Anda di halaman 1dari 8

1

KEIKHLASAN DALAM BERIBADAH

A. Ayat dan Hadits Tentang Keikhlasan dalam Beribadah

1. QS. Al-An’am: 162-163

﴾٢٦١﴿ ‫ِين‬ ُ ْ‫ك أ ُ ِمر‬


َ ‫ت َوأَ َناْ أَ َّو ُل ْالمُسْ لِم‬ َ ِ‫ك لَ ُه َو ِب َذل‬
َ ‫﴾ الَ َش ِري‬٢٦١﴿ ‫ِين‬ ِ ‫اي َو َم َماتِي ِ ه‬
َ ‫لِل َربِّ ْال َعالَم‬ َ ‫صالَتِي َو ُن ُسكِي َو َمحْ َي‬
َ َّ‫قُ ْل إِن‬

Artinya: “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku


hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah).”(QS.Al-An’am: 162-163)

 Arti kata-kata:

Sesungguhnya shalatku: ‫صالَتِي‬


َ َّ‫إِن‬ v

Ibadahku: ‫َو ُن ُسكِي‬ v

Hidup dan matiku: َ ‫َو َمحْ َي‬


‫اي َو َم َماتِي‬ v

Tuhan semesta alam: َ ‫َربِّ ْال َعالَم‬


‫ِين‬ v

Tiada sekutu bagi-Nya: ‫ك لَ ُه‬


َ ‫الَ َش ِري‬ v

Aku diperintahkan: ُ ْ‫أ ُ ِمر‬


‫ت‬ v

Orang yang pertama-tama berserah diri: َ ‫أَ َّو ُل ْالمُسْ لِم‬


‫ِين‬ v
2

2. QS.Al-Bayyinah: 5

ُ
﴾٥﴿ ‫ك دِينُ ْال َق ِّي َم ِة‬
َ ِ‫الز َكا َة َو َذل‬
َّ ‫ين ُح َن َفاء َو ُيقِيمُوا الص ََّال َة َوي ُْؤ ُتوا‬ َ َّ ‫َو َما أ ِمرُوا إِ َّال لِ َيعْ ُب ُدوا‬
َ ِ‫َّللا م ُْخلِص‬
َ ‫ين لَ ُه ال ِّد‬

Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurusdan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus”.(QS.Al-Bayyinah: 5)

 Arti kata-kata:

dan mereka tidak disuruh : ‫َو َما أ ُ ِمرُوا‬ v

melainkan supaya menyembah Allah : َ َّ ‫إِ َّال لِ َيعْ ُب ُدوا‬


‫َّللا‬ v

dan yang demikian itulah agama yang lurus : ‫ك دِينُ ْال َق ِّي َم ِة‬
َ ِ‫َو َذل‬ v

3. Hadits tentang keihklasan dalam beribadah

ُ ‫َّللا َت َعالَى الَ َي ْن‬


‫ظ ُر ِالَى اَجْ َسا ِم ُك ْم َوالَ ِالَى‬ َ ‫ إِنَّ ه‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫ َقا َل َرس ُْو ُل ه‬: ‫َعنْ اَ ِبيْ ه َُري َْر َة َرضِ َي هَّللاُ َع ْن ُه َقا َل‬
َ ‫َّللا‬
)‫ظ ُر ِالَى قُل ُ ْو ِب ُك ْم (رواه مسلم‬ ُ ‫ص َور ُك ْم َولَ ِكنْ َي ْن‬
ِ ُ

Artinya: “DariAbu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya


Allah tidak melihat bentuk badan dan rupamu, tetapi ia melihat/memperhatikan niat
dan keikhlasan dalam hatimu”. (HR. Muslim)

 Arti kata-kata:

Tidak melihat : ُ ‫الَ َي ْن‬


‫ظ ُر‬ v

Bentuk badan : ‫اَجْ َسا ِم ُك ْم‬ v

Rupamu : ‫ص َُو ِر ُك ْم‬ v

dan tetapi : ْ‫َولَ ِكن‬ v


3

Hatimu : ‫قُل ُ ْو ِب ُك ْم‬ v

B. Kandungan Makna

1. QS.Al-An’am:162-163

Adapun kandungan makna QS. Al-An’am ayat 162-163 adalah sebagai berikut:

 Suruhan Allah SWT kepada setiap individu manusia(muslim/muslimah) untuk


berkeyakinan bahwa shalatnya, hidupnya dan matinya adalah semata-mata
untuk Allah SWT.
 Allah SWT itu adalah Tuhan Yang Maha Es, tiada sekutu bagi-Nya dan
pencipta, pemelihara serta pengatur alam semesta berikut segala isinya.
 Suruhan Allah SWT kepada setiap individu manusia(muslim/muslimah) untuk
berlaku ihklas dalam berkeyakinan(beraqidah), beribadah dan beramal.

