Anda di halaman 1dari 9

MATERI HSI

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.


Sumber : http://www.abdullahroy.com

Halaqah 11 ~ Ar-Ruqyah (Jampi-Jampi)


Senen, 29 Jumadil Awal 1440 H / 04 Februari 2019 M

Ruqyah yaitu bacaan yang dibacakan kepada orang yang sakit supaya sembuh.
Bacaan ini diperbolehkan selama tidak ada kesyirikan.

Dari ‘Auf bin Mālik radiyallāhu ‘anhu berkata; Kami dahulu meruqyah di zaman
Jahiliyyah, maka kami bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam :
“Yā Rasūlullāh, apa pendapatmu tentang ruqyah ini?”

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :


“Perlihatkanlah kepadaku ruqyah-ruqyah kalian, sesungguhnya ruqyah tidak
mengapa selama tidak ada kesyirikan”. (HR. Abū Dāwūd, dishahīhkan oleh Syaikh
Al-Albani rahimahullāh).

Ruqyah yang tidak ada kesyirikan seperti ruqyah dari:


• Ayat-ayat AlQur’an
• Do’a-do’a yang diajarkan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan ini lebih
utama.
• Atau dengan, Do’a-do’a yang lain yang diketahui kebenaran maknanya
baik dengan bahasa Arab maupun dengan selain bahasa Arab.

Kemudian hendaknya orang yang meruqyah ataupun yang diruqyah meyakini


bahwasanya ruqyah hanyalah SEBAB semata, tidak berpengaruh dengan
sendirinya dan tidak boleh seseorang bertawakal kepada sebab tersebut. Seorang
Muslim mengambil sebab dan bertawakkal kepada Dzat yang menciptakan sebab
tersebut yaitu Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Ruqyah yang mengandung kesyirikan adalah jampi-jampi atau bacaan yang
mengandung permohonan kepada selain Allāh, entah kepada seorang jin ataupun
seorang wali sekalipun, biasanya disebutkan disitu nama-nama mereka. Tidak
jarang jampi-jampi seperti ini dicampur dengan ayat-ayat Al-Qurān atau dengan
nama-nama Allāh atau dengan kalimat yang berasal dari bahasa Arab. Tujuannya
adalah satu yaitu untuk mengelabui orang-orang yang jahil dan tidak tahu.
Ruqyah yang mengandung kesyirikan telah dijelaskan oleh Rasūlullāh shallallāhu
‘alayhi wa sallam dalam sabda Beliau :

’’Sesungguhnya jampi-jampi dan jimat-jimat dan juga pelet adalah syirik’’. (HR.
Abū Dāwūd, Ibnu Mājah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullāh)
HSI 1.12 : Berdoa Kepada Selain Allah Termasuk Syirik Besar
Selasa, 30 Jumadil Awal 1440 H / 05 Februari 2019 M

Berdoa kepada Allah adalah seseorang menghadap Allah dengan


maksud supaya Allah subhanahu wa ta'ala mewujudkan keinginannya,
baik dengan meminta atau dengan merendahkan diri, mengharap dan
takut kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Berdoa dengan makna di atas
adalah ibadah.

Berkata An-Nu'man Ibnu Basyirin radhiAllahu 'anhu,

َْ ‫ َوقَا‬: َ ‫عاءْ ه َْو الع َبا َدةْ ث َّْم قَ َرْأ‬


ْ‫ل َربُّكم‬ َ ‫سلَّ َْم َيقولْ ال ُّد‬َ ‫علَيهْ َو‬ َ ْ‫صلَّى للا‬َ ‫ي‬َّْ ‫سمعتْ النَّب‬ َ ‫ل‬ َْ ‫عنْ النُّع َمانْ بنْ َبشيرْ قَا‬َ
َْ ‫س َيدخلونَْ َج َهنَّ َْم َداخري‬
‫ن‬ َ ‫ي‬ ‫ت‬ ‫د‬ ‫ا‬
َ َ ‫ب‬ ‫ع‬ ‫ن‬
ْ ‫ع‬
َ َْ‫ون‬ ‫ر‬ ‫ب‬ ‫َك‬ ‫ت‬ ‫س‬ ‫ي‬
َ َْ‫ين‬ ‫ذ‬ َّ ‫ال‬ َّ
ْ
‫ن‬ ‫إ‬ ۚ
ْ ‫م‬
ْ ‫ك‬َ ‫ل‬ ‫ب‬
ْ ‫َج‬ ‫ت‬ ‫س‬َ ‫أ‬ ‫ي‬ ‫ون‬‫ع‬‫اد‬

"Dari Nu'man bin Basyir, dia berkata: Aku telah mendengar Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Doa adalah ibadah", kemudian
beliau membaca (firman Allâh) ((Dan Robbmu berfirman:
ْ‫َوقَا َلْ َربُّك ْم ادعوني أَستَجبْ لَكم‬
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu. [Surat Ghafir 60]

"Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu.


