Anda di halaman 1dari 30

TUGAS 1

PENGANTAR MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN


Dosen Pengampuh : Nurul Fajriah Istiqamah.SKM.,M.Kes

Disusun Oleh :
Nama : Ainun Ni’ma
Nim : 210304501003
Prodi : Administrasi Kesehatan /A

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
REVIEW JURNAL
1

Judul Sistem Pengendalian Manajemen Pelayanan Kesehatan Di


Unit Pengobatan Penyakit Paru-Paru (UP4) Provinsi
Kalimantan Barat
Tahun Terbit 2018
Penulis Juliyanti Pasorong, Antono Suryo Putro, M. Sakundarno
Adi
Latar Belakang Upaya untuk meningkatkan kinerja dalam
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dilakukan
pemerintah daerah dengan perbaikan secara terus-
menerus (continous improvement) baik dalam bidang
administrasi, pelayanan, teknologi kesehatan dan
sebagainya. Pembangunan kesehatan merupakan salah
satu bidang pelayanan umum yang wajib dilaksanakan
oleh pemerintah daerah (provinsi) dan bertanggungjawab
sepenuhnya dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan dalam meningkatkan taraf kesehatan
masyarakat.
Di Provinsi Kalimantan Barat, pemerintah daerah
membentuk Unit Pengobatan Penyakit Paru-Paru (UP4)
yang merupakan unit khusus dibawah Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Barat sebagai salah satu wujud upaya
pemerintah dalam proses pembangunan kesehatan
masyarakat berkaitan dengan pengobatan penyakit TB
Paru.
Keberhasilan UP4 dalam mencapai tujuan
organisasi dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
berkualitas terhadap masyarakat sangat berkaitan erat
dengan usaha seluruh anggota organisasi untuk
mencapai kinerja yang tinggi. Dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan pencapaian tujuan organisasi, maka
organisasi harus bisa melakukan pengendalian terhadap
perilaku dari anggota organisasi.3 Oleh karena itu, untuk
membantu mengendalikan seluruh perilaku dari anggota
organisasi, maka organisasi perlu untuk
mengkombinasikan teknikteknik seperti anggaran, aturan,
standard operating procedures (SOP), deskripsi pekerjaan,
pengukuran dan penilaian kinerja, dimana teknik-teknik ini
merupakan bagian dari sebuah sistem yang nyata yang
disebut sebagai sistem pengendalian manajemen (SPM).3
Hal ini menunjuukan bahwa keberhasilan UP4 dalam
memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat
sangat berkaitan erat penerapan SPM.
SPM di dalam lingkungan organisasi pemerintah
seperti UP4, merupakan sistem yang didesain untuk
melakukan pengendalian terhadap kinerja organisasi.
SPM adalah proses yang integral pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi
melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Laporan Kinerja Tahunan Pemerintah (LKTP) UP4 tahun
2015, menunjukkan bahwa walaupun UP4 telah
melaksanakan program-program kerjanya tetapi
pelayanan kesehatan yang berkualitas belum mampu
dicapai secara baik. Data menunujukkan bahwa
persentase penderita TB Paru BTA positif diantara semua
penderita TB Paru tercatat menunjukkan angka 54,23%
yang kurang dari nilai standar (65%), dimana angka lebih
rendah ini menandakan mutu diagnosis rendah dan
kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien
yang menular (pasien BTA Positif).7 Hal ini terjadi di UP4
disebabkan oleh karena kurang informasi kepada
masyarakat untuk berobat ke UP4.7 Data jumlah pasien
yang diobati di UP4 Provinsi Kalimantan Barat pada tahun
2015 adalah sebanyak 40 (empat puluh ) Pasien penyakit
TB paru, dimana tipe penderita lebih besar adalah pasien
baru. Hal ini bisa menunjukkan kemungkinan jumlah
pasien TB paru di Provinsi Kalimantan Barat kian
bertambah.7 Pertambahan jumlah penderita TB paru
menjadi indikasai bahwa pelayanan kesehatan yang
diberikan belum maksimal. UP4 juga diperhadapkan
dengan permasalahan seperti kurangnya distribusi
informasi dan belum memadainya tatalaksana kasus.
Metode Penelitian ini menggunakan metode Observasi,
wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk
mengumpulkan data yang komprehensif
Hasil Informan utama berusia antara 51-57 tahun dengan
Penelitian jenjang pendidikan yang terdiri dari 1 (satu) S2-Kesehatan
Masyarakat, 1 (satu) DIII-Keperawatan dan 1 (satu) orang
S2-Kesehatan Lingkungan. Sedangkan usia informan
triangulasi antara 28-54 tahun dengan jenjang pendidikan
yang terdiri dari 1 (satu) SMA, 1 (satu) S1- Keperawatan,
dan 1 (satu) S1- Kedokteran. Berdasarkan pada hasil
analisa peneliti terrhadap hasil wawancara mendalam
yang dilakukan dengan para informan, maka peneliti
membagi proses analisis ke dalam 5 (lima) tema
pembahasan yaitu sistem perencanaan, sistem
operasional, sistem pengukuran dan penilaian kinerja,
sistem umpan balik, dan sistem evaluasi dan
penghargaan.
Kesimpulan Kesimpulan dari Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
SPM belum dilaksanakan secara baik di UP4. Pihak
manajemen UP4 perlu untuk melakukan beberapa
perbaikan dan peningkatan dalam desain dan penerapan
SPM di UP4. Aspek partisipasi anggota dan komunikasi
merupakan salah satu aspek penting yang harus
diperhatikan dalam melakukan pengendalian di UP4.
Pihak UP4 juga perlu untuk mendesain sistem pengukuran
kinerja yang komprehensif. Selain itu mekanisme evaluasi
dan penghargaan juga perlu diformalisasikan secara baik.

