Anda di halaman 1dari 9

1.

Analisis Pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) di


Puskesmas Galang

Latar belakang masalah

Pentingnya informasi adalah untuk menambah pengetahuan bagi penerimanya yang dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendukung proses pengambilan keputusan,
mengurangi ketidakpastian karena apa yang akan terjadi dapat diketahui sebelumnya,
sehingga menghindari keraguan pada saat pengambilan keputusan dan dapat mengurangi
resiko kegagalan dalam pengambilan keputusan. Informasi bernilai sempurna apabila
pengambil keputusan dapat mengambil keputusan secara optimal dalam setiap hal. Informasi
yang diperlukan dapat terpenuhi dengan adanya penggunaan dan pengaturan sistem informasi
kesehatan yang baik, karena berdasarkan peraturan yang sama salah satu tujuan dari
pengaturan sistem informasi kesehatan adalah menjamin ketersediaan, kualitas, dan akses
terhadap informasi kesehatan yang bernilai pengetahuan serta dapat dipertanggungjawabkan
(Sutanta, 2003).

Sejalan dengan hal tersebut, informasi di puskesmas itu sangat diperlukan. sistem
informasi tersebut berupa Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
yang digunakan sebagai masukan atau umpan balik dari pihak atasan yang menyangkut
pelayanan dasar kesehatan di puskesmas. Puskesmas merupakan fondasi dari data kesehatan,
sehingga diharapkan terciptanya sebuah informasi yang akurat, representatif dan reliable
yang dapat dijadikan pedoman dalam penyusunan perencanaan kesehatan. Setiap program
akan menghasilkan data. Data yang dihasilkan perlu dicatat, dianalisis dan dibuat laporan.
Puskesmas juga merupakan ujung tombak sumber data kesehatan yang khususnya bagi dinas
kesehatan dan sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (Syafrudin, 2015).

Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) adalah kegiatan


pencatatan dan pelaporan data umum, sarana, tenaga dan upaya pelayanan di puskesmas,
SP2TP termasuk dalam Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) yang
mengandung tentang pelaksanaan program-program di Puskesmas. SIMPUS merupakan
aplikasi yang memberikan informasi baik untuk administrasi dan pengelolaan sebuah
puskesmas demi meningkatkan kinerja dan menangani keseluruhan proses manajemen di
puskesmas (Barsasella, 2012). SIMPUS dalam hal ini adalah SP2TP, Keterkaitan antara
SP2TP dengan SIMPUS yaitu memiliki kesamaan dalam hal format laporannya. SIMPUS
merupakan output yang berupa informasi yang diperoleh dari pengolahan data data SP2TP.
Data - data yang akan diinput diperoleh dari para petugas pemegang program. Sebelum
memasuki era komputerisasi(online), proses pengolahan data dilakukan secara manual.

Berdasarkan hasil penelitian Herawati (2016) tentang rancang bangun sistem informasi
pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas, beberapa kekurangan dalam hal pencatatan dan
pelaporan yaitu pengiriman laporan SIMPUS sering mengalami keterlambatan oleh petugas
puskesmas, laporan dikirim masih kurang lengkap, dinas kesehatan kabupaten perlu
merekapitulasi ulang satu persatu data yang dikirim oleh masing-masing puskesmas, kurang
koordinasi antara pengelola data di dinas kesehatan kabupaten dengan petugas puskesmas
dalam pengiriman laporan.

Dengan demikian, Proses pengolahan data di puskesmas tersebut sering mengalami


keterlambatan dalam hal input data ke dalam komputer yang tak jarang disebabkan oleh
keterlambatan dari para pemegang program kepada petugas SIMPUS. Berhubung dengan hal
tersebut, peneliti berminat untuk menganalisis pelaksanaan SIMPUS di Puskesmas Galang
2. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN LANSIA KE
POSYANDU LANSIA DI PUSKESMAS GALANG PADA SAAT PANDEMI COVID 19