Sesungguh-Nya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah
kepadaKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".)) (al-
Mukmin Gofir /40:60) [HR. Tirmidzi, no: 3247; Ahmad 4/267; Bukhari di
dalam Adabul Mufrad, no: 1757. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni]

Makna berdoa kepadaKu adalah beribadah kepadaKu. Apabila doa


adalah hak dari Allah subhanahu wa ta'ala semata, maka berdoa kepada
selain Allah dengan merendahkan diri di hadapan-Nya, mengharap dan
takut kepada-Nya sebagaimana ketika dia mengharap dan takut kepada
Allah adalah termasuk syirik besar.

Dan termasuk doa adalah istighosah, yaitu meminta dilepaskan dari


kesusahan, istiadzah (meminta perlindungan), isti'anah (meminta
pertolongan). Apabila di dalamnya ada perendahan diri, pengharapan
dan takut, maka ini adalah ibadah, hanya boleh diserahkan kepada Allah
subhanahu wa ta'ala semata.
Dan perlu kita ketahui bahwasanya, boleh seseorang beristighosah,
beristiadzah, beristi'anah kepada mahluk dengan 4 syarat:

1. Mahluk tersebut masih hidup


2. Dia berada di depan kita atau bisa mendengar ucapan kita
3. Dia mampu sebagai mahluk untuk melakukannya
4. Dia sebagai sebab, Tidak boleh orang bertawakal dengan sebab
tersebut, namun bertawakal kepada Allah subhanahu wa
ta'ala yang menciptakan sebab.

Orang yang beristighosah, beristiadzah, beristi'anah kepada orang yang


sudah mati atau orang yang masih hidup tapi tidak di depan kita atau
tidak mendengar ucapan kita atau meminta mahluk untuk perkara yang
tidak mungkin dilakukan kecuali oleh Allah, maka ini termasuk syirik
besar.
HSI 1.13 : Syafaat
Rabu, 01 Jumadil Akhir 1440 H / 06 Februari 2019 M

Syafa'at adalah meminta kebaikan bagi orang lain. Disana ada syafa'at
dunia dan ada syafa'at akhirat. Allah dan RasulNya telah mengabarkan
kepada kita tentang adanya syafa'at pada hari kiamat, diantaranya
adalah Allah mengampuni seorang muslim dengan perantara doa orang
yang telah Allah izinkan untuk memberikan syafa'at. Syafa'at akhirat
harus kita imani dan kita harus berusaha untuk meraihnya.

Adapun Modal utama untuk mendapatkan syafa'at akhirat adalah tauhid


dan bersihnya seseorang dari kesyirikan, sebagaimana sabda
Nabi sholallohu 'alaihi wasallam:

‫شفَا َعةْ أل َّمتي‬ َْ ‫لكلْ نَبىْ َدع َوةْ مستَ َجابَةْ فَتَ َع َّج‬
ُّْ ‫ل ك‬
َ ‫ل نَبىْ َدع َوتَهْ َوإني اختَبَأتْ َدع َوتي‬
َّْ ‫لَ يشركْ ب‬
‫اّلل شَيئا‬ ْ ‫ات منْ أ َّمتى‬ َْ ‫ّللا َمنْ َم‬ َّْ ‫ى نَائلَةْ إنْ شَا َْء‬ َْ ‫َيو َْم الق َيا َمةْ فَه‬

"Setiap nabi memiliki doa yang mustajab, maka masing-masing nabi


menyegerakan doanya. Dan sesungguhnya aku menunda doaku sebagai
syafa'at bagi ummatku pada hari kiamat.