Judul Pengaruh Implementasi Kebijakan Akreditasi Puskesmas


terhadap Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat
dalam Mewujudkan Produktivitas Kerja
Tahun Terbit 2018
Penulis Ira Susanti Ensha
Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian
integral dan terpenting dari pembangunan nasional, tujuan
diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan
pembangunan kesehatan berperan penting dalam
meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia
Indonesia (Kartini, 2017).
Demi terwujudnya Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM) sejatinya dibutuhkan suatu
produktivitas kerja yang optimal. Dalam suatu organisasi,
produktivitas kerja merupakan tolak ukur penentu kualitas
tingkat produktivitas itu sendiri, sehingga eksistensi suatu
organisasi sangat berhubungan erat dengan produktivitas
kerja pegawainya. Untuk melihat dan mengukur suatu
capaian dari produktivitas kerja pegawai pada organisasi
publik,khususnya pada UPT Puskesmas kenyataannya
tidak dapat diukur secara material atau finansial, tetapi
dapat dilihat pada penyelesaian volume dan beban kerja
yang ada, dan ketepatan waktu disamping kualitas
pelayanan kesehatan yang efektif, efisien, merata,
bermutu, terjangkau dan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat di wilayah kerjanya guna tercipta derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Selanjutnya, sejauh mana tugas-tugas dapat dilaksanakan
sesuai bidang kerja masing-masing dengan
memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada termasuk
sumber daya manusia, sehingga tujuan organisasi dapat
dicapai.
Selain faktor produktivitas kerja pegawai, aspek
manajemen juga diduga menjadi salah satu faktor
keberhasilan terwujudnya Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM) (Ilyas, 2002). Selanjutnya dalam
menyelengarakan organisasi publik seperti UPT
Puskesmas, setiap unsur penyelenggara manajemen
termasuk unsur pimpinan dan tenaga kesehatan ditutut
dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen organisasi
dengan optimal. Dalam konteks manajemen UPT
Puskesmas, fungsi-fungsi manajemen tersebut meliputi:
Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian),
Staffing (Pengadaan tenaga kerja), Directing
(Pengarahan), Coordinating (Pengkoordinasian), Reporting
(Pelaporan), dan Budgeting (Pengganggaran) (Iskandar,
2017). Dari ketujuh fungsi manajemen tersebut, para
tenaga kesehatan dituntut mampu melaksanakan upaya
bagaimana membuat perencanaan, melakukan
pengorganisasian, merekrut tenaga kerja, melakukan
Pengarahan, melakukan Pengkoordinasian, melakukan
Pelaporan dan melakukan Pengganggaran.
Selain ditunjang oleh aspek manajemen yang
langsung berhubungan dengan pelayanan kesehatan yang
baik, keberhasilan terwujudnya Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM) harus didukung oleh sarana dan
prasarana yang memadai (Iskandar, 2017). Pernyataan ini
juga sejalan dengan kondisi dimana belum terwujud
secara nyata di UPT Puskesmas Pameungpeuk dimana
sarana dan prasarana yang dimiliki masih kurang
memadai dikarenakan belum ada atau kondisinya dalam
keadaan rusak terutama alat kesehatan. Beberapa bagian
pelayanan kesehatan dengan kondisi tidak berfungsi
sampai kondisi rusak, dengan kondisi seperti itu dapat
mempengaruhi proses pelayanan kepada masyarakat baik
dari sisi administratif maupun teknis pelayanan. Oleh
sebab itu, diperlukan tindakan peningkatan dan perbaikan
sarana dan prasarana yang ada sehingga kualitas
pelayanan menjadi lebih baik, bagaimanapun juga
tindakan medis memerlukan sarana dan prasarana yang
memadai dan siap pakai.
Selain permasalahan internal berkaitan dengan
manajemen pelayanan kesehatan yang belum optimal,
UPT Puskesmas dihadapkan pula dengan kebijakan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi
Puskesmas. Kebijakan Akreditasi ini merupakan kebijakan
Pemerintah dalam menjamin kualitas kesehatan yang
ditujukan untuk mewujudkan UPT Puskesmas yang
berkualitas. Kebijakan Akreditasi ini merupakan upaya
untuk menjamin bahwa perbaikan mutu, peningkatan
kinerja dan penerapan manajemen risiko dapat
dilaksanakan secara berkesinambungan di UPT
Puskesmas, khususnya di UPT Puskesmas
Pameungpeuk.
Metode Metode ilmiah dan eksplanasi
Hasil Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat dijelaskan
Penelitian bahwa Implementasi Kebijakan Akreditasi Puskesmas
berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Pelayanan
Kesehatan Masyarakat dalam Mewujudkan Produktivitas
Kerja Pegawai. Sehingga dari perhitungan tersebut
diketahui bahwa Implementasi Kebijakan Akreditasi
Puskesmas secara signifikan pula berdampak terhadap
Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang
dengan sendirinya akan Mewujudkan Produktivitas Kerja
Pegawai. Dalam setiap pelaksanaan kebijakan haruslah
benar-benar memperhatikan dimensi-dimensi yang
meliputinya (Iskandar, 2017), yaitu: Komunikasi; Sumber
daya; Disposisi atau sikap dan perilaku aparatur; serta
Struktur birokrasi.
Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi
kebijakan akreditasi Puskesmas berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap manajemen pelayanan
kesehatan masyarakat dalam mewujudkan produktivitas
kerja dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat
memiliki pengaruh signifikan terhadap Produktivitas Kerja
Pegawai. Sebagaimana hukum sebab akibat, dimana
Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat
dilaksanakan dengan optimal, maka Produktivitas Kerja
Pegawai pun akan menjadi optimal. Selanjutnya, sesuai
dengan hasil penilaian responden terhadap variabel
Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat, variabel ini
menunjukkan nilai dengan persentase sebesar 94,17%
dan termasuk kriteria sangat baik.