Latar belakang masalah


Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya
Usia Harapan Hidup (UHH) dari 68,6 pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun
2007 dan di tahun 2025 diharapkan menjadi 73,7 tahun (Departemen Kesehatan RI,
2008).
UHH yang semakin meningkat memberi konsekuensi tersendiri yaitu peningkatan
jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Meningkatnya jumlah lansia menimbulkan berbagai
permasalahan yang kompleks bagi lansia itu sendiri maupun bagi keluarga dan
masyarakat. Secara alamiah proses menjadi tua mengakibatkan lansia mengalami
perubahan fisik dan mental, yang mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosialnya.
Permasalahan yang dihadapi lansia apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan
akibat seperti gangguan pada sistem tubuh, timbulnya penyakit dan menurunnya
activities daily of living (ADL).Untuk itu, pemerintah melaksanakan upaya kesehatan
kepada lanjut usia yaitu melakukan kemitraan dengan masyarakat termasuk swasta. Salah
satu upaya kemitraan puskesmas berupa pelayanan kesehatan untuk lanjut usia adalah
Posyandu lansia (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Posyandu lanjut usia (Posyandu lansia) merupakan pelayanan kesehatan terpadu
untuk masyarakat lansia di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati. Posyandu lansia
digerakkkan oleh masyarakat secara berkelompok yang bertujuan untuk meningkatkan
jangkauan pelayanan kesehatan lansia sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan lansia (Mulyani, 2009). Berdasarkan Riset Fasilitas kesehatan
(Rifaskes) tahun 2011 secara nasional persentase puskesmas yang memiliki posyandu
lansia adalah 78,8%.
Kegiatan yang dilaksanakan di posyandu lansia antara lain adalah pemeriksaan
kesehatan fisik, mental dan emosional secara berkala yang dipantau melalui Kartu
Menuju Sehat (KMS), Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan melakukan kegiatan
olah raga seperti senam lansia dan gerak jalan santai (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Penelitian tentang kepatuhan lansia berkunjung ke Posyandu yang dilakukan oleh
Kusmawardani (2011) di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar diperoleh hasil adanya
hubungan yang bermakna antara pengetahuan, motivasi lansia, program pelayanan
kesehatan posyandu dan peran kader dengan kepatuhan lansia berkunjung ke Posyandu.
Penelitian lain dilakukan oleh Hasugian, dkk (2011) di Puskesmas Darussalam Sumatra
Utara diperoleh hasil adanya hubungan perilaku dengan pemanfaatan Posyandu dapat
dilihat dengan responden yang memiliki sikap yang baik, lebih banyak yang
memanfaatkan Posyandu lansia. Dan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan
pemanfaatan Posyandu lansia, dapat dilihat bahwa responden yang memiliki dukungan
keluarga yakni dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional keluarga
baik lebih banyak yang memaanfaatkan Posyandu lansia.
Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul, “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Lansia ke
Posyandu Lansia Di Puskesmas Galang”
3. HUBUNGAN PENERAPAN FUNGSI MANAJEMEN TERHADAP KINERJA
PEGAWAI DI PUSKESMAS GALANG
Latar belakang masalah
Pembangunan nasional yang merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan
masyarakat Indonesia dilakukan dengan cara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan
nasional. Arah pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat sesuai dengan arah
pembangunan nasional selama ini yakni pembangunan kesehatan adalah bagian integral
dari pembangunan nasional (Kemenkes RI, 2015). Untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan nasional diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh,
berjenjang dan terpadu. Puskesmas merupakan garda depan dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan dasar. Puskesmas yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggitingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No 75 Tahun 2014).
Kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam sebuah
organisasi, sebab dapat dijadikan sebagai acuan atau tolok ukur untuk mengukur tingkat
keberhasilan organisasi bisnis tersebut dalam suatu periode tertentu. Pihak manajemen
juga dapat menggunakan pengukuran kinerja perusahaan sebagai alat untuk mengevaluasi
organisasi pada periode yang lalu. Sistem kinerja yang baik dan sesuai dengan organisasi
sangat diperlukan agar suatu organisasi dapat terus berkembang dan bersaing di dunia
bisnis yang semakin kompetitif ini (Atiningtyas and Dwi Septi, 2011).
Faktor lain yang di indikasikan sebagai penyebab menurunnya kinerja karyawan
adalah kondisi fungsi-fungsi manajemen (POAC). Fungsi-fungsi manajemen (POAC)
yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Suatu manajemen bisa dikatakan
berhasil jika keempat fungsi di atas bisa dijalankan dengan baik. Kelemahan pada salah
satu fungsi manajemen akan mempengaruhi manajemen secara keseluruhan dan
mengakibatkan tidak tercapainya proses yang efektif dan efisien (Ramlan, 2017).
Faktor penyebab masih ada beberapa program puskesmas yang belum mencapai
target yang telah ditentukan adalah kondisi fungsi-fungsi manajemen 6 (POAC). Fungsi-
fungsi manjemen (POAC) yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling.Suatu
manajemen bisa dikatakan berhasil jika keempat fungsi di atas bisa dijalankan dengan
baik. Kelemahan pada salah satu fungsi manajemen akan mempengaruhi manajemen
secara keseluruhan dan mengakibatkan tidak tercapainya proses yang efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat judul
“Hubungan Penerapan Fungsi Manajemen Terhadap Kinerja Pegawai Puskesmas
Galang”
4. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN
ANTENATAL CARE (ANC) SELAMA PANDEMI COVID 19