Maka syafa'at tersebut akan didapatkan insya Allah oleh setiap orang yang
mati dari ummatku, yang tidak menyekutukan Allah sedikitpun" (HR. Muslim)

Merekalah orang-orang yang Allah ridhai karena ketauhidan yang


mereka miliki, Allah berfirman:

َّْ ‫ل َيشفَعونَْ إ‬
َ َ ‫ل ل َمنْ ارت‬
‫ضى‬ َْ ‫َو‬
"Dan mereka tidak memberi syafa'at kecuali bagi orang yang Allah
ridhai" (QS. Al Anbiyâ': 28)

Syafa'at di akhirat berbeda dengan syafa'at di dunia, karena seseorang


pada hari kiamat tidak bisa memberi syafa'at bagi orang lain kecuali
setelah diizinkan Allah, walaupun diaseorang nabi atau seorang malaikat
sekalipun,
sebagaimana firman Allah :

َّْ ‫َمنْ ذَا الَّذي يَشفَعْ عن َدهْ إ‬


ْ‫ل بإذنه‬
"Tidaklah ada yang memberi syafa'at di sisiNya kecuali dengan izinNya" (QS.
Al Baqarah 255).

Oleh karena itu permintaan syafa'at hanya ditujukan kepada Allah, Dzat
yang memilikinya, seperti seseorang mengatakan dalam doanya:

"Ya Allah aku meminta syafa'at nabiMu."

Inilah cara meminta syafa'at yang diperbolehkan, bukan dengan


meminta langsung kepada Nabi Muhammad , seperti mengatakan:

"Ya nabi, berilah aku syafa'atmu"

Atau dengan cara menyerahkan sebagian ibadah kepada mahluk dengan


maksud meraih syafa'atnya; karena cara seperti ini adalah cara yang
dilakukan oleh orang-orang musyrikin zaman dahulu,

sebagaimana firman Allah :

َْ‫ّللا قلْ أَتنَبئون‬


َّْ ‫ل يَنفَعهمْ َويَْقولونَْ هَؤ َلءْ شفَعَاؤنَا عن َْد‬
َْ ‫ل يَض ُّرهمْ َو‬
َْ ‫ّللا َما‬َّْ ْ‫َويَعبدونَْ منْ دون‬
َْ‫ل في األَرضْ سب َحانَهْ َوتَعَالَى َع َّما يشركون‬ َّ ‫ل يَعلَمْ في ال‬
َْ ‫س َم َاواتْ َو‬ َْ ‫ّللا ب َما‬
ََّْ

"Dan mereka menyembah kepada selain Allah sesuatu yang tidak


memudharati mereka dan tidak pula memberi manfaat, dan mereka
berkata: Mereka adalah pemberi syafa'at bagi kami di sisi Allah. Katakanlah:
Apakah kalian akan mengabarkan kepada Allah sesuatu yang Allah tidak
ketahui dilangit maupun di bumi. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa
yang mereka sekutukan" (QS. Yûnus:18)
HSI 1.14 : Berlebihan Terhadap Orang Shaleh Adalah Pintu Kesyirikan
Kamis, 02 Jumadil Akhir 1440 H / 07 Februari 2019 M

Orang shaleh adalah orang yang baik karena mengikuti syari'at Allah,
baik dalam hal aqidah, ibadah, maupun muamalah.

Mereka memiliki derajat yang berbeda-beda di sisi Allah subhanahu wa


ta'ala. Kita sebagai seorang muslim diperintahkan untuk mencintai
mereka. Kita juga diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka dalam
kebaikan.

Berteman dan bermajelis dengan mereka adalah sebuah


keberuntungan; membaca perjalanan hidup mereka bisa menambah
keimanan dan meneguhkan hati. Menghormati mereka adalah
diperintahkan selama masih dalam batas-batas yang diizinkan agama.

Namun berlebih-lebihan terhadap orang shaleh, seperti mendudukkan


mereka di atas kedudukannya sebagai manusia, atau menyifati mereka
dengan sifat-sifat yang tidak pantas kecuali untuk Allah, maka ini
hukumnya haram dan tidak diperbolehkan menurut agama, karena
menjadi pintu terjadinya kesyirikan dan penyerahan sebagian ibadah
kepada selain Allah.

Mencintai Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam melebihi cinta kita


kepada kedua orang tua, anak, dan semua manusia adalah sebuah
kewajiban agama sebagaimana dalam hadits.

Tidak beriman salah seorang diantara kalian sampai Aku lebih dia cintai daripada
orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia (HR. Al Bukhori dan Muslim)

Namun beliau melarang kita berlebih-lebihan terhadap beliau, dengan


mendudukkan beliau di atas kedudukan beliau yang sebenarnya, yaitu
sebagai seorang hamba Allah dan seorang rasul.
Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:

َّْ ْ‫ فَقولوا َعبد‬، ْ‫ فَإنَّ َما أَنَا َعبده‬، ‫ارى ابنَْ َمريَ َْم‬
ْ‫ّللا َو َرسوله‬ َ ‫ص‬َ َّ‫لَ تطروني َك َما أَط َرتْ الن‬
ْ

"Janganlah kalian berlebih-lebihan terhadapku sebagaimana orang-orang


nasrani berlebih-lebihan terhadap 'Isa bin Maryam, sesungguhnya aku
adalah hambaNya, maka katakanlah: hamba Allah dan RasulNya" (HR. Al
Bukhâri)

Beliau adalah seorang hamba, maka tidak boleh disembah dan beliau
adalah seorang rasul, maka tidak boleh dicela dan diselisihi.