Judul Pengaruh Pelaksanaan Kebijakan tentang Puskesmas dan


Dukungan Sarana Prasarana terhadap Manajemen
Pelayanan Kesehatan untuk Meningkatkan Produktivitas
Kerja
Tahun Terbit 2017
Penulis Wiati Kartini
Latar Belakang Salah satu masalah utama dalam ketenagakerjaan
di Indonesia adalah produktivitas tenaga kerja yang
rendah. Padahal, untuk mempertahankan pertumbuhan
ekspor non-migas, khususnya ekspor industri manufaktur
pada waktu paska krisis ekonomi, Indonesia tidak dapat
lagi mengandalkan diri pada sumber keunggulan
komporatif yang dinamis. Pentingnya produktivitas dalam
meningkatkan kesejahteraan telah disadari secara
universal, tidak ada jenis kegiatan manusia yang tidak
mendapatkan keuntungan dari produktivitas yang
ditingkatkan sebagai kekuatan untuk menghasilkan lebih
banyak barang maupun jasa (Sedarmayanti, 2011). Salah
satu pendekatan untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan/ masyarakat adalah dengan meningkatkan
kualitas produk, kesesuaian tarif, promosi, dan tempat
yang terjangkau (Ramdhani et. al., 2011; Setiawardi et al,
2014).
Produktivitas kerja menunjukan tingkat
kemampuan pegawai dalam mencapai hasil (output)
terutama dilihat dari sisi kuantitasnya. Oleh karena itu
tingkat produktivitas setiap pegawai bisa berbeda, bisa
tinggi atau bisa juga rendah, tergantung pada tingkat
kegigihan dalam menjalankan tugasnya, dan tidak lepas
dari sarana penunjang dalam melaksanakan kegiatan.
Pelaksanaan kebijakan sudah tentu harus didukung
pula oleh dana atau anggaran yang memadai, serta
mengacu kepada peraturan yang berlaku. Untuk
memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan,
terutama pelayanan kesehatan di Puskesmas sarana
tersebut meliputi bangunan termasuk tatakelola
didalamnya, kendaraan operasional, peralatan kesehatan,
peralatan penunjang pemeriksaan, obat-obatan serta
peralatan perkantoran sebagai penunjang manajemen
organisasi dalam unit kerja seperti Puskesmas.
Pelaksanaan kebijakan publik adalah implementasi atau
penerapan suatu kebijakan publik melalui program,
aktifitas, aksi, atau tindakan dalam suatu mekanisme
yang terikat pada suatu sistem tertentu (Ramdhani &
Ramdhani, 2017).
Masih rendahnya pencapaian program kegiatan
seperti: Kasus Angka kematian Ibu dan Bayi cukup tinggi,
kasus kematian ibu tahun 2015 ada 45 kasus, kematian
Bayi tahun 2015 ada 278 kasus, pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tahun 2015
baru tercapai 64,89 % dari target 70 % sehingga ada
kesenjangan 5,11%, kasus penyakit TBC tahun 2015
sebanyak 1540 kasus, dari jumlah desa/kelurahan di
Kabupaten Garut sebanyak 442 baru 30 desa yang
dinyatakan masyarakatnya terbebas dari perilaku BABS
(Buang Air Besar Sembarangan) atau ODF (Open
Defecation Free). Pencapaian Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat Rumah Tangga PHBS Rumah Tangga baru
mencapai 40 %, dari target 100% dll (Profil Dinkes 2015).
Dari berbagai permasalahan tersebut sekilas dapat
menyimpulkan bahwa masih rendahnya produktivitas
kinerja pegawai.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan ditemukan
fenomena masalah sebagai berikut:
a. Belum optimalnya pelaksanaan kebijakan tentang
Puskesmas.
b. Belum terpenuhinya sarana prasarana pelayanan
Puskesmas.
c. Belum diterapkannya sistem manajemen pelayanan
kesehatan
Belum maksimalnya pencapaian produktivitas
kerja
Metode Metode deskriptif analisis kuantitatif dengan teknik survei
dan metode scientific dengan cara pengumpulan data dan
uji analisis dari hipotesis (Ramdhani & Ramdhani, 2016).
Hasil Bedasarkan hasil penelitian tersebut maka diperoleh hasil
Penelitian penelitian bahwa secara simultan maupun parsial
Pengaruh pelaksanaan kebijakan tentang Puskesmas dan
dukungan sarana prasarana berpengaruh secara positif
dan signifikan terhadap terhadap manajemen pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan produktivitas kerja
pegawai pada Puskesmas di Kabupaten Garut
Kesimpulan Maka berdasarkan Hasil pengujian hipotesis utama
dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan kebijakan tentang Puskesmas dan dukungan
sarana prasarana berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pengaruh terhadap manajemen pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan produktivitas kerja
pegawai pada Puskesmas di Kabupaten Garut. Meskipun
menunjukan pengaruh yang relatif lemah dikarenakan
belum optimalnya penerapan variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian, secara empiris hasil
pengujian hipotesis ini memberikan gambaran bahwa
pelaksanaan kebijakan tentang Puskesmas dan dukungan
sarana prasarana dapat memberikan pengaruh pada
terwujudnya produktivitas kerja pegawai pada
Puskesmas.

Judul Analisis Pelaksanaan Manajemen Pelayanan Kesehatan


Peduli Remaja
Tahun Terbit 2014
Penulis Novi Yanti
Latar Belakang Remaja adalah pemimpin bangsa masa depan,
namun saat ini mereka menghadapi sekumpulan masalah
yang dapat menentukan kualitas suatu bangsa dimasa
yang akan datang (Depkes, RI 2005). Perubahan alamiah
dalam diri remaja sering berdampak pada permasalahan
remaja yang cukup serius. Triswan (2007)
mengemukakan perilaku remaja saat ini sudah sangat
mengkhawatirkan, hal ini ditandai dengan semakin
meningkatnya kasus-kasus seperti aborsi, kehamilan tidak
diinginkan (KTD), dan penyakit menular seksual (PMS)
termasuk HIV/AIDS di kelompok remaja.
Berdasarkan hasil penelitian WHO tentang
kesehatan dikalangan remaja ternyata negara-negara
maju memiliki remaja terbanyak yang aktif secara seksual
dan Amerika serikat merupakan negara dengan tingkat
kehamilan remaja tertinggi di dunia dengan satu juta
remaja wanita yang hamil setiap tahun, sedangkan di
Indonesia sekitar 15-20% dari usia sekolah di Indonesia
sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah dan 15
juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan
setiap tahunnya (Rusdimat, 2011).
Hasil survey yang telah dilakukan oleh Syofyan,
(2007) untuk mengetahui tentang kenakalan remaja
khususnya perilaku remaja terhadap kesehatan reproduksi
dan pengetahuannya tentang kesehatan, didapat data
bahwa dari 250 siswa yang ada di tiga lokasi, didapat
hasil, remaja yang melakukan hubungan seks tertinggi
yaitu di Pekanbaru 11%, di Bengkalis 7%, dan di Pelalawan
6%, perilaku remaja yang lain adalah : menonton BF: 42%,
merokok : 38%, melakukan onani 30%, NAPZA : 8%.
Kebijakan pemerintah terkait dengan masalah
memerangi HIV/AIDS yang merupakan target MDG’s 2015
dan mengatasi masalah remaja, Dinas Kesehatan
merealisasikan dalam bentuk Pelayanan Kesehatan Peduli
remaja (PKPR) yang telah dimulai dari tahun 2006.
Kegiatan PKPR dilakukan melalui kegiatan pelatihan
petugas Puskesmas, pelatihan peer educator bagi guru,
dan pelatihan peer conselor bagi siswa (Dinas Kota
Pekanbaru, 2011).
Metode Metode penelitian kualitatif
Hasil Hasil FGD yang dilakukan pada remaja didapat, ternyata
Penelitian rata-rata remaja melakukan kenakalan yaitu dimulai dari
SMP, sehinggga perlu lebih di prioritaskan sasaran target
pencapaian pada usia itu, perlu keterlibatan keluarga
dalam mengatasi masalah remaja, sehingga keluarga
perlu juga diberikan penyuluhan atau sosialisasi tentang
remaja ini.
Kesimpulan Dari jurnal tersebut maka diperoleh Kesimpulan
bahwasanya Strategi pembinaan pelayanan kesehatan
remaja di kota Pekanbaru khususnya di dinas kesehatan,
diarahkan untuk menyiapkan remaja yang memiliki
pengetahuan, sikap dan perilaku yang baik dan benar
tentang kesehatan remaja Dinas Kesehatan telah
merealisasikan usaha untuk mengatasi masalah remaja
dalam bentuk Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja yang
telah dimulai dari tahun 2006. Namun, dalam
pelaksanaannya hingga tahun 2012, Hasil analisis
pelaksanaan manajemen Pelayanan Kesehatan Peduli
remaja didapat bahwa belum terlaksana secara utuh baik
dari input, proses sehingga output yang dicapai belum
mencapai hasil yang optimal, sehingga perlu perbaikan
dan penataan kembali demi tercapainya target MDG’s
2015