Latar belakang masalah


Angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi bahkan tertinggi di antara
negara-negara ASEAN. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012 menyebutkan bahwa AKI di Indonesia sebesar 359/100.000 kelahiran hidup.
Namun angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI tahun 1991, yaitu
sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup meskipun penurunannya tidak terlalu signifikan.
Keberhasilan pembangunan kesehatan dari suatu negara dapat dilihat dari angka kematian
ibu di negara tersebut. Kematian ibu merupakan hasil dari interaksi berbagai aspek, baik
aspek klinis, sistem pelayanan kesehatan maupun non kesehatan yang mempengaruhi
pemberian pelayanan klinis dan terselenggaranya sistem pelayanan kesehatan secara
optimal seperti kondisi geografis, penyebaran penduduk, kondisi sosial ekonomi, budaya
dan bias gender dalam masyarakat dan keluarga serta tingkat pendidikan masyarakat
(Madolan, 2016)
Pada tahun 2015 AKI di Indonesia sebanyak 305/100.000 kelahiran (ditemukan
kasus 4.999) dan untuk 2 Tahun terakhir AKI di Indonesia telah mengalami penurunan,
pada tahun 2016 ditemukan sebanyak 4.912 kasus dan 2017 sebanyak 1.712 kasus,
namun masih jauh dari target (RPJMN) 2015-2019 dari 305/100.000 menjadi
276/100.000 kelahiran hidup (KEPMENKES RI No. HK 02.02/MENKES52/2015,
2015).
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap
ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan
kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas
pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus
dan rujukan jika terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan
dan pelayan keluarga berencana (Kemenkes RI, 2016). Adapun upaya pemerintah dalam
menurunkan angka kematian ibu dan bayi adalah dengan melaksanakan safe motherhood.
Salah satu pilar dari empat pilar safe motherhood adalah antenatal care. Antenatal care
adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin
secara berkala yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang telah
ditemukan (Syafruddin, 2009) Indikator keberhasilan program antenatal care adalah
cakupan K1 dan K4. Kunjungan pertama (K1) adalah kontak pertama ibu hamil dengan
tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan terpadu
dan komprehensif sesuai standar. Kontak pertama harus dilakukan sedini mungkin pada
trimester pertama, sebaiknya sebelum Minggu ke 8. Kunjungan ke-4 (K4) adalah ibu
hamil dengan kontak 4 kali atau lebih dengan tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan terpadu dan komprehensif sesuai standar.
Kontak 4 kali dilakukan sebagai berikut: sekali pada trimester pertama (kehamilan hingga
12 Minggu) dan trimester kedua (12 - 24 Minggu), minimal 2 kali kontak pada trimester
ketiga dilakukan setelah Minggu ke 24 sampai dengan Minggu ke 36. Antenatal care bisa
lebih dari 4 kali sesuai kebutuhan dan jika ada keluhan, penyakit atau gangguan
kehamilan. Kunjungan ini termasuk dalam K4 (Kemenkes RI, 2012).
Antenatal care sangat penting untuk diketahui ibu hamil karena dengan adanya
Anteatal care dapan membantu mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB). Keuntungan lain yang dapat diperoleh ibu hamil yaitu untuk
menjaga kehamilannya agar sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
merencanakan penatalaksanaan secara optimal (Widiastini, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian (Nurmawati dan Indrawati, 2018) menunjukkan
bahwa ibu hamil dengan tingkat pengetahuan antenatal care yang kurang, cakupan
kunjungan ANC-nya tidak tercapai sebanyak 13 (22,8%) responden dan ibu hamil yang
cakupan kunjungan ANC-nya tercapai sebanyak 3 (5,3%) responden. Sedangkan ibu
hamil dengan tingkat pengetahuan ANC baik, cakupan kunjungan ANC-nya tidak
tercapai sebanyak 12 (21,1%) responden dan ibu hamil yang cakupan kunjungan ANC-
nya tercapai sebanyak 29 (50,9%) responden. Hasil analisis data menggunakan uji chi
square diperoleh p-value = 0,001, maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara
tingkat pengetahuan dengan cakupan kunjungan ANC. Hasil Penelitian lain menunjukkan
bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, cenderung akan
melakukan kunjungan antenatal care secara teratur, karena responden memiliki tingkat
kesadaran yang lebih bai k akan pentingnya antenatal care (Putri, dkk., 2017)
Pemanfaatan pelayanan kesehatan selalu diharapkan menghasilkan peningkatan
atau memperbaiki status kesehatan diri. Dalam hal pelayanan antenatal care, diharapkan
pemanfaatannya akan dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan janin yang
dikandungnya sehingga kelak ibu dapat melahirkan dengan selamat, ibu dan bayi berada
dalam keadaan sehat. Pemanfaatan pelayanan antenatal care dapat dibedakan menurut
kuantitas dan kualitasnya. Kuantitas pemanfaatan pelayanan antenatal care dapat dilihat
dari jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri dan frekuensi kunjungan periksa ibu hamil
selama masa kehamilannya. Kualitas pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dilihat dari
jumlah kunjungan ibu hamil seluruhnya dan jenis pelayanan 8 antenatal care yang
diperoleh yaitu 14 T. walaupun pelayanan antenatal care sudah tersedia ditingkat
pelayanan dasar (puskesmas) dengan biaya yang relative rendah namun belum
sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor yang
berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan Antenatal Care (ANC) di Puskesmas
Galang

Anda mungkin juga menyukai