Kata (‫ ) ُنسُك‬nusuk pada umumnya diartikan sembelihan, tetapi yang dimaksud


pada ayat ini bukan saja sembelihan tetapi lebih luas yaitu ibadah, termasuk sholat
dan sembelihan itu. Pada asalnya kata ini dipakai untuk menggambarkan sepotong
perak yang dibakar agar kotoran dan bahan-bahan lain yang menyertai potongan
perak itu terlepas darinya sehingga yang ada tinggal perak murni. Demikian juga
ibadah disebut nusuk untuk melukiskan bahwa ia seharusnya suci, murni dikerjakan
penuh dengan ikhlas semata-mata hanya mencari ridha Allah.

Kemudian disebutkannya kata shalat sebelum kata ibadah (walaupun shalat


adalah salah satu dari ibadah) hal ini mempunyai tujuan untuk menunjukkan betapa
penting ibadah shalat tersebut bagi manusia. Karena shalat merupakan bentuk
kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan oleh setiap orang yang mengaku sebagai
muslim, apapun alasannya. Hal ini berbeda dengan kewajiban-kewajiban lainnya.

Pada ayat berikutnya (163), Allah masih menyuruh Nabi untuk menegaskan
bahwa tiada sekutu bagi Allah sebagai manifestasi tauhid. Hal ini menjadi dasar
diperintahkannya beliau menjadi utusan Allah. Atas perintah ini, nabi Muhammad
pun diminta menyatakan, “Aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri
4

(muslim)”. Dalam pengertian, beliau adalah orang yang paling sempurna kepatuhan
dan penyerahan dirinya kepada Allah.

2. QS.Al-Bayyinah: 5

Adapun kandungan makna QS.Al-Bayyinah ayat 5 adalah sebagai berikut:

 Perintah untuk menyembah hanya kepada Allah SWT dengan niat ikhlas
semata-mata karena Allah SWT.
 Perintah untuk memurnikan agama Allah dari ajaran-ajaran kemusyrikan.
 Perintah untuk mendirikan shalat dan zakat.
 Menyembah kepada Allah dan menjauhi kemusyrikan adalah agama yang
benar dan lurus.

Surat ini turun sebagai bentuk penegasan kembali atas tindakan Ahl al-kitab
(Yahudi dan Nasrani) yang melampaui batas. Misalnya, umat Nasrani telah
menjadikan Nabi Isa sebagai Tuhan, sementara itu kaum Yahudi menghinakannya.
Melalui ayat ini Allah mengingatkan kembali kepada mereka agar kembali kepada
agama yang lurus (din al-qayimah). Agama yang lurus ini bercirikan tiga hal, yaitu
adanya ketundukan dan kepatuhan hanya kepada Allah, mendirikan shalat dan
menunaikan zakat.

Ketundukan dan kepatuhan secara murni menjadi kunci terbentuknya sikap


lurus dan senantiasa condong kepada kebajikan. Sebaliknya, ketundukan dan
kepatuhan yang tidak murni (syirik) menjadi akar penyimpangan dan kecondongan
kuat untuk berbuat yang berlawanan dengan nilai-nilai kebajikan. Ada dua kata kunci
dalam ayat ini untuk mencapai ketundukan dan kepatuhan secara murni kepada
Allah, yaitu kata mukhlisin dan hunafa’.

Kata (‫ )مخلصين‬mukhlishin adalah berbentuk isim fa’il berasal dari kata ‫))خلص‬
khalusha yang artinya murni setelah sebelumnya diliputi kekeruhan. Dari sini ikhlas
merupakan usaha memurnikan dan menyucikan hati sehingga benar-benar tertuju
5

kepada Allah semata, sedang sebelum keberhasilan itu hati masih biasanya diliputi
atau dihinggapi oleh hal-hal selain Allah, seperti pamrih dan yang semacamnya.

Kata (‫ )حنفاء‬hunafa’ adalah berbentuk jamak dari kata mufrod (‫ )حنيف‬hanif yang
biasa diartikan lurus atau cenderung kepada sesuatu(kebajikan). Agama Islam
disebut juga sebagai agama hanif karena posisinya yang lurus (berada di tengah-
tengah). Artinya, tidak cenderung pada materialisme dan mengabaikan yang spiritual
atau sebaliknya.

Penyebutan shalat dan zakat secara khusus mempunyai arti akan pentingnya
menjalin hubungan baik dengan Allah dan sesama manusia.

3. Hadits

Dalam hadits di atas rasulullah menjelaskan bahwa setiap kita dalam berbuat,
melakukan sesuatu atau beribadah akan dilihat oleh Allah dari niat ikhlas kita dalam
melakukannya. Allah tidak melihat penampilan kita, dalam arti rupa dan bentuk
badan/jasad kita, melainkan Allah akan melihat dan memperhatikan sejauh mana
tingkat keikhlasan kita dalam melakukan sesuatu atau beribadah kepada-nya.