Judul Pengaruh Manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat


terhadap Akses Pelayanan Kesehatan untuk Mewujudkan
Mutu Pelayanan Kesehatan
Tahun Terbit 2017
Penulis Yusni Ainurrahmah
Latar Belakang Jumlah puskesmas saat ini di Indonesia sampai
dengan Desember 2014 sebanyak 9.731 unit. Jumlah
tersebut terdiri dari 3.378 unit Puskesmas rawat inap dan
6.353 unit puskesmas non rawat inap. Jumlah ini lebih
tinggi dibandingkan tahun 2013 yaitu sebanyak 9.655 unit.
Puskesmas yang berada di wilayah Kabupaten Garut
terdapat 67 unit yang tersebar di 42 kecamatan.
Kecamatan Tarogong Kidul merupakan kecamatan yang
memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Kabupaten
Garut dengan kepadatan 63 per km² dibandingkan
Kecamatan Garut Kota (42,26) dan Kecamatan
Karangpawitan (24,09). (Profil Kesehatan Kabupaten
Garut, 2015). Di Kecamatan Tarogong Kidul terdapat tiga
buah Puskesmas, yaitu Puskesmas Pembangunan,
Puskesmas Haurpanggung dan Puskesmas Kersamenak.
Puskesmas Pembangunan dan Puskesmas
Haurpanggung telah menjadi unit kerja Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD), sedangkan Puskesmas
Kersamenak sebagai unit kerja non BLUD. Badan Layanan
Umum Daerah yang disingkat BLUD merupakan bagian
dari perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum
tidak terpisah dari pemerintah daerah, dimana pola
pengelolaan keuangannya memberikan fleksibilitas
berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik
bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
Dalam menyelenggarakan fungsinya sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No 75 Tahun 2014 tentang
Puskesmas, bahwa setiap Puskesmas berwenang untuk:
(a) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis
masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan
pelayanan yang diperlukan; (b). Melaksanakan advokasi
dan sosialisasi kebijakan kesehatan; (c) Melaksanakan
komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan; (d) Menggerakkan
masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan
masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait;
(e) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan
pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat; (f)
Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya
manusia Puskesmas; (g) Memantau pelaksanaan
pembangunan agar berwawasan kesehatan; (h)
Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi
terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan;
dan Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan
masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem
kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.
Sesuai dengan wewenangnya, Puskesmas dituntut
untuk memberikan pelayanan kesehatan dan evaluasi
terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pegawai
puskesmas dapat berjalan dengan optimal apabila
didukung oleh manajemen yang baik. Semakin ketatnya
persaingan serta pelanggan yang semakin selektif dan
berpengetahuan mengharuskan Puskesmas selaku salah
satu penyedia jasa pelayanan kesehatan untuk selalu
meningkatkan mutu pelayanan kesehatannya.
Fenomena masalah Manajemen Pusat Kesehatan
Masyarakat dapat diduga dari hal-hal berikut ini:
a. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Tata
Usaha dinyatakan bahwa pembuatan Perencanaan
Tingkat Puskesmas (PTP) belum dilakukan dengan
baik karena lebih bersifat melaksanakan apa yang
diintruksikan oleh Dinas Kesehatan setiap tiga
bulan dan enam bulan.
b. Pertemuan lintas sektoral pegawai Puskesmas
dengan pihak-pihak lain setiap tiga bulan belum
dihadiri oleh seluruh pegawai.
c. Rapat rutin pertemuan pegawai Puskesmas belum
dapat dilaksanakan setiap minggu, baru dapat
dilaksanakan sebulan sekali.
Secara umum maka fenomena masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Belum terwujudnya mutu pelayanan kesehatan di
Puskesmas Kecamatan Tarogong Kidul, hal ini
dapat dilihat dari penilaian mutu yang belum
memenuhi target dan hasilnya menurun serta
fasilitas yang dimiliki masih terbatas dan
sederhana.
b. Belum memadainya akses pelayanan kesehatan di
Puskesmas Kecamatan Tarogong Kidul, hal ini
dapat dilihat dari capaian program Puskesmas
yang belum memenuhi target.
c. Belum efektifnya manajemen Pusat Kesehatan
Masyarakat di Puskesmas Kecamatan Tarogong
Kidul, hal ini dapat dilihat dari perencanaan yang
belum sesuai dan pelaksanaan pertemuan lintas
sektoral yang belum optimal.
Metode Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan eksplanasi dengan teknik survei daan
metode scientific dengan cara pengumpulan data dan uji
analisis dari hipotesis.
Hasil Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa
Penelitian manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat tidak hanya
dipengaruhi oleh akses pelayanan kesehatan namun juga
dipengaruhi oleh mutu pelayanan kesehatan. Dimana
akses pelayanan kesehatan dapat dicapai dengan baik
jika manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat yang
dilaksanakan mempunyai perencanaan yang baik,
pengorganisasian yang optimal, pergerakan dan
pelaksanaan yang efektif dan pengawasan, pengendalian
dan penilaian yang baik.
Dari hasil sub hipotesis diperoleh :
a. Manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat
berpengaruh terhadap Akses Pelayanan Kesehatan,
yang berarti memadai atau tidaknya Akses
Pelayanan Kesehatan dipengaruhi oleh Manajemen
Pusat Kesehatan Masyarakat.
b. Manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat tidak
berpengaruh terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan,
yang berarti terwujudnya Mutu Pelayanan
Kesehatan tidak dipengaruhi oleh Manajemen
Pusat Kesehatan Masyarakat.
c. Akses Pelayanan Kesehatan berpengaruh terhadap
Mutu Pelayanan Kesehatan, yang berarti
terwujudnya Mutu Pelayanan Kesehatan
dipengaruhi oleh Akses Pelayanan Kesehatan.
Kesimpulan Berdasarkan hasil jurnal tersebut maka disimpulkan
bahwa Manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat
berpengaruh terhadap Akses Pelayanan Kesehatan untuk
Mewujudkan Mutu Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Kecamatan Tarogong Kidul.
Dari hasil sub hipotesis diperoleh :
a. Manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat
berpengaruh terhadap Akses Pelayanan Kesehatan,
yang berarti memadai atau tidaknya Akses
Pelayanan Kesehatan dipengaruhi oleh Manajemen
Pusat Kesehatan Masyarakat.
b. Manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat tidak
berpengaruh terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan,
yang berarti terwujudnya Mutu Pelayanan
Kesehatan tidak dipengaruhi oleh Manajemen
Pusat Kesehatan Masyarakat.
c. Akses Pelayanan Kesehatan berpengaruh terhadap
Mutu Pelayanan Kesehatan, yang berarti
terwujudnya Mutu Pelayanan Kesehatan
dipengaruhi oleh Akses Pelayanan Kesehatan.
Sementara implikasi secara teoritis, referensi teori-teori
yang disajikan dan digunakan sebagai dasar penelitian
pada prinsipnya dapat berfungsi apabila pendekatan
Manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat dan Akses
Pelayanan Kesehatan untuk mewujudkan Mutu Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Tarogong Kidul
dilaksanakan dengan baik menurut teori-teori yang ada,
namun pada kenyataannya teori-teori tersebut belum
diimplementasikan secara utuh.

