggi.

Berdasarkan pernyataan diatas bahwa diagnosis keperawatan memberikan gambaran tentang masalah
atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan besar akan terjadi. Perawat perlu memahami
setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan anak, tingkat keterampilan kompetensi anak, serta pengetahuan
tentang dampak konflik yang tidak terselesaikan pada tahapan sebelumnya terhadap perkembangan dan
pertumbuhan anak selanjutnya.

C. Perencanaan

Hamid (1999:41) mengatakan bahwa tujuan jangka panjang adalah membina lingkungan yang
aman bagi anak dan juga untuk mengakhiri trauma akibat penganiayaan orangtua. Berdasarkan
pernyataan tersebut bahwa seorang perawat harus hati-hati ketika menentukan tujuan yang ingin
dicapai. Misalnya, “ tidak akan terjadi trauma pada anak”, suatu hal yang tidak mungkin karena dalam
situasi yang paling aman sekalipun, kecelakaan mungkin saja terjadi.
D. Implementasi

Hamid (1999:46) berpendapat bahwa perencanaan asuhan keperawatan melibatkan semua pihak yang
berperan serta dalam situasi penganiayaan. Peran utama perawat adalah memberikan asuhan keperawatan dan
melindungi anak, tanpa mengesampingkan keluarga (Hamid, 1999:46-47). Dapat disimpulkan bahwa empati dan
kematangan jiwa perawat sangat diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak teraniaya,
komunikasi harus tetap terbuka bagi anak, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.

E. Evaluasi

Hamid (1999:49) menyatakan bahwa indikator keberhasilan dalam rencana keperawatan menuntun
perawat dalam proses evaluasi, Indikator keberhasilan disusun dengan menggunakan istilah yang dapat diukur.
Berdasarkan pendapat tersebut evaluasi bisa dikatakan tahap terakhir dari proses keperawatan, namun tidak
berhenti sampai disini. Evaluasi hanya menunjukkan masalah mana yang telah dapat dipecahkan dan mana
yang perlu dikaji ulang, direncanakan kembali, dilaksanakan dan dievaluasi kembali.

Simpulan
Keperawatan jiwa pada anak memerlukan kepekaan dan keterampilan khusus perawat.
Perawat perlu memahami setiap pertumbuhan dan perkembangan anak, dan pengetahuan tentang
dampak konflik yang tidak terselesaikan pada tahapan sebelumnya terhadap perkembangan jiwa anak dan
remaja.

Referensi
Hamid, Achir Yani Shuhainie. 1999. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa pada Anak. Jakarta: Widya Medika.

Kartono, Kartini. 1990. Psikologi Anak. Bandung: Mandar Maju.

Anda mungkin juga menyukai