Niat dan ikhlas dalam beramal/beribadah dalam Islam merupakan pilar utama
dalam ibadah bahkan menjadi ruhnya ibadah. Hal tersebut disebabkan karena amal
seorang mukmin baru akan bernilai ibadah yang diterima oleh Allah jika memenuhi
dua syarat : niat ikhlash (karena Allah) dan benar (sesuai dengan tuntunan
Rasulullah saw). Para ulama meyakini bahwa niat ikhlas (amal batin) lebih utama
dari amal lahir (perbuatan), meskipun kedua-duanya mutlaq diperlukan adanya

Niat artinya bermaksud, berkeinginan, atau bertekad. Ia merupakan amalan


batin atau hati, yang karenanya tidak harus dilafadzkan. Sementara ikhlas artinya
menjadikan Allah sebagai niat utama, tujuan utama, atau sebab utama dalam
melakukan suatu amal.
6

C. Cara Menampilkan Sikap Ikhlas Beribadah dalam Kehidupan Sehari-hari

Buruk sangka terhadap diri sendiri dan tidak berbangga dengan keberhasilan.
Allah berfirman:

”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati
yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali
kepada Tuhan mereka.”

Maksudnya, karena tahu bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan untuk
dihisab, maka mereka khawatir kalau-kalau pemberian-pemberian (sedekah-
sedekah) yang mereka berikan dan amal ibadah yang mereka kerjakan itu tidak
diterima Tuhan.

Tidak adanya perubahan sikap, ketika dipuji maupun dicela atas amal yang
telah ia lakukan, karena ia memang hanya mengharapkan ridha Allah semata, dan
karenanya tidak pernah mengharapkan pujian seseorang atau takut akan celaannya.
Seorang yang diberi taufik oleh Allah ta’ala tidaklah terpengaruh oleh pujian manusia
apabila mereka memujinya atas kebaikan yang telah dilakukannya. Apabila dia
mengerjakan ketaatan, maka pujian yang dilontarkan oleh manusia hanya akan
menambah ketawadhu’an dan rasa takut kepada Allah. Dia yakin bahwa pujian
manusia kepada dirinya merupakan fitnah baginya, sehingga dia pun berdo’a
kepada Allah ta’ala agar menyelamatkan dirinya dari fitnah tersebut. Dia tahu bahwa
hanya Allah semata, yang pujian-Nya bermanfaat dan celaan-Nya semata yang
mampu memudharatkan hamba.

Lebih senang untuk menyembunyikan amal baiknya, karena takut riya’.


Namun tidak kemudian karena takut riya’ lalu justru meninggalkan suatu amalan
kebaikan. Sebab barangsiapa berbuat demikian maka ia secara tidak sadar
sebenarnya tidak ikhlas juga. Amal yang tersembunyi dengan syarat memang amal
tersebut patut disembunyikan, lebih layak diterima di sisi-Nya dan hal tersebut
merupakan indikasi kuat bahwa amal tersebut dikerjakan dengan ikhlas.
7

Seorang mukhlis yang jujur senang menyembunyikan berbagai kebaikannya


sebagaimana dia suka apabila keburukannya tidak terkuak. Hal ini sebagaimana
diutarakan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah ta’ala dalam naungan-Nya pada hari
dimana tidak ada naungan selain naungan-Nya. mereka adalah seorang pemimpin
yang adil; seorang pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah; seorang pria
yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid; dua orang yang saling mencintai
karena Allah, mereka berkumpul dan berpisah di atas kecintaan kepada-Nya;
seorang pria yang diajak (berbuat tidak senonoh) oleh seorang wanita yang cantik,
namun pria tersebut mengatakan, “Sesungguhnya saya takut kepada Allah”;
seorang pria yang bersedekah kemudian dia menyembunyikannya sehingga tangan
kirinya tidak tahu aa yang telah disedekahkan oleh tangan kanannya; seorang pria
yang mengingat Allah dalam keadaan sunyi dan air matanya berlinang.” (Muttafaqun
‘alaihi).

Melihat Amal Orang Shalih yang Berada di Atas Kita

Janganlah anda memperhatikan amalan orang yang sezaman denganmu,


yaitu orang berada di bawahmu dalam hal berbuat kebaikan. Perhatikan dan
jadikanlah para nabi dan orang shalih terdahulu sebagai panutan anda. Allah ta’ala
berfirman, ُُ

َ ‫َّللا ُ َف ِب ُه َدا ُه ُم ا ْق َت ِد ِه قُ ْل ال أَسْ أَل ُ ُك ْم َعلَ ْي ِه أَجْ رً ا إِنْ ه َُو إِال ِذ ْك َرى ل ِْل َعالَم‬
‫ِين‬ َّ ‫ِين َهدَى‬ َ ‫أُولَئ‬
َ ‫ِك الَّذ‬

“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah
petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam
menyampaikan (Al-Quran). Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh
umat.” (Al An’am: 90).

Menganggap Remeh Amal

Penyakit yang sering melanda hamba adalah ridha (puas) dengan dirinya.
Setiap orang yang memandang dirinya sendiri dengan pandangan ridha, maka hal
itu akan membinasakannya. Setiap orang yang ujub akan amal yang telah
8

dikerjakannya, maka keikhlasan sangat sedikit menyertai amalannya, atau bahkan


tidak ada sama sekali keikhlasan dalam amalnya, dan bisa jadi amal shalih yang
telah dikerjakan tidak bernila

http://afifahchen.wordpress.com/2011/06/18/keikhlasan-dalam-beribadah/

Anda mungkin juga menyukai