6
Judul Manajemen Pelayanan Kesehatan di Pondok Pesantren
Attanwir BojonegoroJawa Timur
Tahun Terbit 2021
Penulis Siti Fatimatul Fajriyah, Fahrurrozi, Baqiyatush Sholihah
Latar Belakang Pondok Pesantren Attanwir sebagai layanan
pendidikan dengan jumlah santri sekitar 1200 jiwa yang
bermukim. Maka layanan kesehatan merupakan salah
satu aspek yang menjadi perhatian khusus. Mengingat
mereka tinggal bersama dan bersosialisasi dengan
orang banyak, tentunya kesehatan enjadi hal yang
penting yang harus diperhatikanagar mereka dapat
mengikuti proses pembelajaran mulai awal hingga akhir
Pendidikan.
Layanan kesehatan tersebut disediakan oleh
RSLKSM (Rumah Sehat Layanan Kesehatan Santri dan
Masyarakat). RSLKSM merupakan salah satu bentuk
implementasi dari poskestren yang meyediakan layanan
kesehatan berbasis santri. Dalam operasionalnya
RSLKSM melibatkan santri yang tergabung dalam
organisasi ekstrakurikuler kesehatan bernama Santri
Siaga (SS). Ekstrakurikuler santri siaga didirikan sekitar
tahun2004 di pondok pesantren Attanwir. Santri siaga
memiliki visi “care for sosial and humanity” dengan
tujuan mengobati para santri dengan metode
penyembuhan Rasulullah atau thibbun nabawi”.
Perbedaan metode pengobatan yang dijalankan
di RSLKSM memiliki perbedaandengan klinik kesehatan
yang ada ditengah-tengah masyarakat dan dilingkungan
pondok pesantren. Klinik kesehatan yang ada ditengah-
tengah masyarakat menggunakan metode penyembuhan
konvensional dan modern. Sedangkan, RSLKSM
menggabungkan antara metode kesehatan thibbun
nabawi dan konvensional. Olah sebab itu, RSLKSM
mampu bertahan dan membuktikan eksistensinya dalam
bidang kesehatan melalui penggabungan metode
pengobatan thibbun nabawidan konvensional.Metode
thibbun nabawimerupakan tata cara pengobatan yang
digunakan oleh Rasulullah. Metode pengobatan thibbun
nabawi diantaranya meliputi pengobatan dengan obat-
obatan herbal, bekam, gurah dan ruqyah.
Metode kualitatif deskriptif.
Hasil Pada tahun 2006 Menteri Kesehatan Kota
Penelitian Bojonegoro Ibu Siti Fadhilah, memberikan bantuan
berupa unit kesehatan. Yaitu 1 set bangunan dan
peralatan kesehatan. Beberapa bulan setelah
bangunan didirikan dan perlengkapan tersedia layanan
kesehatan belum dapat dijalankan.
Tahun 2007 Gus Thofa kembali ke Pondok
Pesantren Attanwir setelah 7 tahun meninggalkan
pesantren untuk bekerja di Kota Batu Malang.
Sepulangnya, Gus Thofa ke pesantren, beliau diberi kabar
oleh Alm. KH. Ali Chumaidi Sahal (Pengasuh Pondok
Pesantren Attanwir tahun 2006-2012) bahwa pesantren
mendapatkan sumbangan unit kesehatandan beliau
tertarik untuk menjalankan unit kesehatan tersebut. Gus
Thofa memiliki program layanan kesehatan santri dan
masyarakat khususnya masyarakat yang tidak mampu.
Program tersebut disetujui oleh pengasuh pondok
pesantren Attanwir. Setelah program tersebut disetujui,
Gus Thofa mencari sumber daya manusianya dan
mendapatkan 3orang (perawat,dokter, danpsikolog).
Pada tahun 2007 juga dibentukrelawan
kesehatan Santri Siaga (SS). Santri Siaga dikader untuk
menjadi tenaga kesehatan di pondok pesantran dan
sebagai bekal bagi mereka (Santri Siaga) setelah
keluar dari Pondok Pesantren Attanwir.
Tahun 2008, tepatnya 6 bulan setelah LKSM dibuka
Pak Yoto15(calon Bupati Bojonegoro)memberikan
sumbangan berupa 1 unit mobil ambulans. Dengan
adanya mobil ambulanstersebut dapat memperlancar
tugas dari LKSM tersebut.
Tahun 2010, Gus Thofamulai belajar tentang
farmasi Islam atau dikenal dengan istilah thibbun
nabawidi daerah Ngawi, Jawa Timur. Setelah mengenal
farmasi Islam beliau memiliki perubahan mindset
untuk melakukan pengobatan seperti yang dicontohkan
oleh Rasulullah SAW. Kemudian setelah beliau lebih
mendalami lagi, beliau mantap untuk merubah pola
pengobatan yang sebelumnya digunakan (pengobatan
Barat) ke thibbun nabawitanpa mengninggalkan hal-hal
teknis dalam pengobatan Barat. Langkah
tersebutdiikuti denganperubatan nama LKSM menjadi
RSLKSM (Rumah Sehat Layanan Kesehatan Santri dan
Masyarakat)
RSLKSM memiliki visi mengenalkan sunnah
Thibbun Nabawikepada santri dan masyarakat. Untuk
mencapai visi tersebut, RSLKSM dan Santri Siaga
mengadakan penyuluhan tentang kesehatan,
edukasi tentang kesehatan dan halal-haram serta
merubah stigma bahwa herbal itu lambat dan
mahal.Dalam menjalankan tugasnya,RSLKSM dibantu
olehSantri Siaga yang memiliki 6 divisi yaitu Bina Lansia
dan Anak (BLA), media asy-syifa, pustakaasy-syifa,
outbound, Kesehatan Masyarakat (KesMas) dan
bekam.17Masing-masing divisi memiliki program
kerja yang berbeda-beda dengan memberikan
bermacam-macam layanan kesehatan untuk santri
dan masyarakat
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diatas, disimpulkan
bahwa manajemen pelayanan kesehatan di Pondok
Pesantren Attanwir Bojonegoro dilaksanakan secara
multi-faceted mulai dari merencanakan dan menetapkan
kebutuhan santri dan masyarakat hingga evaluasi disetiap
pelayanan yang diberikan.Perencanaan pelayanan
kesehatandi RSLKSM melibatkan Santri Siaga dan
alumni Santri Siaga secara penuh.
Perencanaan menghasilkan keputusan bahwa
metode pelayanan kesehatan di RSLKSM yang digunakan
adalah thibbun nabawi dan konvensional. Gabungan
metode pelayanan diterapkan dalam pelayanan
promotif (ruqyah dan pelatihan nasional thibbun
nabawi), preventif (bekam, facial, dan cek kesehatan,
dan jenis pelayanan) dan kuratif (penyuluhan kesehatan,
bekam dan facial masal, serta donor darah).
Terlaksannya pelayanan kesehatan dilakukan dengan
koordinasi antar divisi, pembina dan alumni Santri Siaga.
Pembina, pengurus harian (ketua dan wakil ketua SS),
dan alumni menjadi tim pengontrol dilapangan
maupun dalam pelaporan kegiatan. Evaluasi dilakukan
setelah kegiatan berakhir untuk jenis pelayanan kuratif
dan promotif, setiap satu bulan sekali untuk
pelayanan preventif dan satu tahun sekali untuk
pelayanan yang dilakukan oleh tim Santri Siaga.
Manajemen pelayanan kesehatan memberikan
dampak terhadap kesadaran warga pondok pesantren
khususnya santri dalam meningkatkan hidup sehat. Hal
tersebut ditunjukkan denganadanya peningkatan terhadap
kesadaran kesehatan santri Pondok Pesantren
Attanwir, melalui pengetahuan, sikap dan tindakan
kesehatanyang berdampak pada penurunan jumlah
penyakit (seperti scabies, utikaria, asma, flu dan batuk)
yang terjadi pada santri.