Apabila berlebih-lebihan terhadap sebaik-baik manusia yaitu Nabi


shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak diperbolehkan, maka bagaimana
dengan yang lain?

Diantara bentuk ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap orang-orang shaleh


adalah meyakini bahwa mereka mengetahui ilmu ghaib atau
membangun di atas kuburan mereka atau beribadah kepada Allah di
samping kuburan mereka dan lain lain. Dan yang paling parah adalah
menyerahkan sebagian ibadah kepada mereka.

Semoga Allah ta'aalaa melapangkan hati kita untuk menerima


kebenaran.
HSI 1.15 : Sihir
Jumat, 03 Jumadil Akhir 1440 H / 08 Februari 2019 M

Sihir bermacam-macam jenisnya. Sihir yang merupakan kesyirikan


adalah sihir yang terjadi dengan meminta pertolongan kepada syetan,
dan syetan tidak akan menolong seseorang kecuali setelah melakukan
perkara yang membuat syetan ridha, yaitu kufur kepada Allah dengan
cara menyerahkan sebagian ibadah kepada syetan tersebut atau dengan
menghina Al Quran atau mencela agama dan sebagainya.

Allah ta'âlâ berfirman:

َْ َّ‫ش َياطينَْ َكفَروا ي َعلمونَْ الن‬


ْ‫اس السح َر‬ َّْ ‫َو َما َكفَ َْر سلَي َمانْ َولَك‬
َّ ‫ن ال‬
"Dan bukanlah Sulaiman yang kafir, akan tetapi syetan-syetanlah yang kafir,
mereka mengajarkan sihir kepada manusia" (QS. Al Baqarah: 102).

Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam: "Jauhilah tujuh perkara yang


membinasakan" Para sahabat bertanya: Ya Rasûlullâh, apa tujuh perkara
tersebut? Beliau menjawab; pertama Syirik kepada Allah, kedua sihir (Al
bukhori dan Muslim).

Hukuman bagi seorang tukang sihir jenis ini adalah hukuman mati bila
dia tidak bertaubat, sebagaimana telah dicontohkan oleh para sahabat
Nabi shallallâhu 'alahi wa sallam. Adapun yang berhak untuk melakukan
hukuman tersebut adalah pemerintah yang sah dan bukan individu
individu. Mempelajari sihir termasuk perkara yang diharamkan, bahkan
sebagian ulama menghukumi pelakunya keluar dari Islam.

Demikian pula meminta supaya disihirkan juga perbuatan yang haram,


karena Rasûlullâh shallallâhu 'alahi wa sallam mengabarkan bahwa
bukan termasuk pengikut beliau orang yang menyihir dan orang yang
minta disihirkan, sebagaimana diriwayatkan oleh Al Bazzâr dalam
Musnadnya, dan dishahihkan Syeikh Al Albâni rahimahullah.
Seorang muslim hendaknya mengambil sebab untuk membentengi diri
dari sihir, diantaranya adalah menjaga dzikir-dzikir yang disyari'atkan,
seperti dzikir pagi dan petang, dzikir-dzikir setelah shalat lima waktu,
dzikir akan tidur, mau makan, masuk rumah, keluar rumah, masuk kamar
kecil, keluar dari kamar kecil dan lain lain. Selain itu membersihkan diri
dan rumah dari perkara-perkara yang membuat ridha syetan, seperti
jimat-jimat, musik-musik, gambar-gambar mahluk bernyawa dan lain
lain.

Dan apabila qadarullah terkena sihir maka hendaknya dia bersabar,


merendahkan diri kepada Allah, memohon dariNya kesembuhan dan
berpegang dengan ruqyah-ruqyah yang disyari'atkan serta jangan sekali-
kali berusaha menghilangkan sihir dengan cara meminta bantuan jin,
baik secara langsung maupun lewat dukun, paranormal dan yang
semisal mereka.

Semoga Allah melindungi kita dan keluarga kita dari semua kejelekan di
dunia dan di akhirat.

Anda mungkin juga menyukai