Judul Kunjungan Rumah Sebagai Strategi Peningkatan


Pelayanan kesehatan Untuk Keluarga Rawan Di Kota
Mataram(Wilayah Kerja Puskesmas Karang Pule)
Tahun Terbit 2021
Penulis Yatik Krisliani, Mubasysyir Hasanbasri
Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengambil Program
Indonesia sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK)
sebagai langkah strategis untuk membantu layanan
kunjungan rumah untuk penduduk rawan. Penelitian PIS-
PK atau kunjungan rumah yang ada saat ini berhubungan
dengan bagaimana kunjungan rumah menghasilkan
pemetaan kondisi kesehatan. Kota Mataram merupakan
salah satu kota yang memiliki masyarakat rawan.
Dilihat dari letak ge-ografis tempat tinggal masyarakat di
beberapa kampung masih sangat kurang memadai untuk
mengun-jungi fasilitas kesehatan. Bukan karena letak
fasilitas kesehatan yang terlalu jauh namun kondisi
perkampungan yang sangat padat dan jalan untuk
trans-portasi yang tidak mendukung. Hal ini menyebabkan
masyarakat membutuhkan perhatian dalam pembe-rian
pelayanan kesehatan khususnya masyarakatyang
rawan di bagian perkampungan.
Masyarakat rawan di kota Mataram bukan
hanyadilihat dari letak geografis, kepadatan penduduk
danalat transportasi tetapi lebih ke penduduk yang
rawankesehatan seperti ibu hamil dan ibu pasca
melahirkanyang lebih membutuhkan perawatan intensif
serta lan-sia yang sudah rentan mengalami penurunan
kesehatan sehingga sangat diperlukan adanya kegiatan
kunjungan rumah untuk masyarakat rawan di kota
Mataram. Untuk itu perlu adanya strategi untuk mengatasi
masyarakat rawan di kota Mataram dengan cara
melakukan program kunjungan rumah.
Metode Metode penelitian menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif dengan pengambilan data menggunakan
pedoman wawancara dan analis data dengan deskriptif
analitik. Subjek dalam penelitian ini adalah perawat atau
bidan yang pernah melakukankegiatan kunjungan
rumah, kepala puskesmas, kepala program kunjungan
rumah dan masyarakat yang menerima pelayanan
kunjungan rumah
Hasil Peneltian Kunjungan rumah dilakukan ke semua keluarga di wilayah
kerja Puskesmas Karang Pule baik kekeluarga yang
memiliki masalah kesehatan maupun yang tidak
mempunyai masalah ke-sehatan. Hal ini menyebabkan
kurang fokusnya tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kunjungan rumah terhadap keluarga yang
rawan dikarenakan tidak memprioritaskan keluarga yang
harus dikunjungi. Pelayanan antenatal care untuk ibu
hamil tidak dilakukan pada waktu melakukan kegiatan
kunjungan rumah. Selain dengan kunjungan rumah,
pelayanan ibu hamil dilakukan melalui telepon dengan
proses melalui kader untuk di informasikan ke bidan
puskesmas. Pelayanan yang diberikan dalam kunjungan
rumah yaitu pendidikan kesehatan, edukasi serta
perawatan untuk keluarga yang mempunyai masalah
kesehatan.
Kesimpulan Dari penelitian tersebut maka disimpulkan bahwa
Pelayanan kunjungan rumah ke seluruh keluarga setiap
wilayah merupakan program yang tidak efektif karena
kunjungan rumah seharusnya ditujukan untuk keluarga
yang diprioritaskan yaitu khusus keluarga yang rawan,
baik dalam kesehatan maupun rawan dalam pemanfaatan
fasilitas pelayanan kesehatan.

Judul Manajemen Kesehatan Jiwa Berbasis Komunitas Melalui


Pelayanan Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas Di
Wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang
Tahun Terbit 2015
Penulis Sambodo Sriadi Pinilih, Retna Tri Astuti, Muh Khoirul Amin
Latar Belakang Penderita gangguan jiwa mengalami peningkatan yang
signifikan setiap tahun di berbagai belahan dunia.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO)
dalam Yosep (2013), sekitar 450 juta orang di dunia
mengalami gangguan jiwa yang terdiri dari 150 juta
mengalami depresi, 90 juta gangguan zat dan alcohol, 38
juta epilepsy, 25 juta skizofrenia serta 1 juta melakukan
bunuh diri setiap tahun. Berarti setidaknya terdapat satu
dari empat orang mengalami masalah mental dan
gangguan kesehatan jiwa, sehingga menjadi masalah
yang serius diseluruh dunia.
Hal ini dianggap serius karena masalah kesehatan jiwa
akan mempengaruhi produktivitas dan kualitas kesehatan
perseorangan maupun masyarakat, menimbulkan
penderitaan bagi individu dan beban berat bagi keluarga
baik mental maupun materi karena penderita menjadi
tidak produktif (Maramis, 2008). Hasil studi World Bank
menunjukkan bahwa hari-hari produktif menjadi hilang
atau Dissability Adjusted Life Years (DALY’s) akibat
msalah kesehatan jiwa yang mencapai 8,1% dari Global
Burden Disease. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding dari
masalah kesehatan lainnya seperti penyakit pernapasan,
kanker, penyakit jantung atau penyakit keganasan
Metode Penelitian metode kuantitatif dan desain yang digunakan
adalah cross sectional. Analisis berupa analisis deskripif
dan korelasional dengan analisis univariat dan bivariate.
Untuk uji korelasi menggunakan analisis spearmanrank
Hasil Peneltian Hasil yang dicapai dalam pelaksanaan program
manajemen pelayanan kesehatan jiwa berbasis
komunitas yaitu: Melalui kerjasama anatara Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang, Dinas
Kesehatan Kabupaten Magelang dan Rumah Sakit Prof.
Dr. Soerojo Magelang. Dana kegiatan berasal dari dana
APBD kabupaten Magelang periode 2014 untuk 5
Puskesmas dan 1 Puskesmas menggunakan anggaran
internal dari Puskesmas.
Kerjasama lintas program menghasilkan 29 orang
perawat penanggungjawab program kesehatan jiwa di
wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang yang
terlatih. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan KKJ
di 6 Puskesmas dilanjutkan pemberian pelatihan pada 231
orang KKJ yang dilakukan secara bertahap untuk tiap
Puskesmas. Karakteristik KKJ dari 6 Puskesmas yang
terlatih yaitu: Kebanyakan berjenis kelamin perempuan
(86,2% ), mayoritas tingkat pendidikannya SMP (39,7%).
Banyak factor yang mempengaruhi pengetahuan, sikap
dan perilaku seseorang, berdasarkan data-data diatas
menunjukkan bahwa pendidikan rendah tidak selalu
berarti berpengetahuan rendah, peningkatan pengetahuan
tidak mutlak hanya diperoleh di pendidikan formal, tetapi
bisa juga diperoleh dari pendidikan non formal
(Notoatmodjo, 2010). Untuk itu melalui pelatihan KKJ dan
penyuluhan pada keluarga dan masyarakat merupakan
upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang
kesehatan jiwa masyarakat.
Kesimpulan Melihat berbagai hasil evaluasi yang baik dari
pelaksanaan program manajemen pelayanan kesehatan
jiwa berbasis komunitas melalui pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa komunitas, maka dapat disimpulkan
bahwa program tersebut dapat meningkatkan
pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan jiwa,
sehingga berdampak pada kepedulian masyarakat akan
kesehatan jiwa. Dampak positif lain adalah meningkatnya
pengetahuan keluarga dalam perawatan ODGJ sehingga
menimbulkan sikap dan perilaku yang baik dalam
perawatan ODGJ di rumah. Hal tersebut dapat mencegah
kemungkinan kekambuhan sehingga masyarakat yang
mengalami masalah kejiwaan tidak perlu dirujuk ke
pelayanan kesehatan khusus.Dan mencegah kekambuhan
pada ODGJ pasca perawatan di unit pelayanan khusus
(RSJ)

Judul Manajemen Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Belang


Kabupaten Minahasa Tenggara
Tahun Terbit -
Penulis Margitha Mokodaser Masye Pangkey Very Y. Londa
Latar Belakang Organisasi yang baik dapat terwujud apabila
komponen-komponen di dalamnya berfungsi secara
maksimal. Suatu organisasi yang baik terdapat fungsi-
fungsi manajemen secara tepat dan benar. Masing-
masing fungsi saling berkaitan dan merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Terry (2005: 1) memberi
pengertian manajemen yaitu suatu proses atau kerangka
kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu
kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan
organisasional atau maksud yang nyata. George dan Lesli
(2009) mengemukakan bahwa.perencanaan dalam suatu
organisasi merupakan proses dasar dalam manajemen
untuk merumuskan tujuan dan cara mencapainya,
sehingga perencanaan memegang peranan yang lebih
besar dibanding fungsi manajemen lainnya. Batinggi
(2013) mengemukakan beberapa manfaat mempelajari
dan memperluas pengetahuan tentang beberapa teori,
konsep, proses, teknik, dan mekanisme manajemen yaitu
dapat mengembangkan keterampilan dan menerapkan
konsep manajemen pada situasi tertentu, membantu
meningkatkan kesejahteraan hidup serta menghapus
keterbelakangan manajerial. Hatmoko (2006)
mengemukakan bahwa manajemen yang baik dibutuhkan
untuk semua tipe kegiatan dalam organisasi, baik
organisasi besar maupun kecil, baik organisasi
pemerintah atau swasta, dan baik yang diterapkan dalam
pekerjaan umum, hiburan, kesenian, ataupun dalam
pelayanan kesehatan dalam rumah sakit maupun
Puskesmas.
Puskesmas bertujuan sebagai suatu kesatuan
organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat di samping
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu
kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan menggerakan pembangunan kecamatan yang
berwawasan pembangunan, mendorong kemandirian
masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat, memelihara
dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata dan terjangkau serta memelihara dan
meningkatkan kesehatan individu, kelompok, dan
masyarakat serta lingkungannya, namun baik atau
tidaknya pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas
tergantung pada bagaimana pengelolaan manajemen
didalamnya terutama dalam proses manajemen
pelayanan kesehatan. Mubarak (2009) mengemukakan
bahwa masalah yang sering muncul di instansi
pemerintahan khususnya Puskesmas dalam hal ini
terdapat pada fungsi manajemen seperti perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan secara
berkala.
Berdasarkan permasalahaan yang terjadi dalam
konteks Perancanaan, pengorganisasi, pelaksanaan dan
pengawasan. Aspeka manajemen menjadi hal yang
sangat penting untuk diperhatikan. Berangkat dari
pentingnya manajemen yang dibutuhkan dalam
organisasi, sehingga peneliti tertarik untuk mengangkat
dan membahas serta meneliti judul penelitian mengenai
manajemen pelayanan kesehatan di Puskesmas Belang
Kecamatan Belang Kabupaten Minahasa Tenggara.
Metode Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena
dilakukan pada kondisi yang alamiah. Sugiyono (2013)
mengemukakan bahwa metode penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah
sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif,
dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi.
Hasil Peneltian Berdasarkan hasil dari penelitian maka diperoleh sebagai
berikut:
a. Perencanaan (Planning)
Terry (dalam Monirung, 2015) mengemukakan
bahwa perencanaan (Planning) ialah penetapan
pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok
untuk mencapai tujuan yang digariskan. Planning
mencakup kegiatan pengambilan keputusan,
karena termasuk dalam pemilihan alternatif-
alternatif keputusan. Diperlukan kemampuan untuk
mengadakan visualisasi dan melihat ke depan guna
merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan
untuk masa mendatang.
b. Pengorganisasian (Organizing)
Terry (dalam Monirung, 2015) mengemukakan
bahwa Pengorganisasian (Organizing) berasal dari
kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti
alat, yaitu proses pengelompokan kegiatan untuk
mencapai tujuan-tujuan dan penugasan setiap
kelompok kepada seorang manajer (Terry & Rue,
2010). Pengorganisasian dilakukan untuk
menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber
yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga
pekerjaan yang dikehendaki dapat dilaksanakan
dengan berhasil.
c. Pelaksanaan (Actuating)
George Terry ((dalam Monirung, 2015))
mengemukakan bahwa Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan
anggotaanggota kelompok sedemikian rupa,
hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk
mencapai tujuan yang telah direncanakan bersama.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan Pelaksanaan
(Actuating) yakni pelaksanaan dari pemberian
pelayanan kesehatan kepada para pasien yang ada
di Puskesmas Belang.
d. Pengawasan (Controlling)
Terry (dalam Monirung, 2015) mengemukakan
bahwa Pengawasan (Controlling) adalah penemuan
dan penerapan cara dan alat utk menjamin bahwa
rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan. Pengawasan merupakan
salah satu fungsi manajemen dalam organisasi.
Suatu pengawasan dikatakan penting karena tanpa
adanya pengawasan yang baik tentunya akan
mengasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik
bagi organisasi puskesmas maupun bagi para
pegawai medis maupun non medis. Dalam hal ini
pegawasan pada dasarnya harus dilkakukan oleh
pimpinanan yang ada pada suatu instansi yang ada,
seperti halnya dengan Puskesmas Belang juga
harus memperhatikan fungsi pegawasan dimana
harus dilakukan oleh pimpinanan Puskesmas
Belang.
Kesimpulan Pada jurnal tersebut tidak ada tahun kapan diterbitkannya
dan Berdasarkan hasil penelitian melalui hasil
pengamatan, pengumpulan data dan pembahasan maka
disimpulkan bahwa bersadarkan pemaparan pada
pembahasan manajemen pelayanan kesehatan di
Pukesmas Belang Kabupaten Minahasa Tenggara belum
cukup baik dalam perencanaan, pengorganisasian,
pelaksaan dan pengawasan hal ini disebabkan oleh
masih: perencanaan di Puskesmas Belang masih terdapat
beberapa masalah di mana ada beberapa rencana belum
dijalankan, tetapi masih bisa di atasi. Bagian
Pengorganisasian masih memiliki beberapa kendala atau
masalah dalam melaksanakan Manajemen Pelayanan
Kesehatan. Pelaksanaan program di puskesmas Belang
juga belum semua terealisasi yaitu penyuluhan kesehatan
di sekolah dan kurangnya tenaga medis yang ada.
pengawasan di Puskesmas Belang belum cukup baik,
karena masih ada beberapa peralatan medik yang belum
cukup memadai dalam memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan.

10

Judul Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada


Musim Haji 2016 Di Embarkasi Jakarta Pondok Gede
Tahun Terbit 2016
Penulis Akhmad al habash
Latar Belakang Haji merupakan ibadah yang sangat masyhur bagi umat
muslim di seluruh dunia yang mana Jemaah untuk
melaksanaakn ibadah haji begitu meningkat, itu terbukti
tahun minat Jemaah untuk melaksanakan ibadah haji
begitu meningkat, itu terbukti dengan lamnya waiting list
menunggu jadwal pemberangkatan. Pada musim haji
tahun 2016 ini pemerintah mengeluarkan peraturan baru
mengenai Istithaah Jemaah haji yang terdaftar untuk
berangkat haji. Kesanggupan (Istithaah) secara fisik
menjadi syarat boleh tidaknya Jemaah untuk berangkat.
Sebelum berangkat Jemaah harus melaksanakan
pemeriksaan kesehatan hingga 3 kali. Pemeriksaan
kesehatan akhir dilaksanakan di Asmara Haji Embarkasi
Jakarta Pondok Gede sebagai penentu bisa atau tidaknya
Jemaah tersebut berangkat.
Metode Metode kualitatif yaitu dimulai dengan mengumpulkan
informasi-informasi salaam musim haji berlangsung baik
dengan melakukan suatu generalisasi yang dapat diterima
oleh orang banyak.
Hasil Peneltian Maka dihasilkan bahwa manjemen pelayanan kesehatan
yang diberikan di Asrama Haji sangat besar dampaknya
bagi Jemaah, dengan adanya manjemen yang baik maka
akan melancarkan dan memudahkan proses pemeriksaan
kesehatan. Pemeriksaan kesehatan akhir dilaksanakan di
Asmara Haji Embarkasi Jakarta Pondok Gede sebagai
penentu bisa atau tidaknya Jemaah tersebut berangkat.
Jika Jemaah sudah menjalani suntik meningitis, dan
kemudian Jemaah haji ristis (resiko tinggi) maka akan
disematkan gelang untuk mengetahui kesehatan Jemaah
tersebut, dan jika Jemaah sakit atau belum periksa
kesehatan baik hasil pemeriksaan yang lengkap atau
BKJH (buku kesehatan Jemaah haji) tidak ada maka akan
diarahkan ke poliklinik, serta rujukan ke laboratorium dan
apabila perlu perawatan lebih lanjut maka akan dirujuk ke
RS Haji Jkarta Pondok Gede. Kemudian salah satu factor
penghambat untuk pelayanan ini adalah ketika Jemaah
yang dating tidak sesuai dengan waktu yang sudah di
tentukan dalam undangan di SPMA( surat panggilan
masuk asrama)
Kesimpulan Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa manjemen pelayanan kesehatan yang diberikan di
Asrama Haji sangat besar dampaknya bagi Jemaah,
dengan adanya manjemen yang baik maka akan
melancarkan dan memudahkan proses pemeriksaan
kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai